Anda di halaman 1dari 149

KEARIFAN LOKAL (LOCAL GENIUS) SEBAGAI SOKO GURU

MENATA PERADABAN BANGSA YANG BERKARAKTER


NUSANTARA (REFLEKSI KARYA KI DALANG TANGSUB)

I Made Suarta
IKIP PGRI Bali

Abstract
Local knowledge (local genius) is the quintessence of our ancestors
thinking either oral or written traditions which we have received to date. Thought
that, in the context of real archipelago has the same thread, which has a valuable
values and universal to strengthen the integrity of the Unitary Republic of
Indonesia. Through our founding genius thought that we should be able to
implement it in real life to be able to reach people who "Gemah ripah loh jinawi",
no less clothing, food, and shelter!
Some of the many concepts of mind for the people of Bali are reflected in the
work of puppeteer Ki Dalang Tangsub contributed to the development of
Indonesia and has a universal value is the concept of maintaining the environment,
save money, and humble. Through mental attitude has not always feel pretty; like
not smart enough, not skilled enough, and not mature enough experience, make us
always learn and practice. Learn and continue lifelong learning will make a man
more mature and a lot of experience. Thus, the challenges in life will be easy to
overcome. All that will be achieved, in addition to the hard work is also based on
the mental attitude of inferiority is not proud, haughty, arrogant and other negative
attitudes.
Thought care environment, managing finances, and humble as described above, in
Bali has been formulated through a literature shaped geguritan, namely Geguritan
I Gedé Basur Dalang Tangsub works, one of the great authors in the early 19th
century.

Keywords: Local knowledge, a cornerstone of, the character of the archipelago

PENDAHULUAN dikembangkan lagi ke dalam bentuk


Indonesia sangat kaya dengan tulisan. Semua nilai-nilai kearifan
nilai-nilai kearifan lokal yang lokal itu pada dasarnya merupakan
merupakan warisan dari nenek nilai dasar yang digunakan oleh
moyang kita kepada generasi leluhur kita untuk menata
berikutnya. Nilai-nilai kearifan lokal kehidupannya baik terhadap sesama,
itu umumnya banyak tercecer dalam alam, maupun kepada yang khalik.
bentuk lisan. Sejalan dengan Oleh karena demikian, pemikiran-
perkembangan zaman, tradisi lisan pemikiran yang adiluhung itu,

1 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


seyogyanya kita sebagai generasi untuk memperkokoh jati diri bangsa
penerus dapat mewarisinya dengan Indonesia.
baik. Mewarisi dalam pengertian, Kearifan lokal Bali masih
selain mampu melestarikan juga tercecer baik dalam bentuk lisan
dapat memedomaninya dalam setiap maupun tulisan. Dalam ranah lisan,
langkah menuju pada tatanan ada ratusan nilai-nilai kearifan lokal
kehidupan yang beradab. Beberapa Bali yang belum terdokumentasikan.
sikap hidup masyarakat Bali yang Sebagai data rujukan, misalnya,
tidak kalah pentingnya dalam tahun 1984 Direktorat Sejarah dan
membangkitkan kinerja adalah Nilai Tradisional Direktorat Jenderal
memelihara lingkungan, menabung, Kebudayaan Departemen Pendidikan
dan khususnya membangkitkan dan Kebudayaan lewat Proyek
kekuatan dalam diri seseorang (inner Inventarisasi dan Dokumentasi
power) adalah konsep “ngalap Kebudayaan daerah telah berhasil
kasor” „merendahkan diri‟. mencatat seratus ungkapan
Merumuskan kembali nilai-nilai tradisional Bali. Inventarisasi tradisi
kearifan lokal kita di Nusantara ke lisan yang kemudian ditulis semacam
depan, penting dilakukan dalam itu, jauh sebelumnya pernah
rangka memperkokoh kedudukan dilakukan oleh beberapa peneliti,
NKRI di mata dunia internasional seperti (1) Van Eck (1875), (2) Van
dalam berbagai ranah kehidupan. der Tuuk (1897 -- 1812), (3) J.L.
Lebih lanjut, dalam merekonstruksi Swelleng Rebel (1951 -- 1952), (4)
nilai-nilai kelokalan kita itu, Ketut Ginarsa (1971), (5) Nengah
senantiasa dilandasi oleh sikap saling Tinggen (1978), dan (6) Tim Peneliti
menghargai, tidak ada daerah yang Balai Penelitian Bahasa Singaraja
unggul dari daerah yang lainnya. (1980) (Tim Penyusun, 1984: 1). Hal
Dengan kata lain, tiap-tiap daerah di yang sama juga dilakukan oleh Dinas
Nusantara sama-sama memiliki Kebudayaan Provinsi Bali (2006).
keunggulan di bidang kearifan lokal Perhatian mereka terbatas pada usaha
yang pada akhirnya dimaksudkan pengumpulan, pengarsipan, dan
penerjemahan. Sedangkan dalam

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


penelitian yang berbentuk analitik bahasa, khususnya bahasa-bahasa
dilakukan oleh Tim Peneliti Balai daerah yang ada di Nusantara. Oleh
Penelitian Bahasa Singaraja (1980) karena demikian, betapa pentingnya
khususnya menyangkut latar kita menjaga bahasa daerah, sebab,
belakang, struktur, dan fungsi lewat bahasa daerah itu kita paham
ungkapan tradisional tersebut. budaya leluhur kita.
Nilai-nilai budaya daerah yang
HASIL DAN PEMBAHASAN terekam lewat bahasa baik berupa
Kearifan Lokal Bernilai Global data lisan maupun tulisan itu umum
Sebagai sebuah negara yang disebut dengan kearifan lokal. Secara
besar dari segi jumlah wilayah, umum, dalam konteks Nusantara,
penduduk, dan besar pula dari segi kearifan lokal itu tersebar di masing-
kebudayaan, sangatlah wajar masing kepulauan Nusantara, seperti
Indonesia diperhitungkan di Jawa, Sumatra, Kalimantan,
percaturan dunia internasional. Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa,
Keberadaan Indonesia sebagai NTT, dsb. Secara global, kearifan
sebuah bangsa yang berdaulat, mesti lokal itu memiliki benang merah
dimaknai oleh segenap warga yang sama, yang dapat dilihat dari
negaranya untuk senantiasa tetap budaya agraris pada mulanya. Cerita
bersatu menjaga wilayah dan tentang padi, misalnya, memiliki
kebudayaannya itu. Beragam budaya akar sejarah yang sama se- Nusantara
Nusantara terekam dalam berbagai (Rusyana, 1997: 36). Kesamaan
khazanah, seperti (1) sistem relegi dimaksud, dapat disebutkan salah
dan upacara keagamaan, (2) sistem satunya adalah kisah adanya padi di
dan organisasi kemasyarakatan, (3) bumi ini yang dikisahkan berasal dari
sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) sumber cerita yang sama, yakni
kesenian, (6) sistem pencaharian dapat berasal dari yang Khalik
hidup, dan (7) sistem teknologi dan maupun dari manusia super yang
peralatan (Bdk. Koentjaraningrat, nota bena kiriman dari kahyangan.
2002: 2). Semua unsur kebudayaan Kearifan lokal Nusantara yang
itu pada dasarnya terekam dalam terekam lewat bahasa daerah sangat

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


banyak. Selain banyak, ia memiliki memiliki nilai yang mengglobal.
fungsi yang sangat beragam bagi Beberapa nilai kearifan lokal Bali
keberlanjutan masyarakat yang yang memiliki nilai universal itu
memilikinya. Dalam tataran menjaga sebagaimana tercermin dalam
keajegan masyarakat agar dapat Geguritan I Gede Basur (selanjutnya
hidup rukun, misalnya, di Bali ada disingkat GIGB) dapat dilihat dalam
ungkapan “Clebingkah betén biu, analisis berikut.
gumi linggah ajak liu” „Tembikar di
bawah pohon pisang, bumi luas Konsep Pelestarian Lingkungan
dihuni oleh banyak orang‟. Ketika Pengaruh zaman global dewasa
kita melihat ada orang yang berbuat ini begitu kuat memengaruhi
aneh-aneh; berbuat di luar norma peradaban bangsa-bangsa di dunia,
hukum, juga melanggar norma tidak terkecuali Indonesia. Di
agama, maupun norma masyarakat, tengah-tengah kuatnya pengaruh
tidak serta merta kita vonis seseorang global itu, penting untuk dicarikan
itu jelek. Kita mesti punya pikiran pijakan agar bangsa kita tidak
positif dan memberikan perangkat tercerabut dari akar budaya. Pijakan
masyarakat (adat) dan perangkat itu secara faktual telah ada dalam
negara untuk menangani sesuai budaya tulis yang telah diwariskan
dengan kewenangannya. Dengan nenek moyang kita pada generasi
berpegang teguh pada nilai kearifan penerusnya. Persoalannya sekarang,
lokal tadi, maka keharmonisan dalam maukah kita untuk membuka-buka
bermasyarakat akan dapat terjaga. teks yang tersimpan dalam naskah
Sebab, kearifan lokal merujuk pada yang kebanyakan telah berdebu itu?
daya nalar dan dapat Satu dari sekian banyak teks yang
diinterpretasikan secara terbuka menuntun kita untuk dapat
(Bdk. Suwardi, 2008: 191). Dan, menghargai lingkungan, misalnya,
yang lebih penting dari semua itu adalah teks GIGB karya Ki Dalang
adalah, nilai-nilai yang terkandung Tangsub. Dalam teks tersebut
dalam ungkapan tradisional yang kita meskipun tidak secara eksplisit
kenal sebagai kearifan lokal disebutkan jenis-jenis pepohonan

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


yang mesti dipelihara untuk Pentingnya pembudidayaan
melestarikan lingkungan atau pepohonan dimaksud karena selain
setidak-tidaknya melestarikan mampu menjaga siklus kehidupan di
pepohonan dimaksud, secara bumi juga memiliki nilai kesucian.
implisit, lewat tokoh yang digunakan Nilai kesucian dimaksudkan bahwa
dalam karyanya menunjukkan beberapa dari tumbuhan yang telah
pengarang peduli lingkungan. disebutkan tersebut memiliki fungsi
Sebagai salah satu penerapan ganda; sebagai penyelamat
ajaran “Tri Hita Karana” di Bali, teks lingkungan dan sebagai persembahan
GIGB karya Ki Dalang Tangsub karena bunganya harum,
mengajarkan kepada kita untuk sebagaimana ditandaskan dalam teks
selalu memelihara lingkungan Aji Janàntaka (Suardiana, 2008: 13).
dengan menghargai pepohonan Sebagai salah satu bagian dari
dengan cara menanam dan konsep Tri Hita Karana, bila satu
membudidayakannya. Di antara unsur, yakni pelestarian lingkungan
sekian banyak jenis pepohonan yang tidak diperhatikan dengan baik maka
ada di Nusantara, sekarang ini sudah konsep itu akan timpang dan alam
banyak yang mengalami kepunahan. pun tidak harmonis.
Sebagai contoh, pohon basur yang Tri Hita Karana, secara
digunakan sebagai nama tokoh universal pada hakikatnya adalah
utama dalam teks GIGB karya Ki sikap hidup yang seimbang antara
Dalang Tangsub, saat ini, di Bali memuja Tuhan dan mengabdi pada
sudah jarang bahkan hampir tidak sesama manusia serta
ada lagi kita temukan. Aneka mengembangkan kasih sayang pada
pepohonan dan kembang yang alam lingkungan (Wiana, 2004: 273).
tersurat dalam teks GIGB karya Ki Konteks Bali, kasih sayang terhadap
Dalang Tangsub, seperti rijasa, lingkungan ditransformasikan dalam
tigaron, dan basur yang digunakan tindakan yang holistik dari menata
sebagai nama tokoh-tokoh dari teks parhyangan sebagai tempat umat
tersebut, penting untuk melakukan sradha (keyakinan) dan
dibudidayakan secara berkelanjutan. bhakti (sujud) pada Tuhan;

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


pawongan, merupakan aturan tata kecocokan tempatnya tumbuh, mulai
tertib yang menata hubungan antara dari hutan (dalam tataran luas);
anggota warga suatu wilayah desa tegalan (dalam lingkup desa
pakraman; dan palemahan, yaitu pakraman); dan teba (dalam lingkup
merupakan wilayah desa adat dengan tempat tinggal keluarga).
batas-batas yang jelas dan pasti. Dalam konteks tata ruang yang
Dalam lingkungan tempat tinggal luas, tempat menanam pepohonan
yang lebih kecil, yaitu di tingkat dilakukan di hutan sebagai paru-paru
keluarga, penataan Tri Hita Karana dunia. Hutan, tegalan, dan teba
dipersempit lagi. Khusus untuk penting untuk diselamatkan dengan
palemahan dibagi-bagi lagi ke menanami tumbuh-tumbuhan sesuai
dalam tiga kelompok tempat. Di hulu dengan kecocokan tempatnya
(luan) ditempatkan bangunan tempat tumbuh agar lingkungan menjadi
suci untuk keluarga, kemudian di harmonis. Bila keharmonisan
tengah-tengah ada rumah tempat terwujud maka kesejahteraan pun
tinggal, dan terakhir ada ruang akan berangsur-angsur datang pula.
terbuka untuk menanam pepohonan Alam akan alami, bila kita
yang berguna bagi respirasi udara memanfaatkannya secara seimbang
(arah teben (hilir) yang disebut antara kebutuhan tempat tinggal dan
teba1)). Di sinilah implementasi dan tempat terbuka sebagai penyerapan
transmisi nilai-nilai teks GIGB karya air dengan menanam pepohonan
Ki Dalang Tangsub mesti diterapkan yang seimbang. Kalau manusia ingin
oleh segenap masyarakat. Setiap hidupnya sejahtera maka yang harus
ruang terbuka mesti dimanfaatkan dilakukan terlebih dahulu adalah
untuk menanam pepohonan sesuai mensejahterakan alam dan isinya.
dengan jenis pepohonan dan Alam memberikan manusia tempat

1)
dan sumber penghidupan. Itu artinya
Teba: pekarangan bagian belakang
rumah yang bersemak (Kamus alam telah ber-yadnya kepada
Bali-Indonesia, 1993: 703). manusia. Oleh karena itu, manusia
Teba, umumnya di Bali
digunakan sebagai tempat pun wajib ber-yadnya kepada alam.
untuk membuang sampah Proses timbal balik yang mutualisme
keluarga.

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


seperti itu disebut Cakra Yadnya proses penanaman pepohonan yang
(Bhagawadgita III.16). Agar hidup memiliki nilai sosial religius di Bali,
kita harmonis dengan alam maka kita maka penanaman pohon
senantiasa diwajibkan untuk sebagaimana disiratkan dalam teks
memutar Cakra Yadnya ini. GIGB di atas, sangat mendesak
Paradoks dengan apa yang telah untuk dilakukan. Lingkungan alam
diuraikan di atas, meskipun telah ada sejahtera bila kita telah
konsep Tri Hita Karana bahkan telah memposisikannya sebagaimana
pula diwarisi tradisi menghormati konsep Tri Hita Karana di atas.
pepohonan dengan melakukan Penting pula diadakan gerakan
upacara Tumpek Uduh, yang jatuh yang serentak di seluruh Nusantara
tiap 210 hari sekali, namun masih untuk memelihara lingkungan alam
ada tumbuhan yang disebutkan dengan menanam pepohonan
dalam teks GIGB langka di sekeliling khususnya pepohonan langka
kita. Hal ini, selain karena kurangnya sebagaimana terdapat dalam teks
minat menyelami isi teks dalam GIGB dan teks lontar Aji Janàntaka,
naskah kuna juga karena kurangnya misalnya. Memelihara lingkungan
perhatian kita terhadap lingkungan, dalam wujud penanaman dan
khususnya terhadap pemeliharaan pembudidayaan tanaman, khususnya
flora yang tergolong tanaman keras. yang termasuk ke dalam klasifikasi
Pohon basur dan tigaron yang sebagaimana disuratkan dalam teks
digunakan sebagai nama tokoh GIGB dan teks Aji Janàntaka itu,
dalam teks GIGB karya Ki dalang berarti secara langsung kita telah
Tangsub, misalnya, saat ini di Bali memutar Cakra Yadnya sebagaimana
merupakan pepohonan langka yang diamanatkan dalam Bhagawadgita
mesti dibudidayakan kembali. III.16!
Pembudidayaan berbagai jenis
pepohonan tersebut bertujuan untuk Konsep Menabung pada Teks
menjaga keharmonisan alam secara Kehidupan manusia telah
luas. Lebih khusus lagi, untuk dapat berlangsung berabad-abad, dari
menyelamatkan lingkungan lewat zaman prasejarah, zaman sejarah

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


sampai kepada abad milenium Langkah-langkah mendapatkan
sekarang ini. Di antara kurun waktu harta hendaklah dilakukan
yang sangat panjang itu, banyak berlandaskan atas dharma,
tradisi, baik tersurat maupun yang sebagaimana disuratkan dalam
tidak tersurat telah diwarisi oleh Sàrasamuúcaya berikut.
masyarakat pendukung kebudayaan Lawan têkapaning mangarjana,
makapagwanang dharmata ya,
masing-masing. Khusus bagi umat
ikang dàna antukning
Hindu, tradisi tulis telah kita warisi mangarjana, yatika patêlun,
sadhana ring telu, kayatóàkêna
sejak berabad-abad silam. Salah satu
(Sàrasamuúcaya, Úloka 261)
dari sekian tradisi tulis tersebut Artinya:
Dan caranya berusaha
adalah masalah harta (kekayaan).
memperoleh sesuatu, hendaklah
Persoalan harta (kekayaan), berdasarkan dharma, dana yang
diperoleh karena usaha,
sesungguhnya telah banyak
hendaklah dibagi tiga, guna
disuratkan dalam kitab-kitab Itihasa, melaksanakan (biaya) mencapai
yang tiga itu; perhatikanlah itu
seperti Sàrasamuúcaya, Bhagavad-
baik-baik! (Kajeng, 2005: 198)
Gìtà, dan Artha Úàstra. Dalam
Setelah memperoleh harta,
bentuk ajaran (Weda), persoalan
hendaknyalah harta tersebut
harta juga dimuat dalam kitab
dimanfaatkan untuk tiga tujuan
Manawa Dharmaúastra yang
secara merata (adil). Berdasarkan
termasuk golongan Weda Småti.
filosofis Hindu, membagi tiga harta
Oleh karena demikian, pentingnya
yang diperoleh berdasarkan dharma
kekayaan itu sebagai sarana bagi
itu disebut dengan istilah Triwarga,
manusia dalam menata hidupnya
yakni merupakan tiga tujuan hidup
maka persoalan dimaksud tidaklah
yang terjalin erat, yaitu dharma
berlebihan bila dimuat dalam kitab
(kebajikan), artha (harta benda), dan
suci. Persoalannya sekarang
kama (kesenangan). Selanjutnya,
tergantung bagaimana manusia
dalam bahasa Sàrasamuúcaya
mendapatkan harta dan
disebutkan sebagai berikut.
memanfaatkannya bagi kepentingan
Niham kramanyan pinatêlu,
hidupnya sendiri dan bagi orang lain.
ikang sabhàga, sàdhana
rikasiddhaning dharma, ikang

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


kaping rwaning bhàga dengan kebijaksanaan.
sàdhanari kasiddhaning kama Celakalah mereka yang
ika ikang kaping tiga, sàdhana melaksanakan pekerjaan dan
ri kasiddhaning artha ika, mengikatkan diri akan hasilnya
wrddhyakêna muwah, (Mantra, 1988/1989: 32).
mangkanakramanyan pinatiga,
denika sang mahyun Pemanfaatan harta bagi orang
manggihakênang hayu
lain (sedekah) hendaklah juga
(Sàrasamuúcaya, Úloka 262).
Artinya: mengikuti aturan sebagaimana
Demikianlah hakikatnya maka
disebutkan dalam Bhagavad-Gìtà
dibagi tiga (hasil usaha itu),
yang satu bagian guna biaya (Bab XVII, Úloka 20 -- 22), bahwa
mencapai dharma, bagian yang
harta yang disedekahkan pada
kedua adalah biaya untuk
memenuhi kama, bagian yang seseorang kemudian si pensedekah
ketiga diuntukkan bagi
tiada menuntut balasan, maka
melakukan kegiatan usaha dalam
bidang artha, ekonomi, agar sedekah itu disebut Sattwika (baik).
berkembang kembali demikian
Apabila pemberian kepada orang lain
hakikatnya, maka dibagi tiga,
oleh orang yang ingin beroleh itu dilakukan dengan harapan
kebahagiaan (ibid., hal.199).
mendapatkan imbalan bahkan
Selanjutnya, dalam Bhagavad- keuntungan di kemudian hari, maka
Gìtà (Bab II, Úloka 49), Sri Kresna artha si pensedekah itu dikatakan
dengan jernih memberikan wejangan Rajasika (bernafsu). Kemudian, harta
kepada Arjuna tentang kebijaksanaan yang disedekahkan itu dilakukan
yang berkaitan dengan hasil (artha) pada tempat atau waktu yang salah
tersebut, sebagaimana petikan atau pada orang yang semestinya
berikut ini: namun tanpa upacara yang
dùreóa hy avaraý karma sebenarnya atau dengan penghinaan,
buddhiyogàd dhanaýjaya
ini dikatakan Tamasika (bodoh).
buddhau úaraóam anviccha
kåpaóàá phalàhetavaá. Sementara itu, teks Artha Úàstra
Artinya:
yang merupakan teks khusus
Pekerjaan yang dilakukan
dengan keinginan adalah jauh mengangkat masalah politik,
lebih rendah dari pada
ekonomi, hukum, dan budaya
melaksanakan dengan
kebijaksanaan, tidak terganggu tersebut secara panjang lebar
oleh pikiran-pikiran akan
menguraikan tentang masalah artha
hasilnya, O Arjuna, berbuatlah

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


ini. Artha Úàstra, yang dinyatakan oleh uang tersebut tidak ada dibahas
telah berumur lebih dari 2000 tahun secara khusus dalam teks-teks yang
dan telah sering disebut-sebut dalam telah disebutkan di atas. Begitu pula
berbagai kitab klasik dan sastra dalam teks Manawa Dharmaúastra
Hindu (seperti Visnu Puràóa, yang merupakan teks tentang hukum
Kamandaka, Nitisara, Panchatantra, Hindu pada zaman Majapahit ini
menyebutkan bahwa sumber secara khusus tidak membahas hal
kehidupan umat manusia adalah tersebut. Secara khusus, teks ini
Artha (kesejahteraan) (Astana, 2005: hanya memuat aturan masalah
vi). Adapun hal-hal yang kewarisan dan pembagian harta
menyangkut artha dalam teks Artha waris saja (Pudja, 1996: 576 -- 586).
Úàstra diuraikan masalah pembagian Persoalan mengatur artha
warisan (Bab V, Buku Tiga, bagian berupa uang secara eksplisit
60); mengenai harta yang tidak disuratkan dalam teks kisah I Gedé
bergerak (Bab VIII, Buku Tiga, Basur yang diujarkan oleh tokoh I
bagian 61); utang yang tidak dibayar Nyoman Karang ketika menasihati
(Bab XI, Buku Tiga, bagian 63); kedua putrinya Ni Sokasti dan Ni
mengenai simpanan (Bab XII, Buku Rijasa, sebagaimana petikan di
Tiga, bagian 63); Pakta untuk bawah ini.
(menjamin) sekutu, uang, tanah, dan 12. Lamun nglah pipis patpat, né
dadua sepel pang ilid,
usaha (Bab IX, Buku Tujuh, bagian
adasa mangelah jinah,
116) (ibid., hlm. 236 -- 264; 429 -- lalima sepel di bungbung,
makelo ada antosang,
445). Meskipun dalam Artha Úàstra
bliang klambi, eda goro
sebagai kitab yang cukup tua sebagai budag amah! (Pupuh
Ginada, I.3).
rujukan mengenai persoalan artha
Terjemahannya:
(kekayaan berupa uang) yang 12. Bila mempunyai uang empat
(kepeng), yang dua (kepeng)
mampu memberikan kesejahteraan
disimpan supaya
bagi umat manusia, namun masalah tersembunyi!, sepuluh
(kepeng) memiliki uang,
bagaimana mengatur uang agar
lima (kepeng) simpan di
manusia mampu memanfaatkannya bumbung!, lama-lama ada
diharapkan, dibelikan baju,
dengan benar dan tidak diperbudak

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


jangan loyar makan gunjih, bangga ngelah
berlebihan! kawisayan!
15. Kéto Cening to ingetang!,
Konsep menabung, sebagaimana kalingan Nya(h)i nu cerik,
eda pati sumbar-sumbar, Ida
tampak dalam kutipan di atas,
Hyang Batara Wisnu,
dimaksudkan oleh I Nyoman Karang sareng Ida Sang Hyang
Brahma, ngangken sakti,
agar kedua putrinya bersikap hidup
laut kacepolan lingga.
hemat dan pintar mengatur uang, dan Terjemahannya:
13. Kotorannya siapa yang
dalam memanfaatkan uang
mengetahui, diri kita banyak
senantiasa berkiblat pada hari esok. yang menonton, kemban
robek banyak jaritan, sedih
Selain itu, secara sosiologis,
malu Ayah melihat, sudah
menabung juga dimaksudkan untuk besar, pikir-pikirlah di hati!
14. Jangan angkuh banyak
“menyembunyikan” uang atau harta
berbohong, tertawanya
di tempat yang sewajarnya agar tidak dikurangi, alim, tegaskan
tutur katanya, supaya Tuhan
membuat orang lain iri hati
mau memberkati, pandai-
melihatnya. Sebab, dengan pandai membawa diri,
jangan lengah, bangga
menyimpan harta di tempat yang
memiliki nafsu!
tepat, tidak dipamerkan secara 15. Demikian Ananda itu (lah)
diingat! Jangankan kamu
vulgar, sebaliknya dilakukan dengan
masih muda, janganlah
menyimpan di bank, misalnya, sesumbar! Déwa Wisnu,
dan Déwa Brahma,
adalah merupakan tindakan yang
mengaku sakti, (akhirnya)
terpuji sebagaimana petikan berikut kejatuhan Lingga.
ini.
Sebagaimana tampak dalam
13. Ta(h)iné nyén mangawas?,
petikan di atas, secara tegas I
awaké liu mabalih, kamben
uwék pacelompong, Nyoman Karang menasihati kedua
jeja(h)itané ma(h)ingkut,
putrinya agar dalam menata
sedih jengah Bapa mulat,
suba kelih, pineh-pinehang kehidupan senantiasa pintar-pintar
di awak! (Pupuh Ginada,
mengatur diri. Dalam mengatur
I.3).
14. Eda bonggan bogbog bocah, kehidupan, misalnya, agar mampu
kedéké tuna-tunain, jeben
menyeimbangkan antara pemenuhan
sekenang mangraos, apang
Widhiné nyak asung, kebutuhan sandang dan pangan, tidak
palapanin ngisi awak, eda
sebaliknya, lebih mengutamakan

11 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


pemenuhan pangan tanpa yang kepincut dengan lingga dari
memperhatikan kebutuhan sandang. Dewa Siwa. Dengan demikian, I
Sebab, menurut I Nyoman Karang, Nyoman Karang mengharapkan
bila manusia lebih cenderung putrinya lebih berhati-hati agar
memenuhi kebutuhan pangan maka senantiasa ada di bawah lingdungan-
akhirnya akan menjadi kotoran dan Nya dengan banyak berdoa sehingga
tidak akan banyak orang yang bisa hidup hemat, sebagaimana
mengetahui. Namun, apabila petikan di bawah ini.
melupakan pemenuhan kebutuhan 11. Darma patuté telebang,
bakti ring Déwa da lali,
sandang, lebih-lebih sampai pakaian
ngeliwon ngaturang
di badan compang-camping, tentulah canang, mabakti raris
makidung, sa(h)i
tidak layak untuk dipandang!
manyampat di sanggah,
Dengan demikian, I Nyoman Karang apang titik, inih bisa
masekaya! (Pupuh Ginada,
dengan saksama menasihati kedua
I.3).
putrinya agar menyeimbangkan Terjemahannya:
11. Kebenaran dan kepatutan
kedua pemenuhan kebutuhan
dijunjung, sujud dengan
hidupnya, seperti sandang dan Déwa jangan lupa! Setiap
Keliwon menghaturkan
pangan tadi.
canang, sembahyang lalu
Mengatur uang, menurut I menembangkan kidung,
setiap hari menyapu di
Nyoman Karang, selain
sanggah, supaya tertib,
diseimbangkan dengan kebutuhan hemat bisa mencari nafkah!
pangan dan sandang, hendaknya juga
Demikianlah konsep menabung
mampu hidup berhemat serta pintar-
yang ditawarkan dalam teks kisah I
pintar membawa diri sehingga dapat
Gedé Basur yang secara sosiologis
hidup harmonis. Masih menurut I
dapat dimaknai bahwa penghasilan
Nyoman Karang, ia menasihati
itu (baik berupa harta benda maupun
kedua putrinya agar tidak sombong
uang) harus dikelola dengan baik
dan sesumbar, sebab, jangankan
oleh setiap insan manusia agar dapat
manusia, sinar suci Tuhan (dewa)
hidup secara harmonis
saja bisa salah sebagaimana kisah
.
Dewa Wisnu dan Dewa Brahma
Ngalap Kasor (Rendah Hati)

12 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Masyarakat Nusantara sangat kita dengar. Sikap itu umumnya
kaya dengan ungkapan tradisional. dimulai dari proses berpikir
Demikian pula halnya dengan kemudian dilanjutkan dengan
masyarakat Bali, sangat kaya dengan ucapan, dan terakhir akan
ungkapan-ungkapan, baik yang diimplementasikan dalam tindakan.
tertulis maupun yang lisan (Ginarsa, Dalam ajaran Hindu, konsep tersebut
1985: ii). Satu dari sekian banyak dikenal dengan istilah Trikaya
ungkapan tradisional Bali yang Parisuda. Jadi, sikap merendahkan
sering disebut-sebut, namun tidak diri itu, selain ditunjukkan dengan
pernah diungkapkan sumbernya ini tindak ujaran (berbicara yang sopan
adalah “ngalap kasor” „merendahkan dan santun dengan lebih menekankan
diri‟ yang diimplementasikan dalam kepada bahasa yang merendahkan
ungkapan “Eda ngadén awak bisa!” diri) terhadap lawan bicara,
„Janganlah pernah menganggap diri hendaknya juga diikuti dengan sikap
(mu) pandai‟. Dalam sikap batin nyata (gerak tubuh), misalnya, ketika
masyarakat Bali, ada sebuah kita mau lewat di hadapan orang
ungkapan yang mirip berkaitan banyak agar sesuai dengan etika
dengan konsep “ngalap kasor” ini, ketimuran.
yaitu “ngandap kasor”. “Ngalap Konsep “ngalap kasor”
kasor” yang berarti merendahkan „merendahkan diri‟ yang
diri, sedangkan “ngandap kasor” diwacanakan dengan “Eda ngadén
berarti menyerah. Dalam kaitannya awak bisa” „Janganlah pernah
dengan tulisan ini yang akan dibahas menganggap diri (mu) pandai‟
hanya konsep merendahkan diri tersebut sesungguhnya secara
(ngalap kasor), sedangkan konsep eksplisit telah tersurat dalam teks
“ngandap kasor” tidak dibicarakan, Geguritan I Gedé Basur karya Ki
hanya sekadar sebagai pengenalan Dalang Tangsub. Petuah yang
istilah saja. Sikap merendahkan diri bermakna merendahkan diri itu
bagi masyarakat Bali, khususnya disampaikan oleh tokoh I Nyoman
dalam konteks adat ketimuran di Karang ketika ia menasihati kedua
Nusantara ini, memang telah lumrah putrinya, Ni Sokasti dan Ni Rijasa,

13 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


sebelum kedatangan I Gedé Basur ungkapan itu berasal. Ungkapan
dan I Madé Tanu untuk melakukan “Eda ngadén awak bisa” secara
peminangan. Dengan demikian, sosiologis dalam konteks ini
ungkapan “Eda ngadén awak bisa” diidentikkan dengan sikap batin
sebagai implementasi dari konsep masyarakat Bali untuk merendahkan
“ngalap kasor” dalam tradisi tulis di diri, khususnya dalam berkata-kata,
Bali, pertama kali disuratkan oleh namun di balik itu secara etos kerja
pengarang Ki Dalang Tangsub, bermakna sebaliknya. Dengan
sebagaimana tampak dalam petikan demikian, sebagai sebuah wacana, ia
berikut ini. hadir di tengah-tengah masyarakat
18. “Eda ngadén awak bisa, Bali seakan-akan merupakan konsep
depang anaké ngadanin,
yang anonim. Hal ini pernah dikutip
gaginanné buka nyampat,
anak sa(h)i tumbuh luhu, oleh I Dewa Gede Palguna, seorang
ilang luhu ebuk katah, yadin
tokoh intelektual muda Hindu yang
ririh, liu enu palajahang!”
(Pupuh Ginada, I.3). sangat produktif dan sangat menaruh
Terjemahannya:
perhatian besar dengan konsep ini.
18. “Janganlah pernah
menganggap diri (mu) Dalam kutipannya pada sampul
pandai, biarkan orang lain
dalam buku yang berjudul Jalan
yang menilai, ibarat
menyapu, akan selalu datang Panjang Hingga ke Medan Merdeka
sampah, hilang sampah
Barat Perjalanan & Pemikiran
debunya banyak, meskipun
pintar, masih banyak yang Hukum I Dewa Gede Palguna
perlu dipelajari!”
(Hakim Konstitusi Periode 2003 --
Konsep merendahkan diri 2008) disebutkan teks “Eda ngadén
khususnya dengan ungkapan “Eda awak bisa“ ini sebagai teks anonim.
ngadén awak bisa” „Janganlah Sementara itu, tokoh lain, I Gde
pernah menganggap diri (mu) Parimartha, dalam orasi ilmiahnya
pandai‟ pada bait ke-18 sebagaimana pada pengukuhan jabatan Guru Besar
petikan di atas, di Bali sering Tetap dalam bidang ilmu sejarah
diungkapkan dan dikutip oleh pada Fakultas Sastra Universitas
masyarakat, namun mereka tidak Udayana (2003), menyebutkan
mengetahui persis dari mana

14 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


bahwa konsep “Eda ngadén awak karena ungkapan itu tidak dibaca
bisa” ini sebagai kearifan tradisi. secara utuh atau lengkap. Ketiga,
Sebagai sebuah konsep berpikir, karena orang sekadar ikut-ikutan
ungkapan “Eda ngadén awak bisa” “menghujat” sesuatu yang
sering diinterpretasikan negatif atau sesungguhnya belum ia pahami
positif oleh beberapa kalangan betul, dan yang keempat, karena
masyarakat Bali, khususnya oleh sengaja memplesetkannya sebab ada
para pejabat ketika memberikan maksud-maksud tertentu.
pidato sambutan atau ceramah bagi Secara positif, ungkapan “Eda
kalangan luas. Interpretasi secara ngadén awak bisa” sesungguhnya
negatif, ungkapan itu dianggap mengajarkan kepada kita untuk
mengajarkan masyarakat (baca: Bali) senantiasa merendah dalam ujaran
untuk tidak mau mengekploitasi atau dengan kata lain santun dalam
kemampuan diri (inner power) ke bahasa dan cekatan dalam bertindak,
atas permukaan, sehingga dalam bukan sebaliknya arogan atau
konteks kekinian masyarakat Bali ngawur bicara bahkan dalam
akan kalah bersaing sebelum bertindak pun amburadul. Palguna
bertanding. Dengan demikian, dalam menambahkan, bahwa konsep “Eda
konteks persaingan global, SDM ngadén awak bisa” itu dapat
(Sumber Daya Manusia) Bali yang dipahami secara utuh, bila dalam
potensial tidak akan dikenal bila mencari makna ungkapan itu secara
masih menganut filosofis “Eda jelas, mesti dilanjutkan dengan
ngadén awak bisa”. Palguna (2008: kalimat berikutnya, yaitu “depang
22 -- 23) menafsirkan ada empat anaké ngadanin” „biarkan orang lain
penyebab mengapa orang Bali yang menilai‟. Sebab, sikap
memberikan interpretasi yang salah merendahkan diri seperti itu akan
atau secara negatif konsep “Eda memiliki konsekuensi logis
ngadén awak bisa” ini. Pertama, sebagaimana sikap orang menyapu,
karena seseorang tidak paham “gaginanné buka nyampat” „ibarat
mengenai apa, siapa, dan bagaimana menyapu‟, “anak sa(h)i tumbuh
orang atau masyarakat Bali. Kedua, luhu”, pasti setiap saat akan muncul

