Anda di halaman 1dari 36

TBC (Tuberkulosis )

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

NAMA :1.Charita Salsabella


2.Haidir Ali
3.Nathalia Ramadhanti
4.Ni Nyoman Cyntia Damayanti
5.Nuraini
6.Rizky Maulidina
7.Rahayu Dwi Putri
8.Tri Utari
9. Ulfa Novliza
Dosen Pengampuh :Ns. Rizky Sri Haryanti,M.Epid

DIV KEPERAWATAN
POLTEKKES PALEMBANG
2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan anak yang telah memberikan tugas ini
kepada kami sebagai upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan
berpengetahuan.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Wassalam...

Palembang, 20 Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul………………………………………………………………..i

Daftar isi……………………………………………………………....…….ii

Bab I Pendahuluan…………………………………………………………....1

1.1 Latar Belakang……….....………………………………..……..…..1

1.2 Rumusan Masalah……..………......……………….............……….1

1.3 Tujuan................................................................................................2

BAB II. Pembahasan……………………………………………....…………..3

2.1 Pengertian Tbc……………………………….....……………..……3

2.2 Penyebab Penyakit..............................................................................3

2.3 Cara Penularan Tbc...........................................................................4

2.4 Gejala Penyakit Tbc..........................................................................5

2.5 Cara Pencegahan Tbc..........................................................................5

2.6 Pengobatan Tbc..................................................................................6

BAB III . Asuhan Keperawatan ………………………………………………10

BAB IV . Penutup……..……………………………………………….....……34

4.1 Kesimpulan..........................................................................................34

4.2 Saran.....................................................................................................34

Daftar Pustaka..................................…………………………………………....35
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade


terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak
terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah
ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan
urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas),
diagnosis dan terapi yang cukup lama.

Di Indonesia untuk tingkat dunia penderita penyakit TBC urutan ke-3 setelah Cina
dan India. Dibandingkan dengan Provinsi lainnya di Indonesia, Jawa Barat jumlah terbesar
penderita penyakit TBC (Tuberkulosis). Data di Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, tahun
2007 tercatat 30.000 orang penderita TBC, yang sudah datang berobat ke rumah Sakit dan
Puskesmas. Kecenderungan sekitar 16 persen penyakit yang berasal dari kuman tersebut
menyerang anak-anak, hingga tahun 2008 terus meningkat yakni mencapai 35.000
orang. Tuberculosis paru merupakan suatu gangguan pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh bakteri tahan asam. Mycrobacterium yang menyerang paru-paru dan
merupakan penyakit yang menular melalui droplet nuclei atau infeksi air ludah sehingga
mudah dalam proses penularan dari orang yang satu ke yang lainnya.

A. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang akan dibahas yaitu :


1. Menjelaskan pengertian Penyakit TB paru pada anak

2. Memaparkan cara penularan Penyakit TB paru pada anak

3. Memaparkan gejala-gejala TB paru pada anak

4. Menjelaskan pencegahan Penyakit TB paru pada anak

5. Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien TB paru pada anak

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Untuk mendapatkan pengalaman nyata mengenai penerapan asuhan keperawatan pada


anak dengan TB paru

2. Tujuan khusus

a. Mampu melakukan pengakajian pada pasien anak TB paru

b. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien anak TB paru

c. Mampu membuat perencanaan keperawatan pada pasien anak TB paru

d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien anak TB paru

e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien anak TB paru

f. Mampu membuat dokumentasi yang ditujukan untuk institusi Rumah Sakit

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi institusi

Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan rasa peduli pada pasien

2. Bagi keperawatan

Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu keperawatan dilapangan

3. Bagi pendidikan
Untuk pendidikan keperawatan, sehingga mampu memberikan wawasan yang luas bagi
mahasiswa dalam asuhan keperawatan

D. Metodologi

Metodologi yang dipakai, yaitu dengan penelusuran kepustakaan dilakukan secara manual
dan melalui kepustakaan elektronik dan pendataan langsung dengan cara wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik dan dokumentasi pada pasien di ruangan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar

1. Pengertian Tbc

Penyakit tuberkulosis pada bayi dan anak disebut juga tuberkulosis primer dan
merupakan suatu penyakit sistemik ( Ngastiyah: 1997). Menurut (Donna L.Wong, dkk:
2009), Tuberculossis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan
lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Sedangkan
menurut (Amin, M.,1999), tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis dengan
karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan dari
orang ke orang melalui nukley droplet melalui udara (Sandra, 2002)

Berdasarkan pengertian para ahli di atas kami menyimpulkan bahwa penyakit


tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menyerang sistem pernafasan dan bisa
menyebar ke sistem lain yang diakibatkan oleh kuman mycobacterim tuberculosis.