15 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


lagi kekotoran. Dengan demikian, 19. “Hati-hati seperti duduk,
biarlah lebih rendah sedikit,
dalam berkata hendaknyalah kita
terlalu tinggi (mengambil
mengikuti filosofis orang menyapu, tempat) duduk, bila jatuh
lehernya patah, begitulah
sebab kekotoran itu tidak bisa
Ananda itu diingat, jangan
dibersihkan sekali mesti berkali-kali. berani, (dengan) orang tua
nanti kualat akibatnya!”
Filosofis menyapu kemudian
menjadi ikon ucapan atau ujaran, Demikianlah konsep
sehingga lebih baik merendah dalam merendahkan diri yang tercermin
ucapan tetapi karyanya bagus, dari ungkapan “Eda ngadén awak
daripada sombong dalam ucapan bisa” „Janganlah pernah menganggap
tetapi nanti hasilnya jelek. Karena diri (mu) pandai‟ itu diperkuat
itulah kemudian pengarangnya dengan ungkapan lainnya, seperti
memberikan petuah lanjutan dengan “plapanin buka manegak” „ibarat
ungkapan “yadin ririh, liu enu orang duduk‟, semakin tinggi kita
palajahang” „meskipun pintar, masih duduk atau dalam hal ini “jabatan”
banyak yang perlu dipelajari!‟ semestinya seseorang semakin
Sikap batin dalam merendahkan santun dalam ujaran dan tindakan.
diri demi menjaga hidup agar Sikap keberhati-hatian dan penuh
senantiasa berada dalam waspada serta senantiasa mengisi diri
keharmonisan, bagi orang Bali dengan belajar sebagaimana petikan
selain menata ujaran, juga yang di atas merupakan inti sari dari
terpenting adalah bagaimana berbuat konsep “ngalap kasor”
dan berperilaku agar selalu mendapat „merendahkan diri‟ itu serta
restu dari orang tua, sebagaimana merupakan sikap batin masyakat
tampak pada kutipan berikut ini. Bali, bukan sebaliknya “ngadén
19. “Plapanin buka manegak, awak bisa” „menganggap diri
depang éndépan agigis, bas
mampu‟ tetapi sesungguhnya tidak
tegeh ban manegak, yan
labuh baongé elung, kéto memiliki karya dan tidak berdaya.
Cening to ingetang!, eda
bani, marerama tulah
baannya!” (Pupuh Ginada, SIMPULAN
I.3).
Terjemahannya:

16 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Kearifal lokal yang memiliki Ungkapan “ngalap kasor”
nilai universal seperti menjaga „merendahkan diri‟ secara psikologis
lingkungan, kemampuan untuk hidup juga dapat mengurangi beban pikiran
hemat, dan memiliki sikap batin bagi mereka yang menganutnya,
yang rendah hati penting untuk di sebab, dengan sikap merendah akan
kedepankan di Indonesia. Di tengah mengurangi kemungkinan seseorang
rusaknya lingkungan alam akibat terkena sifat iri hati, dengki, dan
pembabatan hutan yang tidak sifat-sifat buruk yang dimiliki kaum
terkendali penting untuk dibendung hawa ini. Nilai kearifan lokal seperti
dengan menggunakan kearifan lokal itu tidaklah dapat dipandang sebelah
setempat. Demikian pula pola hidup mata, mengingat ia memiliki nilai
konsumtif bagi sebagian anggota yang universal yang layak untuk
masyarakat Indonesia agar diwacanakan secara intens.
dibentengi dengan nilai-nilai kearifan
lokal selain nilai agama dan aspek Daftar Pustaka
yuridisnya. Astana, M dan C.S. Anomdiputro.
2005. Artha Śāstra (Masalah
Sebagai sebuah nilai kearifan
Politik, Ekonomi, Hukum,
lokal, konsep “Eda ngadén awak Budaya dsb.). Surabaya:
“Pāramita”.
bisa!” „Janganlah pernah
menganggap diri (mu) pandai!‟ itu Ginarsa, K. 1985. Paribasa Bali.
Singaraja: Balai Penelitian
merupakan implementasi dari prilaku Bahasa Singaraja Bali.
yang “ngalap kasor” „merendahkan
Kajeng, I Nym dkk. 2005.
diri‟ sebagai sikap batin masyarakat Sārasamuccaya (dengan Teks
Bali. Dengan memiliki sikap batin Bahasa Sansekerta dan Jawa
Kuna). Surabaya: Paramita.
yang rendah diri maka segala potensi
yang ada dalam diri (inner power) Koentjaraningrat. 2002.
Kebudayaan, Mentalitas, dan
individu-individu akan dapat Pembangunan. Jakarta: PT
diberdayakan secara penuh sehingga Gramedia Pustaka Utama.

mampu menghasilkan sumber daya Palguna, IDG. 2008. “Eda Ngadén


Awak Bisa”. Dalam Saya
yang maksimal.
Sungguh Mencemaskan Bali
(Sebuah Kumpulan Tulisan I

17 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Déwa Gedé Palguna (Hakim Universitas Padjadjaran-
Konstitusi Periode 2003 -- Bandung di Hotel Panghegar,
2008). Jakarta: Sekretariat Jl. Merdeka Bandung, 22
Jenderal dan Kepaniteraan Desember 1997.
Mahkamah Konstitusi.
Suwardi, 2008. “Pemilihan Bahan
___________ . 2008. Jalan Panjang Pembelajaran Kearifan Lokal
Hingga ke Medan Merdeka Jawa” dalam Pembelajaran
Barat Perjalanan dan Bahasa dan Sastra Daerah
Pemikiran Hukum I Déwa Dalam Rangka Kerangka
Gedé Palguna. Jakarta: Budaya. Editor: Mulyana.
Sekretariat Jenderal dan Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi. Tim Penyusun. 1984. Ungkapan
Tradisional Sebagai Sumber
Parimartha, I Gd. 2003. Memahami Informasi Kebudayaan Daerah
Desa Adat, Desa Dinas dan Bali. Jakarta: Departemen
Desa Pakraman (Suatu Pendidikan dan Kebudayaan
Tinjauan Historis, Kritis). Proyek Inventarisasi dan
Pidato Pengukuhan Jabatan Dokumentasi Kebudayaan
Guru Besar Tetap dalam Daerah.
Bidang Ilmu Sejarah pada
Fakultas Sastra Universitas Wiana, I Kt. 2004. Menuju Bali
Udayana. Denpasar: Jagadhita: “Tri Hita Karana
Universitas Udayana. Sehari-hari”. Dalam: Bali
Menuju Jagadhita: Aneka
Rusyana, Yus. 1997. “Cerita-cerita Perspektif. Denpasar: Pustaka
Nusantara tentang Padi”. Bali Post.
Makalah yang disajikan dalam
Temu Ilmiah Kedua Ilmu-ilmu
Sastra Program Pascasarjana

18 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


FILSAFAT JAWA DALAM SERAT WEDHATAMA

Sutrisna Wibawa
Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak

This study aims to explore and formulate a philosophical concepts of Javanese


Philosophy in Serat Wedhatama. The data sources were Serat Wedhatama. The
data were analyzed using a hermeneutics method. The findings as follows Serat
Wedhatama contains noble teachings to develop the spiritual aspect which became
oneof the Javanese‟s basic spiritual activityappreciations. The final of spiritual act
ivity which taughtby Serat Wedhatama is to find the true life, better self-
understanding, manunggaling kawula-Gusti, and to receive the grace
of God by seeing the secrets of supernatural things. This is in accordance with
the Javanese‟s philosophy, which emphasizes the importance of the perfection of
life (Ngudi kasampurnan), that humanis alwaysconnected to the environment, nam
ely God and the universe, and believes the unity of Him (manunggaling kawula
Gusti).

Key words: Javanese Philosophy, Serat Wedhatama

PENDAHULUAN kedudukan Filsafat Jawa di antara


Pertanyaan yang menggelithik Filsafat Barat dan Timur? Jika dilihat
ketika akan menulis arikel berjudul dari pembagian tersebut, karena
Filafat Jawa dalam Serat wilayah geografis Pulau Jawa berada
Wedhatama ini adalah adakah di belahan Timur, Filsafat Jawa
Filsafat Jawa itu? Mengapa ada merupakan bagian dari Filsafat
pertanyaan itu, karena selama ini kita Timur.
hanya mengenal bahwa pembicaraan Untuk menjawab pertanyaan
filsafat selalu dibedakan Filsafat adakah Filsafat Jawa, kita dapat
Barat dan Timur. Filsafat Barat melihat historis orang Jawa yang
mulai dari Yunani, Inggris, Jerman, telah tumbuh berkembang sejak
Perancis, dan juga Amerika. jaman dulu, ketika orang Jawa
Sementara Filsafat Timur menunjuk menggunakan bahasa Jawa Kuna.
ke India dan Cina. Dalam konteks ini Dalam zaman itu, tradisi sastra telah
timbul pertanyaan berikutnya, yaitu berkembang amat pesat. Kita telah
apakah ada Filsafat Jawa? Di mana mengenal pujangga Empu Kanwa

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


yang mengarang Kakawin Arjuna India, filsafat Jawa juga menekankan
Wiwaha, Empu Prapanca yang pentingnya kesempurnaan hidup.
menulis Negara Kertagama, Empu Manusia berfikir dan merenungi
Tantular yang menulis Kakawin dirinya dalam ranka menemukan
Sutasoma, dan sebagainya. Dalam integritas dirinya dalam kaitannya
karya sastra Jawa Kuna itu di dengan Tuhan. Dimensi ini adalah
dalamnya terkandung berbagai karakteristik yang dominan dan tidak
kebijaksanaan hidup yang tumbuh dapat dilepaskan dengan
dan berkembang dalam masyarakat kecenderungan hidup manusia Jawa.
Jawa, dan di situlah sumber utama Pemikiran-pemikiran Jawa
Filsafat Jawa. Demikian juga, dalam merupakan suatu usaha untuk
kesusasteraan baru, kita kenal Serat mencapai kesempurnaan hidup.
Centhini yang ditulis oleh Paku Kusbandrijo (2007:13) lebih
Buwono V pada abad delapan belas, lanjut menjelaskan filsafat Barat dan
Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, filsafat Jawa memiliki tujuan yang
dan karya satra Jawa baru lainnya. sama, yaitu mengenal diri. Namun
Dalam berbagai karya sastra Jawa demikian, cara pencapaian dan
baru itu terkandung nilai-nilai pengembangannya berbeda. Di
kebijaksanaan hidup yang samping pandangan tentang
merupakan bagian dari Filsafat Jawa. hubungan antara manusia dan alam
Jadi, terhadap pertanyaan adakah berbeda, hubungan manusia dengan
Filsafat Jawa? Maka, jawabannya Tuhan juga berbeda. Bagi filsafat
adalah ada. Yunani, filsafat berarti cinta kearifan
Selanjutnya, jawaban lebih (the love of wisdom), pengetahuan
lanjut tentang keberadaan filsafat (filsafat) senantiasa hanya
Jawa, Kusbandrijo (2007:12-13) merupakan sarana untuk mencapai
menjelaskan filsafat India dan Cina kesempurnaan. Filsafat Jawa
mempengaruhi filsafat Jawa, namun dirumuskan sebagai filsafat yang
sesudah Islam masuk, banyak konsep berarti cinta kesempurnaan (the love
India dan Cina yang diubah sesuai of perfection). Dalam rumusan
ajaran Islam. Mirip dengan filsfat Ciptoprawiro (2007:14), juga

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


menyatakan bahwa filsafat Jawa keluasan pemikiran dalam filsafat
senantiasa merupakan sarana untuk Jawa, maka dalam artikel ini dikaji
mencapai kesempurnaan, yang secara khusus tentang filsafat Jawa
berarti cinta kesempurnaan (the love dalam Serat Wedhatama dengan
of perfection). mengambil beberapa pupuh tembang
Ciptoprawiro (2007:14) lebih yang sesuai. Metode kajian
lanjut menyatakan sebagai bukti menggunakan metode deskriptif
bahwa filsafat Jawa ada, penelitian kualitatif. Materi kajian bersumber
dalam kesusasteraan Jawa belumlah darinaskah Serat Wedhatama karya
jauh benar, namun cukup jauh untuk Mangku Negara IV. Analisis data
menjadi dasar bahwa filsafat Jawa menggunakan metode hermeneutika.
ada. Malahan kita tidak perlu
mencari dalam kesusasteraan untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
memperoleh pemikiran filsafat. Serat Wedhatama sebagai bagian
Sekedar pengetahuan tentang apa dari kebudayaan Jawa, di dalamnya
yang hidup dalam bangsa Jawa, tidak mengandung unsur-unsur
hanya di antara mereka yang kebudayaan seperti yang
dianggap sebagai pengemban dikemukakan oleh
kebudayaan, melainkan bahkan di Koentjaraningrat(1979: 218), yaitu:
kalangan rakyat biasa, sudahlah (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan,
cukup untuk meyakinkan tentang (2) organisasi sosial, (4) sistem
kecintaan mereka terhadap renungan peralatan hidup dan teknologi, (5)
filsafat. Ketenaran tokoh sistem mata pencaharian hidup, (6)
Werkudara, yang dalam mencari air sistem religi, dan (7) kesenian.
kehidupan untuk memperoleh wirid Kebudayaan Jawa didasarkan atas
dalam ilmu sejati, dapat dipakai peta kewilayahan yang meliputi
sebagai petunjuk betapa pemikiran seluruh bagian tengah dan timur dari
dalam fisalafat Jawa telah berakar pulau Jawa, dengan pusat
dalam kehidupan orang Jawa. kebudayaan wilayah bekas kerajaaan
Berdasarkan kerangka pemikiran Mataram sebelum terpecah pada
tersebut dan melihat kedalaman dan tahun 1755, yaitu Yogyakarta dan

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Surakarta (Kodiran dalam usaha untuk mengartikan hidup
Koentjaraningrat, 2007: 329). dengan segala pangejawantahannya,
Kamajaya (2007:84-85) mansia dengan tujuan akhirnya,
menjelaskan bahwa kebudayaan hubungan yang nampak dengan yang
Jawa adalah pancaran atau gaib, yang silih berganti dengan yang
pangejawantahan budi manusia abadi, tempat manusia dalam alam
Jawa, yang merangkum kemauan, semesta, adalah merupakan
cita-cita, ide, maupun semangatnya pemikiran filsafat.
dalam mencapai kesejahteraan, Ciptoprawiro (1986:12) lebih
keselamatan, dan kebahagiaan lahir lanjut menyatakan bahwa ungkapan-
batin. Kebudayaan Jawa telah ada ungkapan renungan-renungan filsafat
sejak zaman prahistori.Datangnya Jawa merupakan sarana untuk
bangsa Hindu-Jawa dan dengan mencapai kesempurnaan, suatu
masuknya agama Islam dengan langkah ke jalan menuju kelepasan
kebudayaannya, maka kebudayaan atau bahkan mencapainya, satu-
Jawa menjadi filsafat sinkretis yang satunya jalan bagi manusia untuk
menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, sampai kepada tujuan akhirnya.
Hindu-Jawa, dan Islam. Arif Pengeahuan (filsafat) senantiasa
(2010:35) mengatakan filsafat hanya merupakan sarana untuk
menempatkan kebudayaan pada aras mencapai kesempurnaan atau cinta
metafisis yang merujuk pada kesempurnaan (the love of
penempatan nilai sebagai aspek perfection). Filsafat Jawa juga dapat
formal intrinsik. dikatakan ngudi kasampurnan
Ciptoprawiro (1986: 11) (berusaha mencari kesempurnaan).
berdasarkan definisi bahwa “filsafat Filsafat Jawa menurut
diartikan suatu pencarian dengan Kusbandriyo (2007:13) dimaknai
kekuatan sendiri tentang hakikat sebagai filsafat yang menekankan
segala wujud (fenomena), yang pentingnya kesempurnaan hidup.
bersifat mendalam dan mendasar”, Manusia berfikir dan merenungi
apa yang ada dalam banyak dirinya dalam rangka menemukan
perenungan di Jawa yaitu suatu integritas dirinya dalam kaitan

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


dengan Tuhan.Dimensi ini adalah hubungan. Manusia dalam
karakteristik yang dominan dan tidak mempergunakan kodrat
dapat dilepaskan dengan kemampuannya selalu diusahakan
kecenderungan hidup manusia kesatuan cipta-rasa-
Jawa.Pemikiran-pemikiran Jawa karsa.Ciptoprawiro (1986:21) juga
merupakan suatu usaha untuk menegaskan bahwa berfilsafat dalam
mencapai kesempurnaan hidup, oleh arti luas, di dalam kebudayaan Jawa
karena itu intuisi memegang peranan berarti ngudi kasampurnan.Manusia
penting. Filsafat Jawa, sebagaimana mencurahkan seluruh eksistensinya,
dikemukakan oleh Zoetmulder baik jasmani maupun rohani, untuk
(melalui Kusbandriyo, 2007:13) mencapai tujua itu.Usaha tersebut
mengandung pengetahuan filsafat merupakan suatu kesatuan, suatu
yang senantiasa merupakan sarana kebualatan.
untuk mencapai kesempurnaan. Bakker (1992:59) menyatakan
Berfilsafat dalam kebudayaan Jawa bahwa dalam filsafat Indonesia
berarti ngudi kasampurnan.Manusia kejawen, Tuhan dan ciptaannya itu
mencurahkan seluruh eksistensinya, ya sama, ya berbeda. Tuhan itu baik
baik jasmani maupun rohani untuk transenden dengan total (tan kena
mencapai tujuan itu. Eksistensi kinayangapa) dan imanen secara
manusia diasumsikan sebagai total (pamoring kawula Gusti).
kenyataan, dari kenyataan itu Susunan sifat-sifat manusia dan alam
dipertanyakan dari mana asalnya, ke dikuasai klasifikasi, dengan dua ciri,
mana ujuannya. pertama,segala bidang kenyataan
Ciptoprawiro (1986:15) digolongkan menjadi lima unsur
menjelaskan di dalam filsafat Jawa asasi, empat yang padu dalam yang
dapat dinyatakan bahwa manusia itu kelima (moncopat, kala mudheng,
selalu berada dalam hubungan pancasuda).Prototipe adalah dunia
dengan lingkungannya, yaitu Tuhan bersudut empat dengan satu pusat
dan alam semesta serta meyakini (papat keblat, kalima pancer),
kesatuannya. Manusia menurut menurut urutan selatan, barat, utara,
filsafat Jawa adalah: manusia-dalam- timur, pusat, hari-hari digolongkan

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


legi, paing, pon, wage, berasal dari kata utama yang artinya
kliwon.Demikian juga terkait dengan baik, tinggi atau luhur. Dengan
warna-warna, dengan pohon-pohon, demikian, Serat Wedhatama
dengan sifat-sifat manusia, dan memiliki pengertian sebuah karya
sebagainya. Kelima unsur di bidang yang berisi pengetahuan untuk
yang satumasing-masing memiliki dijadikan bahan pengajaran dalam
parner pada setiap bidang lain (kiblat mencapai keutamaan dan keluhuran
angin, warna, dan sifat), dan di hidup dan kehidupan umat manusia.
antara partner-partner dari bidang- Serat Wedhatama yang memuat
bidang yang berbeda-beda itu filsafat Jawa ini ditulis oleh
terdapat kesatuan, bahkan identitas Kangjeng Gusti Pangeran Arya
baku, sehingga mereka dapat (KGPA) Mangkunegara IV yang
ditukarkan satu sama lain (warna terlahir dengan nama Raden Mas
tertentu dengan pohon tertentu, atau Sudira.
dengan sifat tertentu). Partner- Mangku Negara IV seorang raja
partner dalam setiap persahabatan yang terkenal adil, arif dan bijaksana
harus selaras satu sama lain, yang memerintah Mangunegaran
mewujudkan kohesi dan harmoni. selama 25 tahun sejak 24 Maret
Kedua, antara manusia (buana kecil 1853. Dalam situs
atau mikrokosmos) dan alam (buana http://sabdalangit.wordpress.com,
besar atau makrokosmos) ada Serat Wedhatama dikatakan sebagai
keselarasan progresif, tetapi sebuah ajaran luhur untuk
bukanlah identitas.Tatanan abadi membangun budi pekerti dan olah
dipartisipasikan oleh manusia spiritual bagi kalangan raja-raja
(homologi dan antropokosmis). Mataram, tetapi diajarkan pula bagi
Serat Wedhatama secara siapapun yang berkehendak
semantik terdiri dari tiga suku kata, menghayatinya. Wedhatama menjadi
yaitu: serat, wedha dan tama.Serat salah satu dasar penghayatan bagi
berarti tulisan atau karya yang siapa saja yang ingin laku spiritual
berbentuk tulisan, wedha artinya dan bersifat universal lintas
pengetahuan atau ajaran, dan tama kepercayaan atau agama.Ajaran

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


dalam Wedhatama bukanlah dogma Mingkar mingkuring angkara
Akarana karenan Mardi siwi
agama yang erat dengan iming-iming
Sinawung resmining kidung
surga dan ancaman neraka, Sinuba sinukarta
Mrih ketarta pakartining ngelmu
melainkan suara hati nurani, yang
luhung
menjadi "jalan setapak" bagi siapa Kang tumrap ing tanah Jawa
Agama ageming aji
pun yang ingin menggapai
kehidupan dengan tingkat spiritual (Menjauhkan diri dari nafsu
angkara, karena berkenan
yang tinggi. Puncak dari laku
mendidik putra melalui bentuk
spiritual yang diajarkan serat tembang, dihias dengan penuh
variasi, agar menjiwai ilmu
Wedhatama adalah menemukan
luhur,terhadap orang di tanah
kehidupan yang sejati, lebih Jawa, yang hakiki itu adalah
agama sebagai pegangan hidup).
memahami diri sendiri,
manunggaling kawula-Gusti, dan Jinejer neng Wedatama
Mrih tan kemba kembenganing
mendapat anugerah Tuhan untuk
pambudi
melihat rahasia kegaiban. Hal ini Mangka nadyan tuwa pikun.
Yen tan mikani rasa,
sesuai dengan apa yang disampaikan
Yekti sepi asepa lir sepahSamun,
Zoetmulder, Ciptoprawiro, dan Samangsane pasamuan gonyak
ganyuk nglelingsemi.
Kusbandriyo, bahwa dalam filsafat
Jawa yang menekankan pentingnya (Disajikan di Wedatama, agar
jangan kekurangan pengertian.
kesempurnaan hidup (ngudi Meskipun telah tua bangka, jika
kasampurnan), bahwa manusia itu tak punya perasaan, sebenarnya
tanpa guna bagai sepah buangan.
selalu berada dalam hubungan Bila dalam pertemuan, sering
dengan lingkungannya, yaitu Tuhan bertindak salah dan
memalukan).
dan alam semesta serta meyakini
kesatuannya (manunggaling kawula Nggugu karsane priyangga,
Nora ngganggo peparah lamun
Gusti). angling,
Beberapa contoh penggambaran Lumuh ingaran balilu,
Uger guru aleman,
ngelmu kasampurnan (ilmu Nanging janma ingkang wus
kesempurnaan hidup) dalam Serat Waspadeng semu
Sinamun ing samudana,
Wedhatama dapat dilihat pada pupuh Sesadon ingadu manis.
tembang Pangkur sebagai berikut:

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


(Hanya mengikuti kehendak diri Gumarenggeng anggereng
sendiri, tidak menggunakan anggung gumrunggung,
perhitungan, tidak mau dianggap Pindha padhane si mudha,
bodoh, hanya ingin dipuja, tetapi Prandene paksa kumaki.
saat yang lalu, hanya waspada
secara samar-samar, tidak secara (Hidup hanya sekali di dunia
teus terang, menanggapi berantakan, tidak berkembang
semuanya dengan baik). pikirannya tercabik-cabik,
Si pengung nora nglegawa, ibarat goa gelap menyeramkan,
Sangsayarda denira cacariwis, terlanda angin, suaranya
Ngandhar-andhar angendhukur, berkumandang keras sekali,
Kandhane nora kaprah, seperti anak muda jika picik
Saya elok alangka pengetahuannya, namun
longkanganipun, demikian sombongnya sekali).
Si wasis waskitha ngalah,
Ngalingi marang si pingging. Mangku Negara IV mulai
menguraikan ajaraan kesempurnaan
(Si Dungu tidak menyadari.
bualannya semakin menjadi-jadi, hidup dengan kalimat
melantur tidak karuan, bicaranya mingkarmingkuring angkara
tidak seperti biasanya, makin
aneh dan tak masuk akal. Si (menjauhkan diri dari nafsu
Pandai maklum dan mengalah, angkara), di sini berarti harus
menutupi ulah si Bodoh).
Mangkono ngelmu kang nyata, mensucikan diri agar apa yang
Sanyatane mung weh reseping disampaikan dapat meresap di hati
ati,
Bungah inganaran cubluk, sebagai ilmu yang luhur, bagi orang
Sukeng tyas yen denina, Jawa ajaran kesempurnaan hidup itu
Nora kaya si punggung anggung
gumrunggung harus berdasarkan pada ajaran
Ugungan sadina dina agama. Selanjutnya, Mangku Negara
Aja mangkono wong urip.
IV mengingatkan pada orang Jawa
(Demikianlah ilmu yang tanpa mengenal usia agar mengolah
sejati,sebenarnya hanya
menyenangkan hati,senang rasa, kalau tidak peka rasa-nya akan
dianggap bodoh,senang apabila memalukan (gonyak-ganyuk
dihina,tidak seperti si Dungu
yang selalu sombong, ingin nglelingsemi).Orang yang hanya
dipuji setiap hari, jangan seperti menuruti kehendak sendiri, tidak
itu orang yang hidup).
Uripe sepisan rusak, menggunakan perhitungan, hanya
Nora mulur nalare ting saluwir, ingin dipuja, hanya waspada secara
Kadi ta guwa kang sirung,
Sinerang ing maruta, samar-samar, inginnya dipuja

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


semakin mejadi-jadi. Berbeda Sinuksmaya Winahya ing
ngasepi,
dengan orang yang pandai, dalam
Sinimpen telenging kalbu,
mencari ilmu yang sejati slalu Pambukaning warana,
Tarlen saking liyep layaping
merendahkan diri tidak ingin dipuja.
aluyup,
Orang hidup di dunia hanya sekali Pindha pesating sumpena,
Sumusuping rasa jati.
harus dijaga, jangan dibiarkan
berantakan, pikirannya tercabik- (Tidak ragu-ragu terhadap
terhadap Tuhan, diresapi dan
cabik,seperti anak muda yang picik dibuktikan di kala sepi (hening),
pengetahuannya, namun sangat diendapkan dalam lubuk
hati,pembuka tirai itu tidak lain
sombong. dari keadaan antara sadar dan
Selanjutnya Mangku Negara IV, tidak,seperti dalam mimpi,
hadirnya rasa sejati).
menutup pupuh Pangkur dengan
menyampaikan ngelmu Sejatine kang mangkana,
Wus kakenan nugrahaning
kasampurnan (ilmu Hyang Widhi,
kesempurnaan hidup) sebagai Bali alaming ngasuwung,
Tan karem karameyan,
berikut: Ingkang sipat wisesa winisesa
Sapantuk wahyuning Allah, wus,
Gyadumilah mangulah ngelmu Mulih mula mulanira,
bangkit, Mulane wong anom sami.
Bangkit mikat reh mangukut,
Kukutaning jiwangga, (Sebenarnya yang demikian itu,
Yen mengkono kena sinebut sudah mendapat anugerah
wong sepuh, Tuhan, kembali ke alam kosong
Lire sepuh sepi hawa, (alam hening/ alam rohani),
Awas roroning atunggil tidak mabuk keduniawian, yang
bersifat kuasa
(Siapapun yang menerima menguasai,kembali ke asal
wahyu Illahi, lalu dapat mula,oleh karena itu hai anak
mencerna dan menguasai muda sekalian).
ilmumampu menguasai ilmu
kasampurnan, kesempurnaan diri
Berdasarkan pupuh tembang
pribadi,orang yang demikian itu
pantas disebut “orang tua” yang tersebut, tampak nyata bahwa siapa
dapat menjauhkan dari hawa
pun yang telah menerima wahyu
nafsu,dapat memahami dwi
tunggal). Illahi (dalam bahasa filsafat Jawa
adalah manunggaling kawula Gusti),
Tan samar pamoring sukma,

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


dapat menguasai ngelmu Tanapi ing siyang ratri
Amamangun karyenak tyasing
kasampurnan. Orang yang demikian
sesama.
akan menjauhkan diri dari hawa (Contohlah perilaku utama, bagi
kalangan orang Jawa, orang
nafsu dan tidak memiliki sifat
besar dari Ngeksiganda/
keragu-raguan terhadap terhadap Mataram, Panembahan Senopati,
yang tekun mengurangi hawa
Tuhan. Orang akan selalu meresap
nafsu, dengan jalan
dalam dirinya atau diendapkan dalam prihatin/bertapa, siang malam
selalu berkarya membuat hati
lubuk hati yang paling
tenteram bagi sesama).
dalam,sehingga timbul rasa sejati,
Samangsane pasamuan
yang dalam pupuh tembang di bagian
Mamangun marta martani
belakang disebut sembah rasa. Sinambi ing saben mangsa
Kala kalaning asepi
Sifat-sifat itu pertanda sudah
Lelana teki-teki
mendapat anugerah Tuhan, kembali Nggayuh geyonganing kayun
Kayungyun eninging tyas
ke alam hening atau alam rohani
Sanityasa pinrihatin
dengan menjauhkan diri dari Puguh panggah cegah dhahar
lawan nendra
keduniawian. Akhirnya akan kembali
ke asal mula yaitu ke asal mula hidup (Dalam setiap pertemuan
/diskusi, membangun sikap tahu
kepada Tuhan Yang Maha Esa
diri, setiap ada kesempatan, di
(manunggaling kawula Gusti). saat waktu longgar, mengembara
untuk bertapa, menggapai cita-
Selanjutnya, di bawah ini
cita hati, hanyut dalam
dikutip tigapupuh tembang Sinom keheningan kalbu, senantiasa
menjaga hati untuk prihatin
yang mengandung ajaran bertapa
menahan hawa nafsu, dengan
untuk mendekatkan diri kepada tekad kuat, membatasi makan
dan tidur)
Tuhan yang Maha Esa dengan
menjauhkan diri dari keduniawian, Saben mendra saking wisma
lelana lalading sepi
sebagai berikut. ngingsep sepuhing supana
Nulada laku utama mrih pana pranaweng kapti
Tumrape wong tanah Jawi tis tising tyas marsudi
Wong agung ing Ngeksiganda mardawaning budya tulus
Panembahan Senopati mesu reh kasudarman
Kepati amarsudi neng tepining jalanidhi
Sudane hawa lan nepsu sruning brata kataman wahyu
Pinepsu tapa brata dyatmika

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


budi, menghayati cinta kasih, bertapa
(Setiap pergi meninggalkan
untuk menerima wahyu kebaikan.
rumah (istana), berkelana ke
tempat yang sunyi, menghirup Kusbandriyo (2007: 20-34)
tingginya ilmu, agar jelas apa
telah membahas hubungan manusia,
yang menjadi tujuan hidup
sejati, tekad hati selalu berusaha tegasnya “aku” dengan “Tuhan”
dengan tekun, memperdayakan
yang tergambar dalam empat
akal budi, menghayati cinta
kasih, ditepinya samudra, sembah, yaitu sembah raga, sembah
kuatnya bertapa diterimalah
cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa.
wahyu kebaikan)
Ajaran ini masih dihayati sampai kini
Dari pupuh tembang Sinom,
yang merupakan ajaran pencapaian
untuk mencapai ngelmu
kesempurnaan hidup manusia.
kasampurnan, orang Jawa agar
Sembah raga tergambar dalam
mencontoh perilaku utama Raja
pupuh tembang gambuh berikut ini.
Mataram Panembahan Senapati,
Sembah raga punika
yaitu mengurangi hawa nafsu, Pakartining wong amagang laku
dengan jalan prihatin (bertapa), siang Sesucine asarana saking warih
Kang wus lumrah limang wektu
malam selalu berkarya membuat hati Wastu wataking wawaton
tenteram memberi kasih sayang bagi
Terjemahan bebasnya sebagai
sesama. Setiap ada kesempatan berkut.
mengembara untuk bertapa, (Sembah raga merupakan
perbuatan orang ada langkah
menggapai cita-cita hati, hanyut petama, bersuci dengan air, yang
dalam keheningan kalbu. Senantiasa lazim dikerjakan lima kali.
Tujuan utamanya adalah untuk
menjaga hati untuk prihatin membiasakan diri bertindak
(menahan hawa nafsu), dengan disiplin melakukan hening diri,
sehingga kebiasaan itu akan
tekad kuat, membatasi makan dan menjadi watak. Orang yang
tidur. Setiap pergi meninggalkan demikian itu di dalam setiap
perbuatan selalu menggunakan
rumah, berkelana ke tempat yang landasan atau dasar.
sunyi, menghirup tingginya ilmu,
Sembah cipta merupakan
agar jelas yang menjadi tujuan hidup
tataran kedua dari sembah empat,
sejati. Tekad hati selalu berusaha
untuk mencapai pengetahuan yang
dengan tekun, memperdayakan akal
sesungguhnya. Sembah cipta

11 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


merupakan perpaduan antara sembah dngan mengekang hawa nafsu.
Permulaannya dengan berlaku
raga dengan ditambah proses
tertib, teliti, hati-hati tetap tekun.
konsentrasi, dengan mengikuti Betata pun berat dan sulitnya,
sehingga akhirnya menjadi
peraturan-peraturan yang berlaku,
kebiasaan. Dalam melakukan
mengekang hawa nafsu, dan segala perbuatan selalu ingat dan
waspada).
bertindak berkata-kata dengan
waspada. Mencurahkan Mring jatine pandalu panduk
Panduk ing ndon dadalan
konsentrasinya untuk mengingat
satuhu
Tuhan. Ajaran sembah cipta Lamun lugu legutaning reh
maligi
tergambar dalam pupuhtembang
Lagehane tumaluwung
gambuh sebagai berikut. Wenganing alam kinaot
Samengko sembah kalbu
(Apabila sudah sampai pada
Yen lumintu dadi laku
tingkatan setengah jaga, seolah-
Laku agung kang kagungan
olah dalam keadaan pingsan. Itu
narapati
suatu pertanda sudah tiba pada
Patitis tetesing kawruh
suatu batas antara tiada dan ada
Meruhi marang kang momong
dirinya sendiri. Segalanya akan
segera terasa mudah dijalankan,
(Sekarang sembah cipta/kalbu,
tanpa was dan ragu-ragu. Hal itu
bila tekun dijalankan, juga akan
semua terlaksana dengan
merupakan sarana untuk menjadi
keadaan diam, hening, dan ingat.
raja bagi dirinya sendiri (dapat
Dan, di situlah merasakan
menguasai diri). Ia dapat
kebenaran dan kejadian Tuhan
memahami dan menghayati
Yang Maha Kuasa).
kegunaan ilmu pengetahuan
sejati dan menjadi orang
Sembah yang ketiga adalah
bijaksana serta senantiasa ingat
kepada Tuhan Yang Maha Esa). sembah jiwa yang merupakan
sembah yang dipersembahkan
Sucine tanpa banyu
Mung nyenyuda mring kepada Tuhan, yakni dengan jalan
hardaning kalbu
selalu memelihara kehidupan rohani,
Pambukane tata, titi, ngati-ati
Atetep, telaten, atul selalu waspada dalam perbuatan, dan
Tuladhan mareng waspada
selalu ingat datangnya hari kemudian
(Mengingat tujuan sembah (akherat) sehingga semakin
cipta/kalbu itu adalah membuat
bertambah rasa berserah diri
kesucian batin, maka cara
membersihkannya tidak (pasrah) kepada Tuhan Yang Maha
menggunakan air, melainkan

12 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Esa. Jiwa yang berpandangan yang selalu suci bersih serta
selalu ingat terhadap Tuhan
menyeluruh bahwa kehidupan dunia
Yang Maha Esa).
masih berkelanjutan dengan
Ruktine ngangkah ngukut
kehidupan yang akan datang dan
Ngiket ngruket triloka kakukut
menyesuaikan diri dalam perbuatan. Jagat agung ginulung lan jagat
cilik
Jiwa yang berpandangan seperti itu
Den kandel kumandel kulup
senantiasa akan terjaga kesuciannya, Mring kelaping alam kono
karena selalu ingat dalam setiap saat
(Adapun cara melakukan
kepada Tuhan. sembah jiwa tersebut, dengan
membulatkan tekat (konsentrasi)
Sembah jiwa tergambar dalam
akal, rasa, kehendak yang datang
bait tembang gambuh sebagai dari lubuk hati yang paling
dalam, hanya satu tujuannya,
berikut.
yaitu ingat kepada Tuhan Yng
Samengko kang tinurut Maha Besar itu).
Sembah katri kang sayekti katu
Mring Hyan Sukma-sukmanen Seperti telah disebutkan di atas,
saariari
bahwa tercapainya perasaan
Arahe dipun kacukup
Sembah ing jiwa sutenggong bersatunya jiwa dengan Tuhan Yang
Maha Esa (manunggsaling kawula
(Sekarang yang dibicarakan,
sembah ketiga, sembah yang Gusti) itu hanya sesaat, yaitu dalam
dipersembahkan kepada Tuhan,
keadaan tak sadar diri, dalam
setiap saat yang dirasakan
dengan halus sehari-harinya, keadaan itu terasa tak ada yang
semuanya itu telah tercakup,
ditakuti barang sedikit pun, tidak ada
dalam sembah jiwa, wahai
anakku). perasaan khawatir, kecuali dalam
keadaan hening, tenang, merasa
Sayekti luwuh perlu
Ingaranan pupuntoning laku ketenteraman yang mengesankan.
Kalkuwan kang tumrap
Dalam keadaan yang demikian itu
bangsaning batin
Sucine lan awas emut hanyalah jiwa/ pribadinya sendiri
Mring alaming lama amot.
yang nampak dalam keadaan bersih
(Sebetulnya sembah jiwa itu hening, laksana kaca yang
dapat disebutkan sembah yang
dibersihkan dari segala kotoran.
paling pokok dari segala macam
sembah, semuanya menyangkut Sembah yang keempat adalah
masalah batin, jiwa yaitu jiwa
sembah rasa. Dalam sembah rasa ini,

13 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


tidak lagi kegiatan ritual yang Serat Wedhatama mengandung
menjadi titik pusat aktivitas, sebuah ajaran luhur untuk
melainkan semua anggota badan, membangun olah spiritual Jawa.
semua langkah kaki, sesuai kegiatan Serat Wedhatama menjadi salah satu
hdup serasa mendapat rasa “pasrah” dasar penghayatan laku spiritual
(berserah diri) dalam menunaikan yang bersifat universal lintas
kewajiban, tak lagi ragu-ragu serta kepercayaan atau agama.Dalam
penuh harap, bahwa perbuatannya itu SeratWedhatama mengandung suara
hanya diperuntukkan untuk hati nurani, yang menjadi laku
kedamaian hidup. Hidupnya lebih spriritual untuk menggapai
bersemangat, perasaannya menjadi kehidupan dengan tingkat spiritual
halus, rohaninya menjadi bersih. yang tinggi. Puncak dari laku
Keadaan rohaninya itu memancar spiritual yang diajarkan serat
keluar sebagai suatu pribadi yang Wedhatama adalah menemukan
berwibawa. Sembah rasa tergambar kehidupan yang sejati, lebih
dalam pupuh tembang gambuh memahami diri sendiri,
sebagai berkut. manunggaling kawula-Gusti, dan
Samengko ingsun tutur mendapat anugerah Tuhan untuk
Gantya sembah ingkang kaping
melihat rahasia kegaiban. Hal itu
catur
Sembah rasa karana rosing sesuai dengan filsafat Jawa yang
dumadi
menekankan pentingnya
Dadine wis tanpa tuduh
Mung kalawan kosing batos kesempurnaan hidup (ngudi
kasampurnan), bahwa manusia itu
(Sekarang saya akan berganti
membahas mengenai sembah selalu berada dalam hubungan
yang empat, yaitu sembah rasa.
dengan lingkungannya, yaitu Tuhan
Yang dimaksud rasa adalah
keadaan batin yang paling halus dan alam semesta serta meyakini
yang ada pada pribadi manusia
kesatuannya (manunggaling kawula
dan tidak dapat dilihat ujudnya,
kecuali dengan kekuatan batin Gusti).
yang tak terkira besarnya).
DAFTAR PUSTAKA
PENUTUP

14 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Arif, Syaiful, 2010. Refilosofi Surabaya: Lembaga
Kebudayaan. Yogyakarta: Ar- Javanologi Surabaya.
ruzz Media.
Kodiran, 1979. “Kebudayaan
Bakker, Anton, 1992. Ontologi Jawa” dalam
Metafisika Umum: Filsafat Koentjaraningrat,Penganta
Pengada dan Dasar-dasar r Ilmu Antropologi.
Kenyataan. Yogyakarta: Jakarta: Aksara Baru.
Kanisius.
Koentjaraningrat, 1979.Pengantar
Ciptoprawiro, Abdullah, 1986. Ilmu Antropologi. Jakarta:
Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Aksara Baru.
Pustaka.
Kusbandriyo, Bambang, 2007.
http://sabdalangit.wordpress.com, “Pokok-pokok Filsafat
diakses tanggal 15 November Jawa” dalamMenggali
2013, pukul 21.10 WIB. Filsafat dan Budaya Jawa.
Surabaya: Lembaga
Kamajaya, Karkana, 2007. Javanologi Surabaya.
“Manusia Jawa dan
Kebudayaannya dalam Kusumohamidjojo, Budiono,
Negara Kesatuan RI” 2009.Filsafat Kebudayaan.
dalam Menggali Filsafat Yogyakarta: Jalasutra.
dan Budaya Jawa.

15 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


DINAMIKA KEHIDUPAN TAYUB ATAU TAYUBAN DALAM
MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN INDONESIA - JAWA

Darmoko
Universitas Indonesia

Abstract
Tayub or tayuban widespread until at least four provinces, namely Central
Java, East Java, West Java, and Yogyakarta Special Region. Based on the type of
rhythm, nuance, or character, consisting of tayub grengseng (angkleng), tayub
grengseng (arum manis), tayub grengseng (kijing miring), tayub grengseng
(ketawang puspawarna), tayub jepon (gunungsri), tayub jepon (wolu-wolu),
tayub jepon (cao glethak), tayub si Kucing, tayub Surobayan, tayub tawang
mangu, and tayub suwe ora jamu. This article trying outlines how the dynamics
of life tayub or tayuban in Indonesia especially Java today.
The art of dance in tayub regarding how a character speaks, being, and acting in
conjunction with another character in a performance. Space dimensions
concerning symmetry, asymmetry, balance, variety, contrast, and protrusion while
the time dimension associated with rhythm, aritme, tempo, and also balance,
variety, contrast, and protrusion. As well as the dance performances, tayub or
tayuban require reference aesthetic value: sem, nges, greget, and banyol.
Arrangement of makeup and fashion shaped in such a way that the actor can
portray a certain character in art tayub. Structuring the lights and the stage is a
unity that creativity coordinated with other aspects of the firm, so that the stage
had been set in accordance with the scene shown (right background).
The results of the discussion of "Dynamics of Life Tayub or Tayuban in Society
and Culture of Indonesia - Java" can be formulated as follows: ( 1 ) Art tayub or
tayuban still has powerful functions, positive, constructive towards Indonesian
society, especially in Java; (2 ) Art tayub up now has a function, either as a means
of ritual ( ceremony ), vows or nadar, togetherness, education, communication,
and entertainment; ( 3 ) Necessary raising funds good effort from central and local
government as well as private sectors to support conservation efforts tayub or
tayuban the art performed both at the sanggar and perwadahan; ( 4 ) the existence
tayub or tayuban art scattered in various provinces, both in West Java, Central
Java, East Java, and Yogyakarta Special Region is the wealth of local arts flourish
in Indonesia.

Keywords : dynamics, tayuban, Java

PENDAHULUAN bosannya membahas bahasa, sastra,


Para pakar ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa dari waktu ke
dari berbagai disiplin tidak bosan- waktu, baik dalam acara lokakarya,

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


seminar, kongres, diskusi di dalam dengan selat Bali). Berdasarkan
buku, majalah, koran, jurnal, dan pengertian jawa tersebut dapat
sebagainya. Memang bahasa, sastra, dirumuskan bahwa kata jawa
dan kebudayaan merupakan wahana berasosiasi dengan sebangsa rumput,
yang demikian luas dan menarik bahasa, sastra, bangsa, nama pulau,
untuk dibahas dan tentu saja dan orang; secara keseluruhan
memberikan sumbangsih bagi menyangkut wilayah, kebudayaan,
kehidupan manusia dalam dan masyarakat.
bermasyarakat, berbangsa, dan Nilai-nilai budaya Jawa perlu
bernegara. Kandungan yang terdapat dikaji dan diaktualisasikan sehingga
di dalam bahasa, sastra, dan memberikan kontribusi bagi
kebudayaan Jawa telah terbukti dapat masyarakat dalam kehidupan
dipergunakan oleh masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebagai
pendukungnya sebagai acuan dan etnis (suku bangsa) terbesar di
pedoman bagi kehidupan mereka. Indonesia (kira-kira 60% dari jumlah
Di dalam istilah jawa termuat penduduk), Jawa memiliki khazanah
beberapa komponen makna. Di kebudayaan yang melimpah,
samping jawa mengandung arti menyangkut unsur-unsur yang
semacam rumput, juga berarti universal, yaitu: sistem religi dan
bahasa, sastra, atau bangsa. Istilah upacara keagamaan, sistem
“tidak jawa” berarti tidak mengerti organisasi sosial, sistem
aturan, bodoh, atau dungu. pengetahuan, sistem mata
Sebaliknya kata njawani berarti pencaharian hidup, sistem teknologi
bertutur kata, bersikap, dan dan peralatan, bahasa, dan kesenian.
berperilaku tidah ubahnya orang
Jawa. Sedangkan jawa dwipa berarti HASIL DAN PEMBAHASAN
pulau padi (jawawut). Jawa juga Kearifan dan Kecerdasan Lokal
Kebudayaan Jawa
merupakan nama pulau yang
Berdasarkan sejarah,
membentang dari ujung barat
kebudayaan Jawa telah ada sejak
(perbatasan dengan selat Sunda)
orang Jawa ada. Budaya Jawa pada
sampai ujung timur (berbatasan
masa prasejarah, yang terbagi atas 3

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


zaman besar, yaitu paleolitikum, Erlangga (Jawa Timur) abad 10-11;
mesolitikum, dan megalitikum dan Mataram Lama (Jawa Tengah)
(neolitikum dan logam) bersifat abad 8-10. (Sedyawati, 1981: 2).
sederhana, seperti bercocok tanam Sejarah kebudayaan Jawa
dan penggunaan alat-alat rumah menunjukkan bahwa sudah berabad-
tangga (alat-alat tulang dan tanduk abad masyarakat Jawa menghasilkan
rusa, flakes, chppers/ kebudayaan yang beraneka ragam,
Pithecanthropus, Homo Soloensis, yang meliputi 7 elemen kebudayaan
Homo Wajakensis; kapak pendek, yang universal.
kapak Sumatra/ Papua Melanesoid; Bahasa Jawa termasuk ke
kapak lonjong/ Papua melanesoid; dalam rumpun bahasa Austronesia,
kapak persegi, kapak corong, bejana, yaitu bahasa yang dipergunakan oleh
nekara, candrasa/ Austronesia) bangsa-bangsa dengan perbatasan di
(Soekmono, 1991: 83). Peralatan sebelah utara mulai pulau Formosa
rumah tangga pada waktu itu masih (Taiwan) ke arah selatan, sebelah
menggunakan batu dan logam yang barat mulai pulau Madagaskar ke
masih sederhana bentuknya. arah timur sampai daratan Amerika
Pada masa Hindu-Budha di Selatan sebelah barat. Berdasarkan
Indonesia, tampak terjadi perbandingan bahasa Dr. Brandes
perpindahan pusat kerajaan, semula pada tahun 1884 menerangkan
berpusat di Jawa Tengah kemudian bahwa pada zaman dahulu kala
berpindah ke Jawa Timur dan bahasa-bahasa di wilayah tersebut
kembali ke Jawa Tengah. Dilihat dari adalah satu; selanjutnya Dr. H. Kern
sudut sejarah kerajaan-kerajaan, menjelaskan bahwa pada zaman
maka kita dapat melihat urutan ke bangsa-bangsa tersebut ketika masih
belakang sebagai berikut: Mataram bersatu menggunakan bahasa satu di
Baru (Jawa Tengah Selatan) abad 16- wilayah Cempa (Indo China).
20; Demak-Pajang (Jawa Tengah Sebelum Hindu-Budha datang di
Utara) abad 16; Majapahit (Jawa Indonesia, diperkirakan orang Jawa
Timur) abad 13-15; Kadiri-Singasari belum memiliki aksara. Aksara yang
(Jawa Timur) abad 11-13; Sindok- berkembang sekarang semula

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


merupakan aksara Hindu. Tengahan (Tantu Panggelaran, Calon
(Poerbatjaraka, 1952: 7). Arang, Tantri Kamandaka,
Hasil kebudayaan Jawa yang Korawasrama, dan Serat Paparaton);
berupa karya sastra telah Kidung bahasa Jawa Tengahan
dibentangkan oleh beberapa pakar (Dewaruci, Serat Sudamala, Serat
sejarah dan dinamika kesusastraan Kidung Subrata, Serat Panji Angreni,
Jawa, yaitu karya sastra Jawa kuna dan Serat Sri Tanjung); karya sastra
yang tergolong tua (Serat zaman Islam (Het Boek van Bonang,
candakarana, Serat Ramayana, Sang Een Javaans Geshrift uit de 16e
Hyang Kamahayanikang, eeuw, Suluk Sukarsa, Kojajajahan,
Brahmandapurana, Agastyaparwa, Sukuk Wujil, Suluk Malang
Uttarakanda, Adiparwa, Sabhaparwa, Sumirang, Serat Nitisruti, Serat
Wirataparwa, Udyogaparwa, Nitipraja, Serat Sewaka, Serat
Bhismaparwa, Asramawasanaparwa, Menak, Serat Rengganis, Serat
Mosalaparwa, Prasthanikaparwa, manikmaya, Serat ambiya, dan Serat
Swargarohanaparwa, dan Kanda); dan karya sastra zaman
Kunjarakarna); karya sastra Jawa Surakarta Awal (Karya sastra Kyai
kuna yang bertembang Yasadipura I dan II, Serat Bratayuda,
(Arjunawiwaha, Kresnayana, Serat Panitisastra, Serat Arjunasasra
Sumanasantaka, Smaradahana, atau Lokapala, Serat Darmasunya,
Bhomakawya, Bharatayuddha, Serat Dewaruci JArwa, Serat Menak,
Hariwangsa, Gathotkacasraya, Serat Ambiya Yasadipura, Serat
Wretasancaya, dan Lubdaka); karya Tajusalatin, Serat Cebolek, Serat
sastra Jawa kuna yang tergolong Babad Giyanti, Serat Sasanasunu,
muda (Brahmandapurana, Serat Wicara Keras, karya sastra
Kunjarakarna, Nagarakretagama, Kangjeng Gusti Pangeran Adipati
Arjunawijaya, Sutasoma atau anom atau PB V, karya sastra R.Ng.
Purusada Santa, Parthayadnya, Ranggawarsita, Paramayoga, Serat
Nitisastra, Nirarthaprakreta, Jitapsara, Serat Pustakaraja, Serat
dharmasunya, dan Harisraya); karya Cemporet, Serat Babad Prayud, dan
sastra yang berbahasa Jawa

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Serat Babad Pakepung). tergambar di dalam lakon Dewaruci
(Poerbatjaraka, 1952: 169-171) atau Bimasuci. Kedua nama/ judul
Hasil kebudayaan Jawa lakon ini, sebagain masyarakat
mengandung pemikiran mengenai seniman dan penggemar wayang
hdup dan kehidupan masyarakat menganggap sama, namun sebagain
Jawa dari masa ke masa dan yang lain membedakannya. Lakon
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk ini mengisahkan tentang perjalanan
kepentingan peningkatan taraf hidup Bima/ Werkudara/ Bratasena untuk
mereka. Kebudayaan itu sendiri mencari tirta pawitrasari/ tirta
meliputi 3 aspek, yaitu sistem pawitra di yang tidak lain adalah
material/ benda-benda hasil budaya, esensi dari pengetahuan mengenai
sistem perilaku/ sosial, dan sistem asal dan tujuan beserta
ide gagasan/ pemikiran. kesempurnaan hidup manusia.
Pembahasan/ kajian atas nilai-nilai Berbagai tahapan dilalui Bima,
itu sendiri menyangkut aspek yang pertama ia diperintahkan oleh Durna,
ke-3, yaitu sistem ide gagasan/ sebagai guru laku, untuk mencari
pemikiran dibalik benda-benda tirta pawitrasari/ air yang dapat
material yang dihasilkan oleh ”menyucikan” tubuh ke gunung
masyarakat Jawa. Wreksamuka, di sana ia hanya
Nilai–nilai budaya Jawa ditemui oleh kedua raksasa, yang
menyangkut berbagai aspek kemudian berubah rupa menjadi
kehidupan, seperti nilai dewa Bayu dan Indra setelah
kepemimpinan, toleransi, berperang melawannya. Bima tidak
nasionalisme, keadilan, kebenaran, berhasil menemukan yang dicari. Ia
kejujuran, kesempurnaan, dan kembali kepada begawan Durna dan
sebagainya. Secara filosofis prinsip diperintahkanlah Bima sekali lagi
hidup masyarakat Jawa bermuara untuk mencari air kehidupan itu ke
pada kesempurnaan hidup tengah samodra (telenging samodra/
(kasampurnanaing dumadi). Tentang samodra minangkalbu). Di tengah
konsep sangkan paran dan samodra Bima bertemu dewa kecil
manunggaling kawula gusti bernama Ruci, sebagai guru sejati.

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Oleh Dewaruci, Bima diberi Manusia menjalin hubungan dengan
wejangan tentang apa yang daya-daya alam yaitu alam yang
dicarinya. Pengertahuan tentang asal belum dikacaukan oleh teknologi,
dan tujuan kehidupan serta lalu-lintas, dan turisme, yang serba
kesempurnaan hidup dapat digapai rahasia. (Peursen, 1989: 34-54).
oleh Bima. Bima diberi kesempatan Alam semesta manusia, hewan,
oleh Dewaruci memasuki alam tumbuhan, gunung, laut, makhluk
supranatural/ gaib melalui supranatural, dsb, merupakan satu
telinganya. Bima merasa kerasan di kesatuan yang serasi/ harmonis, tidak
sana, karena tempat tersebut sangat terlepas satu dengan yang lainnya
membahagiakan rasa (rasa sejati - dan selalu berhubungan. Di dalam
rasa mulya). Oleh Dewaruci, bima hidup dan kehidupannya, manusia
tidak diperkenankan berlama-lama di selalu menjalin hubungan dengan
alam itu, karena belum saatnya. alam yang melingkupinya. Peristiwa
Bima keluar dari tubuh Dewaruci yang terjadi di dunia manusia
dan dalam keadaan suci. Kondisi dipandang sebagai akibat dari ulah
Bima yang suci oleh seniman/ dalang yang ditimbulkan oleh lingkungan
maupun masyarakat pendunung yang melingkupi manusia itu, atau
wayang disebut sebagai Bimasuci. sebaliknya. Di dalam menjalani/
Untuk menuju kepada tahapan menapaki hidup dan kehidupannya,
tersebut manusia Jawa memahami manusia memanfaatkan ruang
terlebih dahulu pengetahuan tentang (space) dan waktu (time). Manusia
asal dan tujuan kehidupan (sangkan pun kemudian mengamati
paraning dumadi) dan secara pengalaman dan pengetahuan yang
kosmologis manusia Jawa berusaha diperoleh selama meniti ruang dan
ke arah keseimbangan hidup di waktu tersebut dalam hubungannya
dalam jagad raya (bawana). dengan lingkungan yang
Pemikiran mitis hingga sekarang melingkupinya. Hasil dari
masih dikembangkan dan menjadi pengamatan manusia terhadap
pedoman bagi sebagian masyarakat pengetahuan ruang dan waktu
Jawa di dalam kehidupan mereka. menghasilkan suatu tatanan

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


mengenai ruang dan waktu itu menurut kepercayaan antara lain
sendiri (primbon, pawukon, ramalan, ontang-anting, kedhana-kedhini,
dll). gondhang kasih, dhampit, pendhawa,
Ketiga macam pemikiran pendhawi, kembang sepasang,
tersebut di atas sering disebut menjatuhkan dandang, mematahkan
pemikiran kosmis, magis, dan batu gilasan, menaruh beras di dalam
klasifikatoris. Pemikiran kosmis, lesung, biasa membakar rambut dan
magis, dan klasifikatoris selalu tulang, dan membuat pagar sebelum
berkaitan satu sama lain dan saling rumahnya jadi (Darmoko, 2002: 32).
berhubungan dengan membentuk Sebagai usaha untuk mencegah
suatu sistem pengetahuan yang terjadinya kegoncangan di dalam
bersifat unity (padu) dan wholeness kosmos, maka masyarakat Jawa
(utuh). Di dalam sistem kesejagatan, mengadakan upacara ruwatan.
manusia dipandang sebagai Ruwatan ditujukan agar manusia
mikrokosmos (subyek) dan terlindungi dari ancaman mara
lingkungan yang melingkupi bahaya/ mala petaka. Upacara
manusia sebagai makrokosmos ngruwat termasuk ilmu gaib
(obyek). Dalam perjalanan protektif, yaitu upacara yang
kehidupannya, antara mikrokosmos dilakukan dengan maksud untuk
(subyek) dan makrokosmos (obyek) menghalau penyakit dan wabah,
tidak senantiasa dalam keadaan membasmi tanaman dan sebagainya,
seimbang / stabil, namun mengalami yang sering menggunakan mantra-
juga ketidakseimbangan/ kelabilan. mantra untuk menjauhkan penyakit
Sebagai contoh: pandangan dan bencana (Koentjaraningrat,
terhadap manusia sukerta; manusia 1984: 28).
oleh karena suatu peristiwa, ia
terkena ”noda gaib” dan akan Dinamika Kehidupan Tayub Atau
Tayuban dalam Kebudayaan
menjadi mangsa batara Kala.
Indonesia - Jawa
Peristiwa ini dapat mengakibatkan Di dalam khazanah kebudayaan
ketidakseimbangan di dalam kosmos. daerah terdapat jenis kesenian yang
Peristiwa yang menimpa manusia itu berorientasi pada kraton dan rakyat.

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Kesenian kraton dipelihara, dirawat, gamelan dan tembang yang biasanya
dibina, dikembangkan, dan dikelola untuk meramaikan pesta adat
di dalam kraton; kesenian rakyat (perkawinan).
merupakan jenis kesenian yang Tayub atau tayuban tersebar luas
tumbuh berkembang di kalangan paling tidak di dua propinsi, yaitu
rakyat (di luar kraton). Jenis Jawa tengah dan Jawa timur. Untuk
kesenian yang tumbuh dan wilayah Jawa Tengah tayub atau
berkembang di dalam kraton seperti: tayuban tumbuh berkembang antara
wayang, karawitan, tari, batik, sastra, lain di daerah Grobogan, Sragen, dan
dan keris. Sedangkan kesenian yang Purwodadi dan untuk wilayah Jawa
tumbuh dan berkembang di kalangan Timur tumbuh berkembang antara
rakyat seperti: tayub sebagai nomina lain di daerah Tulung Agung,
atau kata benda tayuban, ialah tarian Nganjuk, Blitar, Ngawi, Tuban,
yang dilakukan oleh laki-laki dan Malang, Madura, dan Bojonegoro.
perempuan diiringi gamelan dan Namun demikian ada pula tayub atau
tembang, biasanya untuk tayuban yang tumbuh berkembang di
meramaikan pesta (perkawinan dsb), daerah Jawa Barat, seperti di
di daerah Indramayu sering diadakan Cirebon, Sumedang (dengan nama
tayuban untuk meramaikan pesta Ibing Tayub) dan Indramayu dan di
perkawinan. (Moeliono, 2011: 1414). Daerah Istimewa Yogyakarta seperti
Sedangkan kesenian yaitu segala di Kulon Progo dan Gunung Kidul
sesuatu terkait dengan seni, baik (Wonosari). Untuk tayub atau
secara kongkrit maupun abstrak. Seni tayuban yang tumbuh dan
itu sendiri merupakan hasil cipta, berkembang di daerah Cirebon dan
rasa, dan karsa manusia yang Indramayu biasa disebut tarling
mengandung nilai keindahan. Jadi singkatan dari gitar dan suling,
jika digabung kata seni tayub ialah tayuban atau jaipong tayuban.
hasil cipta, rasa, dan karsa manusia Tayuban berasal dari kata tayub,
yang mengandung nilai keindahan kerata basa atau jarwadosok dari
berupa tarian yang dilakukan oleh kata ditata supaya guyub (diatur
laki-laki dan perempuan diiringi supaya kompak). Memang jika kita

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


perhatikan dengan seksama di dalam tersirat di dalam pengertian
kesenian tayub dikandung harapan grengseng dan angkleng.
agar masyarakat menjadi kompak. 2) Tayub grengseng (arum manis):
Kekompakan tersebut dilandasi pada jenis tayuban ini memiliki irama,
filosofi moralitas yang bersumber nuansa atau karakter semangat,
dari prinsip kerukunan dan prinsip lincah, dinamis, harmoni,
saling hormat-menghormati. Pada semerbak, manis dan luwes,
dasarnya hidup secara Jawa seperti tersirat di dalam
mempunyai arti mengutamakan rasa pengertian grengseng dan arum
saling hormat menghormati di antara manis.
sesama manusia sehingga dicapai 3) Tayub grengseng (kijing miring):
kehidupan yang rukun, damai, dan jenis tayuban ini memiliki irama,
sejahtera (Suseno, 1993: 38). nuansa atau karakter semangat,
Kesenian tayub atau tayuban lincah, dinamis, menggoda, dan
dapat diklasifikasikan berdasarkan magis atau sakral, seperti tersirat
wilayah persebarannya dan jenis di dalam pengertian grengseng
irama, nuansa, atau karakternya. dan kijing miring.
Pengklasifikasian berdasarkan 4) Tayub grengseng (ketawang
wilayah persebarannya telah puspawarna): jenis tayuban ini
disampaikan di atas, yaitu memiliki irama, nuansa atau
berdasarkan wilayah geografisnya karakter semangat, lincah,
dan pengklasifikasian berdasarkan dinamis, santai, agung, semerbak,
jenis irama, nuansa, atau karakternya dan harum, seperti tersirat di
yang dipetik dari dalam pengertian grengseng dan
jamansemana.com/2009/06/06/tayub ketawang puspawarna.
an dan dapat diinterpretasikan 5) Tayub jepon (gunungsri): jenis
kurang lebih sebagai berikut: tayuban ini memiliki irama,
1) Tayub grengseng (angkleng): nuansa atau karakter sederhana,
jenis tayuban ini memiliki irama, agung, dan indah, seperti tersirat
nuansa atau karakter semangat, di dalam pengertian jepon dan
lincah, dinamis, dan agung seperti gunungsri.

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


6) Tayub jepon (wolu-wolu): jenis luwes, molek, dan akrab, seperti
tayuban ini memiliki irama, tersirat di dalam pengertian suwe
nuansa atau karakter sederhana, ora jamu.
kompak, dan serasi dilakukan Jika dicermati, maka Indonesia
berdelapan pasang, seperti tersirat memiliki kekayaan seni tayub atau
di dalam pengertian jepon dan tayuban yang melimpah jumlahnya,
wolu-wolu. tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah,
7) Tayub jepon (cao glethak): jenis DIY, dan Jawa Timur yang terdiri
tayuban ini memiliki irama, dari berbagai jenis dan bentuk irama,
nuansa atau karakter sederhana nuansa, dan karakternya.
dan santai seperti tersirat di dalam Seni tayub atau tayuban kerap
pengertian jepon dan cao glethak. dilekatkan dengan aspek religi
8) Tayub si Kucing: jenis tayuban ini (kepercayaan) masyarakat setempat.
memiliki irama, nuansa atau Misalnya tradisi “ulur-ulur” yang
karakter manis, lembut, dan akrab, dilakukan oleh masyarakat desa
seperti tersirat di dalam Sawo, kecamatan Campur Darat,
pengertian “si kucing”. Kabupaten Tulung Agung, Jawa
9) Tayub Surobayan: jenis tayuban Timur. Sebelum menari para penari
ini memiliki irama, nuansa atau tayub yang telah berdandan
karakter ramai, ramah, lincah, dan melakukan ritual pada suatu tempat
akrab, seperti tersirat di dalam yang dipandang keramat, suci, sakral
pengertian “surobayan”. dengan memberikan sesaji berupa
10) Tayub tawang mangu: jenis makanan, pisang dan lainnya, dibawa
tayuban ini memiliki irama, ke tempat yang di sana bersemayam
nuansa atau karakter indah, cikal bakal, smara bumi, atau
molek, dan luwes, seperti tersirat danyang dan di pandu oleh sesepuh
di dalam pengertian “tawang wanita. Untuk mendukung
mangu”. penghayatan dan pemahaman di
11) Tayub suwe ora jamu: jenis bawah ini disertakan gambar-gambar
tayuban ini memiliki irama, yang terkait dengan seni tayub atau
nuansa atau karakter sederhana,

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


tayuban diunduh dari google orang, seperti di balai (aula) desa,
mengenai tayub dan tayuban. kecamatan, atau kabupaten.
Penonton berkeliling menghadap
para penari tayub yang sudah
disiapkan cukup banyak pasangan.
Kondisi demikian membuat semarak
suasana karena dilakukan secara
masal dan melibatkan hampir di
dmosisboy.blogspot.com/2011/05. seluruh warga desa, kecamatan atau
Proses adat “ulur-ulur”, desa Sawo, kabupaten tersebut. Suasana
kecamatan Campur Darat, keakraban dan kerukunan terbangun
Kabupaten Tulung Agung, Jawa di antara para warga yang menikmati
Timur. kesenian tayub. Ini seperti halnya
Pada kesempatan lain para fungsi kesenian secara umum
penari tayub dapat berlatih di rumah sebagai hiburan dan solidaritas antar
dan diiringi dengan gamelan oleh warga. Pada kesempatan ini ada yang
warga setempat meskipun mereka mendokumentasikan para penari
sudah berusia lanjut. tayub dan ada pula yang sekedar
menonton unrtuk menikmati suasana,
dan ada pula yang duduk maupun
berdiri serius mengamati jalannya
sajian tarian tayub tersebut. Oleh
karena itu kesenian tayub juga
memiliki falsafah ditata supaya
guyub (diatur agar menjadi kompak
jamansemana.com/2009/06/06/tayub
dan rukun). Tayub atau tayuban
an
memang termasuk jenis kesenian
Pada kesempatan yang lebih
rakyat, namun pada
besar, seni tayub atau tayuban
perkembangannya perlu didukung
dilakukan di tempat yang luas,
oleh pihak pemerintah maupun
sehingga dapat menampung ratusan
swasta. Pelestarian, pembinaan, dan

11 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


pengambangan seni tayub atau biznizboy.blogspot.com.2009/04/acar
tayuban kiranya akan terus dapat a-tayuban.html.
tumbuh dengan baik jika ada insan- Bagaimana filsafat seni pada
insan seni yang memiliki komitmen seni tayub atau tayuban?. Setiap
untuk membantu, memotivasi, karya seni memiliki struktur yang
mendorong sehingga seni tayub atau secara umum dapat diterima secara
tayuban menjadi lestari hingga akhir ekuivalen, yaitu struktur harmoni dan
zaman. struktur ritme. Fungsi harmoni di
Faktor dana sangat dibutuhkan dalam karya seni yaitu untuk
untuk menyokong tumbuh dan memberikan tekanan dan
berkembangnya seni tayub atau mengelompokkan unsur-unsur
tayuban ini. Pemerintah maupun bahasa estetik, sehingga karya seni
swasta perlu memberikan alokasi tersebut bersifat unik. Unsur-unsur
dananya untuk membina, tersebut menjadi suatu perbandingan
melestarikan, dan mengembangkan (spektrum) kemungkinan-
seni tayub atau tayuban ini. Pada kemungkinan. Seperti: perbandingan
penyajian seni memang perlu dikaji tangga nada terjadi dengan
sisi etika dan estetikanya. Tayub atau diketemukannya relasi-relasi yang
tayuban kiranya tidak akan ada di dalamnya. Struktur
memberikan dampak negatif keharmonisan memberi titik berat
destruktif jika pada tataran idealnya dan menggariskan unsur-unsur
tetap berorintasi pada etika dan perbandingan tersebut. Seperti:
estetika Jawa yang sopan dan santun. tekanan-tekanan yang memberikan
sumbangan daya tarik tertentu yang
bersifat unik. Struktur ritme karya
seni menentukan unsur yang
diarahkan pada suatu gerak. Gerakan
ini memberikan wujud yang
menjadikan gerakan tersebut hidup.
Gerakan ini bisa dengan
ketidakgerakan; seperti hentakan

12 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


dengan tempo yang tepat dalam seperti ritme, aritme, tempo, dan juga
dunia teater, musik, puisi, maupun keseimbangan, variasi, kontras, dan
tari. (Mudji Sutrisno dan Verhaak, penonjolan. Dimensi waktu juga
1994: 138-139). telah mengundang seni karawitan
Landasan seni tari atau gerak ikut serta dalam mengiringi seni tari,
pada seni tayub atau tayuban, pada dengan peran yang sangat
prinsipnya sama dengan seni gerak menentukan. Disamping menunjang
tari pada jenis seni lainnya. Seni seni geraknya dalam tari dengan
gerak menyangkut bagaimana suatu menentukan ritme dan tempo, seni
tokoh berbicara, bersikap, dan karawitan sangat membantu
bertindak dalam hubungannya mewujudkan suasana yang sesuai
dengan tokoh yang lain dalam suatu dengan apa yang ditarikan
pementasan. Gerak merupakan suatu (percintaan, kesediahan, kemarahan,
unsur penunjang yang paling sangat semangat, ketakutan, kemuakan,
berperan dalam seni tari. Dengan keheranan, ketenangan/ ketentraman
gerak terjadi perubahan atau batin).
perpindahan pada tubuh atau pada Seni tayub termasuk jenis seni
anggota tubuh atau sebagian kecil tari yang tumbuh berkembang di luar
anggota tubuh. Gerak (movement), istana, “contoh dari gaya tari yang
melibatkan dua dimensi, yaitu tumbuhnya di lauar istana ini adalah
dimensi ruang dan dimensi waktu. gaya teledek yang sampai sekarang
Karena keterlibatan dua dimensi masih dapat dilihat wujudnya dalam
gerak mempunyai kecepatan. Ini berbagai susunan tari gambyong.
dapat diukur. Karena keterlibatan Tari ini berkembang di wilayah
dimensi ruang terbawalah unsur- Surakarta maupun Yogyakarta,
unsur estetika dalam seni tari, sedangkan gayanya tak dapat
seperti: simetri, asimetri, dikembalikan secara mutlak kepada
keseimbangan, variasi, kontras, dan gaya Surakarta ataupun Yogyakarta.
penonjolan. Karena keterlibatan Gaya teledek ini dinyatakan pada
dimensi waktu dalam seni tari pokoknya oleh tarian para penari
terbawalah unsur estetika lain, wanita yang disebut teledek atau

13 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


runggeng, tetapi juga dapat diluaskan tayuban yang dilakukan oleh
cakupannya meliputi tari-tari laki- sekelompok orang berpasangan yang
laki yang dilakukan bersama dengan diekspresikan selama berjam-jam
tarian runggeng tersebut” atau dalam tempo (waktu) yang lama
(Sedyawati, 1981: 5). oleh para seniman seniwati tayub di
Seni tayub atau tayuban pada Grobogan pada tahun 2008, sehingga
kenyataannya mengalami mereka mendapatkan rekor MURI
penggarapan, kreativitas, dan dan tari tayub berpasangan yang
pengembangan. Suatu kreativitas disajikan di STSI Bandung pada
menyangkut penemuan sesuatu yang tahun 2010 (lihat gambar yang
“seni”nya belum pernah terwujud diunduh dari google pada tayub atau
sebelumnya. Apa yang dimaksud tayuban).
dengan “seni”nya itu tidak mudah Seperti halnya di dalam
ditangkap, karena ini menyangkut pementasan seni tari lainnya, tari
yang prinsipiil (secara konseptual). tayub atau tayuban, suasana pada
Ini dimkasudkan bukan hanya penampilannya biasanya mengacu
wujudnya yang baru, tetapi pada nilai estetika: sem, nges, greget,
pembaharuan dalam konsep-konsep dan banyol. Sem (tokoh-tokoh dalam
estetikanya sendiri. Perubahan yang seni gerak tari mengekspresikan
tidak mendasar (tidak prinsipiil – perasaan yang mengasyikkan,
tidak mendasar), misalnya hanya menyenangkan, menggembirakan,
bersifat mengubah bentuk, suara, sengsem atau nengsemake). Suasana
warna, kata-kata, dan ucapan, bukan yang dibangun kasmaran,
kreasi baru, tetapi “variasi baru”, tembangnya pun dipilih:
atau kalau aspek yang diubah banyak asmarandana, dhandhanggula, dsb.
jumlahnya disebut “produksi” atau Nges (tokoh-tokoh dalam seni tari
“versi” baru. Memang lebih mudah mengekspresikan perasaan yang
membuat produksi atau variasi baru mengharukan, menyedihkan).
daripada kreasi baru. Suasana yang dibangun haru, sedih.
(Djelantik,1990: 61-64). Sebagai Tembang yang diekspresikan:
contoh kreasi baru: seni tayub atau maskumambang, kinanthi, dsb.