B. Penyebab TBC
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium
tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman
TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama
selama beberapa tahun.

Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap
disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara membelah
diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa
kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-
6 minggu.
Ø Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari
negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitasseluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun
demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur).
Kadang-kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya
dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC.

Tuberkulosis Pasca Primer


Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.

C. Cara Penularan TBC


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-
anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering
masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembangbiak menjadi banyak (terutama
pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh
seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-
lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat
Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan
tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian
reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan
parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen.
D. Gejala penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi 2, yaitu gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala Sistemik/Utama
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam.
a. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala Khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru -paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak–anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang – kejang.

E. Cara Pencegahan TBC


Adapan tujuan dari pencegahan TBC, yaitu;
a. Menyembuhkan penderita.
b. Mencegah kematian.
c. Mencegah kekambuhan.
d. Menurunkan tingkat penularan

Cara-cara pencegahan TBC sebagai berikut;


a) Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3
minggu, merasa sakit di dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau
ke rumah sakit.
b) Saat batuk memalingkan muka agar tidak mengenai orang lain.
c) Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur
darah segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
d) Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh
penderita.
e) Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin
BCG. Karena vaksin tersebut akan memberikan perlindungan yang amat bagus.

F. Pengobatan TBC
1. Jenis Obat
Ø Isoniasid
Ø Rifampicin
Ø Pirasinamid
Ø Streptomicin
2. Prinsip Obat
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat selama 6-8 bulan,supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosis tahap
intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan dalam dosis tunggal,sebaiknya pada saat perut
kosong. Apabila paduan obat yangdigunakan tidak adekuat, kuman TB akan
berkembangmenjadi kuman kebal. Pengobatan TB diberikan dalan 2 Tahap yaitu:
a) Tahap intensif
Pada tahap intensif penderita mendapat obat (minum obat) setiap hari selama 2 - 3 bulan.
b) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat (minum obat) tiga kali seminggu selama 4 – 5
bulan.

3. Efek Samping Obat


Beberapa efek samping yang mungkin muncul akibat mengkonsumsi obat TB bervariasi
mulai dari ringan hingga berat. Efek samping ringan dapat berupa berubahnya warna urine
menjadi kemerahan yang diakibatkan oleh rifampisin.
Efek samping lainnya dapat berupa nyeri sendi, tidak ada nafsu makan, mual, kesemutan
dan rasa terbakar di hati, gatal dan kemerahan dikulit gangguan keseimbangan hingga
kekuningan (ikterus). Jika pasien merasakan hal-hal tersebut, pasien harus
segera berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh penanganan lebih lanjut, fase lanjutan.
Dalam beberapa kasus pengobatan bisa berlangsung hingga delapan bulan.
Bab III

Asuhan Keperawatan

A. Asuhan Keperawatan
1. Anatomi Fisiologi

Proses metabolisme merupakan karakteristik seluruh sel hidup di dalam tubuh. Proses
ini memerlukan suplai O2 yang konstan bagi setiap selnya dan sekaligus mampu
membuang produk metaboliknya : misalnya CO2 istilah respirasi tidak hanya di tujukan
pada bernapas tetapi juga pada pertukaran gas antara atmosfer darah dan sel tubuh

Secara umum fungsi saluran pernapasan adalah sebagai berikut :

a. Pertukaran gas dalam proses respirasi seluler

b. Produksi suara atau vokalisasi

c. Membantu dalam kompresi abnormal selama BAK : defeksi dan melahirkan

d. Batuk dan bersin merupakan reson reflex

Secara anatomis sistem pernafasan terbagi 2 bagian yaitu :

1) Area konduksi yang membawa udara ke dan dari alveolus dimana pada bagian ini
tidak terjadi pertukaran gas

Area konduksi terdiri dari :

a) Hidung: Meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian internal
berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara.
b) Pharynx: Merupakan saluran yang memiliki panjang + 13 cm yang
menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak,
pharyx ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Nasopharyx, oropharix dan
laryngopharynx.