14 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Greget (tokoh-tokoh dalam seni tari lampu yang tepat suasana yang
mengekspresikan perasaan semangat, dibangun dapat tercapai.
greget, ungkapan kemarahan, Seni tayub atau tayuban
“sereng”, dan “getap”. Tembang hingga sekarang memiliki fungsi
yang diekspresikan biasanya durma, positif konstruktif bagi masyarakat.
pangkur, dsb. Banyol (tokoh-tokoh Seni tayub mengekspresikan
dalam seni tari mengekspresikan kehidupan manusia. Kecuali
perasaan gembira dan canda ria). tontonan, di dalam seni tayub
Tembang yang diekspresikan dikandung pula tuntunan dan tatanan.
biasanya pocung. Tembang-tembang Seni tayub atau tayuban mempunyai
yang telah memiliki karakter fungsi sebagai sarana ritual
tersebut, dalam pentas drama tari (upacara), kaul atau nadar,
perlu didukung oleh penyajian musik kebersamaan, pendidikan,
instrumen yang canggih. Suasana komunikasi, dan hiburan.
gending disesuaikan dengan adegan Dalam konteks religiusitas, seni
yang disajikan. tayub diselenggarakan untuk
Disamping musik (instrumen menghindari musibah, kerugian,
dan vokal) hal yang tidak dapat penyakit, atau marabahaya. Seni
ditinggalkan yaitu kecanggihan tayub dapat dipergunakan sebagai
penataan rias, busana, lampu, dan sarana ritual (upacara) bersih desa.
panggung. Penataan rias dan busana Bersih desa bermakna membersihkan
dibentuk sedemikian rupa sehingga segala mala petaka atau mara bahaya
pemeran dapat menggambarkan yang akan menimpa sebuah desa.
karakter tertentu dalam seni tayub. Upacara ini terkait dengan masalah
Penataan lampu dan panggung juga pada masyarakat agraris, misalnya
merupakan satu kesatuan yang air, kesuburan, dll. Seni tayub pun
penggarapannya perlu koordinasi dapat disajikan pada acara nadaran
yang kokoh, sehingga panggung atau kaulan dilaksanakan dalam
yang telah ditata sesuai dengan rangka mensyukuri keberhasilan
adegan yang ditampilkan (latar yang seseorang atas tujuan yang telah
tepat) ketika mendapatkan sorotan dicapai. Di dalam seni tayub

15 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


dikandung nilai-nilai kehidupan yang seniwati tayub mengkomunikasikan
sangat bermanfaat bagi masyarakat. nilai-nilai kehidupan kepada
Pertunjukan seni tayub dapat masyarakat umum. Pada tontonan
mendatangkan orang dari berbagai seni tayub terjadi interaksi antara
lapisan masyarakat. Di dalam seni seniman dan seniwati serta seniman-
tayub terdapat nilai-nilai dan seniwati dengan penonton. Materi
konvensi yang diakrabi oleh yang diekspresikan oleh seniman-
masyarakat pendukungnya. seniwati dikemas sedemikian rupa
Masyarakat merasa memiliki seni sehingga dapat diterima oleh
tayub itu. Seniman-seniwati tayub masyarakat. Seni tayub berfungsi
diharapkan mampu menyajikan pula sebagai sarana hiburan. Seni
peran-perannya sesuai dengan tayub dikemas sebagai hiburan.
karakter yang dibawakan yang telah Usaha krteatifitas seni ditingkatkan,
menjiwa di dalam hati sanubari baik pada gerak tari, busana, rias,
masyarakat. Seniman-seniwati, instrumen pengiring (gamelan),
warga desa beserta masyarakat penampilan panjak, dsb. Masyarakat
berkumpul di suatu tempat dalam datang mencari hiburan, mereka akan
kepaduan pemahaman. Seni tayub merasa bahagia bila dapat
dapat dipergunakan sebagai sarana menghayati dan turut serta masuk di
pendidikan. Nilai-nilai yang telah dalam ekspresi para penari tayub.
mentradisi dari para leluhur Mereka larut dalam suka, duka,
ditanamkan melalui pementasan seni gembira, sedih, haru, semangat,
tayub. Nilai religi, ilmu pengetahuan/ kasmaran, dsb.
filsafat, seni tergambar di dalam seni
tayub tersebut. Etika/ budi pekerti –
hubungan manusia dengan manusia,
manusia dengan alam, manusia
dengan Tuhan diekspresikan oleh
seniman-seniwati tayub. Seni tayub
pun juga dapat dipergunakan sebagai
sarana komunikasi. Seniman-

16 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


www.washingtonpost.com.../GA2010 Tayuban sebagai acara ngarot atau
020402923.html. ngaruat lembur, syukuran, khitanan,
pernikahan, hari-hari bersejarah, dan
syukuran.

journal.oraltradition.org. Persiapan
penampilan tari tayuban untuk pesta.
cabiklunik.blogspot.com/2010/05.
Penampilan para penayub dalam
“tayuban” yang berlangsung di GK.
Dewi Asri STSI Bandung. Sabtu, 24
April 2010, oleh Ahda Imran.

journal.oraltradition.org. Seorang
ledhek bernyanyi pada sebuah
“tayuban”.

dindamned.wordpress.com/.../bersih-
desa-tayuban; kepala kerbau turut
diarak warga dalam ritual bersih desa
Tayuban, Kulon Progo, kecamatan
Panjatan, DIY.
sukasari.wordpress.com. Tata Cara
Tayuban, 27 Maret 2011. Kawasan
timur Sumedang (Darmaraja,
Situraja, Jatinunggal, dan Wado)

17 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


HASIL DAN PEMBAHASAN
“Kehidupan Tayuban dalam
Masyarakat dan Kebudayaan Jawa”
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Seni tayub atau tayuban masih
memiliki daya fungsi yang kuat,
positif, konstruktif terhadap
journal.oraltradition.org. Para
kehidupan umat manusia
ledhek yang sudah cukup umur di
khususnya di Jawa.
tengah-tengah tari tayuban
2. Seni tayub hingga sekarang
memiliki fungsi, baik sebagai
sarana ritual (upacara), kaul atau
nadar, kebersamaan, pendidikan,
komunikasi, maupun hiburan.
3. Diperlukan upaya menggalangan
dana baik dari pemerintah pusat
dan daerah serta pihak swasta
sukatari.wordpress.com/...Festival untuk mendukung usaha
tayub 30 jam nonstop pelestarian seni tayub atau
diselenggarakan oleh pemerintah tayuban yang dilakukan baik di
kabupaten Grobogan Jawa Tengah, tingkat sanggar maupun
P.T. Jagung Hibrida Sulawesi dan perwadahan.
Rasika Marketama Event Organizer. 4. Keberadaan seni tayub atau
Kegitan berlangsung di GOR tayuban yang tersebar di
Simpang Lima Purwodadi, 31 berbagai propinsi, baik di Jawa
Agustus 2008. Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, maupun Daerah
SIMPULAN Istimewa Yogyakarta
Hasil pembahasan suatu merupakan kekayaan kesenian
permasalahn perlu dirumuskan daerah yang tumbuh
melalui suatu simpulan. Hasil berkembang di Indonesia.

18 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Moertono, Soemarsaid. 1985.
Negara dan Usaha Bina negara
Daftar Pustaka
di Jawa Masa Lampau.
Amir, Hazim. 1991. Nilai-Nilai Etis Jakarta: Yayasan Obor
dalam Wayang. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Sinar Harapan.
Peursen, C.A. van. 1989. Strategi
Bratawijaya Thomas Wiyasa. 1988. kebudayaan. Yogyakarta:
Upacara Tradisional Kanisius.
Masyarakat Jawa. Jakarta:
Pustaka Sinar Poerbatjaraka. 1952. Kapustakan
Harapan. Djawi. Jakarta: Djambatan.

Berg. C.C. 1974. Penulisan Sejarah Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan


Jawa. Terjemahan S. Gunawan. Seni Pertunjukan. Seri Esni No.
Jakarta: Bhratara. 4. Jakarta: Penerbit Sinar
Harapan.
Darmoko. 1998. Wahyu dalam
Lakon Wayang Kulit Purwa. Sujamto. 1991. Sabda Pandhita ratu.
Depok: FSUI. Semarang Dahara Prize.

-----------. 2002. ”Ruwatan Upacara Soekmono, R. 1991. Pengantar


Pembebasan Malapetaka: Sejarah Kebudayaan Indonesia
Tinjauan Sosio-Kultural Jilid 1-3. Yogyakarta:
Masyarakat Jawa” dalam Kanisisus.
Makara Seri Sosial Humaniora.
Depok: Sunoto. 1987. Menuju Filsafat
Lembaga Penelitian Indonesia. Yogyakarta: PT
Universitas Indonesia. Hanindita.

Djelantik, AAM. 1990. Pengantar Suseno, Franz Magnis. 1985. Etika


Dasar Ilmu Estetika: Estetika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi
Instrumental. Denpasar: Tentang Kebijaksanaan Hidup
Sekolah Tinggi Seni Indonesia Jawa. Jakarta: PT Gramedia.
(STSI).
Sutrisno Mudji dan Verhaak. 1994.
Mulder, Niels. 1984. Kebatinan dan Estetika: Filsafat Keindahan.
Hidup Sehari-Hari Orang Jawa: Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kelangsungan dan
Perubahan Kulturil. Jakarta: Daftar Sumber Gambar Dari
PT Gramedia. Google

Moeliono, Anton M dkk. 2011. jamansemana.com/2009/06/06/tayub


Kamus Besar Bahasa Indonesia. an
Edisi keempat. Jakarta: Penerbit dmosisboy.blogspot.com/2011/05.
PT Gramedia Pustaka Utama. jamansemana.com/2009/06/06/tayub
an

19 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


biznizboy.blogspot.com.2009/04/acar sukasari.wordpress.com.
a-tayuban.html. cabiklunik.blogspot.com/2010/05.
www.washingtonpost.com.../GA2010 dindamned.wordpress.com/.../bersih-
020402923.html. desa-tayuban
journal.oraltradition.org journal.oraltradition.org.
journal.oraltradition.org. sukatari.wordpress.com/...

20 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


PENGOBATAN TRADISIONAL PENYAKIT MATA PADA MANUSKRIP-
MANUSKRIP YANG TERSIMPAN DI YOGYAKARTA

Sri Harti Widyastuti


Universitas Negeri Yogyakarta

Abstracts
The writing is based on four manuscripts that contains fitotherapy of eye disease
namely Boekoe Primboen Djampi Djawi, Serat Primbon, Serat Primbon Jawi, and
Serat Primbon. The method used is the method of modern philology. The analysis
used is descriptive analysis. The validity the data iis measured by using semantic
validity, and reliability by using intrarater, the use of secondary data in the form
of a dictionary. The results showed, that based on the description of the
manuscript, it is possible that the texts in the Serat Primbon examined, is a
product of the era of new Java (18th century), in the transliteration was found
some words that are no longer popular in the community, in the translation that
has been done, there are also words that are difficult to translate because there is
no synonym word in the dictionary. In fitotherapy of eye disease there are 48
kinds of herbal ingredients which are grouped into 6 sections. Among the herbal
ingredients are herbal ingredients which is difficult to find its equivalent in
everyday life as well as in the dictionary, so it is possible these herbal ingredients
had not recognized by modern society today.

Key words: fitotherapy, manuscripts, eye disease

PENDAHULUAN manuskrip telah dilakukan, namun


Manuskrip merupakan harta penelitian-penelitian untuk
kultural yang diwariskan oleh nenek mengungkap isi, makna dan
moyang, didalam manuskrip pengetahuan yang ada didalamnya
dituliskan berbagai macam sistem belum banyak dilakukan. Hal
pengetahuan tradisional. Sistem tersebut disebabkan karena untuk
pengetahuan tersebut dibangun oleh dapat menjangkau isi teks diperlukan
masyarakat masa lampau dengan keahlian untuk dapat mentransliterasi
waktu yang sangat panjang dan dan menterjemahkan teks.
validitas yang dilakukan secara Dalam hal ini masyarakat
alamiah. Sistem pengetahuan menyerahkan kegiatan ini dalam
tersebut pada masyarakat modern kegiatan filologi. Tulisan ini
disebut kearifan tradisional. Pada merupakan pemaparan sebagian
masa kini preservasi manuskrip- temuan dari penelitian yang berjudul

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Fitotherapy dalam Naskah-naskah yang tinggal di daerah kadang tidak
Jawa (2013). Dalam manuskrip- bisa menjangkau dokter mata yang
manuskrip yang bahannya kadang praktek di kota. Untuk itu
dikhususkan pada manuskrip- maka fitotherapy mata ini dikupas
manuskrip yang berasal dari agar supaya dapat bermanfaat bagi
Yogyakarta dengan penggambaran masyarakat ilmiah maupun
yang menonjol terhadap upaya masyarakat umum.
penyembuhan penyakit mata.
Dibandingkan dengan penyakit- Kajian Teori
penyakit yang lain, penyakit mata Fitoterapi berasal dari kata fito
dibicarakan dalam empat naskah, dan terapi. Fito artinya tumbuhan,
empat naskah yang dimaksud adalah terapi artinya pengobatan. Jadi,
Boekoe Primboen Djampi Djawi, fitoterapi adalah pengobatan dengan
Serat Primbon, Serat Primbon Jawi, menggunakan bahan-bahan yang
dan Serat Primbon. Manuskrip- berasal dari tumbuhan (Romansah,
manuskrip tersebut tersimpan di 2009: 1). Menurut sejarahnya istilah
Museum Sanabudaya. Semula fitoterapi disebut oleh seorang dokter
peneliti mengambil enam naskah dari Prancis, bernama Henry Leclerc
sebagai sumber penelitian, namun (1870-1955). Tokoh tersebut banyak
hanya empat buah naskah yang menulis tentang tanaman obat yang
betul-betul memuat fitotherapy untuk diterbitkan dalam jurnal kedokteran
mata. Prancis yang termuka, yaitu La
Adapun alasan penulisan Presse Medicale. Sementara itu
fitotherapy untuk penyakit mata pada istilah obat herbal telah dikenal lebih
makalah ini disamping disebutkan dulu dari pada fitoterapi yang
seperti diatas bahwa penyakit mata merupakan satu sistem pengobatan
banyak dibicarakan dalam naskah yang berasal dari ribuan tahun yang
tersebut, juga karena penyakit mata lalu. Beberapa contohnya adalah
menjadi penyakit yang pengobatanya pengobatan dari Cina, Tibet, dan
hanya bisa dilakukan pada dokter Ayurveda dari India. Termasuk juga
spesialis. Sementara bagi masyarakat ahli pengobatan dari suku-suku asli

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


di Afrika, Amerika Utara, Amerika sayuran seperti anggur, apel, alpukat,
Selatan, dan suku-suku di pesisir laut pier, jagung, sledri, pisang, wortel,
menggunakan tanaman dalam setiap tomat (Sri Hartati, 2011: 3-123).
pengobatannya (Heinrich, 2009: Tumbuhan obat atau herbal
189). adalah tanaman yang secara
Istilah lain untuk fitotherapy tradisional digunakan untuk
adalah pengobatan herbal. fitoterapi. Hal yang penting
Pengobatan herbal adalah bentuk digunakan dalam fitoterapi adalah
pengobatan alternatif yang mencakup tanaman atau bagian yang dapat
penggunaan tanaman atau ekstrak berfungsi sebagai obat. Fitoterapi
tanaman yang berbeda. Herbal sering tidak memiliki dasar khusus atau
disebut jamu, obat botani, atau jamu metode ilmiah tertentu. Fitoterapi
medis (Rina Nurmalina, 2012: 11). diindikasikan bersumber dari
Aneka pengobatan herbal di pengalaman tradisi baik lisan
Indonesia biasanya menggunakan maupun dari naskah. Berdasarkan
tanaman-tanaman obat seperti penelitian terhadap Serat Centhini,
misalnya adas (foeniculum vulgare Widyastuti (2009: 10) menyatakan
Mill), alang-alang (imperata bahwa penggunaan tumbuhan obat
cylindrical (L)beauv.var.mayor adalah untuk kesehatan mencegah
(nees)C.E.Hubb), daun andong penyakit, mengurangi rasa sakit,
(cordyline fruticosa L), bayam duri menyembuhkan, dan mempercantik
(amaranthaceae), bluntas (pluchea diri. Adapun pola-pola
indica L), bunga pukul pengobatannya melalui bobok, loloh,
empat(mirabilis jarapa L), bunga oser, pupuk, pupuh, rimbang, untal,
pagoda (clerodendrum japonicum dan diminum.
(thunb)), belimbing wuluh (averrhoa Cedera dan penyakit pada mata
bilimbi L), cerme (phyllanthus acidus bisa mempengaruhi penglihatan.
(L.) skeels), cendana (santalum Kejernihan penglihatan dan
album linn), delima putih (punica ketajaman visual berkisar dari
granatum L.), dan lain-lain. Herbal kemampuan penglihatan penuh
juga memanfaatkan aneka buah dan sampai tanpa penglihatan sama

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


sekali. Apabila ketajaman menurun mata dengan cara meminum air
maka penglihatan menjadi kabur. rebusan kunyit dan bengle tersebut
Pada masyarakat modern sekarang ditambah jintan hitam yang
ini, dikenal pengobatan untuk ditumbuk (Hartatik, 2011 : 80).
penyakit mata dengan menggunakan Adapun jenis tanaman lain yang
ramuan ataupun dengan cara dipijat. berkhasiat untuk mengobati penyakit
Beberapa kelainan dan penyakit mata mata, yaitu meniran dan buah merah.
yang umum yaitu mata minus (rabun Tanaman meniran dapat digunakan
jauh atau miopia), mata plus (rabun untuk mengobati rabun senja dan
dekat atau hipermetropia), rabun bisul di kelopak mata, sedangkan
senja (xeropthalmia), trakhoma buah merah dapat digunakan untuk
(radang selaput ikat mata), katarak mengatasi berbagai jenis penyakit
(kekeruhan lensa mata), mata tua mata yang disebabkan kekurangan
(presbiopia), dan silinder vitamin A. (Djojoseputro, 2012 : 23
(astigmatis). & 142).
Dari berbagai penyakit tersebut,
pada masyarakat modern masih Cara Penelitian
menggunakan ramuan-ramuan untuk Penelitian ini menggunakan
pengobatan penyakit mata, salah satu metode penelitian deskriptif dengan
ramuan yang digunakan adalah pendekatan filologi. Pendekatan
tanaman wortel. Wortel merupakan filologi digunakan karena penelitian
jenis sayuran yang dapat ini menggunakan sumber data yang
dimanfaatkan untuk terapi mata, akar berupa naskah dan teks kuno
dan umbi wortel berkhasiat untuk (manuskrip). Penelitian ini
mengobati buta malam, radang menggunakan data yang berupa data
selaput malam dan lainnya (Gin tekstual, sehingga dapat disebut
Djing, 2008 : 34). Selain wortel sebagai penelitian kepustakaan
sebagai salah satu jenis tanaman (Bogdan dan Biklen dalam Widodo,
untuk mengobati penyakit mata, 2000: 123).
kunyit dan bengle juga dapat Penelusuran sumber data
digunakan sebagai obat penyakit penelitian ini berupa manuskrip

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Jawa, ditelusuri dengan studi pembacaan berulang-ulang terhadap
katalog. Berdasarkan studi katalog di naskah Jawa sebagai sumber.
Yogyakarta, ditemukan kurang lebih
6 judul manuskrip yang memuat HASIL DAN PEMBAHASAN
mengenai fitotherapy Jawa, akan Berdasarkan penelitian yang
tetapi manuskrip yang memuat telah dilakukan melalui tahap-tahap
fitotherapy penyakit mata ada 4 inventarisasi, maka didapatkan
eksemplar naskah. sejumlah 6 naskah yang ada di
Instrumen dalam penelitian ini kawasan Yogyakarta. Dari 6 naskah
berupa kartu data. Kartu data yang ditemukan, hanya 4 eksemplar
tersebut digunakan untuk mencatat naskah yang memuat fitotherapy
data-data yang relevan dengan penyakit mata. Diambilnya kawasan
penelitian. tersebut sebagai pengambilan data
Teknik analisis data yang disebabkan oleh, Yogyakarta
digunakan dalam penelitian ini merupakan kantong naskah yang
adalah teknik deskriptif. Langkah- tersimpan di Museum Sanabudaya,
langkah dalam menerapkan metode Perpustakaan Pura Pakualaman,
analisis deskriptif, berturut-turut (1) Perpustakaan Widya Budaya Kraton
reduksi data, (2) klasifikasi data, (3) Yogyakarta, Perpustakaan Balai
display data, (4) melakukan Bahasa, Perpustakaan Kirtigriya
penafsiran dan mengambil simpulan Taman Siswa, Perpustakaan Balai
(Kaelan, 2005: 68-71). Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Teknik keabsahan data yang Studi lapangan dilakukan setelah
digunakan dalam penelitian ini, yaitu dilakukan studi katalog. Adapun
menggunakan teknik validitas dan katalog-katalog yang digunakan
reliabilitas. Uji validitas yang untuk memandu pencarian data
digunakan adalah validitas semantik. adalah katalog dari Girardet, 1983:
Validitas semantik adalah memaknai Descriptive Catalogue of The
kata sesuai dengan konteksnya. Uji Javanese Manuscript and Printed
reliabilitas data dalam penelitian ini Books in The Main Libraries of
dilakukan dengan pengamatan dan Surakarta and Yogyakarta, katalog

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Florida, 2000: Javanese Literature in Transliterasi yang dilakukan
Surakarta Manuscripts Volume II menggunakan sistim transliterasi
katalog Saktimulya, 2005: Katalog standar dengan tetap
Naskha-naskah Perpustakaan Pura mempertahankan kekhasan bahasa
Pakualaman, katalog Behrend, 1990: sesuai dengan konteksnya.
Katalog Induk Naskah-naskah Standarisasi yang dilakukan terbatas
Nusantara Museum Sonobudaya pada standarisasi ejaan dari Jawa
Yogyakarta Jilid I. baru ke Jawa modern. Seperti
Setelah dilakukan inventarisasi penulisan /dj/ menjadi /j/, /oe/
naskah, sesuai dengan langkah menjadi /u/. Di bawah ini contoh
penelitian filologi kemudian transliterasi standar yang digunakan
dilakukan deskripsi naskah. sebagai obyek penelitian.
Deskripsi naskah bertujuan untuk 1. Transliterasi Naskah Buku
Primbon Jampi Jawi
menggambarkan naskah dan teks
Mata Hungis
secara jelas kepada pembaca, Punikå tåmbå lårå untu, walulang
kidang, gosongêna laju kinaryå sisig.
memberikan informasi terkait dengan
2. Transliterasi Serat
jati diri naskah yang meliputi nama Primbon
Måtå lårå
pemilik terdahulu, tempat
1. Måtå lårå: têmu irêng,
penyimpanan, nomor kodeks, judul, cêndhånå sari, woh pacar banyu,
angkup, godhong låråwudhu,
adanya pengantar atau tidak, adanya
sinthok, sêpranthu, laos têlung iris,
penutup atau tidak, keadaan mricå patang somah, bawang patang
siyung, uyah patang wuku, pinipis
manuskrip, jenis bahan manuskrip,
pilisnå.
jumlah baris, tebal manuskrip, 2. Måtå gatel: ron orang
aring, adas, pinipis pupuhnå.
ukuran manuskrip, ukuran margin,
3. Måtå lamur: jåhå kêling,
isi manuskrip, jenis manuskrip, pinipis binanyon banyu susuné wong
manak nêmbê, pupuhnå.
bentuk teks, sampul manuskrip, jenis
4. Måtå:jamunénampu,
huruf, penomoran halaman, ukuran brambang, lêmpuyang, awu anyar,
pinipis uyupnå.
huruf, bahasa teks, catatan di luar
5. Måtåumês mêtu banyu:
teks, serta mengetahui prakiraan tangkup jambé nom, kunir bêras 13
las, uyah sawuku, pinipis, pupuhnå.
kurun waktu teks ditulis.
6. Måtå umês manèh utåwå
blabur déning rêrêgêt: pupuh

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


lêmpuyang, pinipis lan kumukus, 3 iji
kabuntêl ing kapuk kapas Terjemahan yang digunakan
kapupuhaké.
adalah terjemahan harfiah dan
7. Måtå lamur: godhong
arpå2, bêras sak êlas, uyah sawuku, terjemahan isi. Terjemahan harfiah
pinipis banyuné pupuhnå.
untuk menjaga agar teks tidak
8. Måtå lamur: pupus
andhong ijo,manis jangan kamamah, bergeser dari keadaan semula arti
sêmburnå ing måtå.
diambil dari kamus, kamus yang
9. Måtå lamur: jintên irêng
ginêcak pupuhnå. utama digunakan adalah Kamus
10. Måtå bèhlèk:
Baoesastra Djawa Poerwadarminta,
godhongkêmlåkålan wohé, bawang
pinipis lérongnamukêng. 1939 cetakan pertama. Terjemahan
11. måtå mlêtik mårmå cacar:
isi menjadi solusi ketika makna dan
paku wesi dibobor binanyon jêruk
pêcêl winadhahan takir, êbun bunên arti tidak bisa dibangun dari makna
sawêngi usapnå tlapukané.
yang diambil dari kamus. Oleh
12. måtå mlêtik såkå cacar lan
liyané: lêgon cangkrang méncok karena itu, makna keseluruhan
têluning wit lêmpuyang, pinipis
disesuaikan dengan konteks dan isi
pilisnå.
13. måtå bengang: kunir kairis, teks. Di bawah ini terjemahan dari
pipisnå binakar diwor, racikané
naskah yang menjadi obyek
diêkum amrih lunturå, pinipis
pupuhnå utåwå pilisnå. penelitian.
14. måtå bengang maneh:
1. Terjemahan Teks Boekoe
godhong kêcipir, banyu susu nêmbê,
Primbon Djampi Jawi
pinipis pilisnå.
Mata hungis
15. måtå upanên: kapur barus,
kulit tala jamur, kemiri, lempuyang,
brambang, dalimå, banyu susu,
adas pulasari, dioleskan.
pinipis sipatnå.
2. Terjemahan Teks Serat
16. måtå jêlèh: kapur barus,
Primbon
brambang, dalimå, banyu susu,
Mata berair
pinipis pilisnå.
Ini orang jika ingin sembuh matanya
3. Transliterasi Naskah Sêrat
jika sakit angluh, dengan sarana
Primbon Jawi
darah kancil, usapkan dimata,
lårå mripat.
insyaallah sembuh .
Gêtih kancil.
3. Terjemahan Teks Sêrat
Gêtihing kancil kênå ginawé usådå
Primbon Jawi
wong lårå mripat.
Mata tidak bisa melihat
4. Transliterasi Naskah Serat
Akar yang berair, bulu ayam hitam,
Primbon
pisang yang belum matang, pelepah
lamur
sente hitam, ditumbuk kemudian
Yèn guluné kinaryå pupuh måtå
dioleskan, teteskan.
watêké luput lamur.

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


4. Terjemahan Naskah Serat Wuni lanang tigang lêmbar,
Primbon jêruk lilang pupuhênå.
Sakit mata Terjemahan :
Ini jika orang ingin mengobati mata wuni lanang tiga lembar, yeruk
dengan sarana empedu dari landak
nipis, dioleskan.
usapkan di mata, insyaallah sembuh.
5. Mata Dumuh (mata dumuh)
Berdasarkan penelitian yang Sayané jambé hênom, banyu
hoyot widuri lan sénté hirêng
telah dilakukan terdapat 4 manuskrip
raupnå.
yang memuat penyakit mata yaitu Terjemahan :
Pinang muda, air akar widuri lan
Boekoe Primbon Djampi Jawi, Serat
sente hitam, digunakan untuk
Primbon, Sêrat Primbon Jawi, Sêrat mencuci muka.
b. Primbon Jawi
Primbon, pengelompokan
1. Måtå gatêl
kategorisasi penyakit mata tersebut (mata gatel) Ros orang-aring,
adas, pinipis pupuhnå.
seperti di bawah ini.
Terjemahan:
Ruas orang-aring, adas,
ditumbuk, diteteskan.
Fithoterapy Penyakit Mata
2. Måtå lamur (katarak)
a. Boekoe Primbon Djampi Jawi Jåhå kêling pinipis, binanyon
banyu susunè wong manak nêmbè,
1. Mata Hungis (mata hungis)
pupuhnå.
Kulit tålå jamur, kêmiri,
Terjemahan:
lêmpuyang, hadas, pulåsari,
Buah keling ditumbuk, diberi air
pupuhênå.
susu orang yang baru
Terjemahan :
melahirkan, diteteskan.
kulit tala jamur, kemiri,
3. Måtå umês (mata berair)
lempuyang, adas pulasari, dioleskan.
Utåwå blabur dèning rêrêgêd,
2. Lara Mata (Sakit mata)
pupuhå lêmpuyang kapipis lan
Gåndåruså pinilisakên.
kumukus têlung iji, kabuntêling
Terjemahan :
kapuk kapas, kapupuhakè.
Gandarosa ditempelkan di dahi.
Terjemahan:
3. Mata Maletis (mata maletis) Atau pandangan kabur
Bawang kalih siyung, dikarenakan kotoran, diteteskan
lêmpuyang dimamah, uyah lempuyang yang ditumbuk dan
tigang wuku, pupuhênå. kumukus tiga biji, dibungkus
Terjemahan : kapuk kapas, kemudian
Bawang putih dua siyung, diteteskan.
4. Måtå bèlèk (mata belekan)
lempuyang dikunyah, garam tiga
Godhong kêmlåkå, wohè
biyi, dioleskan. bawang, pinipis, lèrongnå
mutêng.
4. Wuta (Buta)
Terjemahan:

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Daun kemloko, buah bawang, uyah patang wuku, pinipis
ditumbuk, dioleskan ke mata. pilisnå.
5. Måtå malêtik margå cacar Måtå gatel: ron orang aring,
(bintik putih pada mata yang adas, pinipis pupuhnå.
disebabkan karena cacar) 2. Måtå lamur: jåhå kêling, pinipis
Pakuwêsi binanyon jêruk pêcêl binanyon banyu susuné wong
diwadhahi takir, êmbun êmbunå manak nêmbê, pupuhnå.
sawêngi usapnå têlapukanè. 3. Måtå: jamunénampu, brambang,
Terjemahan: lêmpuyang, awu anyar, pinipis
Pakuwesi diberi air jeruk purut uyupnå.
dimasukan dalam wadah, 4. Måtå umês mêtu banyu: tangkup
diembunkan selama semalam, jambé nom, kunir bêras 13 las,
dan diusapkan pada bagian uyah sawuku, pinipis, pupuhnå.
kelopak mata. 5. Måtå umês manèh utåwå blabur
6. Måtå bêngang (bintitan) Kunir déning rêrêgêt: pupuh
sakiris, pipisan binakar, diwor lêmpuyang, pinipis lan kumukus,
racikanè, diêkum amrih 3 iji kabuntêl ing kapuk kapas
lunturrå, pinipis pupuhnå utåwå kapupuhaké.
pilisnå. 6. Måtå lamur: godhong arpå2,
Terjemahan: bêras sak êlas, uyah sawuku,
Kunyit satu iris, ditumbuk pinipis banyuné pupuhnå.
kemudian dibakar, dicampurkan, 7. Måtå lamur: pupus andhong
direndam sampai luntur, ijo,manis jangan kamamah,
ditumbuk kemudian diteteskan sêmburnå ing måtå.
atau dioleskan. 8. Måtå lamur: jintên irêng
7. Måtå buwanên (mata tidak bisa ginêcak pupuhnå.
melihat) 9. Måtå bèhlèk: godhong kêmlåkå
Oyod kang ånå banyu, lar ayam lan wohé, bawang pinipis
irêng, gêdhang sêpêt kang lérongna mukêng.
matêng, papah sènthè irêng 10. måtå mlêtik mårmå cacar: paku
kapipis pilisnå, pupuhnå. wesi dibobor binanyon jêruk
Terjemahan: pêcêl winadhahan takir, êbun
Akar yang berair, bulu ayam bunên sawêngi usapnå
hitam, pisang yang belum tlapukané.
matang, pelepah sente hitam, 11. måtå mlêtik såkå cacar lan
ditumbuk kemudian dioleskan, liyané: lêgon cangkrang méncok
teteskan. têluning wit lêmpuyang, pinipis
c. Sêrat Primbon Jawi pilisnå.
1. Måtå lårå (Sakit mata) 12. måtå bengang: kunir kairis,
Måtå lårå: têmu irêng, pipisnå binakar diwor, racikané
cêndhånå sari, woh pacar diêkum amrih lunturå, pinipis
banyu, angkup, godhong pupuhnå utåwå pilisnå.
låråwudhu, sinthok, sêpranthu, 13. måtå bengang maneh: godhong
laos têlung iris, mricå patang kêcipir, banyu susu nêmbê,
somah, bawang patang siyung, pinipis pilisnå.

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


14. måtå upanên: kapur barus, Mata mletik karena cacar. Paku
brambang, dalimå, banyu susu, wesi dibobor diberi air jeruk
pinipis sipatnå. pecel ditaruh di takir,
15. måtå jêlèh: kapur barus, diembunkan semalam lalu
brambang, dalimå, banyu susu, diusapnkan di kelopak.
pinipis pilisnå. Mata mletik karena cacar dan
lainnya. Legon cangkrang
Terjemahan: hinggap di sela pohon
Sakit mata. Temu hitam, sari lempuyang, ditumbuk,
cendhana, biji pacar banyu, dibubuhkan dipelipis.
angkup, daun lara wudhu, Mata bengang. Irisan kunyit,
sinthok, sepranthu, lengkuas tiga ditumbuk lalu dibakar, racikan
potong, merica empat somah, didicampu lalu direndam sampai
bawang putih empat siyung, luntur, ditumbuk dibubuhkan
garam empat wuku, ditumbuk, atau dipilis.
dibubuhkan di dahi. Mata bengang lagi. Daun
Mata gatal. Daun orang aring, kecipir, air susu yang baru,
adas, ditumbuk, dibubuhkan. ditumbuk, dipilis
Mata lamur. Jaha keeling, Mata upanen. Kapur barus,
ditumbuk ditambah air susu bawang merah, dalima, air susu,
orang yang baru melahirkan, ditumbuk, disipatkan.
dibubuhkan. Mata jeleh. Kapur barus,
Mata. Jamunya nampu, bawang bawang merah, dalima, air susu,
merah, lempuyang, abu yang ditumbuk, dipiliskan.
baru, ditumbuk, diminum. d. Sêrat Primbon.
Mata umes keluar air. Tangkup 1. lårå mripat.(Sakit mata) Gêtih
jambe muda, kunyit, beras 13 kancil.
biji, garam sewuku, ditumbuk, Gêtihing kancil kênå ginawé
dibubuhkan. usådå wong lårå mripat.
Mata umes atau buram karena Terjemahan
kotoran. Pupuh lempuyang, Darah kancil dapat digunakan
ditumbuk dan dikukus, 3 biji untuk mengobati orang sakit
dibungkus dalam kapas lalu mata
dibubuhkan. 2. mripat lamur (Mata rabun)
Mata lamur. Daun arpa2, beras Dårå.
se elas, garam sewuku, Gêtih dårå irêng mulus, kanggo
ditumbuk, airnya dibubuhkan. tambané mripat lamur.
Mata lamur. Pupus andhong Terjemahan
hijau, manis jangan dikunyah, Darah burung dara yang
disemburkan ke mata. berwarna hitam mulus, untuk
Mata lamur. Jinten hitam mengobati mata rabun.
digeprak lalu dibubuhkan. 3. måtå lårå
Mata belek. Daun kemlaka dan (Sakit mata) Rêmpêluning
bijinya, bawang putih ditumbuk landak kênå ginawé sarånå
lerongnamukeng. nambani måtå lårå, isi 2
disipataké ing tlapukan.

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Terjemahan rêmpêluning landak, sinipatnå
Empedu landak dapat digunakan ing nétrå, insaallåh waras.
sebagai sarana mengobati sakit Terjemahan
mata, yang berisi dua Ini jika orang ingin mengobati
ditempelkan dikelopak mata. mata dengan sarana ampela dari
bêtah mêlèk landak usapkan di mata,
4. (Kuat begadang) Lèk insyaallah sembuh.
Marahi bêtah mêlèk, putihing 8. lamur (Rabun) Iki wong yèn
êndog pitik, sulur waringin, arså waras nggoné lamur,
walang bêras lan walang watu, asêrånå gêtihing dårå irêng,
pinipis, winayokaké sawêngi, karyanên sipating maripat,
kinaryå sipat. insaallåh waras.
Terjemahan Terjemahan
Putih telur ayam, akar tumbuhan Ini orang jika ingin sehat dalam
waringin terkubur walang beras (sakit) rabun, dengan sarana
dan walang batu, dihaluskan, darah dari burung dara hitam,
didiamkan semalam sebagai gunakanlah untuk mengusapkan
kebiasaan. di mata, insyaallah sembuh.
5. lårå angluh (Penyakit mata 9. lamur (Rabun) Yèn guluné
berair) Iki wong yèn arså waras kinaryå pupuh måtå watêké
nétrané yèn lårå angluh, luput lamur.
asêrånå gajihing kancil usap- Terjemahan:
usapnå ing damalakan, Jika leher (burung pelatuk
insaallåh adoh lêlarané bawang) sebagai tamba pipisan
Terjemahan mata supaya hilang rabun(nya
Ini jika orang ingin sembuh 10. pupuhing måtå Sakit mata
penyakit matanya jika sakit Yèn gêtihé kinaryå pupuhing
angluh, dengan sarana gajih dari måtå watêké luputing lårå.
kancil usap-usapkan di Terjemahan:
telapakan, insyaallah jauh dari Jika darah dari (burung pelatuk
penyakitnya. bawang) sebagai obat tetesnya
6. lårå angluh mata supaya hilang sakitnya.
(Sakit mata berair) Iki wong yèn 11. (sakit nêtra Sakit mata)
arså waras nétrané yèn lårå Panjawat kang têngênipun
angluh, asêrånå gêtihing kancil, wulung lêmbar åjå luwih, nèng
kasipatnå ing nétrå, insaallåh papadon ing lor wétan, dadyå
waras. tåwå panasnèki, gêtih dèn
Terjemahan akingkên ika, winor lawan
Ini orang jika ingin sembuh bawang abrit.
matanya jika sakit angluh, Lawan adas nulyå kinum, ing
dengan sarana darah kancil, toyå nèng pinggan putih, karyå
usapkan dimata, insyaallah jampi sakit nêtra, pinupuhakên
sembuh. nétrå tumuli, insaallah dadyå waras
7. (Sakit mata) Iki wong yèn arså Terjemahan:
nambani nétrå kaisèn, asêrånå Lembar jangan lebih, di
peraduan di utara timur jadilah

11 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


penawar panasnya, darah Pulasari, Orang-aring, Jaha keeling,
dikeringkan, dicampur dengan
Cendana, Manis jangan
bawang merah.
Kemudian adas direndam di air 5. Kelompok Buah
dalam pinggan putih, kemudian
Jeruk lilang, Pisang sepet, Dalima
dijadikan jamu untuk sakit mata
dengan cara dipupuhkan, 6. Kelompok Lain-lain
insyaallah akan sembuh.
Kulit tala jamur, Garam, Air akar
Berdasarkan kategorisasi widuri, Kapuk kapas, Air jeruk nipis,
tersebut, maka dapat diperoleh Bulu ayam, Abu, Kapur barus, Darah
pengelompokan kategori bahan- kancil, Darah burung dara, Ampela
bahan yang digunakan sebagai obat landak, Gajih kancil, Air susu ibu
penyakit mata. Pengelompokan yang baru melahirkan
bahan-bahan ini dikategorikan ke
dalam kelompok dedaunan, biji- Dari tabel pengelompokan
bijian, tanaman, kayu, buah-buahan bahan-bahan untuk penyakit mata di
dan kelompok lain-lain. atas dapat dilihat bahwa 48 bahan-
Pengelompokan kategori bahan- bahan obat untuk penyakit mata yang
bahan seperti di bawah ini. paling banyak digunakan adalah dari
1. Kelompok Daun jenis kelompok lain-lain. Kelompok
Gandarosa, Wuni lanang, lain-lain tersebut diantaranya yaitu
Kemlaka, Larawudhu, Orang- kulit tala jamur, garam, air akar
aring, Arpa-arpa, Kecipir widuri, kapuk kapas, dan lain-lain
2. Kelompok Biji yang sudah disebutkan dalam tabel di
Kemiri, Hadas, Kemukus, Biji atas. Dari kelompok lain-lain
bawang, Biji pacar, Seprantu, Sintok, tersebut, bahan-bahan yang sulit
Merica, Beras, Jinten hitam dijangkau oleh masyarakat jaman
3. Kelompok Tanaman sekarang diantaranya darah kancil,
Lempuyang, Bawang putih, Sente darah bururng dara, ampela landak,
hitam, Paku wesi, Kunyit, Papah gajih kancil dan air susu ibu yang
sente hitam, Temu hitam, Lengkuas, baru melahirkan.
Bawang merah
4. Kelompok Kayu SIMPULAN

12 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Berdasarkan hasil penelitain dan sesuai dengan konteksnya.
pembahasan yang telah diuraikan di Standarisasi yang dilakukan terbatas
atas, didapatkan beberapa simpulan, pada standarisasi ejaan dari Jawa
adapun simpulan-simpulan tersebut baru ke Jawa modern.
adalah sebagai berikut. 4. Terjemahan
1. Inventarisasi naskah Terjemahan yang digunakan adalah
Didapatkan 6 naskah yang terjemahan harfiah dan terjemahan
mengandung fitotherapy dalam isi. Terjemahan harfiah untuk
manuskrip Jawa yang terdapat menjaga agar teks tidak bergeser dari
dikawasan Yogyakarta. Akan tetapi keadaan semula arti diambil dari
naskah yang mengandung fitotherapy kamus. Terjemahan isi menjadi
penyakit mata hanya 4 eksemplar solusi ketika makna dan arti tidak
naskah saja. Inventarisasi naskah bisa dibangun dari makna yang
dilakukan dengan cara studi katalog diambil dari kamus. Kedua
dan studi lapangan. terjemahan ini disesuaikan dengan
2. Deskripsi naskah konteks dan isi teks.
Deskripsi naskah dilakukan untuk 5. Fitotherapy manuskrip Jawa
menggambarkan naskah dan teks Fitotherapy penyakit mata terdapat
secara jelas kepada pembaca, 48 bahan jamu. diantara bahan-bahan
memberikan informasi terkait dengan jamu tersebut terdapat bahan jamu
jati diri naskah. Berdasarkan yang sulit untuk dicari padanan
deskripsi naskah yang telah dalam kehidupan sehari-hari maupun
dipaparkan, tampak bahwa naskah dalam kamus, sehingga
yang menjadi objek teliti merupakan dimungkinkan bahan-bahan jamu
naskah yang terawat dan mudah tersebut sudah tidak dikenal oleh
dibaca. masyarakat modern jaman ini.
3. Transliterasi
Transliterasi yang dilakukan DAFTAR PUSTAKA
menggunakan sistem transliterasi Baroroh-Baried, Siti, dkk.1985.
Pengantar Teori filologi.
standar dengan tetap
Jakarta: Pusat Pembinaan dan
mempertahankan kekhasan bahasa Pengembangan Bahasa

13 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Depertemen Pendidikan dan Gin Djing, Oei. 2008. Terapi Mata
Kebudayaan. dengan Pijat dan Ramuan.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Chamamah-Soeratno, Siti. 1997.
“Naskah Lama dan Heinrich, Michael, dkk. 2009.
Relevansinya dengan Masa Farmakognosi dan Fitoterapi.
Kini”. Tradisi Tulis Nusantara. Jakarta: EGC.
Jakarta: Masyarakat
Pernaskahan Nusantara. Kaelan. 2005. Metode Penelitian
Kualitatif Bidang Filsafat.
Darusuprapta.1984. Beberapa Yogyakarta: Paradigma.
Masalah Kebahasaan dalam
Penelitian Rina Nurmalina. 2012. Herbal
Naskah.Widyaparwa.nomor 26, Legendarisuntuk Kesehatan
Oktober 1984. Yogyakarta; Anda. Jakarta: Kompas
Balai Penelitian Bahasa Pusat Gramedia.
Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan Romansah. 2009.
dan Kebudayaan. http://www.romansah.wordpress
.com/2009/02/16/pengetian-
Sri Hartati. 2011. Pengobatan herba-erbalogi/ dan-fitoterapi/.
dengan Herbal dan Pijat
Refleksi. Cara Mudah Hidup Sri Hartatik. 2011. Pengobatan
Sehat Alami. Surabaya: Bintang dengan Herbal dan Pijat
Usaha. Refleksi. Cara Mudah Hidup
Sehat Alami. Surabaya: Bintang
Erna Widodo dan Mukhtar. 2000. Usaha Jaya.
Konstruksi ke Arah Penelitian
Deskriptif. Yogyakarta: Soedarso Djojoseputro. 2012. Resep
Avyrouz. dan Khasiat Jamu Tradisional
Nusantara. Surabaya: Liris

14 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


PERAN WALI SANGA DALAM KHASANAH KESUSASTRAAN JAWA

Imam Sutardjo
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract
Javanese literary work creation and product from “Wali Sanga” in the
spread of Islam in Java in form of literary works: “suluk, pewayangan, tembang
macapat, and lagu dolanan”. If those four types of literary works aer studied, it
will be very benefit and valued in giving various virtue of life teaching. Human
life to be quality, to be the prime man, have a good character, supreme, wikan
sangkan paran, „understand the form and the purpose of human return‟, and also in
the searching of life excelently. Those Wali Sanga literary work also can add
wealth and repertoire of valuable Javanese literature development. Various
teaching which packed in those marks, need to be revealed to be exemplified and
applicated in daily life like hidden pearl and also the sea of Javanese literature
value‟s wealth which contains of Islamic philosophy.

Keywords: Javanese literature, product, wali sanga, development, primacy of


life

PENDAHULUAN dimaksudkan untuk dinyanyikan dan


Para sosiolog mengakui bahwa didengarkan (Ras, 1983). Karena
sastra sebagai salah satu sumber pada dasarnya masyarakat Jawa
informasi mengenai tingkah laku, tradisional lebih senang
nilai-nilai, dan cita-cita yang khas mendengarkan daripada membaca
pada anggota-anggota setiap lapisan atau belajar sendiri; seperti dalam
yang ada di dalam masyarakat, pada menguasai cerita
kelompok-kelompok kekeluargaan epos Ramayana danMahabarata kare
atau pada generasi tertentu; dan na seringnya mendengarkan dan
sastra Jawa merupakan salah satu melihat pertunjukan
bagian dari kekayanaan sastra wayang.Situsasi dan kondisi
Indonesia (Sri Widati Pradopo masyarakat Jawa tersebut segera
(1984). Sastra Jawa tradisional yang dimanfaatkan oleh wali sanga dalam
tersebar di bumi pertiwi ini menyebarkan syiar agama Islam di
mayoritas digubah dalam bentuk tanah Jawa yang masyarakatnya
puisi atau metrum tembang, telah menganut agama Hindu. Maka
dikarenakan pada mulanya dari itu, dalam

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


historis perkembangan Islam di Jawa ini para ahli sejarah sebetulnya masih
tidak dapat dipisahkan adanya berselisih paham, dan belum ada
peranan para wali. Mereka kesatuan pendapat (Solichin Salam,
dipandang dan dianggap sebagai 1960).
penuntun, pelopor dan penyebar Wali sanga adalah perubahan
agama Islam di tanah Jawa. Sehingga dari pelafalan wali sana.
para wali tersebut merupakan Kata sanaberasal dari kata
lembaga penyebaran Islam di Jawa, Arab tsana, yang searti
dan lebih dikenal dengan nama wali dengan mahmud. Sehingga ada
sanga. pendapat lain yang menyebut
Berdasarkan legenda yang hidup bahwa wali sana, artinya „wali-wali
di kalangan masyarakat luas dari terpuji‟ (Karkono, 1990). Penulis
abad ke abad dan dari masa ke masa dalam hal ini tidak bermaksud
dinyatakan, bahwa para pelopor menitikberatkan kepada nama-nama
Islam di tanah Jawa itu dikenal atau silsilah-silsilah mereka,
sebagai wali sanga. Adapun para melainkan bagaimana perjuangan
wali sanga itu terdiri dari sembilan para wali dalam rangka menciptakan,
orang wali, yaitu: Sunan Giri, Sunan berkarya dan mengembangkan
Ampel, Sunan Bonang, Sunan khasanah kasusastran Jawa. Para
Drajat, Sunan Muria, Sunan Kudus, wali sanga tersebut selain sangat giat
Sunan Kalijaga, Sunan Gurungjati, dalam menyebarkan agama samawi,
dan Sunan Gresik atau Maulana agama panutan baru yaitu Islam, ada
Malik Ibrahim. Bahkan ada pula juga yang semangat menulis pustaka
yang menyebutkan Syekh Siti Jenar yang isinya membahas tata
semula adalah salah seorang dari kehidupan yang didasarkan pada
anggota wali sanga yang karena agama Islam (Dojosantosa, 1986).
ajaran-ajarannya dipandang Maka dari itu, peran wali
berbahaya dan menyesatkan, sanga dalam perkembangan pustaka
akhirnya dikeluarkan dari atau khasanah kasusastran Jawa
keanggotaan wali sanga. Mengenai perlu diurai dan diungkapkan dalam
nama-nama dari anggota wali sanga tulisan makalah yang sederhana ini.

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan
Makna Wali dan Strategi
Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan
Penyiaran Agama
Poerwadarminta (1939) Bayat; sedangkan Sunan Gunung Jati
menjelaskan bahwa wali berasal dari berlokasi di daerah Jawa Barat.
bahasa Arab Waliyullah yang berarti Ditilik dari penempatan jumlah
„orang suci, orang Islam yang para wali di daerah Jawa Timur dan
menyebarkan agama Islam Jawa Tengah, yang masing-masing
khususnya di tanah Jawa‟. Mereka daerah tersebut ditempatkan empat
dipandang sebagai orang suci dan orang wali, ketimbang di daerah
sebagai waliyullah, sebagai kekasih Jawa Barat hanya ditempatkan
dan wakil Allah. Lama-kelamaan seorang wali. Hal ini menunjukkan
dalam alam pikiran dan tradisi bahwa kedua daerah itu (Jatim dan
masyarakat Jawa para Wali Sanga itu Jateng), pengaruh agama Hindu
mendapatkan sebutanSunan, maupun Buda sangatlah kuat, kalau
singkatan dari kata boleh disebut merupakan pusat
jadian Susuhunan, dari kekuasaan politik kerajaan-kerajaan
kata Suhun „Sembah‟, artinya orang non-Islam, seperti Majapahit dan
yang patut dan pantas dihormati dan sebagainya yang merupakan pusat
dimintai; orang yang patut dijunjung agama pra Islam; di daerah tersebut
tinggi dan disegani (Dojosantosa, pengaruh agama maupun
1986). Akibat daripada anggapan kebudayaan lama masih berakar
yang demikian itu, maka makam dalam masyarakat.
mereka dikramatkan oleh sebagian Berdasarkan kenyataan-
masyarakat. Dari letak makam- kenyataan itulah pentingnya
makam para wali itulah dapat dipelajari dan dikaji
diketahui lokasi dan daerah mereka bagaimana strategi syiar dan
dahulu hidup serta menjalankan syiar pemencaran/ penyebaran Islam yang
dan operasi penyiaran Islam. dilakukan para wali sanga, sesuai
Misalnya: di daerah Jawa Timur oleh dengan situasi dan kondisi di
Sunan Ampel, Sunan Giri dan Sunan zamannya, setelah mengadakan
Drajat, lokasi Jawa Tengah oleh observasi dan penelitian secara

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


seksama. Misalnya, pada waktu menyempurnakannya” (Umar
Sunan Kalijaga mengusulkan agar Hasyim, 1974).
adat-istiadat masyarakat Jawa Metode Penelitian
seperti: selamatan, nyer Jenis penelitian ini adalah
tanah „sedekah bumi‟, upacara penelitian pustaka atau library
selamatan tiga hari, lima hari, tujuh research (Kartini Kartono, 1983),
hari, empat puluh hari, seratus yaitu data yang dikumpulkan dan
hari, mendhak „genap‟, yakni genap dikaji berupa kata-kata, kalimat atau
satu tahun, dan seribu hari sesudah teks dalam buku, majalah, syair lagu-
kematian, bersesaji dan lain-lain lagu dalam rekaman kaset atau CD.
dimasuki dengan jiwa keislaman. Bentuk penelitian adalah kualitatif
Maka Sunan Ampel pun bertanya, deskriptif (Attar Semi, 1993), yaitu
“Apakah hal ini tidak semua sistem tanda tidak ada yang
mengkhawatirkan dikemudian hari? patut diremehkan, semua penting dan
Bahwa adat-istiadat dan upacara- mempunyai pengaruh dan kaitan
upacara lama itu nanti akan dianggap dengan yang lain. Dengan
sebagai ajaran Islam. Sebab kalau mendeskripsikan segala sistem tanda
demikian nanti apakah hal ini tidak (semiotik) akan memberikan suatu
akan menimbulkan bid‟ah”. pemahaman yang lebih komprehensif
Sementara itu Sunan Kudus mengenai apa yang sedang dikaji.
menyampaikan pendapatnya, “Saya Bentuk kualitatif mampu memberi
setuju dengan pendapat Sunan rincian yang kompleks tentang
Kalijaga. Sebab menurut pelajaran fenomena yang sulit diungkap oleh
agama Hindu/ Buda itu ada bentuk kuantitatif (statistik).
kesamaannya dengan ajaran Islam, Penelitian ini menggali informasi
yaitu orang yang kaya harus terhadap objek kajian dengan
menolong kepada fakir miskin. mendeskripsikan semua sistem tanda
Adapun mengenai kekhawatiran yang dapat memberikan pemahaman
Sunan Ampel, saya berkeyakinan mendalam (Sutopo, 2002: 35),
bahwa dikemudian hari akan ada khususnya terhadap khasanah
kaum muslimin yang akan kesastraan Jawa karya wali sanga,

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


yang meliputi sastra tembang yang ditempuh Sunan Kudus dalam
macapat, lagu-lagu dolanan, sastra melaksanakan tugasnya untuk
pewayangan dan sastra mistik menyebarkan Agama Islam di daerah
(suluk). Pengumpulan Kudus dan sekitarnya. Sebagaimana
data dilakukan melalui teknik catat diketahui, sapi adalah binatang yang
atau pustaka, dan observasi untuk amat dihormati oleh pemeluk agama
mengamati, mengetahui dan Hindu. Untuk tidak menyinggung
mengungkap nilai-nilai keislaman serta menyakiti hati masyarakat
serta filosofis dalam kesusastraan terhadap kepercayaan agamanya
Jawa ciptaan wali sanga. yang lama, dan untuk tidak
menimbulkan perasaan antipati
HASIL DAN PEMBAHASAN terhadap agama yang baru
Para wali sanga pada dekade dikenalnya, maka Sunan Kudus
kurang lebih lima abad yang lampau, melarang masyarakat untuk
amat bijaksana dalam menjalankan menyembelih binatang sapi. Fakta
tugasnya dalam penyebaran agama. sejarah ini diselimuti dengan suatu
Mereka benar-benar mengenal legenda atau folklore yang
medan yang hendak digarapnya, menyatakan, bahwa dahulu Sunan
memahami perasaan dan aspirasi Kudus pada suatu hari pernah merasa
yang hidup di kalangan masyarakat. dahaga, dan ada orang yang
Di dalam menyampaikan ajarannya menolongnya dengan disuguhi
sebagai suatu agama yang baru bagi minuman air susu sapi. Untuk
masyarakat, para wali sanga sangat membalas kebaikan budi dan sebagai
berhati-hati dan peka. Sifatnya rasa terima kasihnya, maka Sunan
mengemong dan mendidik serta Kudus melarang kepada
bukan bersifat mendikte atau pun masyarakatnya untuk menyembelih
memaksa. Para wali sanga dalam binatang sapi. Begitu patuhnya
berdakwah kepada orang lain bersifat masyarakat Kudus terhadap perintah
persuasif, bukanlah indoktrinair. Sunan Kudus ini, maka hingga
Dalam korelasi tersebut dapat dewasa ini tidak ada seorang
diungkapkan suatu kebijaksanaan penduduk di daerah Kudus yang

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


berani menyembelih sapi. Sehingga utile, maka dari itu para wali juga
Pakubuwana IV mengabadikan memilih sastra tembang. Pendapat
dalam salah satu bait dari Serat lain mengatakan bahwa pada
Wulang Reh, yang berbunyi: dasarnya suku bangsa Jawa itu
Tedhaking Kudus tan kena, sangat senang terhadap tembang.
Adhahara daging sapi,
Sebagai bukti bahwa serat„buku-
..................................... (pupuh XII
Tembang Sinom, bait 32) buku‟ Jawa klasik hampir semua
dibuat dalam bentuk tembang, jarang
Artinya:
Keturunan atau masyarakat Kudus dalam bentuk gancaran „prosa‟
tidak boleh
(Darusuprapta, 1982).
Makan daging sapi,
................................................ Sebagai homo fabulans, seorang
anak telah memperoleh pengalaman
Masyarakat Kudus sekarang ini
sastra semenjak kecil di pangkuan
banyak yang makan daging sapi,
ibunya. Hal ini terlihat dalam pantun:
tetapi tidak berani menyembelih.
Keplok ami-ami
Artinya daging sapi itu adalah hasil
Walang kupu-kupu
pemotongan dari daerah atau kota Awan maem roti
Bengi mimik susu.
lain, seperti dari Pati atau kota
lainnya. Pantangan Sunan Kudus Sebuah pantun sederhana di atas
dalam Serat Wulang Reh ini telah memuat unsur-unsur puisi.
sekarang mengalami pergeseran, Anak kecil ini telah mulai belajar
karena masyarakat Kudus banyak menjadi manusia bersastra. Hal ini
yang boleh dan berani makan daging telah terdengar, dipelajari, dan
sapi, hanya dilarang menyembelih. lambat laun dikuasainya. Begitulah
Kebijaksanaan para wali dalam anak sejak kecil telah mulai hidup
penyebaran agama juga terlihat pada bersastra lewat penggunaan bahasa
hasil karya sastranya, yaitu melalui lisan (Teeuw, 1983). Barangkali hal
karya seni atau lagu-lagu dolanan, ini membuat para wali menggunakan
serta puisi tradisional (tembang sastra lisan (tembang) dalam
macapat), sastra suluk dan lewat menyebarkan agamanya.
sastra pewayangan. Karena karya Sebagaimana lazimnya dalam karya
sastra hakikatnya bersifat dulce et sastra, dalam sastra Jawa pun

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


didapati penggunaan bahasa dalam Muria menciptakan lagu
sifat literer „lugas‟ Sinom dan Kinanthi, Sunan Drajat
maupun figuratif „kias‟. Bahasa menciptakan lagu Pangkur (Umar
lugas dengan sifat acuan makna yang Hasyim, 1974). Namun juga ada
denotatif, berada pada pendapat bahwa wali sanga hanyalah
tataranlinguistic level „tataran sekedar mempopulerkan nama-nama
kebahasaan‟. Sedangkan bahasa kias tembang macapat. Hal itu terlihat
memiliki sifat acuan makna yang bahwa dalam karya-karya kidung
konotatif, dan berada pada tataran yang diciptakan pada jaman
mistis (Sutadi Wiryatmaja, 1982). Majapahit akhir telah menggunakan
Bahasa kias inilah yang sering tembang macapat.
digunakan para wali dalam rangka Bukti bahwa wali sanga
penyebaran agama, sehingga syair- adalah pencipta tembang macapat
syair karya para wali perlu dapat diperhatikan dalam
diinterpretasi karena penuh tembang Dhandhanggula di bawah
ambiguitas filsafati. ini:
Dalam tulisan ini disajikan dan “Kang winahya sinawung ing
tulis/ Sinembadan rinengga ing
dipaparkan beberapa hasil
tembang/
kesusastraan Jawa karya para Wali Kang jinumbuh caritane/
Mancapat aranipun/
yang masih terkenal di masyarakat,
Iyasane jeng para wali/
yaitu. Lumrang praja nalendra/
Winuwuh winangun/ Marma
1. Tembang Macapat
ingaranan tembang/
Para wali yang berjasa dalam Kanthi tembung kang winor ing
tatakrami/
menciptakan tembang
Tumanduk ing
macapat adalah: Sunan Kalijaga sesama//”.(Kusumadiningrat,
1984)
menciptakan tembang
Dhandhanggula, Sunan Giri
Timbulnya tembang macapat
menciptakanAsmaradana dan Pocug.
pada jaman Majapahit akhir, sewaktu
Sunan Bonang menciptakan Durma,
pengaruh Hindu semakin berkurang
Sunan Kudus menciptakan tembang
dan rasa persatuan bangsa Indonesia
Maskumambang dan Mijil, Sunan
semakin kuat.

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Bentuk kakawin dengan metrum telah berpegang pada jitungan, yakni
Hindu semakin terdesak atau suatu pohon, tiang atau tonggak
tersingkir, dan yang telah ditentukan
muncullah kidung serta tembang terlebih dahulu.
macapat dengan metrum Jawa asli Permainan tersebut
(Darusuprapta, 1982). dimaksudkan untuk mendidik anak-
2. Lagu Dolanan anak mengenai keselamatan hidup.
Wali sanga yang sangat Seseorang apabila telah berpegang
berperan dalam menciptakan lagu kepada agama yang berdasarkan
dolanan atau lagu anak-anak adalah kepada Ketuhanan Yang Maha Esa
Sunan Giri. Ia terhitung seorang (Allah SWT). Maka manusia
paedagog yang berjiwa demokratis. (buronan) itu akan selalu atau
Beliau mendidik anak-anak dengan selamat dari pemburunya (iblis yang
jalan membuat bermacam-macam sangat tinggi dimensinya). Di
permainan yang bernafas atau samping bentuk permainan di atas
berjiwa agama, seperti: lagu diajarkan pula nyanyian-nyanyian
Jilungan atauJelungan, Jamuran, untuk kanak-kanak yang bersifat
Gendhi Gerit, Jor, Gula Ganti, paedogogis serta berjiwa agama. Di
Cublak-Cublak Suweng, Sluku-sluku antaranya Tembang Dolanan
Bathok, Ilir-ilir, dan sebagainya Bocah yang berbunyi:
(Solichin Salam, 1960). Di antara “Padhang-padhang bulan, ayo
gage dha dolanan. Dolanane
bentuk permainan kanak-kanak hasil
ana ing latar, ngalap padhang
ciptaan Sunan Giri yakni Jelungan. gilar-gilar, nundhung begog
angatikar”.
Adapun cara permainannya sebagai
Artinya:
berikut: Terang-terang bulan, marilah
kita lekas bermain. Bermain di
Anak-anak berkumpul dalam jumlah
halaman untuk mengambil
yang banyak. Satu di antara anak manfaat dari terang benderang
guna mengusir gelap gulita yang
tersebut menjadi pemburu, dan anak-
lari terbirit-birit.
anak yang lain menjadi buronan.
Maksud dari tembang di atas
Mereka ini akan selamat atau bebas
adalah, bahwa agama yang dibawa
dari terkaman pemburunya, apabila

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


para wali (Islam) itu ibarat sebuah sehingga ibarat pengantin baru. Siapa
bulan purnama, telah datang saja ingin memandangnya. Bocah
memberi penerangan hidup. Maka angon (pengembala) itu ibarat santri,
marilah segera menuntut kehidupan mualim, artinya „orang yang
(dolanan, bermain) di bumi ini ( = menjalankan syariat agama Islam‟.
latar, halaman, pekarangan), untuk Buah blimbing itu mempunyai atau
mengambil manfaat ilmu agama terdiri dari lima belahan, maksudnya
Islam ( = padhang gilar-gilar, terang rukun Islam yang lima. Dapat juga
benderang) itu. Supaya gelap gulita, diinterprestasikan sebagai kewajiban
kesesatan, kebodohan diri, menjalankan shalat lima waktu.
keterbelakangan (= begog, gelap) Meskipunlunyu „licin‟, tolong
segera terusir dari diri manusia. panjatkan juga. Walaupun
Tembang yang juga terkenal menjalankan shalat itu berat/ susah,
untuk orang dewasa dan kanak- namun kerjakanlah, untuk
kanak adalah Ilir-ilir, yang isinya membersihkan dodotira-dodotira,
juga mengandung filsafat serta kumitir bedhah ing pinggir.
berjiwa agama Islam. Demikianlah Maksudnya kendati menjalankan
bunyinya: shalat itu berat, akan tetapi
“Lir-ilir, lir-ilir, tandure wis kerjakanlah untuk mensucikan hati
sumlilir. Kang ijo royo-royo,
kita yang kotor. Dondomana,
daksengguh penganten anyar.
Cah angon, cah angon, jrumatana, kanggo seba mengko
penekna blimbing kuwi lunyu-
sore, ya suraka surak hore.
lunyu penekna kanggo masuh
dodotira. Dodotira-dodotira, Maksudnya, bahwa manusia hidup di
kumitir bedhah ing pinggir,
dunia ini senantiasa condong ke arah
dondomana jrumatana, kanggo
seba mengko sore. Mumpung berbuat salah, segan untuk
gedhe rembulane, mumpung
mengerjakan perbuatan yang baik
jembar kalangane, ya suraka
surak hore” (Solichin Salam, dan benar dan tepat, diharapkan
1960)
dapat digunakan bekal kita dalam
kehadirat Tuhan, mulih mula-
Maksud dari tembang di atas
mulanira „kembali ke asal kita
adalah : Bayi yang baru lahir di
semula‟. Adapun bekal itu berupa
dunia ini masih suci, bersih, murni,

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


amal saleh, perbuatan baik itu boleh jadi pergeseran dari
berdasarkan Al Quran dan Hadits kata cloka (Dojosantosa, 1986).
serta keikhlasan hati. Itulah antara Akibatnya sampai sekarang ini lebih
lain lagu-lagu dolanan ciptaan Sunan dikenal suluk, asumsinya pasti buku
Giri. Pendapat lain mengatakan, tersebut berisikan pengetahuan
bahwa lagu Ilir-ilir itu adalah ciptaan agama Islam yang berbau mistik.
Sunan Kalijaga. Di antara dua Contoh ajaran Sunan Bonang kepada
pendapat ini manalah yang benar, Si Wujil (bekas budak raja
kiranya dapat dicari jalan tangahnya, Majapahit), dalam kitab Suluk Wujil,
bahwa lagu itu adalah ciptaan dari antara lain berbunyi sebagai berikut:
gubahan di zaman kewalian. a. Dipunweruh ing urip
sajati/ lir kurungan reraga
3. Sastra suluk
sadaya/ becik denweruhi
Para waliyullah dalam menulis manuke/ rusak yen sira tan
weruh/ Hih ra Wujil
karya sastra semula masih berbau
salakuneki/ iku mangsa dadia/
Hindu-Buda, yaitu menggunakan kang sira yun weruh/ becikana
ing sarira/ awismaa ing
bentuk cloka, di samping
enggon punang asepi/ sampun
menggunakan bentuk prosa kacrakabawa//
b. Pengetingsung ing sira ra
atau gancaran. Tampaknya pada
Wujil/ den yatna uripira neng
zaman Demak para pecinta dan para donya/ ywa sumambaraneng
gawe/ kaweruhana den estu/
peminat sastra Jawa, termasuk
sariranta pan dudu jati/ kang
pada waliyullah tersebut, masih jati dudu sira/ sing sapa
puniku/ sakehing kang
belum mendapatkan bentuk-bentuk
kasarira/ mangka saksat wruh
karya sastra baru. Sehingga sira marang Hyang Widhi/ iku
marga utama
bentuk cloka itulah yang dilestarikan,
(Poerbatjaraka, 1952).
walaupun bentuk macapat pada Artinya:
Hendaklah tahu terhadap hidup
zaman Majapahit telah diusahakan
sejati, laksana sangkar jisim
untuk dipergunakan di dalam seluruhnya, baik diketahui sang
burung. Celaka jika anda tak
karang mengarang. Maka kata suluk,
tahu, wahai Sang Wujil
yang sering dipergunakan untuk terhadap segala perilakuan
anda, tak akan tercapai. Jika
menandai judul karya sastra yang
anda ingin tahu, sucikan
berisikan pengetahuan agama Islam dirimu, tinggallah di tempat

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


yang sepi, yang tak diketahui adalah:Sunan Giri menciptakan
orang.
wayang sebangsa kera, Sunan
Kuingatkan engkau hai Wujil,
berhati-hatilah dalam hidupmu Bonang menciptakan wayang
di dunia ini, janganlah
binatang buruan hutan
sembrana dalam perbuatanmu,
ketahuilah betul-betul, bahwa dan rampogan „gunungan‟. Sunan
kamu bukanlah yang sejatinya.
Kalijaga menambah alat-alat
Adapun yang sejati itu
bukanlah engkau, barangsiapa keperluan pertunjukan, seperti: kelir;
mengerti diri sendiri, itu
batang pisang;
seolah-olah mengerti kepada
Tuhan. Itulah jalan yang luhur/ serta blencong „lampu‟ (Effendy
utama.
Zarkasi, 1977). Lakon atau cerita
Demikianlah antara lain isi wayang buatan para wali di
wejangan Sunan Bonang kepada Si antaranya; Dewa Ruci, Jimat
Wujil, apabila kita teliti ajaran-ajaran Kalimasada, Petruk Dadi Ratu,
dan ucapan-ucapan tersebut pada Begawan Ciptaning (Umar Hasyim,
umumnya berisikan soal-soal 1974).
spiritual atau mistik, untuk Cerita Dewa
memperteguh pribadi serta Ruci menggambarkan cipta karya
mendekatkan diri kepada Tuhan. sastra yang penuh filsafati, yaitu
Contoh lain sastra suluk Bima berhasil menemukan arti dari
misalnya: Suluk Tembangraras, kehidupan, dan sangkan paraning
Suluk Seh Malaya, Salokajiwa, Suluk dumadi „asal dan tujuan hidup‟.
Seh Tekawerdi, Suluk Sakarotul Setelah bisa mengendalikan hawa
Maut, dan sebagainya. nafsu yang berada dalam dirinya
4. Sastra Pewayangan. (amarah, luwamah, supiah,
Para wali dalam penyebaran mutmainah). Karena musuh manusia
agama selain menggunakan media yang akbar dan kuat adalah nafsu
wayang atau lewat pertunjukan yang berada dalam diri setiap
wayang, juga membuat dan manusia. Pandangan Jawa tentang
menambah ricikan wayang serta asal dan tujuan hidup manusia,
fasilitas pertunjukan. Para wali yang digambarkan dalam satu bait
berjasa dalam pembuatan wayang

11 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


tembang Dhandhanggula, sebagai nafsu serakah dalam dirinya sendiri
berikut: (= tokoh raksasa Niwatakawaca,
Kawruhana sejatining urip/ tokoh antagonis dalam
manungsa urip ana ing donya/
cerita Ciptaning), yang pada
prasasat mung mampir
ngombe/ upama manuk gilirannya dapat mencapai
mabur/ oncat
kebahagiaan, hati yang bersih (=
saking kurunganeki/ ngendi
pencokan benjang/ ywa nganti Arjuna, tokoh protagonis dalam
kaliru/ upama wong lunga
cerita Ciptaning). Manusia yang
sanja/ njan-sinanjan ora
wurung mesthi mulih/ mulih selalu ciptaning „berpikir luhur/
mula-mulanya// (Suyamto,
positif‟, dan berhati jernih atau suci
1992).
serta tidak melupakan tugasnya
Cerita Jimat
dalam menciptakan masyarakat,
Kalimasada menunjukkan bahwa
bangsa dan negara akan dapat
seseorang dapat selamat selamanya,
kembali kepada-Nya. Gambaran ini
apabila memiliki atau selalu
cukup sebagai persaksian atas
berpegang kepada Jimat
kekuatan perikemanusiaan atau
Kalimasada.Hal ini terlihat dalam
sifat asih mring sesami „belas kasih
cerita Petruk Dadi Ratu „Petruk
terhadap sesama‟, akan mampu
menjadi Raja‟, menggambarkan
mengalahkan sifat angkara murka,
seseorang meskipun berpangkat
jahat dan keji. Manusia sebenarnya
rendah, meskipun orang miskin,
mempunyai sifat-sifat yang dapat
bahkan abdi pun, tetapi apabila
menimbulkan kekuatan pribadi yang
selalu berpegang teguh dan
sempurna, yakni: (a) cinta
memilikikalimasada „kalimah
perdamaian; (b) berserah diri kepada
syahadat‟, ia akan menjadi orang
Tuhan dalam melakukan tugasnya;
yang mulia dan terhormat di sisi-
(c) tidak hanya memikirkan
Nya (inna akromakum indalloohi
kebutuhan duniawi. Ketiga sifat
atqokum). Adapun lakon Begawan
itulah yang telah diwarisi dan
Ciptaning atau Arjunawiwaha ini
dimiliki oleh bangsa Indonesia,
menggambarkan seseorang yang
dalam rangka membangun manusia
dapat mengalahkan nafsu jahat atau
seutuhnya.