c) Larynx: Larynx terusun dari 9 kartilago 96 kartilago kecil dan 3 kartilago besar).
Larynx terletak pada bagian tengah anterior dari leher pada vertebra cervical 4
sampai 6.

d) Trachea : Merupakan saluran rigid yang memiliki panjang 11-12 cm dengan


diameter 2,5 cm. trakhea mengalami percabangan pada carina membentuk
bronchus kiri dan kanan terjadi obstruksi, kerusakan atau aspirasi benda asing
maka diperlukan tindakan pembedahan (tracheostomy).

e) Bronchus : Bronchus kanan kurang pendek, lebih besar dan memiliki lumen yang
besar pada saat masuk ke paru, bronchus terbagi jadi 5 percabangan ; lobus atas,
tengah dan bawah pada paru kanan dan lobus atas dan bawah pada paru kiri.

f) Bronchialis: Adalah cabang dari bronchus, bronchiolus mensuplay segmen-


segmen broncho pulmonal, dimana cabang bronchiaolus terminal membentuk
duktus alveolar yang berhubungan langsung dengan alveolus.

2) Area respirasi yaitu pada alveolus yang merupakan unit fungsional dimana pada area
ini terjadi pertukaran gas.

Paru-paru di dalam rongga thorax yang dipisahkan oleh jantung, setiap paru dilapis
oleh suatu membran serous yang disebut dengan pleura viceral sementara dinding
thorax dilapisi oleh pleura parietale diantara kedua lapisan tersebut terdapat rongga
yang berisi cairan surfaktan yang berfungsi untuk mencegah gesekan kedua lapisan
pleura saat proses respirasi.

Adanya mycobacterium tuberkulosa ini akan membuat suatu lesi tuberkel yang
melekat pada paru maupun pleuranya ukuran lesi ini bisa bermacam-macam ada yang
sampai 1-2 cm dan sangat khas, biasanya menyerang bagian apeks paru dan biasanya
dapat menyebar ke daerah lobus tengah ataupun bawah tergantung dari keadaan
penderitanya.

2. Etiologi
Agentuberkolosis. Mycobacterium tubercolosis, mycobakterium bovis,mycobakterium
africanum. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium
tubercolosis, mycobakterium bovis. Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalan keadaan kering, tetapi mati di dalam cairan yang bersuhu
60°selama 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebababkan nekrosis
jaringan, sedang lemahnya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor
penyebab untuk terjadinya fibrosis serta terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Basil
tuberkulosis tidak membentuk toksin.

Penularan tuberkulosis umumnya melalui udara hingga sebagian besar fokus primer
tuberkulosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara penularan dapat peroral jika
meminum susu yang mengandung basil tuberkulosis bovis. Ada mikrobakterium lain
yakni mycobakterium atipic yang dapat menyebabkan penyakit menyerupai
tuberkulosis.

3. Patofisiologi

Kompleks primer tuberkulosis adalah infeksi lokal pada tempat masuk dan limfonodi
regional yang mengalirkan daerah tersebut. Paru-paru adalah tempat masuk pada lebih
dari 98% kasus. Basil tuberkel memperbanyak diri pada mulanya dalam alveoli dan
duktus alveolaris. Kebanyakan basil terbunuh tetapi beberapa bertahan hidup dalam
makrofag yang di nonaktifkan, yang membawanya melalui vasa limfatika ke limfonodi
regional. Bila infeksi primer ada di paru-paru limfonodi hilus biasanya dilibatkan,
walaupun fokus lobus atas dapat mengalirkannya ke dalam limfonodi paratrakea.
Reaksi jaringan dalam parenkim paru-paru dan limfonodi intensif pada 2-12 minggu
berikutnya karena terjadi hipersensitivitas jaringan. Bagian parenkim kompleks primer
sering menyembuh secara sempurna dengan fibrosis atau klasifikasi sesudah
mengalami nekrosis dan membentuk kapsul. Kadang-kadang, bagian ini terus
membesar, menimbulkan pneumonitis dan pleuritis setempat. Jika pusat lesi sudah
mencair dan mengosongkan bronkus akan meninggalkan rongga sisa (kaverna).