12 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Darusuprapta. (1982). “Nglacak
Tembang Macapat”
SIMPULAN
dalam Almanak Dewi
Berdasarkan uraian di atas dapat Sri. Yogyakarta: U.P Indonesia
dinyatakan bahwa wali sanga dalam ___________ (1986). Serat Wulang
syiar dan penyebaran agama Islam di Reh. Surabaya : PT Citra Jaya
Murti.
tanah Jawa, selalu disesuaikan
dengan situasi dan kondisi, serta Dojosantosa. (1986). Unsur Religius
dalam Sastra Jawa. Semarang
tuntutan abad zamannya. Ajakan dan Aneka Ilmu.
seruannya penuh bijaksana dan
Effendi Zarkasi. (1977). Unsur
persuasif lewat karya sastra Jawa, di Islam dalam Pewayangan.
antaranya lewat media sastratembang Bandung: PT. Alma‟arif.

macapat, lagu-lagu dolanan, sastra Karkono K. Partakusuma. (1990).


“Islam dalam Budaya Jawa”
suluk, dan sastra pewayangan atau
dalamKedaulatan Rakyat 1
cerita-cerita wayang. Di dalam Desember 1990. Yogyakarta.
khasanah kasusastran Jawa tersebut Kartini Kartono. 1983. Pengantar
dikemas dalam sanepan, bahasa Metodologi Research
Sosial. Bandung: Alumni.
figuratif, lambang-lambang atau
simbol yang perlu diungkapkan ke Kusumadiningrat, K.P.A.
1984. Serat Partawigena
dalam bahasa yang lugas (denotatif); (Makutharama). Departement
sehingga masyarakat mudah P dan K.: Proyek penerbitan
Buku Sastra Indonesia/ Daerah.
memahami dan semakin tertarik serta
simpati terhadap keberadaan sastra Poerbatjaraka. (1952). Kapustakaan
Djawi. Jakarta: Groningen.
kewalian atau sastra
Poerwadarminta. (1939). Baoesastra
keislaman. Kesemuanya itu juga
Djawa. Batavia: Groningen.
dapat menambah khasanah
Ras. 1983. Bunga Rampai Sastra
perkembangan kasusastran Jawa di Jawa Mutakhir. Jakarta;
bumi pertiwi. Grafiti Press.

Sri Widati Pradopo. 1984. “Estetika


DAFTAR PUSTAKA Prosa Jawa Modern” dalam
Widyaparwa. Yogyakarta:
Attar Semi. M. 1993. Metodologi Balai Bahasa.
Penelitian Sastra. Bandung:
Angkasa.

13 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Solichin Salam (1960). Sekitar Wali Suyamto. (1992). Reorientasi dan
Sanga. Kudus : Menara Revitalisasi Pandangan
Hidup Jawa. Semarang:
Sutadi Wiryatmaja. (1981). “Tradisi Dahara Prize.
Sastra Jawa dan Penceritaan
Sejarawi” dalam Widya Teeuw, Andreas. (1983). Membaca
Bhawana No. 3 Tahun II. dan Menilai Sastra. Jakarta:
Surakarta: Sebelas Maret Gramedia.
University Press.
Umar Hasyim. (1974). Sunan
Sutopo. H.B. 2002. Metodologi Kalijaga. Kudus: Menara.
Penelitian
Kualitatif. Surakarta: Sebelas
MaretUniversity Press.

14 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


TRANSLITERASI NASKAH MANUSKRIP JAWA:
UPAYA NYATA PENYEDIAAN BAHAN PEMBELAJARAN
DAN PENELITIAN KEBUDAYAAN JAWA

Mulyana
Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak
The aim of research is give lesson materials and research about Javanese
manuscripts. The method used to explore manuscript is transliteration. Namely,
transfering from source letter to target letter, and more transliteration from old
Javanese language to Indonesian language.
The reaearch desaign is R and D (research and development). The subject matter
are students of Ekspresi Tulis Lanjut , in class G, H, and A in javanese
department. The collecting of data used to observation, dokument analysis, and
tasks. The object of research is Javanese manuscripts as the result of translation in
the class.
The results of this research are materials javanese manuscripts, namely: (1) serat
Darma laksita, (2) Serat Kudhup sari, and (3) Serat Kumandaka. The third of
Javanese manuscripts contens etics, relegion and aestetic that very important for
lesson and research. The form of manuscripts are tembang Macapat and gerongan
songs. The manuscripts letter can read clearly and easely. Finnaly, the results of
research very important for students, teachers, lecturer, and all of academics
people.
Key words: javanese manuscript, transliteration

PENDAHULUAN Takada mengaku dengan lugas


Masyarakat luas, terutama (disampaikan dalam diskusi Stadium
para peminat, guru, dan peneliti General, di FBS UNY, 15 Maret
budaya Jawa, baik dari dalam 2012), bahwa dia terpaksa
maupun luar negeri, ketika akan menggunakan jasa ahli naskah Jawa
melakukan kegiatan pengkajian, dalam mengungkap isi naskah-
pembelajaran, maupun penelitian, naskah lama berhuruf carik (naskah
pada umumnya terbentur dengan Jawa tulisan tangan). Inilah salah
sulitnya membaca dan memahami satu persoalan kongkrit yang nyata
naskah-naskah manuskrip (naskah dihadapi masyarakat dalam
tulisan tangan berhuruf Jawa), atau memahamai naskah lama Jawa.
naskah Jawa cetak. Bahkan seorang Apabila kondisi ini dimaknai secara
doktor peneliti budaya Jawa dari positif, maka keadaan tersebut
Jepang yang bernama Kazunori membuka jalan bagi para

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


pengalihaksara Jawa, maupun dimaksudkan untuk memberi
penerjemah bahasa Jawa Lama untuk penekanan lebih dalam pengkajian
ikut berperan aktif secara akademis naskah-naskah lama. Sebab, pada
dalam menyediakan bahan penelitian semester sebelumnya mahasiwa telah
naskah lama berhuruf Jawa kepada mendapat bekal secara teoritis yang
masyarakat peneliti dan peminat komprehensif tentang naskah lama
lainnya. Penyediaan dan berhuruf Jawa (manuskrip). Hal-hal
pengalihaksaraan naskah Jawa yang diberikan antara lain adalah
tersebut seharusnya juga ditargetkan jenis-jenis naskah lama berhuruf
bisa terbit dalam bahasa Indonesia Jawa, membaca naskah pemahaman,
maupun Inggris. beberapa teori dan metode
Program studi Pendidikan pengkajian naskah lama.
Bahasa Jawa FBS UNY merupakan Naskah-naskah lama berhuruf
satu lembaga akademis yang Jawa banyak menyimpan nilai
memiliki kompetensi dan otoritas historis, moral dan spiritual yang
memadai untuk melakukan sangat penting dan masih relevan
penyediaan dan pengembangan hingga saat ini (Baried, 1986:2).
naskah lama Jawa sebagai bahan Bahkan, pengkajian yang kritis dan
pembelajaran dan penelitian. Paga bertanggungjawab dapat
gilirannya, usaha akademis dan mengantarkan para peminat dan
ilmiah ini dapat dijadikan sebagai ilmuwan ke arah ilmu pengetahuan
bentuk pengabdian dan layanan ilmu klasik yang orisinil. Ikram (1998: 8)
pengetahuan kepada masyarakat bahkan memberi contoh, naskah
yang membutuhkan. Pekerjaan lama seperti Serat Wulang Reh
ilmiah dan kademis itu, dapat (berisi ajaran moral, aturan birokrasi
dimulai dari peningkatan dan dan undang-undang), kitab
intensitas sistem perkuliahan terkait. Pararaton (berisi informasi sejarah
Sehubungan dengan hal tersebut, yang sangat berharga), babad
perkuliahan Ekspresi tulis Lanjut Dipanegaran (sejarah perjuangan
yang diadakan di Jurusan Pendidikan Pangeran Diponegoro), dan sejumlah
Bahasa Daerah FBS UNY naskah lain yang memuat mutiara

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


ajaran moral, sosial dan kultural, 2004). Semangat dan proses
sungguh merupakan tambang emas pembelajaran yang selama ini
ilmu pengetahuan yang harus dijaga, diterapkan dirasa pelu ditingkatkan
dikaji, dan dimaknai kembali dengan untuk mendapat nilai lebih dalam
kritis. Ironisnya, pengkaji kritis pengkajian dan pemahaman bagi
naskah lama sebagian besar adalah keseluruhan pihak yang terkait
orang asing, sementara orang dengan pernaskahan.
Indonesia hanya menjadi pembaca Proses penyediaan bahan penelitian
yang terkagum-kagum dengan kajian memang bisa dilakukan dalam jenis-
ilmuwan asing itu. jenis mata kuliah yang terkait
Dimasukkannya nama mata kuliah langsung dengan pernaskahan.
yang beroientasi pada pengkajian Misalnya teori filologi, manuskrip,
naskah lama di Jurusan PBD FBS komprehensi tulis, ekspresi tulis.
UNY, bukan tanpa alasan. Namun, materi tentang alih aksara
Tujuannya antara lain juga mencoba (transliterasi) naskah rata-rata
mengkaji peninggalan leluhur yang dilakukan oleh mahasiswa penulis
bernilai itu. Sebagaimana tertulis skripsi dengan topik kajian naskah.
dalam deskripsi mata kuliah ini, Sementara tugas-tugas transliterasi
tujuan pengembangan materi naskah pada umumnya kurang
dimaksudkan agar mahasiwa mampu dioptimalkan kebermanfaatannya.
memahami dan melakukan Hasil transliterasi kemudian hilang
transliterasi, terjemahan, dan dan tidak terdokumentasi dengan
pemaknaan teks Jawa, beberapa studi baik. Yang lebih parah lagi, hasil
huruf (aksara klasik Jawa), kajian mahasiswa yang dilakukan
membaca, alih tulis, membuat dengan susah payah dan penuh
parafrase, serta pemahaman dan pemikiran akhirnya hanya terbuang
pemnaknaan isi teks. Sementara sia-sia di bawah meja atau di loker
kegiatan perkuliahan meliputi jurusan yang akhirnya hanya
ceramah, studi lapangan (biasanya ke menambah tumpukan kertas lama di
museum atau perpustakaan) dan Jurusan. Sungguh menyedihkan.
penugasan (Kurikulum MP PBD, Naskah lama yang sangat berharga

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


seharusnya dapat memberi nilai dan pintu ilmu filologi dengan ilmu lain
manfaat lebih bagi masyarakat luas. yang sangat berharga.
Kajian filologi yang Dengan demikian jelas, bahwa
dilakukan di Indonesia boleh kajian filologi yang selama ini
dikatakan tidak merata. Naskah- kurang mendapat tempat di hati para
naskah lama berhuruf klasik yang ahli Indonesia harus mulai
banyak diminati para peneliti justru ditunjukkan potensinya dan nilainya.
adalah naskah lama berhuruf Jawa, Hubungan filologi dengan ilmu dan
atau berbahasa Jawa Kuna (Ikram, pengetahuan lain jelas tidak bisa
1998:1). Sementara naskah lama diabaikan begitu saja. Sejumlah edisi
berbahasa Minang, Batak, Sunda dan teks antara lain dilakukan untuk
sejenisnya kurang banyak menjadi menciptakan bahan mempelajari
perhatian para ahli filologi. Di antara bahasa yang bersangkutan. Kalau
penelitian selama abad 19 dapat dicermati tulisan Swellerngredel
disebut karya-karya Frederich yang yang bertajuk In Leydeckers
menerbitkan Wrettasancaya (1849), Voetrspoor, jelas tampak bahwa
Arjuna Wijaya (1850), dan studi atau kajian naskah lama antara
Bomakwya (1852), serta Cohen lain dimaksudkan juga untuk
Stuart dengan edisi Bratayuda membuka pengembangan suatu
(1860). Memang, kedua sarjana ini agama dan ilmu-ilmu lainnya. Di lain
juga menggarap naskah lain, namun. pihak, penggarapan teks-teks lama
Perhatian mereka pada naskah klasik benar-benar merupakan pembuka
Jawa sungguh luar biasa. Dengan jalan bagi ilmu-ilmu lain yang sangat
edisi ini, teks-teks lain menjadi luas.
terbuka dan diketahui pula hal-hal Oleh karena itu, penerapan
yang elementer. Sebuah naskah lama metode Transliterasi dalam
yang amat kesohor bahkan telah penyediaan bahan pembelajaran dan
disalin dengan sangat cermat oleh penelitian budaya Jawa lewat
Kern (1900), yaitu Ramayana naskah-naskah Jawa dapat menjadi
Kakawin. Hasil kajian para ahli satu sarana penting untuk
benar-benar telah membuka lebar meningkatkan kebermanfaatan

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


pengkajian naskah lama dalam perkuliahan ini dengan lebih tepat
perkuliahan. Singkatnya, perkuliahan dan inovatif.
ekspresi tulis lanjut kiranya dapat Penelitian ini bertempat di ruang
menjadi wahana pemberdayaan kelas Mata Kuliah Ekspresi Tulis
kembali naskah lama berserta isinya Lanjut di Jurusan Pendidikan Bahasa
secara optimal. Oleh karena itu yang Daerah FBS UNY. Waktu penelitian
perlu dikaji dalam penelitian ini ini dialokasikan selama satu
adalah : Bagaimanakah upaya semester, yaitu ketika dilaksanakan
pengembangan bahan pembelajaran masa perkuliahan Ekspresi tulis
dan penyediaan bahan Penelitian Lanjut (ETL) tahun akademik 2012.
Naskah Lama berhuruf Jawa dengan Lokasi penelitian menyebar dan
Metode Transliterasi dapat meluas menyesuaikan kerja lapangan
meningkatkan kebermanfaatan mahasiswa dalam mencari dan
naskah lama bagi pembelajar dan mengkaji naskah Jawa. Di antara
penelitian lokasi yang dimungkinkan didatangi
Metode Penelitian mahasiswa adalah museum
Penelitian ini dapat penyimpanan naskah Jawa.
dikategorikan sebagai penelitian Subjek penelitian ini adalah
research and development (R&D). mahasiswa Jurusan Pendidikan
Proses pembelajaran pada mata Bahasa Daerah FBS UNY yang
kuliah Ekspresi tulis Lanjut pada mengambil mata kuliah Ekspresi
saatnya dikondisikan dengan Tulis Lanjut (2), yang diadakan pada
menerapkan sejumlah langkah untuk semester 4, yaitu kelas G, H dan
menerapkan metode Traansliterasi A.setiap kelas bertugas
(MT) dalam memanfaatkan atau mendiskusikan hasil pencarian
memberdayakan naskah-naskah lama naskah dan kemudian melakukan
berhuruf Jawa. Langkah-langkah transliterasi. Setiap kelas kemudian
tersebut didesain dengan dua tahap mengumpulkan hasil berupa satu
penelitian. Harapannya, mahasiswa bentuk baru kerja akademis
dan dosen dapat menjalankan model transliterasi naskah. Teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


antara lain yaitu pengamatan, Indikator keberhasilan ditandai
penugasan dan analisis dokumen dengan dua aspek, yaitu keberhasilan
secara mendalam. Pengamatan proses dan keberhasilan hasil.
dilakukan untuk memperoleh Keberhasilan proses dapat diukur
gambaran nyata tentang kondisi apabila terjadi peningkatan dalam
pembelajaran ETL di kelas. proses belajar mengajar dengan
Penugasan dilakukan untuk melihat waktu pentahapan penerapan
menjaring hasil karya mahasiswa metode Transliterasi. Keberhasilan
berupa kajian naskah yang telah hasil menunjukkan adanya hasil
disunting, sementara analisis nyata (output) yang dicapai
dokumen dilaksanakan dengan mahasiswa dalam menyelesaikan
tujuan mengumpulkan, tugas transliterasi naskah. Dalam hal
mencocokkan, dan mempersiapkan adalah karya transliterasi naskah
sejumlah hasil transliterasi naskah terpilih.
yang dilakukan oleh mahasiswa.
Data dianalisis dengan metode HASIL DAN PEMBAHASAN
keterbacaan-kualitatif. Artinya, data Berdasarkan hasil pengkajian
yang berupa hasil karya kajian naskah Jawa yang dilakukan
naskah dibaca secara cermat dan ditetapkan dan dikaji sebanyak 3
dinilai sesuai dengan kisi-kisi (tiga) naskah Jawa carik. Naskah
penilaian yan dilakukan oleh dosen Jawa tersebut adalah: (1) Suluk
(peneliti). Selanjutnya, semua Kumandaka, (3) Serat Kudhup Sari,
informasi dan hasil yang muncul dan (3) Serat Darma Laksita. Dasar
dalam implementasi kegiatan pemilihan dan penetapan ketiga
penelitian akan dibahas, naskah tersebut lebih substantif pada
didiskusikan, dipelajari, dan jenis, isi naskah dan
dipecahkan dan ditindaklanjuti penyampaiannya.
bersama antara peneliti, para dosen Serat Kumandaka berisi tentang
pengampu mata kuliah, dan ajaran moral atau akhlak, serat
mahasiswa. Darma Laksita berisi ajaran budi
pekerti secara luas, dan serat Kudhup

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Sari berisi kisah dan ajaran agama digambarkan juga akibat buruk dari
Islam. Ketiga naskah berbentuk sifat serakah dan curang. Para pelaku
tembang Macapat. Hasil ringkas dalam serat ini sebagaian besar
penelitian tampak pada tabel berikut. adalah binatang, yaitu kuwuk
Nama Isi Bentuk (semacam kucing), banteng, macan
naskah
(harimau), dan beberapa lainnya
Serat Ajaran Tembang
Kumandaka moral Macapat sebagai tokoh penderita, seperti tikus
Serat Ajaran Tembang dan anak babi. Beberapa ajaran
Kudhup Sari Agama Macapat
Islam moral yang diungkap antara lain
Serat Ajaran Tembang adalah:
Darma moral Macapat
Laksita Anjuran selalu bersikap baik dan
waspada:
Ajaran selalu bersikap baik dan
Dalam pembahasan hasil
waspada tercantum pada pada
penelitian ini disajikan tiga aspek
pertama serat ini, yaitu
dari naskah hasil kajian filologi,
janma mudha pinrih guna
yaitu (1) deskripsi naskah, (2) hasil limpat pasang weweka
transliterasi dan (dilampirkan aja tuman dadi cubluk
becik kang ulang prayitna
tersendiri) (3) Pembahasan isi naskah (Pd.1/lr.1-4)
sebagai penyiapan bahan penelitian
„orang muda sebaiknya berwatak
budaya Jawa. Ketiga aspek tersebut baik
dideskripsi dalam Pembahasan Pandai mempersiapkan (segala
sesuatu)
berikut. jangan suka berbuat rendah
sebaiknya selalu waspada‟.
Deskrispsi dan Isi Naskah Ajaran menjauhi sifat jahil dan
a) Naskah Serat Kumandaka adu domba
Sifat jahil dan adu domba adalah
Serat Kumandaka berisi 43 pada
sifat buruk yang harus dihindari.
tembang macapat Asmarandana.
Sifat dan sikap ini hanya
Berisi piwulang atau ajaran hidup
mementingkan dirinya sendiri
yang sangat penting. Ajaran berisi
dengan cara menjelekkan orang lain,
anjuran, larangan, dan dampak buruk
memfitnah, atau mengadu domba
larangan yang dilanggar. Misalnya
agar pihak lain hancur dan

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


menderita. Larangan dan akibat ini ditulis oleh Arja Supadma dan
buruk sifat ini tertuang pada pada 42, Warta Harja. Terbit di Surakarta
yaitu tahun 1866 (1936). Jumlah dan Jenis
lepiyane wong kang jahil tembang terdiri dari:
amrih bilahining liyan
a) Srikaton
ngolehken awake dhewe
tan mikir sepada-pada b) Surung Dhayung
buru melik niyaya
c) Walagita
wusana patine labuh
melu rusak awakira (Pd.42/Lr.1- d) Rajaswala
8)
e) Langen Gita
„gambaran orang jahat dan iri f) Puspa warna
Yang berniat mencelakai orang
g) Puspa Giwang
lain
Hanya memikirkan dirinya h) Witing Klapa
sendiri
i) Mijil
Tidak memikirkan sesama
Bernafsu memiliki punya orang j) Pocung
Akhirnya maut datang
k) Dhudhuk Wuluh
Ikut rusak badannya‟
l) Kinanthi
Akibat paling buruk dari sifat
m) Durma
jahat, iri pada orang lain adalah
n) Gambuh
ketika maut menjemput, semuanya
o) Asmarandana
sudah terlambat; yang tinggal hanya
p) Maskumambang
penyesalan dan kerusakan jiwa
q) Dhandhanggula
raganya baik di dunia maupun di
r) Girisa
akhirat. Gambaran keburukan yang
s) Juru Demung
akan menimpa pelaku kejahatan dan
t) Balabak
iri dapat digunakan sebagai nasihat,
u) Pangkur
agar orang merasa takut dan tidak
v) Sinom
merasa perlu melakukan kejahatan.
w) Wirangrong
b.Serat Kudhup Sari
Serat ini berisi tentang ajaran
Serat Kudhup Sari berbentuk
akhlak mulia dan pengetahuan
tembang Macapat, dan tembang-
agama Islam yang cukup lengkap.
tembang lagu untuk gerongan. Serat
Ajaran tersebut antara lain adalah: a)

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


nama para nabi, b) nama para sangat penting dalam ajaran ini
malaikat, c) kewajiaban beribadah, adalah semangat hidup untuk
d) rukun Islam, dan e) pentingnya mencapai kesuksesan dan
berdoa. Ajaran bagi orang Islam keberhasilan, yaitu dengan hidup
untuk selalu beribadah kepada Allah kreatif dan bekerja dengan sungguh-
SWT tampak pada tembang sungguh. Larik yang menunjukkan
Walagita berikut.‟ hal itu adalah:
Wajib sira nembaha Allah panggaotan gelaring pambudi
Taala krana kang maha warna-warna sakaconggahira
nguwasani sangalam donya nut ing jaman kalakone
.... rigen ping kalih...(Pd. /Lr.1-4)
„wajib engkau menyembah Allah
Ta‟ala „semua pekerjaan akan berhasil
Karena Dialah yang Maha apapun jenisnya
Menguasai alam raya mengikuti jaman
...‟ yang kedua (harus) kreatif...‟

Apa yang diuraikan dalam Serat-serat yang ditransliterasi


tembang-tembang dalam naskah dan dikaji isinya tersebut dengan
Serat Kudhup Sari hampir semuanya jelas menunjukkan bahwa budaya
memberi pengetahuan dan ajaran Jawa – sejak jaman dahulu -
untuk meningkatkan ibadah kepada memiliki sistem nilai ajaran hhidup
Allah SWT. Hal ini relevan dengan yang sangat lengkap, komprehensif
maksud penulisan serat ini, yaitu dan relevan. Tidak tertutup
untuk pembelajaran agama Islam, kemungkinan kajian naskah lama
terutama kepada generasi muda justru akan menyegarkan ingatan dan
Islam. mampu menumbuhkan ilmu baru
Serat Darma Laksita yang sangat bermanfaat bagi
Serat ini berisi ajaran akhlak masyarakat jaman sekarang. Lebih
sebagai pedoman hidup. Ditulis pada dari itu, dengan usaha dan kajian
hari Selasa, tanggal 13 Mulud, masa naskah melalui metode transliterasi
kesembilan tahun Dal. Sengkalan (alih aksara) diharapkan dapat
diuraikan dengan “wineling membantu usaha penelitian budaya
anengaha, sariranta iku”. Hal yang Jawa yang sangat penting; terutama

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


dalam hal penyediaan bahan a. Keterbacaan, artinya adalah
penelitian naskah lama. kejelasan dan kemudahan
Hasil Transliterasi: Bahan dalam memahami isi naskah.
Pembelajaran dan Penelitian
Ketiga naskah hasil
Naskah
Hasil transliterasi naskah transliterasi mengandung
manuskrip sangat penting ajaran moral dan ilmu agama
dikembangkan menjadi bahan Islam. Pemahaman terhadap
pembelajaran dan penelitian. Khusus kandungan naskah dimulai
untuk kegiatan penelitian naskah, dengan kemudahan dalam
maka kedudukan hasil transliterasi membaca huruf-huruf di
tentu saja adalah sebagai data kedua dalamnya. Untuk keperluan
(second data) bagi peneliti. dokumentasi dan
Hasil transliterasi naskah juga penggandaan, ketiga naskah
dapat menjadi bahan pembelajaran ini dapat ditranskripsi dengan
yang penting dan mendasar, terutama mudah pula.
untuk memahami seluk beluk naskah b. Substansi, maksudnya adalah
tulisan tangan. Materi pembelajaran isi dan kandungan naskah
terhadap naskah antara lain adalah: menunjukkan relevansi dan
bentuk tulisan Jawa, sejarah signifikansi terhadap
kebudayaan, bahasa dan sastra Jawa, kepentingan pendidikan dan
jenis karangan naskah, ajaran (isi), moral manusia. Ketiga
tokoh-tokoh dan pelaku sejarah, dan naskah tersebut, mengandung
kisah-kisah antropogis lainnya. ajaran moral dan ilmu agama
Hasil transliterasi terhadap tiga yang sangat penting dan
naskah manuskrip Jawa di atas – relevan. Substansi isi naskah,
Serat Kumandaka, Serat Kudhup memang tidak selamanya
Sari, dan Serat Darma Laksita dapat berisi ajaran moral,
dijadikan bahan pembelajaran dan sebagaimana telah disebutkan
penelitian. Hal itu dapat ditunjukkan di awal, naskah Jawa
dengan sejumlah persyaratan ilmiah mengandung “sejuta ilmu”
dan akademis, yaitu: dan ajaran. Oleh karena itu,

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


semua naskah pada naskah Jawa lama. Adapun cara yang
hakikatnya penting untuk dilakukan dalam aplikasi metode ini
diteliti. adalah memilih dan menentukan
c. Fisik Naskah, ketiga naskah naskah Jawa kemudian dialih
hasil transliterasi masih aksarakan ke dalam tulisan latin.
terawat dengan baik, sampul, Lebih dari itu, hasil alih aksaran
halaman dalam, tulisan jelas, tersebut kemudian diterjemahkan ke
kertas, dan kondisi fisik dalam bahasa nasional Indonesia.
secara umum baik. Bahkan Hal ini disadari bahwa penikmat dan
ketiga naskah ini sekarang peneliti naskah Jawa ternyata tidak
dapat diperbanyak dan hanya berasal dari dalam negeri
diperjelas dengan bantuan sendiri, melainkan justru banyak
mikrofilm atau fotocopi. yang berasal dari luar negeri.
Hasil fotocopi masih Metode transliterasi telah
menunjukkan keterbacaan diiterapkan pada 3 (tiga) naskah
secara fisik dan substantif. terpilih yaitu, serat Suluk
Oleh karena itu, hasil Kumandaka, serat Kudhup Sari, dan
transliterasi ketiga naskah Serat Darma Laksita. Ketiga serat
layak dan siap menjadi bahan tersebut berbentuk tembang macapat,
pembelajaran dan penelitian. dan berisi ajaran hidup secara umum
dan religius (Islam). Intinya, akhlak
SIMPULAN mulia harus selalu dijaga dalam
Metode transliterasi adalah satu pergaulan dengan sesama, dan tidak
cara dalam kajian filologi yang boleh lupa untuk selalu menyembah
mengusahakan keterbukaan suatu Allah SWT, sebagai sumber
naskah lama (berhuruf Jawa), agar kebaikan akhkal dan moral manusia.
dapat dibaca, dipelajari, dan diteliti
secara mendalam. Metode ini
DAFTAR PUSTAKA
ternyata dapat membantu para
peneliti naskah lama yang Baried, Bararoh. 1983. Pengantar
Teori Filologi. Jakarta:
mengalami kesulitan membaca

11 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Depdikbud Pusat Pembinaan Mulyani, Hesti, 2005. Teori Filologi.
dan Pengembangan Bahasa. Yogyakarta: Kanwa Publiser

Darusuprapto. 1989. “Upaya Padmopuspito, Asia. 1993. “Upaya


Penanganan Ekspresi tulis Reaktualisasi Sastra Jawa”
Jawa”. Makalah tidak dalam Pusaran Bahasa dan
diterbitkan. Sastra Jawa. Yogyakarta: Balai
Penelitian Bahasa
Ikram, Achdiati. 1989. “Kegiatan
Filologi di Indonesia”. Pudjiastuti, Titik. 2009. “Berbagai
Makalah tidak diterbitkan. Metode dalam Penanganan
Naskah Jawa”, makalah tidak
Kurikulum 2004. Fakultas Bahasa diterbitkan, Sarasehan
dan Seni Universitas Negeri Pernaskahan, UNS Surakarta.
Yogyakarta.
Subadio, Haryati. 1989. “Masalah
Mulyana. 2006. “Panduan Filologi: Teks dan Naskah”.
Perumusan Masalah dalam Makalah Seminar Kajian
Penelitian Tindakan Kelas”. Filogi.
Makalah Penataran Guru
Yogyakarta.

12 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


MARGINALISASI PERMAINAN TRADISIONAL BALI
DALAM DUNIA ELEKTRONIK:
ANTARA IDEALISME DAN PASAR

I Wayan Suardiana
Universitas Udayana

Abstract
Play, is one of the world's human generation that is growing. Some of the growth
of the nation 's important to be good then be given room to play. Because play
requires space and time means a representative then becomes important prepare
before they start the game.
In this era of universality, space and time for our children increasingly limited due
to the damage of environment where they play and the strong influence of the
modern game. Public space, in the days of regional autonomy is increasingly less
attention because each district are competing to increase Natural Revenue District
(PAD ) in order to fund the development, so it is not rare that the public arenas
constructed notes as one of the play follow exploited. Meanwhile, time to play
collectively more narrow in the middle of modern games mushrooming of imports
that can be done individually by the children of the archipelago.
Provide space for our children to play forward important to note, especially
entering into the realm of traditional games such as modern technology, for
example. By entering the realm of traditional games to modern, the latter has
familiarly by our children then the opportunity to know the game was more open.

Keywords: Traditional games, marginalization, and the electronic world .

PENDAHULUAN zamannya. Bila dirunut berdasarkan


Permainan tradisional (Jw. lintasan sejarah, permainan
dolanan), di Bali dikenal dengan tradisional Bali itu muncul pada
nama maplalian, yaitu bermain masa bercocok tanam yakni setelah
permainan tradisional. Bermain manusia mengenal sistem
dalam konteks maplalian, di Bali pemukiman, sistem pertanian,
umumnya bertumbuh secara alami ti organisasi, dan menciptakan
tingkat anak-anak (dalam pendidikan kebudayaan secara kolektif (Taro,
formal mulai dari TK sampai dengan 1999: 2). Produk budaya yang
SMP). Ada beragam jenis permainan bersifat kolektif itu
tradisional Bali yang pernah ditransformasikan secara turun-
dimainkan oleh anak-anak Bali pada temurun melalui tradisi lisan, dengan

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


peniruan yang berulang. Akibatnya, tetangga seperti Cina, Malaysia, dan
kemungkinan untuk berubah setiap Jepang. Alat-alat permainan itu
saat sangat terbuka. Bali sebagai semakin canggih karena telah
salah satu pulau agraris di Nusantara, menggunakan teknologi modern
pada zamannya juga memiliki jenis- sehingga lebih menarik perhatian
jenis permainan yang tidak jauh dari anak-anak untuk memainkannya.
dunia bercocok tanam tersebut. Selain itu, permainan modern ini
Permainan tradisional Bali memiliki tidak membuat anak-anak kotor.
beragam jenis, yang intinya Berbeda halnya permainan
menggunakan kekuatan fisik tradisional (Bali) itu umumnya
dipadukan dengan kemampuan untuk dilakukan di tempat-tempat yang
mengolah rasa dan karsa. Selain itu, kotor seperti berdebu bahkan tidak
dunia permainan anak dengan jarang digelar di tempat yang becek.
beragam sarana yang digunakan itu Hal lain yang menyebabkan
pada dasarnya mampu mendidik ditinggalkannya permainan
anak-anak kita untuk bersosialisasi tradisional oleh penerusnya karena
dengan "dunianya" secara wajar dan semakin sempitnya ruang mereka
demokratis, memupuk kejujuran, untuk bermain. Sekolah modern
kesetiakawanan, kebersamaan, dan sekarang menata halaman
mengasah jiwa mandiri! sekolahnya agar asri sehingga
Kesahajaan dunia permainan halaman sekolah yang dulunya
anak di Bali saat ini telah sebagai salah satu media bagi anak-
ditinggalkan oleh generasi Bali. anak untuk bermain telah
Dunia bermain bagi anak-anak telah difungsikan sebagai taman, misalnya.
ditinggalkan sejak tahun 1980-an. Selain itu, di rumah, ruang kosong
Keadaan ini kemungkinan sebagai fasilitas publik juga tidak
diantaranya dipicu oleh semakin banyak mendukung untuk kegiatan
banyaknya piranti dan media tempat anak-anak melakukan permainan
bermain bagi anak-anak, seperti tradisional.
mulai ramainya alat-alat permainan Permainan tradisional Bali
import yang didatangkan dari negara beragam bentuknya, dari yang

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


membutuhkan arena bermain yang Kemajuan teknologi harus direbut
cukup luas, seperti magala-galaan, dalam upaya memperkenalkan nilai-
macepetan, makering-keringan, nilai tradisi yang adiluhung itu,
magangsing dan sebagainya. Juga termasuk di dalamnya dalam
ada permainan yang tidak mempertahankan dan menyebarkan
membutuhkan tempat yang terlalu permainan anak-anak.
luas, seperti macingklak, mamacan-
macanan, dan majangka. Secara HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis-jenis Permainan Tradisional
keseluruhan, permainan tradisional
Bali
yang membutuhkan ruang bermain Bermain sebagai wahana
lebih luas yang lebih banyak. Hal ini mengembangkan kepribadian anak
berangkat dari konsep bermain itu sangatlah penting. Dalam dunia
yang membutuhkan gerak lebih permainan, anak-anak dapat
banyak dari pada kebutuhan yang bersosialisasi dengan lingkungannya
lainnya. secara alami. Banyak hal yang hilang
Adanya kendala sebagaimana ketika dunia permainan bagi anak-
terurai di atas menyebabkan dunia anak terbatas adanya. Kemampuan
permainan tradisional Bali semakin berdemokrasi, saling menghargai,
ditinggalkan oleh generasi bersabar, sampai pada mengenal
penerusnya. Oleh karena demikian, posisi diri mereka masing-masing
penting untuk dirumuskan ke depan akan semakin jauh dari kehidupan
langkah-langkah yang mesti dunia anak-anak ketika mereka tidak
dilakukan agar permainan tradisional memperoleh ruang yang cukup untuk
itu kembali diminati oleh generasi bermain. Tentu yang dimaksudkan di
penerus bangsa ini. Mengingat dalam sini adalah bukan "bermain-main"
dunia permainan itu merupakan salah namun bermain permainan
satu sarana dalam tradisional Bali.
menumbuhkembangkan karakter Permainan tradisional (termasuk
anak menuju bangsa yang beradab. di dalamnya permainan tradisional
Salah satu media untuk mendukung Bali) merupakan aktivitas budaya
ide tersebut adalah dunia elektronik. dalam bentuk permainan dengan

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


unsur-unsur gerak, seni, sosial, dan dibandingkan dengan menggunakan
budaya. Sebagai aktivitas budaya, otak atau pikiran. Meskipun
permainan itu mengandung sumber sesungguhnya yang disebut bermain
dan media informasi yang dapat atau permainan itu membutuhkan
mewarnai dan memperkaya keseimbangan antara pikiran dan
khazanah kebudayaan nasional gerakan; otak dan otot. Bermain di
maupun daerah, serta pengukuh sini diasosiasikan melakukan
nilai-nilai budaya yang dapat permainan untuk menyenangkan hati
merangsang ke arah pembaharuan dengan menggunakan alat-alat
yang kreatif. Secara umum tertentu atau tidak, seperti bola
permainan tradisional Bali memiliki kelereng, tongkat, dsb. (Alwi, 2005:
ciri-ciri (1) mudah dimainkan, (2) 697).
memiliki seperangkat aturan, (3) Jenis-jenis permainan tradisional
kadang-kadang diiringi lagu, (4) di Bali pada umumnya dapat
sarana dan prasarana tidak terlalu dikelompokkan ke dalam beberapa
mengikat, (5) kaya variasi, dan (6) kategori, seperti: (1) permainan yang
fleksibel. membutuhkan tempat yang luas dan
Ada beragam permainan sempit; (2) permainan perlombaan
tradisional Bali yang sudah dan pertarungan; (3) permainan
dikumpulkan dan diteliti. Menurut dalam kelompok kecil dan kelompok
Tim Penelitian Olah Raga besar; dan (4) permainan dengan
Tradisional Bali, ada 40 jenis bantuan alat atau sarana dan tanpa
permainan tradisional yang alat atau sarana. Adapun jenis-jenis
digolongkannya termasuk dalam permainan itu sesuai dengan empat
kategori olah raga tradisional Bali kategori di atas adalah Makasti,
(1990; 1). Mengait-ngaitkan Magala-galaan, Matajog, Maguli
permainan tradisional ke dalam gayung, Maengkeb-engkeban,
dunia olah raga memang sah-sah Macingklak, Majangka dsb.;
saja, mengingat pada umumnya Matajog, Lari Karung, Deduplak
permainan tradisional Bali lebih Majangka, Macepetan, dsb.;
banyak menggunakan tenaga Majangka, Macingklak, Mamacan-

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


macanan, Makering-keringan, Tok mengalami peristiwa ketercerabutan
lait kancing, Penyu mataluh, dsb.; budaya sehingga menciptakan
dan Kasti katu (Takték), Matajog, budayanya sendiri. Hal ini terjadi
Maguli gayung, Macingklak, karena selain tidak lagi mengenal
Majangka, Macepetan, Makering- budaya asli nenek moyangnya, juga
keringan, dsb. belum mampu memilih dan memilah
mana budaya yang baik sesuai
Permainan Tradisional Bali di karakter bangsanya.
Panggung Elektronik Pernyataan Spradley di atas,
Spradley (2007: 15) dipertegas oleh Poernomosidi (2006:
menyampaikan bahwa dalam 1) yang menyatakan bahwa
perkembangan peradaban dunia yang kebiasaan latah masyarakat
semakin maju, seseorang dapat Indonesia yang suka meninggalkan
mengalami peristiwa 'kebanjiran budayanya sendiri dan lebih tertarik
budaya' (culturally overnhelmed) mengikuti arus budaya global secara
yaitu munculnya pengaruh dari dua primordial tidak hanya menimpa
budaya atau lebih sekaligus, atau pada generasi muda semata, namun
bersama-sama. Dalam kasus ini, bagi juga pada seluruh generasi bangsa.
generasi muda atau anak-anak yang Menurut Nugrahani (2012: 136),
belum menguasai budayanya sendiri, melunturnya kebanggaan masyarakat
sementara sudah harus berhadapan terhadap budayanya sendiri
dengan pengaruh berbagai budaya mengakibatkan terputusnya estafet
asing (sebagai dampak dari pewarisan nilai-nilai kearifan lokal
canggihnya teknologi informasi) kepada generasi penerusnya. Oleh
maka mereka akan mengalami karena itu, secara nasional, sebagai
kegalauan atau kebingungan. Dalam salah satu nilai kearifan lokal yang
dirinya belum terbentuk filter yang mampu membentuk karakter bangsa
mampu membedakan budaya yang menjadi lebih berbudaya, permainan
baik dan cocok bagi dirinya. tradisional berada dalam situasi yang
Akibatnya, dengan mudah seseorang kritis. Hal ini merupakan masalah
(utamanya generasi muda) akan besar yang tidak boleh dibiarkan.

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Segala upaya perlu dilakukan, agar kita bermain secara tradisional, ruang
generasi penerus bangsa dapat publik berupa media elektronik
tumbuh menjadi manusia yang penting untuk digarap oleh pegiat
berkarakter baik dan terpuji. pengembangan dunia anak. Dunia
Budaya permainan anak, yang anak, identik dengan dunia bermain.
penuh canda -meskipun sedikit Oleh karena itu, mari kita arahkan
berdebu, kotor, dan kadang permainan bagi anak-anak kita
menjijikkan bagi golongan kepada media yang diakrabi, seperti
masyarakat tertentu- merupakan TV , HP, komputer, dan internet.
budaya lokal sebagai salah satu Perangkat lunak berupa benda-benda
pembentuk karakter anak bangsa elektronik tadi sangat mungkin
yang memiliki nilai-nilai universal digunakan sebagai media untuk siar
seperti, nilai demokrasi, gotong terhadap permainan anak Indonesia.
royong, nilai kesetiakawanan itu, Persoalannya sekarang, seberapa
patut dilestarikan. Mengingat media besar kepedulian pemilik stasiun TV
'pengganggu' bagi anak-anak untuk atau perangkat elektronik lainnya
mempermainkan permainan untuk membuat program tayangan
tradisional dengan alat yang juga yang mengangkat permainan
tradisional itu sangat besar, seperti tradisional itu mengingat dunia
alat-alat elektronik maka paradigma elektronik tergolong kelompok bisnis
'pengganggu' itu mesti diubah sarat modal. Masyarakat publik yang
menjadi memberdayakan. bergerak di dunia usaha juga sangat
Memberdayakan elektronik yang menentukan keberhasilan kita dalam
selama ini diasumsikan sebagai memasukkan tayangan yang berbau
dunia 'pengganggu' dunia permainan ranah tradisional seperti permainan
anak Indonesia, dalam situasi anak-anak ke panggung elektronik.
sekarang ini selayaknya dijadikan Peran yang dimaksudkan berkaitan
sebagai media untuk dengan seberapa peduli pengusaha
memasyarakatkan permainan mau beriklan di media yang
tradisional. Di tengah-tengah menayangkan permainan tradisional
sempitnya ruang untuk anak-anak tersebut. Jadi, sinergi pemodal, pihak

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


pemerintah, dan SDM Bali sangat untuk mengakrabi permainan
menentukan tersambutnya dunia tradisional bagi anak-anak negeri ini
permainan anak-anak di panggung adalah media elektronik, seperti TV,
elektronik. Internet, Yutube, Blog, dsb. Pebisnis
pun hendaknya mulai melirik
SIMPULAN kearifan lokal, khususnya permainan
Dunia bermain dalam arti yang tradisional sebagai salah satu media
positif ada pada usia anak-anak. untuk beriklan di media elektronik
Bermain identik dengan gerak tubuh agar terjadi sinergi mutualisme
dan olah pikir sehingga mampu antara media, pengusaha dan
menyenangkan hati anak-anak kita. pemerintah untuk memertahankan
Selain untuk menyenangkan, kearifan lokal Nusantara. Dengan
bermain juga merupakan media bagi adanya sinergi tersebut, ke depan
anak-anak untuk bersosialisi dengan pelestarian budaya Nasional semakin
lingkungannya secara alami. Dunia baik!
anak akan semakin ceria ketika ada
sarana untuk melakukan dunia DAFTAR PUSTAKA
permainan itu. Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Di era global ini, media bagi
Jakarta: Departemen Pendidikan
anak-anak untuk menyenangkan Nasional dan Balai Pustaka.
hatinya dalam dunia permainan Nugrahani, Farida. 2012.
sangatlah banyak. Namun, media "Reaktualisasi Tembang
Dolanan Jawa dalam Rangka
tersebut lebih banyak berdampak Pembentukan Karakter Bangsa
negatif dibandingkan memberikan (Kajian Semiotik)" dalam
Kearifan Lokal dan Pendidikan
dampak positif bagi perkembangan Karakter. Buku Prosiding
diri anak. Untuk itu, permainan Konferensi Internasional Budaya
Daerah ke-2 (KIBD-II)
tradisional yang sudah dilupakan Denpasar, Bali 22 - 23 Februari
oleh anak-anak kita penting untuk 2012. Penyunting I Wayan
Suardiana dan Nyoman
diperkenalkan kepada anak-anak Astawan.
Indonesia sedini mungkin. Salah satu
Poernomosidi, Begug. 2006. "Nilai-
media yang penting untuk 'direbut' nilai Budaya Jawa dan

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Pembangunan Karakter Bangsa". Taro, Made. 1999. Bunga Rampai
Makalah dalam Seminar Permainan Tradisional Bali.
Nasional Pembangunan Karakter Denpasar: Dinas Pendidikan
Generasi Muda di FBSJ FKIP Dasar Propinsi Bali.
Universitas Veteran Bangun
Nusantara Sukoharjo. Tim. 1990. Olah Raga Tradisional di
Daerah Bali. Denpasar: Koni
Spradley, James. P. 2007. The Tingkat I Propinsi Bali.
Etnographic Interview. (Edisi
terjemahan Misbah Zulfa Elisa).
Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


THE COMMITMENT BHISMA’S IN ORDER POLITENESS
Hardiyanto
Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract
The Bhisma is a puppet character who remained faithful to uphold their oath
spoken. That, of course, can reflect to its executive officers, legislative, and
judicial branches of the organizers of the state in Indonesia. With that reflection,
the organizers must hold fast to the vows that have been spoken before assuming
his job. Remain faithful to uphold the words of the oath or affirmation is a
hallmark of the Javanese community. This value is as a reflection of ethnic
identity in question to hold, because the value is regarded by Javanese contain
values that can reconcile the communities, especially communities that have
multiculturalism. A plural society we need to keep his peace, if the mutual
interaction uphold their oath spoken. Those values are potential local knowledge
needed to be conserved, and its conservation through learning in school.

Keywords: value of politeness in politics to the characters Bhisma‟s

INTRODUCTION such domestic unrest in Ambon,


Pluaralisme or pluralism is a Sambas, Sampit, as well as ethnic
necessity: it must be found in every conflicts among the Natives, and
society everywhere. But it still hard. These conflitc were most
makes the pluralism of social examples of intergroup tensions and
katastropi horrible. At the segregation caused by stereotypes
international level and among and prejudice.
countries, eg Israel and Palestine Stereotypes and prejudice
continue to fight for the mutually attitude is like a fire in the husks that
exclusive; armed conflict between the intensity of the temperature can
America and Iraq, Russia and be increased because of the influence
Chechnya, the Ku Klux Klan and of historical trauma, economic
Rednecks in North America on the disparity, legal uncertainty and
basis of whitesupremacy torturing political tensions. Structurally, the
and killing the blacks and other political system is discriminatory in
berwarma; and conflict between many countries, including Indonesia,
Protestants and Catholics in Ireland have been human-boxing classes
caused a prolonged civil war. While based on ethnicity, religion or social

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


class, and fomenting conflict. mutual tolerance of differences. To
Culturally, the main agents of explore the typical ethnic studies
socialization such as family and required ethnografi approach.
educational institutions do not seem Multicultural Education
to successfully embed-inclusive and Multicultural Education as an
tolerant attitude can not teach to live approach based on the assumption
together in harmony in a that a culture is a unique single
pluralisticsociety. character that makes a historical and
Above problems required a socio-cultural units without
solution with a multicultural preconceptions and without purpose.
approach that is implemented at the The uniqueness of a culture is what
classroom level. That approach is needs to obtain a place because it is
necessary comparative various ethnic intrinsically valued multiculturalism
cultures in Indonesia. School as a movement as a manifestation of
place to grow a culture of dissatisfaction with today's global
multiculturalism with comparative world. The effects of global
material as proposed Suyata existence of Inequality is socially,
(2001:24) that the comparative study politically, and setting the world
of the ethnic situation in Indonesia as capitalist economy. These effects
an important information. Opinions were ignoring each other makes
of comparative ethnic studies as another culture, viewed from the side
proposed has been put forward of the capitalists or ethnic group with
Suyata Tilaar (2005) through the other ethnic origins and often appear
Introduction to and Appreciation of presumption of prejudice that are
the diversity in Indonesian culture kept in a stereotype.
and society. Comparative ethnic According Djebrane, et al. (Zamroni,
studies reflects the typical things in 2008: 30) "The purpose of
upholding ethnic and needs to be multicultural education is to create
appreciated. Award as a form of awareness about issues affect That
tolerance and social conformity Different cultural groups. In an effort
which implies mutual respect and to eliminate social inequalities.

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


"Social inequalities is what caused to get a life sciences as a stock needs
the cause or prejudice, that prejudice to be done with a business or in the
is equivalent to a reduction in the term "behavior". Without the diligent
need to eliminate social inequalities. efforts will not be realized. This
Actions necessary to appreciate the values needs to be studied for
unique culture of each ethnic group. relevance to the present.
The award was poured in giving
Basic education as a civilizing
treatment or opportunity
process is upholding the values that
„same/equal‟ in all aspect of society,
come from their own culture. This
especially in the learning process in
means also to maintain the tradition
schools.
as a nation's identity, but is taken
Multicultural education from the values that are relevant to
perspective in dealing with thorny the context of the times. The
issues that keep the tradition for a relevance of this is necessary in
community identity in the order to side by side with the global
globalization era by basing powerful values. The practice of multicultural
education as a civilizing process. education by exploring the cultural
According Zamroni (2001: 82) values that are still relevant from
educational practices should be various cultures to be respected,
based on educational theory, and developed in the direction of global
theory that life originated from the values. Tradition as the capital of
view of society. Opinion suggests survival that requires changes. See
that this view is in the cultural life of strong Balinese people retain a
society, and culture based on values tradition, it is often visited by people
that can be used for use in from various countries who want to
educational practice. For example, in enjoy the traditions of the Balinese
Javanese culture there is a proverb community. Multicultural education
"Science kelakone Kanti behavior", is a form of respect for the traditions
this implies the value of of various ethnic and change to the
perseverance and hard work, because global flow. According Tilaar (2005:

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


202) is necessary transformative human rights groups, ethnic groups,
education. groups of nations to live according to
his own culture. Thereby recognized
Pedagogic transformation is a
the existence of the principle of
process that mengtransformasikan
equality of the individual,
life into a better direction. Education
interpersonal, international,
with this approach is not only
intercultural, interreligious, and so
focused on the learner (child-
forth. Actions necessary to
centered-education), but also
appreciate the unique culture of each
consider the society with the culture
ethnic group. The award was poured
(society-centered-education).
in to give treatment or opportunity
Focused on child-centered-education
'same / equal "in all aspects of
will alienate learners from the
society, especially in the learning
community and its culture, but
process in schools in the
focused on the society-centered-
implementation of multicultural
education students to ignore the
education.
independence of having to submit to
the society dominated by a particular Ethnography Approach.
power structure.
Ethnography is defined as a
Parson (Farida Hanum, 2002: 5) description of the ethnic culture of a
to instill the value of pluralism is tribe in a holistic manner. Goods
needed to give a chance similarity of description in ethnography is the
school functions. In Indonesia's material about the cultural unity of a
plural society of teachers in schools tribe in a community within a
should be able to carry out pedagogic geographic area of ecology or an
equality. Tilaar (2004: 216) administrative region. Ethnography
multicultural education based on new is used as the method is a way of
pedagogical pedagogy based on describing culture. This approach can
human equality (equity pedagogy). be used to explore the various
Pedagogic equality will not only meanings of action of a tribe or
recognize human rights but also ethnic realities. Excavation results

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


from the product of an ethnic symbols, behavior, and language.
meaning of the action used to Therefore, in the socio-cultural
understand about the ethnic culture. perspective is a view that maps a
A study of ethnicity and culture community layout the way of life
are very interesting, because these through symbols, behavior,
studies contain the humanitarian language, artifacts, and the belief that
aspects for the sustainability of these value is built.
ethnicities. For that, ethnography Map reflected by the community
must be able to express all the things such as building a culture of
that became crucial from an ethnic. It community identity. Identity in other
is crucial for the ethnic would be words as "ethnic component of social
fought for, counteraction to it by identity" defined by Tajfel via Jean
other ethnic conflicts would lead to S. Phinney (Noel, Jana, 2000: 129-
stereotyping or prejudice. 130): "that part of an individual's
Ethnography in this case helps us to self-concept Which derives from his
understand the conditions of ethnic, knowledge of his membership of a
to appreciate their implications as a social group (groups) together with
form of tolerance in our diversity. the value and emotional significance
attached to That membership." The
Clyde Kluckhon, 1968 (Tilaar,
implications of that definition that
2005: 196) gives an exact description
multicultural understanding is
of the culture. According to him
necessary to identify the value and
culture is like 'a map'. The map is an
emotional attachment that existed at
abstract description of the trend
each ethnic group. Identification as a
toward uniformity in the use of
basis for understanding the patterns
words, behavior, artifacts from a
of behavior shown by their
group of humans. If this map is
subsequent understanding of it as a
obviously going to be able to read
basis for tolerance of the reasons
about the way of life of a society.
embodied in the behavior of every
Map manner of life of a society or
ethnicity. Correct understanding of
community is reflected in the form of
the value and emotional attachment

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


to each ethnic group is expected to Phrases that live in the community,
reduce stereotypes and prejudice in the Javanese word for pearl, or a
every ethnic group, there are motto that Java Man is a pearl, or the
implications for inter-ethnic words of the motto is to always
tolerance. Understanding the value remember the Javanese people and
and emotional attachment can be acting as what is explicit and implicit
expressed in various ethnic groups in those words.”The Java expressions
with an ethnographic approach. One relating to leadership”, among
of them is by understanding the others:
values of cultural symbols, such as a. Sabdha pandhita ratu/queen
Javanese culture with symbols that The full phrase reads: "Word
are disclosed through a puppet. In pandhita queen, queen
these puppets are the expressions that pangandikaning sabdane pandhita
are values upheld by the Javanese. taxable datan Wola-guardian." That
Among the several expressions can is what has been taught by the priest
be evaluated as follows. and the king said, should not be
changed back, and must
DISCUSSION konsisten.Hal mentioned because
Related Java expression’s with
what has been taught pastors have
Leadership
Javanese society is rich in explored the truth so it does not need
expressions that contain moral to be altered. As for what the king
education. In Java, to educate the has spoken of a decision that has
community through subtle been processed, analyzed, and
expressions so as not to offend or to considered very carefully so it does
cause resentment. With the not need to be altered or plus / minus
expression that someone is forced to and carried it live. A leader must be
analyze the meaning of the phrase consistent, ie have to go implement
itself. The expression in the form of what has been spoken. The words
words that contain the word or and deeds must be consistent, need
sentence meaning is very profound not hesitate. People who get orders
and can not make the criticism hurt. from the king will sendika dhawuh, it

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


also comes in addition to dutifully interest rather than personal interests.
respect for the king as the This is reflected in the expression
representative / envoy god of this dumeh kuwasa aja, as a suggestion to
world. This means that the king avoid moral hazard. According
decreed what subjects would be Herusatoto via Bachelor Hadiatmaja
upheld because the king was & Kuwa Endah (2009: 87) dumeh
regarded as the representative / aja attitude is introspective
envoy of the God of this earth. guidelines for all people who are
b. Virtuous Bawaleksana blessed with happiness Java live by
The phrase is often used as God Almighty. Aja dumeh an order
behavioral demands of a king or for someone to always remember to
noble pemimpin.Arti; to mean more, others, because success must be
kindness meant behavior appropriate obtained also thanks to the help and
values and norms that shape support of others. Therefore, do not
luhur.Salah one is by providing forget the services of people who
generous assistance (Bratawijaya, in have helped achieve this success.
the Bachelor Hadiatmaja & Kuswa Other teachings of the expression
Endah: 2009: 87). So a leader must dumeh aja is a reminder that human
have in excess of values, moral and life at any moment can happen
noble. While bawaleksana means sometimes above sometimes below it
keeping the pledges that have been also sometimes happy sometimes too
pronounced on the basis of truth and hard. So, in attitude taught leadership
justice. So a leader should be persons dumeh kuwasa aja, tumindake
of high moral consequently to deksura lan-padha sapadha daksiya
implement what had been said based Marang. This means: do not
on truth and justice, and that was mentang-mentang were in power, all
reflected in the attitude to be honest his actions as arrogant and cocky and
with himself. arbitrarily against each other.
c. Aja Dume Kuwasa The Oathof Bhisma’s
The attitude of people living in an "Daulat son of Crown Prince,
ethical java always put the public son of the slave should become

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


empress sesdungguhnyalah Father his father, he swore he would never
liege lord. Therefore if the lord does married or married.
not agree with us, that children from
Bhisma one day join the
inappropriate jadu him king? But the
competition to win the three
lord himself, and by itself will
beautiful women to his sister
replace him. This would not allow”.
dipersunting Chitrangada and
Dewabrata said: Citrawirya. Three girl named Amba,
"I promise and stick to what I
Ambika, and Ambalika. Ambika
say this firmly, that the son
born to the father of the girl dipersunting Chitrangada and
child will be king, and I'll
Ambalika to Citrawiya. Meanwhile,
come down from the throne,
for the sake of the king who Amba still pursuing Bhisma to
will continue our descent."
dipersuami, because Bhisma who
And Dewabrata also taking
an oath on that promise. won the contest, but do not want
Fisherman prostrated
mempersuntingnya Bhisma. Bhisma
themselves:
"Mr. Crown Prince, son of remain firm holds promise for not
the wise, from the
raising a family. Furthermore, Amba
descendants of Bharata, Lord
has been doing the brave still pursuing the Bhisma. Finally
what Oran has never been
Bhishma took an arrow to scare
done before. My lord is a
great hero. Lord may take the Amba. Amba was not scared, finally
child to offer it to this servant
released on the chest Amba arrows.
of the King of King Father.”
Amba finally died.
Quote essentially tells the story of
The Oath of Bhisma bearing with
the father or Bhisma named
politeness politics
Dewabrata Çantanu want a family
Bhisma of the oath on the
again, but was blocked by the
appropriate expression is a Java
Bhisma who have the right to the
community leadership pandhita word
throne as king. In case a woman who
queen. In this concept includes mean
will dipersunting Çantanu have
"what has been pronounced a
children later request as a substitute
decision that has been processed,
for the king. Therefore, Bhisma for
analyzed, and to consider carefully.

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


A leader must be consistent, ie have With reflect the commitment
to go implement what has been Bhisma‟s to uphold his oath, of
spoken. This concept of reflection as course, the bureaucratic apparatus
a material for police bureaucrat executive, legislative, or yudikastif
executive, legislative, and judiciary in Indonesia also uphold the oath in
that they were prior to entering the running the government. By holding
respective headings sworn according the promise of the spoken vows of
to religious beliefs or their own. By course implies the existence of
adhering to the oath of course politeness in politics or the state and
implies the existence of honesty, nation.
wisdom, to protect his subordinates,
REFERENCE
and think about the prosperity of the
Farida Hanum. (2002). School role in
nation. In other words, there is the
civilizing Value Pluralism and
harmony of our nation and state.
Humanities to Build
By adhering to such oath,
Togetherness. Education
government will own a high-toned
Dynamics No.1/Th.IX March
attitude bawaleksana. This means
2002. Yoyakarta: Faculty of
that a leader must be highly moral
Educational Sciences, State
consequently to implement what had
University of Yogyakarta.
been said by truth and justice, and
____________. (2009). Articles
that was reflected in the attitude to be Implementation of
honest with himself. With honesty, Multicultural Education in
Developing Behavior Schools
the implications of aja duweh Nations. Inauguration Speech
attitude, which is a command so that Professor Pronounced in the
Open Meetings Home Senate
someone always remembers to State University of Yogyakarta
others, because success must be on Monday, April 20, 2009.
Yogyakarta: Yogyakarta State
obtained thanks to the help and University.
support of others.
Hardiyanto. 2009. Karma Phala in
Ethical Perspective (National
SUMMARY Conference Papers Regional
Language and Literature).
Yogyakarta. FBS UNY.

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Koentjaraningrat. (2002). August 18, 2001. Yogyakarta:
Introduction to Anthropology: Yogyakarta State University.
Fundamentals of ethnography.
Jakarta: Rineka Cipta Tilaar. H.A.R. (2004).
Multiculturalism. Global
Noel. Jana. (Ed.). (2000). Notable Challenges in Transforming the
Sources Selection in Future of National Education.
Multicultural Education. Jakarta: Grasindo.
Dushkin/Mc. Graw-Hill
______. (2009). Live in the
Pendit. S. Nyoman. 1993. Classroom: Multicultural
Mahabharata. Jakarta. Bhatara Perspectives Does Matter in
Commerce Media. Improving Teaching and
Learning. International
Sardjana Hadiatmaja & Kuswa Seminar on Multiculturalism
Endah. 2009. Social institutions and (Language and Art)
in the Java Community. Education: Unity and Harmony
Yogyakarta: Grafika Indah. in Diversity. 21 to 22 October
2009. Yogyakarta: Faculty of
Sindhunata. Ed. (2000). Opening the
Languages and Arts
Future of Our Children:
Yogyakarta State University-
Finding Education Curriculum
Indonesia.
XXI Century. Yogyakarta:
Publisher Kanisius. Zamroni. (2001). Paradigm of the
Future Education. Yogyakarta:
Suyata. (2001). Multicultural
BIGRAF Publishing.
Education and National
Reintegration: Policy Zamroni. E Reader. (2008).
Implications. Inauguration Multicultural Education:
Speech Pronounced Professor Philosophy, Theory and
at the Open Meeting of the Practice. Yogyakarta: The
Senate State University of State University Graduate
Yogyakarta on Saturday, Program.

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


MAKNA FILOSOFIS BANGUNAN KRATON SURAKARTA

Purwadi
Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract
This article will describe about symbolic meaning and phylosophy value in
Kraton Surakarta.In 1745 Sunan Paku Buwono II moved his court to nearby
Surakarta where he had built a new palace. When the king ordered to move the
capital city of Kartasura eastward to the banks of Javas longest river, it was
certainly not without reasons. At that time over land communication was scarce
because of inaccesible swamps, high mountain ranges and impenetrable forests.
But the city must have its outlet, its contact with outer islands and Bengawan then
was the only economic and social life line.

Keyword: Kraton Surakarta, phylosophy, symbolic

PENDAHULUAN pada umumnya (Andi Harsono,


Kraton Surakarta Hadiningrat 2005: 16). Namun ada sesuatu yang
adalah kelanjutan dari Dinasti membuat bangunan monumental
Kerajaan Mataram. Kraton ini pernah kraton itu mempunyai nilai lebih dari
menjadi pusat pemerintahan, sekadar bangunan arsitektur biasa.
kebudayaan, kesenian, Di balik bentuk fisik kraton
perekonomian, tata nilai, tuntunan terkandung pemikiran metafisik dan
hidup keagamaan dan merupakan filsafati bangsa Indonesia tentang
representasi kosmologi Jawa pada hidup manusia. Pemikiran yang
jamannya. termuat di dalam konsep pendirian
Keberadaan kraton ini adalah kraton serta pandangan tradisional
hasil dari proses perjalanan politik yang sekarang ini masih berserakan
yang panjang pewaris kejayaan di dalam lingkungan kraton perlu
Kraton Mataram Sultan Agung. dianalisis secara kritis untuk
Secara fisik bangunan arsitektur dijadikan sumber inspirasi bagi
kraton itu bila diamati secara masyarakat modern demi mengatasi
kewadagan, tidak ubahnya bangunan

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


masalah-masalah budaya di negeri dimaksudkan sebagai kata benda)
ini (Mooryati Sudibyo, 2003: 3). (Ali Mudhofir, 1997: 3).
Metode dan Landasan Teori Salah satu cabang filsafat
HASIL DAN adalah ontologi. Ontologi meliputi
PEMBAHASAN tentang bangunan apa hakikat ilmu itu, apa hakikat
Kraton Surakarta ini menggunakan kebenaran, dan kenyataan yang
metode dan teori kefilsafatan. Istilah inheren dengan pengetahuan ilmiah,
filsafat memiliki padan kata falsafah yang tidak terlepas dari persepsi
yang berasal dari bahasa Arab, filsafati tentang apa dan bagaimana
philosophy yang berasal dari bahasa yang Ada itu (being, Sein, het zijn).
Inggris, philosophia yang berasal Paham monisme yang terpecah
dari bahasa Latin, dan philosophie menjadi idealisme atau spiritualisme,
yang berasal dari bahasa Jerman, paham dualisme, dan pluralisme
Belanda, Prancis. dengan berbagai nuansanya
Semua istilah kefilsafatan itu merupakan paham ontologik yang
bersumber pada istilah Yunani pada akhirnya akan menentukan
philosophia, yaitu philein berarti pendapat bahkan keyakinan kita
mencintai, sedangkan philos berarti masing-masing mengenai apa dan
teman. Selanjutnya, istilah sophos bagaimana yang ada sebagaimana
berarti bijaksana, sedangkan sophia manifestasi kebenaran yang kita cari.
berarti kebijaksanaan.Ada dua arti Ontologi adalah cabang
secara etimologis dari filsafat yang filsafat yang mempersoalkan
sedikit berbeda. Pertama, apabila masalah ada, dan meliputi persoalan
istilah filsafat mengacu pada asal seperti apakah artinya ada, apakah
kata philein dan sophos, artinya golongan-golongan dari yang ada?,
mencintai hal-hal yang bersifat apakah sifat dasar kenyataan, dan hal
bijaksana (bijaksana dimaksudkan ada yang terakhir?, apakah cara-cara
sebagai kata sifat). Kedua, apabila yang berbeda dalam mana entitas
filsafat mengacu pada asal kata dari kategori logis dapat dikatakan
philos dan sophia, artinya adalah ada? (Koento Wibisono, 1997: 16).
teman kebijaksanaan (kebijaksanaan Secara ontologis, ilmu membahas

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


lingkup penelaahan keilmuannya ahli kebatinan untuk mencari tempat
hanya pada daerah-daerah yang yang cocok bagi pembangunan istana
berada dalam jangkauan pengalaman baru ke daerah sekitar lembah
manusia. Obyek penelaahan yang Bengawan Sala tersebut. Para utusan
berada dalam batas prapengalaman tersebut diberi wewenang dan
dan pascapengalaman diserahkan kekuasaan untuk bersama-sama
ilmu kepada pengetahuan lain. Ilmu mencari dan memilih tempat yang
hanya merupakan salah satu cocok untuk istana itu, baik sacara
pengetahuan dari sekian banyak lahiriah maupun batiniah. Utusan itu
pengetahuan yang mencoba terdiri dari : Patih Pringgalaya (Patih
menelaah kehidupan dalam batas- Jawi), Adipati Sindurejo (Patih
batas ontologi tertentu. Penetapan Lebet), Kyai Hanggawangsa (Ahli
lingkup batas penelaahan keilmuan Spiritual), RT Mangkuyuda (Ahli
yang bersifat empiris ini adalah Spiritual), RT Puspanegara (Ahli
konsisten dengan asas epistemologi Spiritual), RT Mandraguna
keilmuan yang mensyaratkan adanya (Bratadiningrat, 1990: 37).
verifikasi secara empiris dalam Setelah berjalan lama,
proses penemuan/penyusunan mereka mendapatkan tiga tempat
pernyataan yang bersifat benar yang dianggap cocok untuk dibangun
secara ilmiah (Jujun Suriasumantri, istana. Ketiga tempat itu adalah:
1986: 32). Penafsiran metafisik Desa Kadipala, daerahnya datar dan
keilmuan harus didasarkan kepada kering, akan tetapi para ahli nujum
karakteristik obyek ontologis tidak menyetujui, sebab walaupun
sebagaimana adanya (das Sein) kelak kerajaan Jawa tumbuh menjadi
dengan deduksi-deduksi yang dapat kerajaan yang besar, berwibawa dan
diverifikasikan secara fisik. adil makmur, namun akan cepat
Dari perspektif kesejarahan rusak dan akhirnya runtuh. Desa
sesungguhnya Kraton Surakarta Sala, atas pilihan RT. Hanggawangsa
didirikan oleh Sunan Paku Buwana dan disetujui oleh semua utusan.
II. Beliau mengirim utusan yang Alasannya, tanahnya sangat rusak,
terdiri dari ahli negara, pujangga dan terlalu dekat dengan Bengawan Sala,

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


dan daerahnya penuh dengan rawa- Sala yang sekarang menjadi
rawa yang dalam. Desa Sana Sewu, kampung Gremet. Setelah tempat
terhadap tempat ini RT. tersebut diukur untuk calon lokasi
Hanggawangsa tidak menyetujuinya, istana, ternyata kurang luas, maka
karena menurut jangka, akan selanjutnya para utusan melakukan
mengakibatkan perang saudara dan berbagai kajian keadaan tanah,
penduduk Jawa akan kembali sumber air dan sebagainya.
memeluk agama Hindu dan Budha Setelah beberapa hari
(Hadiwijaya, 1939: 9-10) bertapa, mereka memperoleh ilham
Sesudah diadakan bahwa Desa Sala sudah ditakdirkan
permusyawaratan, para utusan oleh Tuhan menjadi pusat kerajaan
akhirnya memilih Desa Sala sebagai baru yang besar dan bertahan lama,
calon tunggal untuk tempat praja agung kang langgeng. Ilham
pembangunan istana baru, dan tersebut selanjutnya memberitahukan
keputusan ini kemudian disampaikan agar para utusan menemukan Kyai
kepada Sunan di Kartasura. Setelah Gede Sala, sesepuh Desa Sala. Orang
Sunan menerima laporan dari para itulah yang mengetahui sejarah dan
utusan tersebut, kemudian cikal bakal Desa Sala. Perlu
memerintahkan beberapa orang abdi diketahui, bahwa nama Kyai Gede
dalem untuk meninjau dan Sala berbeda dengan Bekel Ki Gede
memastikan tempat itu. Utusan itu Sala, seorang bekel yang mengepalai
ialah Panembahan Wijil, Abdi Dalem Desa Sala pada jaman Pajang.
Suranata, Kyai Ageng Khalifah Sedang Kyai Gede Sala adalah orang
Buyut, Mas Pangulu Fakih Ibrahim, yang mengepalai Desa Sala pada
dan Pujangga istana RT. Tirtawiguna jaman kerajaan Mataram Kartasura.
(Yasadipura II, 1940:19-21). Selanjutnya Kyai Gede Sala
Sesampainya di Desa Sala, menceritakan tentang Desa Sala
utusan tersebut menemukan suatu sebagai berikut : ketika jaman
tempat yang tanahnya berbau harum, Pajang, salah seorang putera
maka disebut Desa Talangwangi, Tumenggung Mayang, Abdi Dalem
terletak di sebelah barat laut Desa kerajaan Pajang, bernama Raden

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Pabelan, dibunuh di dalam istana, ia bermimpi bertemu dengan seorang
sebab ketahuan bermain asmara pemuda gagah. Pemuda itu
dengan puteri Sekar Kedaton atau mengatakan, bahwa dialah yang
Ratu Hemas, puteri Sultan menjadi mayat itu dan mohon
Hadiwijaya, raja Pajang. Selanjutnya dengan hormat kepada Kyai Gede
mayat Raden Pabelan dihanyutkan Sala agar dia dikuburkan di situ.
di Sungai Lawiyan, hanyut dan Namun sayang, sebelum sempat
akhirnya terdampar di pinggir sungai menanyakan tempat asal dan
dekat Desa Sala. Bekel Kyai Sala namanya, pemuda itu telah
yang saat itu sebagai penguasa Desa raib/menghilang. Akhirnya Kyai
Sala, pagi hari ketika ia pergi ke Gede Sala menuruti permintaan
sungai melihat mayat. Kemudian pemuda tersebut, dan mayatnya
mayat itu didorong ke tengah sungai dimakamkan di dekat Desa Sala.
agar hanyut. Memang benar, mayat Karena namanya tidak diketahui,
itu hanyut dibawa arus air Sungai maka mayat itu disebut Kyai
Braja. Bathang. Sedangkan tempat
Pagi berikutnya, Kyai Gede makamnya disebut Bathangan yang
Sala sangat heran karena kembali makam itu sekarang berada di
menemukan mayat tersebut sudah di kawasan Beteng Plaza, Kelurahan
tempatnya semula. Sekali lagi mayat Kedung Lumbu. Dengan adanya
itu dihanyutkan ke sungai. Namun Kyai Bathang itu, Desa Sala semakin
anehnya, pagi berikutnya peristiwa raharja (Darsiti, 1989: 34).
sebelumnya berulang lagi. Mayat itu Bengawan Sala atau Bengawan
kembali ke tempat semula, sehingga Semanggi mempunyai 44 bandar,
Kyai Gede Sala menjadi sangat salah satunya bernama Wulayu atau
heran. Akhirnya ia maneges, minta Wuluyu atau sama dengan Desa
petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa Semanggi.
atas peristiwa itu. Setelah tiga hari Serat Wicara Keras
tiga malam bertapa, Kyai Gede Sala menyebutkan Bengawan Sala
mendapat ilham atau petunjuk. sebagai bengawannya orang
Ketika sedang bertapa, seakan-akan Semanggi. Alasan lainnya, di Desa

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Sala cukup tenaga kerja untuk kayu tersebut selanjutnya
membuat kraton karena dikelilingi dimasukkan ke dalam rawa di Desa
oleh Desa Semanggi, Baturana, dan Sala sampai penuh. Meskipun
Babudan. Desa Sala sendiri jaman demikian belum dapat menyumbat
Pajang di bawah bekel Kyai Sala. mata air rawa tersebut, bahkan airnya
Permulaan pembangunan itu ditandai semakin deras.
dengan sengkalan “Jalma Sapta Sanadyan kelebetana sela
utawi balok ingkang ageng-
Amayang Buwana = 1670 Jawa atau
ageng ngantos pinten-pinten
1744 M. ewu, meksa mboten saget
pampet, malah toya saya
Sesudah Sunan Paku Buwana
ageng ambalaber pindha
II menerima laporan, maka segera samodra (Yasadipura II,
1940: 25).
memerintahkan kepada Kyai Tohjaya
Terjemahan:
dan Kyai Yasadipura I, serta RT. Walaupun diberi batu
ataupun balok-balik kayu
Padmagara, untuk mengupayakan
yang besar-besar sampai
agar Desa Sala dapat dibangun istana beribu-ribu banyaknya,
terpaksa tidak dapat tertutup,
baru. Ketiga utusan tersebut
bahkan keluarnya air semakin
kemudian pergi ke Desa Sala. besar dan menyeruap
bagaikan samodra.
Sesampainya di Desa Sala, mereka
Bahkan lebih mengherankan
berjalan mengelilingi rawa-rawa
lagi, dari sumber air tersebut keluar
yang ada di sekeliling Desa Sala.
berbagai jenis ikan yang biasa hidup
Kemudian Sunan memutuskan
di air laut. Menyaksikan kejadian itu,
bahwa Desa Sala-lah yang akan
Panembahan Wijil dan Kyai
dijadikan pusat istana baru. Sunan
Yasadipura bertapa selama tujuh hari
segera memerintahkan agar
tujuh malam tanpa makan dan tidur.
pembangunan istana segera dimulai.
Akhirnya pada malam hari Anggara
Atas perintah Sunan, seluruh
Kasih, Kyai Yasadipura
abdi dan sentana dalem membagi
mendapatkan ilham sebagai berikut:
tugas: Abdi Dalem mancanegara
He kang padha mangun
Wetan dan Kilen dimintai balok- pujabrata, wruhanira,
telenging rawa iki ora bisa
balok kayu, jumlahnya tergantung
pampet amarga dadi
pada luas wilayahnya. Balok-balok tembusaning samodra kidul.