Fokus infeksi di limfonodi regional menjadi fibrosis dan berkapsul, tetapi


penyembuhan biasanya kurang sempurna daripada lesi parenkim. M. Tuberculosis yang
hidup dapat menetap selama beberapa dekade dalam fokus ini. Pada kebanyakan kasus
infeksi tuberkulosis awal limfonodi ukurannya tetap normal. Namun limfonodi hilus
dan paratrakea yang sangat membesar sebagai bagian dari reaksi radang hospes dapat
melampaui batas daerah bronkus atau bronkiolus regional. Obstruksi farsial bronkus
yang disebabkan oleh kompresi eksternal dapat menyebabkan hiperinflasi pada segmen
paru sebelah distal. Limponodi yang meradang dapat melekat pada dinding bronkus dan
mengerosinya. Sehingga menimbulkan tuberkulosis endobronchial atau saluran fistula.
Cesium menyebabkan obstruksi bronkus komplet. Lesi hasilnya kombinasi pneumotitis
dan atelektasis, disebut konsolidasi-kolaps atau lesi segmental.

Selama perkembangan kompleks primer, basil tuberkel dibawa ke kebanyakan


jaringan tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Penyebaran tuberkulosis terjadi jika
jumlah basili yang bersirkulasi besar dan respon hospes tidak adekuat. Lebih sering
jumlah basil sedikit, menyebabkan fokus metastasis tidak nampak secara klinis pada
beberapa organ. Fokus jauh ini biasanya menjadi berkapsul, tetapi fokus ini mungkin
berasal dari tuberkulosis ekstrapulmonal maupun reaktifasi tuberkulosis pada beberapa
individu.

Waktu antara infeksi awal dan penyakit yang tampak secara klinis adalah sangat
bervariasi. Tuberkulosis tersebar ataaau meningeal adalah manifestasi awal sering
terjadi dalam dua sampai enam bulan infeksi. Tuberkulosis limfonadi atau
endobronchial yang bermakna secara klinis biasanya mucul dalam 3-9 bulan. Lesi
tulang dan sendi memerlukan beberapa tauhun untuk berkembang sementara lesi ginjal
dapat menjadi jelas beberapa dekade sesudah infeksi. Tuberkulosis paru yang terjadi
lebih dari setahun sesudah infeksi primer biasanya disebabkan pertumbuhan kembali
basili endogen yang menetap pada lesi yang sebagian berkapsul. Reaktifasi tuberkulosis
ini jarang pada anak tetapi sering pada remaja dan orang dewasa muda. Bentuk yang
paling sering adalah infiltrat atau kaverna di apeks lobus atas, dimana tensi oksigen dan
aliran darah besar. Penyebaran selama reaktiiftas tuberkolosis jarang pada hospes
berkemampuan imun tetapi lazim pada orang dewasa dengan syndrom defisiensi imun
(AIDS). Hanya 5-10% orang dewasa berkemampuan imun yang menjadi terinfeksi
dengan M. Tuberkulosis berkembang menjadi penyakit klinis. Namun, sekitar 40% bayi
dengan infeksi yang tidak diobati berkembang penyakit dalam 1-2 tahun. Resiko
menurun selama masa anak. Sekitar 25-35% anak dengan tuberkulosis berkembang
manifestasi ekstrapulmonal dibanding dengan sekitar 10% orang dewasa yang
berkemampuan imun.

 Individu/anak yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi


 Bakteri berpindah melalui jalan napas ke alveoli
 ( Tempat berkumpul dan memperbanyak diri )
 Basil juga dipindahkan melalui system limpe danj aliran darah ke bagian
tubuh lain
 Sistem imun tubuh berespon dengan inflamasi
 Fagosit ( Neutrofil dan makrofag ) menelan banyak bakteri ; limfosit spesifik
tuberculosis tnelisis dan jaringan normal
 Reaksi jaringan ini mangakibatkan penumpukan exudat dalam aveoli
 Bronkopneumoni
 Daya tahan tubuh menurun, virulensi kuman meningkat
 Radang kronis, lesi dikelilingi oleh jaringan kolagen Fibroblast dan limfosit
 Bagian tengah lesi akan mengalami nekrosis caseosa yang disebut lesi primer
 Lesi primer mengalami pengapuran dan pencairan serta bronkus. Lesi primer
 mengisi rongga serta jaringan nekrotik yang sudah mencair keluar bersama
dengan batuk
 Bila lesi sampai menembus pleura : Effuse Pleura Tuberculosa

4. Pathway
5. Manifestasi Klinis

Sangat bervariasi, Dapat bersifat asimtomatik atau menimbulkan bermacam-macam


gejala :

a. Demam
Demam yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek

b. Malaise

c. Anoreksia

d. Penurunan berat badan

e. Batuk bisa ada atau tidak, berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan
Sejalan dengan perkembangan :

a. Peningkatan frekuensi nafas

b. Ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit

c. Bunyi nafas hilang dan ronchi kasar

d. Pekak pada saat perkusi di kedua lapang paru

e. Demam naik-turun

f. Pucat dan anemia

6. Test Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik termasuk sebagai bagian dari proses


pengumpulan data perawat harus waspada terhadap hasil pemeriksaan signifikan yang
membutuhkan pelaporan pada dokter dan atau melakukan intervensi keperawatan
khusus.

Beberapa pemeriksaan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, sementara yang


lainnya sangat berguna dalam mengikuti perjalanan penyakit atau penyesuaian terapi
pada banyak kasus hubungan antara pemeriksaan fisik dengan patofisiologi penyakit
cukup jelas, tetapi pada kasus lain tidak jelas, hal ini merupakan interelasi antara
berbagai organ dan sistem tubuh.

Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain :

a. Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak
sudah terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji
Mantoux, yang menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif).
Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi secara
intradermal. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan
di ukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Hasil dianggap positif bila
terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 5-9 mm masih dianggap
meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas positif.

b. Pemeriksaan Radiologis
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis.
Secara rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya
pemeriksaan radiologis tetapi diperlukan juga data klinis.

c. Pemeriksaan bakteriologis

Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis.


Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah :

1) Bilasan lambung

2) Sekret bronkus

3) Sputum (pada anak yang besar)

4) Cairan pleura

d. Uji BCG

Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin.


Bila ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam
waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya
tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal
yang lebih cepat dan besar oleh karena itu, reaksi BCG dapat dijadikan alat
diagnostik.

Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung


dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal
atau intrakutan pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi
usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan
sebagai berikut :

1) Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin
BCG sebanyak 0,05 mg.

2) Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 mg
7. Penatalaksanaan Medis

a. Farmakologi

1) Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali sehari per oral,
diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan

2) INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif


ekstraseluler dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per oral,
lama pemberian 18-24 bulan

3) Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-35


mg/kgBB/hari per oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.

4) Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari


selama 1 tahun.

5) Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkulosis yang masih


sensitif, diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari.
Kortikosteroid di berikan sebagai antiflogistik dan ajuvan pada tuberkulosis
milier, meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa, penyebaran
bronkogen, atelektasis, tuberkulosis berat atau keadaan umum yang buruk.

b. Non farmakologi

1) Memberikan posisi ektensi ( kepala lebih tinggi dari badan )

2) Melakukan postural drainase

3) Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak

4) pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak
terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya

5) memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya

8. Komplikasi

a. Penyakit paru primer pogresif


Komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi jarang terjadi pada anak bila
fokus primer membesar dengan mantap dan terjadi pusat perkejuan yang besar.
Pencarian dapat menyebabkan pembentukan kaverna primer yang disertai dengan
sejumlah besar basili. Pembesaran fokus dapat melepaskan debris nekrotik kedalam
bronkus yang berdekatan, menyebabkan penyebaran intrapulmonal lebih lanjut.

b. Efusi pleura

Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh, mula-mula


keluarnya basili kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau limfonodi.

c. Perikarditis

Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari
limponodi subkranial.

d. Meningitis

Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi primer yang


tidak diobati pada anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi
beberapa tahun setelah infeksi primer, bila robekan satu atau lebih tuberkel
subependimal menegeluarkan basil tuberkel kedalam ruang subarakhnoid.

e. Tuberkulosis Tulang

Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis cenderung


menyerang vetebra. Manifestasi klasik spondilitis tuberculosa berkembang menjadi
penyakit Pott, dimana penghancuran corpus vertebra menyebabkan gibbus dan
kifosis. Tuberkulosis skeletona adalah komplikasi tuberkulosis lambat dan menjadi
perwujudan yang jarang sejak terapi antituberkulosis tersedia.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Data

Identitas Data Umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal lahir, usia,
agama, jenis kelamin, juga identitas orangtua; nama orangtua, pendidikan, dan
pekerjaan)
b. Diagnosa Medis :

TB Paru

c. Riwayat Keperawatan Sekarang

Keluhan Utama

1) Saat masuk Rumah Sakit

Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit).

2) Saat pengkajian

Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi
PQRST (palliative, quantitatif, region, scale, timing)

3) Keluhan penyerta

Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala
klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher,
inguinal, axilla dan sub mandibula

d. Riwayat Kehamilan Dan Kesehatan

1) Pre Natal

Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil)

2) Intra Natal

Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita
caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom

3) Post Natal:

kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia icterus

e. Riwayat Masa Lalu

1) Penyakit waktu kecil


Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang
lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah
diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah
berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?)

2) Pernah di rawat di Rumah Sakit

Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien
dirawat dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa.

3) Obat-obatan yang pernah digunakan

Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, agar kerja
obat serta efek samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik
dalam jangka panjang perlu di identifikasi

4) Tindakan (operasi)

Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa, atas
indikasi apa

5) Alergi

Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan

6) Kecelakaan

Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya, apabila


mengalami kecelakaan apakah langsung di beri tindakan, atau di bawa berobat
ke dokter atau hanya di diamkan saja

7) Imunisasi

a) Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara


menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan
membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun-tahun lamanya.
Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif

b) Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh
mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum yang
telah mengandung zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada
saat dalam kandungan

1) Vaksin polio

2) Vaksin campak

3) Vaksin BCG ( Bacillus Calmet Guirnet )

4) Vaksin DPT ( Difetri Pertusis Tetanus )

5) Vaksin toxoid difetri

f. Kebutuhan Dasar

(11 Pola Fungsi Gordon)

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

2) Pola nutrisi metabolic

Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan

3) Pola eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas
dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.

4) Pola tidur dan istirahat

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

5) Pola aktivitas dan latihan


Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek),
sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari

Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;


infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang
timbul

Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada

Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,


mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi
ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, tachipneu (penyakit luas atau fibrosis
parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak
simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural),
deviasi trakeal (penyebaran broncogenik).

6) Pola persepsi kognitif

Subjektif : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular

Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas fisik

7) Pola persepsi dan konsep diri

Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah


pada anak

Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.

8) Pola peran hubungan dengan sesama

a. Yang mengasuh anak

Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Siapa yang


lebih intensif dan secara konstan menekankan perkembangan, pertumbuhan si
anak dapat mempengaruhi perilaku, sikap dan pengontrolan emosi serta
perkembangan anak

b. Hubungan dengan anggota keluarga


Keluarga diharapkan untuk dapat lebih menekankan perkembangan individu
setiap anaknya, kemudian orangtua akan lebih intensif dan secara konstan
menekankan harapan keluarga terhadap anaknya

c. Hubungan dengan teman sebaya

Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya akan berpengaruh


besar terhadap perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak

d. Lingkungan rumah

Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah),


pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga
yang banyak), pola sosialisasi anak.

e)Kondisi rumah, bagaimana kondisi rumah, apakah dalam satu keluarga ada yang
menderita TB paru.

f)Merasa dikucilkan, kaji perasaan pasien atau keluarga pasien atas penyakit yang
diderita.

g)Aspek psikososial (Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri).

h)Berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama
dan biaya yang banyak.

i)Tidak bersemangat dan putus harapan karena merasa tidak akan sembuh dan
terbatas ekonomi

9) Pola koping dan toleransi terhadap stres

Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah


pada anak

Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus.

10) Pola reproduksi dan seksualitas

Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah.

11) Pola nilai dan kepercayaan


Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya akan
menyerahkan pada Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan keluarganya

g. Pemeriksaam Fisik

1) Keadaan umum : pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering
ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah

2) Tanda-tanda vital : sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat
lama atau naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas
biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi

3) Antropometri

Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.

4) Pemeriksaan fisik

a. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut

b. Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil

c. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau
tidak, simetris tidak.

d. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh

e. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan atau
tidak, uji pendengaran anak

f. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal


dan sub mandibula.

g. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulen (menghasilkan sputum).

Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru.
Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura.

Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,


nyeri otot dan kering diwaktu malam hari.

Pada tahap dini sulit diketahui.

Ronchi basah, kasar dan nyaring.

Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi


memberi suara limforik.

Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)

h. Perut : kaji bentuk perut, bising usus

i. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan

j. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel.

Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,

inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.

k. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum
sudah turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah

h. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

untuk anak usia < 6 tahun

Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain

Motorik halus : sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang,


membuka kotak, melempar benda

2. Diagnosa Keperawatan
NO Dx DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Hypertermi

3. Gangguan nutrisi

4. Resti penyebaran infeksi

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, pengobatan dan proses


penyakit

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO TUJUAN & KRITERIA


INTERVENSI KEPERAWATAN
DX HASIL

1 Tujuan: setelah dilakukan a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,


tindakan keperawatan jalan kecepatan, kedalaman dan penggunaan
nafas kembali efektif dalam otot aksesori.
waktu 3x24 jam. Dengan
R: untuk mengetahui tingkat sakit dan
kriteria hasil:
tindakan apa yang harus dilakukan
Sekret berkurang sampai
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan
dengan hilang, pernafasan
secret atau batuk efektif, catat karakter,
dalam batas normal 40-
jumlah sputum, adanya hemoptisis.
60x/menit
R: untuk mengetahui perkembangan
kesehatan pasien

c. Berikan pasien posisi semi atau fowler,


R: semi fowler memudahkan pasien
untuk bernafas

d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea,


suction bila perlu.

R: untuk mencegah penyebaran infeksi

e. Lembabkan udara/oksigen. Berikan


obat: agen mukolitik, bronkodilator,
kortikosteroid sesuai indikasi

R: pemberian oksigen dapat


memudahkan pasien untuk bernafas

2 Tujuan: setelah a. Review patologi penyakit fase


dilakukan tindakan aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi
keperawatan pasien tidak melalui bronkhus pada jaringan
demam dalam waktu sekitarnya atau melalui aliran darah
3x24 jam. atau sistem limfe dan potensial infeksi
melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman
Dengan kriteria hasil :
atau menyanyi.
tidak terjadi penyebaran
infeksi R : Membantu klien agar klien mau
mengerti dan menerima terhadap terapi
yang diberikan untuk mencegah
komplikasi.

b. Mengidentifikasi orang-orang yang


beresiko untuk terjadinya infeksi seperti
anggota keluarga, teman, orang dalam
satu perkumpulan. Memberitahukan
kepada mereka untuk mempersiapkan
diri untuk mendapatkan terapi
pencegahan.

R : Pengetahuan dan terapi dapat


meminimalkan kerentanan terjadinya
penyebaran

c. Anjurkan klien menampung dahaknya


jika batuk

R : Kebiasaan ini untuk mencegah


terjadinya penularan infeksi.

d. Gunakan masker setiap melakukan


tindakan

R : Masker dapat mengurangi resiko


penyebaran infeksi

e. Monitor temperature

R : untuk mengetahui adanya indikasi


terjadinya infeksi. Febris merupakan
indikasi terjadinya infeksi.

f. Kolaborasi Pemberian terapi untuk anak

R : Kerja sama akan mempercepat


proses penyembuhan

g. Monitor sputum BTA. Klien dengan 3


kali pemeriksaan BTA negatif, terapi
diteruskan sampai batas waktu yang
ditentukan.

R : Pemantauan untuk terapi yang akan


dilaksanakan selanjutnya

3 Tujuan : f. Mengukur dan mencatat BB pasein

Kriteria hasil:Keluarga R : BB menggambarkan status gizi


klien dapat menjelaskan pasien
penyebab gangguan
g. Menyajikan makanan dalam porsi kecil
nutrisi yang dialami
klien, pemulihan tapi sering
kebutuhan nutrisi,
R : Sebagai masukan makanan sedikit-
susunan menu dan
sedikit dan mencegah muntah
pengolahan makanan
sehat seimbang. Dengan h. Menyajikan makanan yang dapat
bantuan perawat, menimbulkan selera makan
keluarga klien dapat
R : Sebagai alternatif meningkatkan
mendemonstrasikan
nafsu makan pasien
pemberian diet (per
sonde/per oral) sesuai i. Memberikan makanan tinggi TKTP
program dietetik. (tinggi kalori tinggi protein)

R : Protein mempengaruhi tekanan


osmotik pembuluh darah

j. Memberi motivasi kepada pasien agar


mau makan.

R : Alternatif lain meningkatkan


motivasi pasein untuk makan

k. Lakukan perawatan oral sebelum dan


sesudah terapi respirasi

R : Mengurangi rasa yang tidak enak


dari sputum atau obat-obat yang
digunakan untuk pengobatan yang
dapat merangsang vomiting.

l. Jelaskan kepada keluarga tentang


penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan
pengolahan makanan sehat seimbang,
tunjukkan contoh jenis sumber
makanan ekonomis sesuai status sosial
ekonomi klien.
R : Meningkatkan pemahaman keluarga
tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi
untuk pemulihan klien sehingga dapat
meneruskan upaya terapi diet yang
telah diberikan selama hospitalisasi.

m. Tunjukkan cara pemberian makanan per


sonde, beri kesempatan keluarga untuk
melakukannya sendiri.

R : Meningkatkan partisipasi keluarga


dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
klien, mempertegas peran keluarga
dalam upaya pemulihan status nutrisi
klien.

n. Laksanakan pemberian roborans sesuai


program terapi.

R : Roborans, meningkatkan nafsu


makan, proses absorbsi dan memenuhi
defisit yang menyertai keadaan
malnutrisi.

o. Timbang berat badan, ukur lingkar


lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap
pagi.

R : Menilai perkembangan masalah


klien.

p. Memberi makan lewat parenteral ( D 5%


)

R : Mengganti zat-zat makanan secara


cepat melalui parenteral
4 Tujuan: Menyatakan a. Kaji kemampuan belajar pasien
pemahaman proses misalnya: tingkat kecemasan, perhatian,
penyakit/prognosis dan kelelahan, tingkat partisipasi,
kebutuhan pengobatan. lingkungan belajar, tingkat
pengetahuan, media, orang dipercaya.
Melakukan perubahan
prilaku dan pola hidup R: untuk mengetahui kondisi pasien
untuk memperbaiki dan tindakan apa yang akan diberikan
kesehatan umur dan
b. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi
menurunkan resiko
Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan
pengaktifan ulang
intake cairan yang adekuat.
tuberkulosis paru.
R: agar pemenuhan nutrisi terpenuhi
Mengidentifikasi gejala
sehingga penyembuhan bisa lebih cepat
yang memerlukan
evaluasi/intervensi. c. Berikan Informasi yang spesifik dalam
bentuk tulisan misalnya: jadwal minum
Menerima perawatan
obat.
kesehatan adekuat.
R: agar keluarga pasien tidak
memberikan obat dan waktu yang
keliru

d. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis,


frekuensi, tindakan dan perlunya terapi
dalam jangka waktu lama. Ulangi
penyuluhan tentang interaksi obat
Tuberkulosis dengan obat lain.

R: agar keluarga pasien tidak


memberikan obat dan waktu yang
keliru

e. jelaskan tentang efek samping obat:


mulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan
tekanan darah

R: agar keluarga pasien mengetahui


sehingga bisa melaporkan jika hal
tersebut terjadi

5 Tujuan: Setelah dilakukan 1. kaji tingkat pengetahuan keluarga


tindakan keperawatan
R: untuk mengetahui tingkat
pengetahuan ibu dan
pengetahuan keluarga pasien sampai
keluarga pasien bertambah
mana
dalam waktu 1x24 jam
dengan kriteria hasil ibu dan 2. berikan pendidikan kesehatan berkaitan
keluarga pasien paham dengan penyakit pasien
tentang penyakit anaknya
R: agar keluarga pasien mengetahui dan
dan cemas teratasi
tidak cemas

3. jelaskan setiap tindakan keperawatan


yang akan dilakukan

R: untuk mengurangi kecemasan


keluraga pasien

4. Implematasi Keperawatan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana


yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan
kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien.

5. Evalusi Keperawatan

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif


dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah
dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari
identifikasi dan analisa masalah selanjutnya
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih
tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
2. TBC pada anak masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan.
3. Besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan.
4. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik
atau pemeriksaan penunjang tunggal. Selain alur diagnostik, terdapat pedoman
diagnosis dengan menggunakan sistem skoring.
5. Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak
tinggi dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang
tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari.
6. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi
buruk. Uji tuberkulin positif menunjukkan TBC.
7. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya
8. Obat TBC yang digunakan yaitu Obat TBC utama (first line) rifampisin, INH,
pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TBC lain (second line): PAS,
viomisin, sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika
terjadi multi drug resistance.
B. Saran
1. Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan
prosedur yang ada.
2. Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak
sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada anak
teruma pengetahuan tentang penyakit TB.

DAFTAR PUSTAKA

https://imsyahrir.wordpress.com/2013/01/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-tb-paru/

Ngastiyah.2005.perawatan anak sakit.Jakarta: ECG

Maryunani anik. 2010. Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta :CV.Trans Info Media

Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2: Cetakan Ke-
11. Jakarta : Percetakan Infomedika

Anda mungkin juga menyukai