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Ewadene yen sira ngudi dan setelah berpikir keras akhirnya
pampete, kang dadi
beliau
saranane, tambaken Gong
Kyai Sekar Dlima godhong Tledhek iku tegese ringgit
lumbu, lawan sirah tledhek, saleksa. Dene Gong Sekar
cendhol mata uwong, ing Dlima tegese gangsa, lambe
kono bisa pampet ponang iku tegese uni. Dadi watake
teleng. Ananging ing tembe bebasan kerasan. Gong Sekar
kedhung nora mili nora Delima, dadi sekaring lathi,
pampet, langgeng toyanya ingkang anggambaraken
tan kena pinampet ing mula bukane nguni iku Kyai
Salawas-lawase (Hadiwijaya, Gede Sala. Saka panimbang
1939:7). iku udanegarane kabener
Terjemahan: anampi sesirah tledhek arta
Hai, kalian yang bertapa, kehe saleksa ringgit (cendhol
ketahuilah, bahwa pusat rawa mata uwong), mangka
ini tidak dapat ditutup, sebab liruning kang dadi wulu
menjadi tembusannya Lautan wetuning desa tekan ing
Selatan. Namun demikian sarawa-rawa pisan (Pawarti
bila kalian ingin Surakarta, 1939:8).
menyumbatnya gunakan cara:
gunakan Gong Kyai Sekar Terjemahan:
Delima, daun lumbu, dan Tledhek berarti sepuluh ribu
kepala ronggeng, cendol mata ringgit. Gong Sekar Delima
orang, disitulah pasti berhenti berarti gangsa, bibir atau
keluarnya mata air. Akan perkataan. Jadi bersifat
tetapi besok kenghung itu perumpamaan. Gong Sekar
tidak akan mengalir, tetapi Delima menjadi buah bibir
juga tidak berhenti yang menggambarkan asal
mengeluarkan air, kekal tidak mula/cikal bakal desa yaitu
dapat disumbat selama- Kyai Gede Sala. Atas
lamanya. pertimbangan itu sepantasnya
menerima ganti uang
sebanyak sepuluh ribu
ringgit. Sebagai ganti rugi
Penerimaan ilham tersebut penghasilan desa beserta
rawa-rawanya.
terjadi pada hari Anggara Kasih
tanggal 28 Sapar 1743 Masehi
Demikian akhirnya Kyai
(Yasadipura II, 1940: 17-18). Segala
Gede Sala memperoleh ganti rugi
kejadian tersebut kemudian
sebesar sepuluh ribu ringgit dari
dilaporkan kepada Paku Buwana II
Sunan. Selanjutnya Kyai Gede Sala
di Kartasura. Paku Buwana II sangat
bertapa di makam Kyai Bathang. Di
kagum mendengar laporan tersebut

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


dalam bertapa itu Kyai Gede Sala gumantung, pala kependhem, pala
memperoleh Sekar Delima Seta dan andheng atau bunga-bungaan yang
daun lumbu. Kedua barang tersebut harum baunya ditaruh di tengah
dimasukkan ke dalam sumber mata istana. Para pendeta berdoa sehari
air. Sesudah itu dilakukan kerja bakti semalam. Barulah perpindahan
menutup rawa. Akhirnya pekerjaan dilakukan.
itu selesai dengan cepat. Warga desa Prabu Aji Pamasa dari Kediri
dipindahkan dan dimukimkan memindahkan pusat kerajaan dari
kembali di tempat lain. Kediri ke Witaradya. Persajian sama
Kemudian pembangunan dengan Prabu Yudayaka di Hastina,
dimulai dengan menguruk tanah dengan ditambah tumpeng rajegan
yang tidak rata dan dibuat gambar atau tumpeng seribu buah diberi
awal dengan mengukur panjang dan daging binatang berkaki empat, ikan
lebarnya. Puluhan ribu buruh bekerja darat, ikan kali, daging jenis unggas,
di proyek pembangunan itu. jajan pasar. Prabu Dewata Cengkar
Dinding-dinding pertama dibangun di Medang Kamulan, pindah ke
dari bambu karena waktunya Medang Kamulan Timur. Persajian
mendesak. Adapun desain umumnya sama seperti Prabu Aji Pamasa
mencontoh model Kraton Kartasura. dengan ditambah gecok mentah
dipasang di setiap sudut istana dan
HASIL DAN PEMBAHASAN setiap perempatan besar dan kecil.
Prosesi Pemindahan Kraton Prabu Banjaran Sari di
Pada suatu ketika RT. Kerajaan Pajajaran pindah ke Galuh.
Tirtawiguna ditanya oleh Sunan Persajian sama dengan yang
tentang persyaratan perpindahan dilakukan oleh Prabu Dewata
pusat istana, maka RT. Tirtawiguna Cengkar dengan ditambah Raja dan
memberi penjelasan sebagai berikut: Ratu berpakaian pakaian penganten,
Ketika Raja Parasara memindahkan menghias jalan-jalan, para abdi
kerajaannya ke Hastinapura, dalem dengan pakaian penganten
persajian yang diadakan adalah pala sesudah upacara kirab
kirna, pala kesimpar, pala (Bratadiningrat, 1990: 27).

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Setiap kegiatan perpindahan sebagainya. Berbagai macam
tersebut seluruhnya selalu diakhiri benang, kain batik, selendang, kain
dengan bujana andrawina. kerik dan masih banyak lagi jenis
Selanjutnya di atas rencana sajian lainnya. Kemudian tiga jenis
perpindahan tersebut lebih dahulu emas, perak, binatang hidup
barang-barang yang dipindahkan (Mulyanto, 1990: 32).
adalah: beras dan padi, perlengkapan Setelah semua persiapan
dapur dengan segala macam bumbu dirasa cukup lengkap, maka pada
masak, ternak unggas seperti ayam, hari yang telah ditetapkan, Sunan
itik, dan sejenisnya. Raja kaya, beserta segenap Keluarga kaum
hewan ternak berkaki empat. kerabat pindah tempat dari Kartasura
Perlengkapan-perlengkapan lain. ke Desa Sala. Perpindahan itu
Sedang jenis sajian yang dilakukan pada hari Rabu Pahing, 17
diadakan ialah: gecok kelapa, Sura, sengkalan Kambuling Puja
bekakak ikan, bumbu sekapur Asyarsa ing Ratu (1670 Jawa = 1745
robyongan: bunga sirih lengkap, M atau 17 Februari 1745). Dalam
rokok boreh. Jenis tumpeng: Serat Kedhaton, disebutkan :
megana, urubing damar, tatrah, Sigra jengkar saking
Kartawani
rabah, rerajungan, rukini, kelut,
Ngalih kadhaton mring
litut, gicing. Di samping masih ada dhusun Sala
Kebut sawadya balane
sayuran, ikan, daging dan segala
Busekan sapraja gung
macam jenang : jenang abang, putih, Pinengetan hangkate huni
Hanuju hari Buda henjing
selaka, mangkur, kiringan,
wancinipun
ngongrong, dodol, bakmi, bandeng, Wimbaning lek ping Sapta
Wlas
lemu kaleh, kalong, jada, wajik,
Sura He je kombuling Pudya
pudhak pondhoh, ketan manca Kapyarsi
Hing Nata kang sangkala
warna atau pala kirna, pala
Terjemah :
gumantung, pala kesimpar, pala Segera berangkat dari
Kartasura
kependhem, dan pala andheng.
Pindah kraton di dusun Sala
Kemudian berbagai macam telur, Semua bala prajurit
Sibuk seluruh praja
ayam, itik, burung, ikan dan

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Diperingati berangkatnya hari ini, Desa Sala aku ambil,
dulu aku tetapkan menjadi negaraku,
Bertepatan hari Rabu pagi, aku beri nama Negara
Tanggal tujuh belas Surakarta Hadiningrat. Kalian
Sura je Kombuling Puja siarkanlah ke seluruh rakyat di
kapyarsa seluruh wilayah Tanah Jawa
Ing Ratu sengkalinya. seluruhnya.

Raja dan ratu tampil di Kemudian diadakan doa


sitinggil diiring semua Bedhaya syukur, dan diadakan penanaman
Serimpi serta para pengikut. Mereka pohon beringin kurung sakembaran
disambut serentak oleh tembakan di alun-alun utara dipimpin oleh
meriam, bunyi gamelan dan tiupan Patih Pringgalaya dan Patih
terompet (Padmasusastra, 1924: 22). Sindureja. Beringin itu diberi nama:
Setelah sampai di Desa Sala, segera Kyai Jayandaru dan Kyai
diadakan pengaturan pembagian Dewandaru.
tempat. Sementara para pandherek Persyaratan nujum lebih
masih berkumpul di alun-alun. penting dari pada topografi tanah. Di
Setelah istirahat beberapa lama, samping itu, istana ditetapkan
diadakanlah upacara pasewakan sebagai bagian utama. Pemberkatan
agung. Pada pasewakan agung itu tanah itu hanya dapat dilakukan
bersabdalah Sunan Paku Buwana II dengan bantuan pelbagai benda
kepada segenap hadirin: keramat yang dialihkan dari Kraton
Heh kawulaningsun, kabeh terdahulu, yaitu keempat pohon
padha ana miyarsakna
pangandikaningsun! Ingsun waringin, bangsal pangrawit yang
karsa ing mengko wiwit dina sangat keramat karena mengandung
iki, Desa Sala ingsun pundhut
jenenge, ingsun tetepake dadi bongkah batu yang dianggap bekas
negaraningsun, ingsun paringi singgasana Hayam Wuruk seperti
jeneng Negara Surakarta
Hadiningrat. Sira padha juga berbagai pusaka yang
angertekna sakawulaningsun merupakan jaminan bahwa wahyu
satalatah ing Nusa Jawa
kabeh. benar-benar ada pada raja yang
(Hadiwjaya, 1939 : 26). sedang memerintah.
Terjemah :
Hai rakyatku, dengarkan Kediaman para bangsawan
semuanya sabdaku. Aku sejak menempati satu kawasan berisi

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


empat yang luas, yang dikelilingi kenegaraan atau staatsrechtelijk dan
oleh tembok tinggi 3-6 meter, yang magischreligieus. Ketiga, kraton
dinamakan Baluwarti dan belum berarti penjelmaan wahyu nurbuwat
lama berselang oleh sebuah parit. dan oleh karena itu menjadi
Ruang bertembok itu di antara dua pepunden dalam kajawen. Keempat,
alun-alun bujur sangkar yang luas, kraton berarti istana, kedaton, atau
alun-alun utara dan selatan dhatulaya. Kelima, bentuk bangunan
(Soemarsaid, 1984: 46). kraton yang unik dan khas
Istana Kasunanan Surakarta mengandung makna simbolik yang
Hadiningrat, terletak di ujung timur tinggi, yang menggambarkan
jalan utama yang membelah kota perjalanan jiwa ke arah
Sala. Apabila memasuki kompleks kesempurnaan. Keenam, kraton
kraton dari arah utara, di sebelah kiri sebagai cultuur historische instelling
dan Kanangapura, akan tampak satu atau lembaga sejarah kebudayaan
pasang patung yang merupakan salah yang menjadi sumber dan pemancar
satu ciri khas, daerah ini disebut kebudayaan. Ketujuh, Kraton sebagai
Gladak. Di belakang gapura tersebut badan juridische instellingen, artinya
akan tampak dua buah pohon Kraton mempunyai barang-barang
beringin, dan setelah melewati kedua hak milik atau wilayah kekuasaan
pohon tersebut, akan tampak satu atau bezittingen sebagai sebuah
tanah lapang yang luas dan di tengah dinasti.
lapangan tersebut juga akan terlihat Adapun makna simbolik
sepasang pohon beringin. Daerah bangunan Kraton Surakarta
tersebut disebut Alun-alun Lor. diterangkan sebagai berikut:
Makna Simbolik Kraton 1. Gladhag
Menurut Wirodiningrat Bangunan Gapura Gladhag
(1994: 17), ada tujuh pengertian mempunyai makna simbolik bahwa
makna kraton atau saptawedha: tahap pertama yang harus dilakukan
Pertama, kraton berarti kerajaan. seseorang adalah memulai usaha
Kedua, kraton berarti kekuasaan raja untuk memayu hayuning bawana
yang mengandung dua aspek: agar mendapatkan kamulyan jati,

11 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


kesempurnaan hidup; mengikat erat pasir. Jika siang hari yang terik orang
nafsu-nafsu hewaniah. Manusia yang lewat di alun-alun akan
harus bisa menguasai dan merasakan panas yang menyengat
mengendalikan nafsu hewani. Untuk dari dua arah. Yakni, panas langsung
mencapai tujuan yang baik, harus dari sorot matahari dan juga bias dari
dilandasi usaha dengan nilai etika pantulan pasir yang menyerap panas.
yang baik dan benar. Keserakahan, Sebaliknya, pada malam hari orang
kelicikan, kecurangan sebagai nilai- yang melewati alun-alun, akan
nilai negatif yang tidak mendapatkan merasa dingin dan nyaman karena
pembenaran secara moral, harus semilir angin yang tidak terhalang
ditinggalkan (Mooryati 2003: 9). pepohonan atau bangunan. Keadaan
2. Pamurakan yang bertentangan itu adalah
Gapura kedua adalah Gapura simbolisasi dari sifat-sifat fitrah alam
Pamurakan. Pamurakan artinya maya (Mooryati 2003: 12). Sifat-sifat
penjagalan hewan. Di tempat inilah yang kutubnya saling bertentangan.
binatang-binatang buruan yang Baik-jahat, enak-tidak enak, indah-
masih hidup, disembelih dalam jelek. Dikotomi yang saling bertolak
keadaan terikat. Arti simboliknya belakang. Selalu ada pertentangan,
adalah tempat ini merupakan selalu ada dinamisasi, tidak ada
penegasan dari niat untuk sesuatu yang abadi.
meninggalkan hawa nafsu hewani. 4. Ringin Kurung Kembar
Hewan yang sudah terikat itu masih Beringin itu dinamakan Kyai
meronta dan masih berusaha untuk Dewandaru dan Kyai Jayandaru.
melepaskan diri. Hawa nafsu hewan Simbol dari pohon hayat atau pohon
itu pada tahap kedua harus betul- kehidupan. Simbol dari kesejukan,
betul mulai ditanggalkan. kebenaran. Nilai baik itu jelas
3. Alun-alun adanya, demikian juga nilai buruk.
Alun-alun adalah tanah Hitam itu jelas, putih itu jelas namun
lapang yang luas, lebih dari dua di antara keduanya ada abu-abu.
lapangan sepak bola. Di tanah yang Jayandaru dan Dewandaru adalah
luas dan rata tersebut dihamparkan

12 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


simbol dari kebenaran. Batas antara sampai pada tujuan akhir, sudah
yang baik dan buruk. menemukan Tuhan. Merasa kagum
5. Pagelaran-Sasana Sumewa akan segala keindahan dan
Inilah tempat para birokrat kenikmatan yang tak terhingga.
dan pejabat tinggi kraton berkantor. Namun perlu diingat bahwa ini
Pagelaran/Sasana Sumewa adalah hanya sebuah terminal, bukan tujuan
simbol dari kekuasaan dan peraturan, akhir. Itulah kenikmatan duniawi
serta undang-undang yang mengatur yang fenomenal, semu dan tidak
suatu negara. Manusia perlu kekal. Ibaratnya manusia hanya
memahami peraturan hidup dalam mampir ngombe, atau berhenti
bentuk-bentuk tatakrama dan etika. sejenak di fase ini (Wibisono, 2002:
Dalam dimensi spiritual, untuk bisa 3).
mencapai kamulyan jati, seseorang 7. Kori Mangu
harus menguasai tata cara dan Perjalanan itu lalu sampai
syariat-syariat untuk dapat pada bangunan sebelah selatan
mencapainya (Mooryati 2003: 15). Sitihinggil. Nama bangunan sebelah
6. Sitihinggil selatan Sitihinggil. Nama bangunan
Sitihinggil, dengan bangunan itu Kori Mangu. Sampai di tahap
di dalamnya yang dinamakan kehidupan ini biasanya seseorang
manguntur tangkil. Di sinilah Raja akan disergap oleh sikap ragu-ragu.
duduk di singgasananya. Dari sini Segala apa yang sudah dilalui,
terdengar orkestra gamelan lokananta diyakini, akan dipertanyakan
yang mendayu-dayu. Di sini Raja kembali. Kepercayaan, keyakinan
mendapatkan perlakuan dengan yang selama ini telah menjadi milik
segala kemegahan, kemewahan dan diri, seiring dengan pengalaman-
keagungannya. Banyak orang yang pengalaman kehidupan yang
tersesat dalam mencari panjang, benturan-benturan dengan
kejatiandirian. Sitihinggil yang serba nilai-nilai yang lain serta dengan
menyenangkan itu bisa menyesatkan. semakin kayanya wawasan, maka
Banyak yang merasa sudah keyakinan itu tiba pada titik di mana
menemukan jatidiri, sudah merasa perlu diuji kembali.

13 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


8. Kori Brajanala Simbolisasi pertemuan antara
Braja artinya tajam, nala keduanya dilambangkan dengan
artinya pikir atau budi. Dengan bangunan Panggung Sangga Buwana
ketajaman pikir dan budi keragu- yang menjulang sebagai simbolisasi
raguan itu harus diurai. Keyakinan, dari unsur lingga yang berdekatan
sikap dan prinsip hidup pada tahap dengan kori Sri Manganti.
ini mengalami revitalisasi. Pertemuan antara lingga, unsur laki-
Mengalami penajaman, yang laki, dan yoni, unsur perempuanlah
kemudian mengantarkan kepada yang menjadikan awal kehidupan
pencapaian pencerahan. Dengan purwaning dumadi.
dicapainya pencerahan, diibaratkan 11. Kori Sri Manganti
seseorang menukik ke kedalaman Kori Sri Manganti adalah
tataran yang lebih tinggi dari jalan menuju ke Manunggaling
kesadaran semula. kawula lan Gusti. Pencapaian itu
9. Kori Kamandungan disebut tataran makrifat. Di sini
Berikut adalah Kori kepercayaan adalah mutlak. Sudah
Kamandungan. Di sini terdapat mencapai apa yang dinamakan
cermin besar sebagai lambang isbatu‟i yakin; kepercayaan yang tak
introspeksi diri. Setelah mampu tergoyahkan. Kehidupan duniawi
mencapai tahap tarekat maka yang berakhir.
harus dilakukan adalah pencapaian 12. Dalem Ageng Prabasuyasa
pengetahuan hakikat, pengetahuan Kehidupan abadi adalah
rasa jati. Kepercayaan yang haqqul bertemunya makhluk dengan Sang
yakin. Kepercayaan yang benar Khalik. Orang Jawa memandang
(Wibisono, 2002: 4). pertemuan dengan Khalik itu adalah
10. Panggung Sangga Buwana sesuatu yang sangat indah. Suatu
Tibalah pada fase perjalanan keadaan yang serba baik dan indah.
yang mendekati akhir. Hal ini Keadaan yang sarwa becik itu tidak
digambarkan oleh bangunan terakhir bisa lagi digambarkan dan
yang menjadi lambang pertemuan diangankan. Maka untuk
antara makhluk dan Khalik. menjangkaunya digunakan simbol

14 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


pohon sawo kecik. Tanaman sawo
kecik banyak ditanam di area itu. Daftar Pustaka
Sawo kecik atau sarwa becik; serba
Andi Harsono, 2005. Tafsir Serat
indah. Wulangreh. Yogyakarta. Pura
Pustaka

SIMPULAN Ali Mudhofir, 1997, Kamus Istilah


Filsafat,Liberty, Yogyakarta.
Berdasarkan uraian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa Bratadiningrat, 1990. Asalsilah
Warna Warni.Surakarta.
sampai saat ini Kraton Surakarta Sasana Wilapa
telah banyak melahirkan tokoh-tokoh
Darsiti, 1989. Kehidupan Dunia
cendekiawan, pujangga maupun Kraton Surakarta 1830 – 1939.
ulama yang berpengaruh. Salah satu Yogyakarta: Disertasi
Pascasarjana UGM.
tokoh yang akan dikaji pada
Hadiwijaya, 1939. Hadeging Kraton
penelitian ini adalah Raden Ngabehi
Surakarta. Surakarta. Pawarti
Ranggawarsita. Kajian mengenai
Jujun Suriasumantri, 1987, Filsafat
tokoh Ranggawarsita ini, akan Ilmu, Sebuah Pengantar
dimulai dari persepsi mengenai Populer, Sinar Haparan,
Jakarta.
sejarah Kraton Surakarta.
Kajian ini diharapkan mampu Koentowibisono, 1997, Arti
Perkembangan Menurut
menimbulkan daya tarik, memotivasi Filsafat Positivisme Auguste
warga masyarakat baik nusantara Comte, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
maupun mancanegara untuk
mengetahui lebih lanjut dan Mooryati Soedibyo, 2003. Busana
Kraton Surakarta Hadiningrat.
mendalam tentang segi-segi dari Jakarta. Mustika Ratu
warisan budaya Kraton Surakarta
Mulyanto, 1990. Pujangga
tersebut. Analisis makna filosofis Ranggawarsita. Jakarta.
Depdikbud
terhadap bangunan Kraton Surakarta
ini dapat digunakan untuk menggali Padmosusastro, 1924. Serat Tata
Sastra. Jakarta. Balai Pustaka
butir-butir kearifan lokal dalam
rangka memperkokoh jati diri dan Soemarsaid, 1984. Negara dan
Usaha Bina Negara di Jawa
kepribadian bangsa. Masa Lampau, Studi Tentang

15 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Masa Mataram. Jakarta: Wirodiningrat, 1994. Katrangan
Yayasan Obor Indonesia. Babagan Kraton. Surakarta.
Sasana Wilapa
Wibisono, 2002. Sejarah Berdirinya
Kraton Surakarta.Jakarta. Yasadipura II, 1940. Serat Wicara
Mustika Ratu Keras. Jakarta. Balai Pustaka

16 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


SRATEGI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA, BUDAYA DI SEKOLAH
DAN MASYARAKAT MELALUI TRADISI KEBUDAYAAN

Eko Santosa
Universitas Muhammadiyah Purworejo
Abstract
The cultures is very dynamic, its will goes to moves always. The cultures can
became to moves and motivation for all mans. Its so to be doing and building
hims of area. The building culture can‟t lose from globalisation. The globalisation
give many effision, easy and freeland that have bigs interesting for the young.
The Javanes culture to became losing,lose interested for himselft of the
culture.The pop cultures give lose effect of the tradisional culture. The reason on
strategy culture was needed culture endure one there are javanes culture have
losed from global culture.

Keywords: The Education Strategy, Culture In School Sociaty

PENDAHULUAN Kenyataan yang sulit dipungkiri


Di era global, otonomi daerah itu menggejala, karena khalayak
(Otda), dan gejala multikultural ini, (awam) sering memandang dengan
banyak pihak selalu meragukan „kacamata hitam‟ dan sebelah mata
terhadap eksistensi budaya tradisi, terhadap budaya tradisi (Jawa).
salahsatu contoh sebagai studi kasus Seringkali mereka belum mengetahui
adalah budaya tradisi Jawa. Budaya esensi budaya Jawa yang kaya akan
Jawa selalu dianggap marginal, keluhuran. Gerak jiwa dan karya
kurang bergengsi, kolot, kurang lahiriah orang Jawa, yang menurut
kompetitif, dan selalu dipertaruhkan. Partokusumo (1995:109) didasari
Hal ini dimungkinkan juga ada pada naluri: memayu hayuning sarira
budaya tradisi daerah lainnya selain (memelihara keselamatan diri),
Jawa. Bahkan seringkali, entah memayu hayuning bangsa, dan juga
secara riil (blak-blakan) maupun memayu hayuning bawana (menjaga
terselubung, masih ada yang keselarasan, ketenteraman,
mempertanyakan kemampuan keselamatan dunia)-mungkin kurang
budaya Jawa jika harus kontak menyentuh dan jarang dirujuk
dengan percaturan budaya lain. sebagai suatu keunggulan budaya
oleh pihak lain.

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Akibat dari semua itu, memang perlu upaya meyakinkan dunia
tidak terlalu salah jika “pengajaran modern bahwa budaya tradisi (Jawa)
budaya (Jawa)” pun menjadi kurang ternyata bersifat terbuka, luwes,
berdampak luas. Hal ini juga diakui lentur, toleran momot (akomodatif),
oleh pihak Depdiknas, bahwa selama dan optimistik. Perlu strategi baru
tiga tahun terakhir seakan-akan kita khususnya mengahadapi era otonomi
gagal dalam membentuk budi pekerti daerah yang memerlukan persaingan
bangsa (2000:3). Padahal, jika nation ketat ini, agar pihak lain mau
and character building ini terabaikan „angkat topi‟ kalau budaya Jawa
cepat atau lambat bangsa ini akan menyimpan keistimewaan, seperti
runtuh. Bangsa kita yang selama ini pandangan Robert J Keyle (1998),
dikenal berbudaya, bisa jadi kelak peneliti antrophologi Australia, yang
dituding menjadi kurang beradab. menyatakan: orang Jawa suka
Bagaimanakah menyikapinya? meredam (tidak senang konflik),
bersikap „ngalah‟ (mengalah),
HASIL DAN PEMBAHASAN mawas diri, dan mengendalikan diri.
Tradisi Kebudayaan (Jawa)
Lebih jauh lagi, perlu strategi
sebagai strategi dalam Otonomi
Daerah baru agar kebudayaan (Jawa)
Terkait permasalahan tersebut,
memiliki nyali sebagai modal
perlu strategi yang jelas. Strategi
pencerahan hidup manusia. Antara
kebudayaan sebagai suatu sistem
lain, kalau budaya tersebut mampu
atau cara yang ampuh dalam
menjadi komponen pencipta good
menyikapi fenomena perkembangan
governance (Nasikun, 2001:2). Ini
pendidikan dan budaya dewasa ini.
semua adalan tantangan berat, yakni
Kini yang menjadi tantangan budaya
bagaimana langkah strategis agar
Jawa, adalah bagaimana „membuka
budaya Jawa itu tidak lagi sebagai
mata‟ generasi baru dan dunia luas
legitimasi kekuasaan, instrumen
agar mengangguk, salut, yakin, dan
liberasi, melainkan mampu
percaya. Ini jelas bukan hal yang
menciptakan civil society di era
mudah, jika tanpa ketekunan dan
global, otonomi daerah, dan
proses yang mendasar. Karena itu,
multikultural.

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Tantangan budaya (Jawa) di era menyatakan dengan getol ketika
global dan multikultural ini, seminar bertajuk Membangun Sikap
sesungguhnya bisa datang dari dalam dan Perilaku Budaya Bangsa
dan dari luar. Tantangan dari dalam, Indonesia Abad XXI, 17 Desember
adalah datang dari pemerhati budaya 1997 di Taman Mini Indonesia Indah
Jawa itu sendiri dan tantangan dari – bahwa budaya Jawa yang
luar berasal dari orang di luar cenderung bersifat kratonik itu sudah
komunitas budaya (Jawa). Misalkan kurang layak sebagai modal
saja adanya percobaan perumusan menyongsong abad XXI nanti.
budaya Jawa oleh „orang kita‟ yang Budaya stratik itu harus dirombak,
selama ini „memojokkan‟ dan diganti dengan budaya demokratik.
„melemahkan‟ perlu ditinjau Pasalnya, budaya kratonik itu justru
kembali. Seperti halnya yang menghambat kemajuan dan
terungkap dalam buku Manusia kreativitas bangsa. Budaya semacam
Jawa tulisan Marbangun ini, sering „anti kritik‟, melainkan
Hardjowirogo (1989:11-26) yang lebih ke arah „ABS‟ (asal bapak
menegatifkan budaya Jawa, yakni senang) dan jilatisme.
bersikap lamban, perasa, feodalistik, Implementasi budaya Jawa yang
suka menggerutu, fatalistik, dan lain- kraton life dan terlalu hirarkhis itu,
lain. Betulkah sajian semacam ini menghendaki bawahan harus patuh.
didasarkan tinjauan secara kritis. Bawahan harus bisa ngapurancang,
Belum lagi ditambah dengan tutup mulut, sendika dhawuh, dan
munculnya buku Ciri Budaya inggih-inggih, jika pinjam istilah
Manusia Jawa oleh J Tukiman Darmanta Jatman. Budaya ini akan
Taruna yang seakan-akan „mematikan‟ prestasi. Kurang
menganggap orang Jawa juga negatif memupuk jiwa untuk berkembang
dalam berpikir tentang hidup dan secara wajar. Memang menyakitkan
kehidupan, seperti sikap nylekuthis, sentilan tajam begitu, meskipun pada
masih perlu ditinjau ulang. satu sisih juga ada benarnya.
Lebih tajam lagi, Eki Syahrudin, Tradisi Kebudayaan (Jawa)
mantan anggota Komisi VII DPR RI sebagai Kearifan Lokal

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Sampai saat ini istilah kearifan Kearifan termaksud bersifat abadi.
lokal masih problematis,yang Kearifan itu tulus.
dimaksud apa, kabur. Jika lokal itu Kearifan lokal, dinyatakan
etnis, daerah, kurang jelas. Etnis sebagai gumpalan makna. Di
sendiri masih dapat dibagi menjadi dalamnya ada jaring-jaring makna.
lokal-lokal lain. Orang menangkap Di dalamnya pula ada jutaan bahkan
lokal, bisa menterjemahkan hal milyaran makna. Maka, kearifan
yang sempit secara georgafis. lokal juga ibarat sumur, tak akan
Katakan saja keraifan lokal Jawa. habis ditimba maknanya, di musim
Berarti, Jawa sebagai lokal etnis. kemarau sekalipun. Dia, menurut
Anehnya, kearifan yang hemat saya memiliki sifat open
”dipandang” lokal, sering ada yang interpretation. Oleh sebab itu,
mengglobal. Mondial. Hal ini tidak sebuah kearifan lokal dapat ditafsir
perlu dianggap repot. Toh apa saja, menurut konteks dan
akhirnya, yang mendunia pun kebutuhan.
akarnya lokal. Maksudnya, Kearifan lokal merefer pada
seluruhnya berasal dari jati diri aspek daya nalar. Karena, kata arif
lokal. Jika begitu, lokal bisa juga berarti bijak. Bijak, memiliki daya
merujuk pada jati diri. Boleh-boleh nalar yang jernih. Orang bijak,
saja. adalah yang mampu berpikir dengan
Menurut hematnaya, kearifan nalar sempurna. Sebagai misal, andai
lokal juga dari dan untuk kata pemerintah mengadili pencuri
selingkungnya. Namun, ayam dengan koruptor milyaran adil,
kebermaknaan yang lokal itu berarti bijak (arif). Sebaliknya, jika
sering ditarik ke batas luas. Hingga pengadilan terkesan emban cindhe
menyebabkan yang lokal tetapi emban siladan, artinay tak arif.
bermuatan global. Atas dasar ini, Dalam kearifan lokal
dapat saya simpulkan kearifan terkenadung local genius. Bahkan,
lokal adalah kebijaksanaan tak diragukan lagi local emotional-
(kawicaksanan) yang berasal dari nya. Itulah pemikir yang
dan untuk lokal maupun mondial. menggunakan konsep

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


‟nalapadhanga”. Misal, seorang A berupa kearifan lokal. Tak sedikit
(pegawai bank) diminta mengisi orang Jawa yang memiliki
kamar yang penuh apa saja, jika bundhelan (bothekan), memuat
dipenuhi dengan uang ratusan ribu kearifan lokal. Masalahnya, memang
ditata miring – orang itu tak bijak, ada kearifan lokal yang semestinya
karena instrumentalis. Orang lain ditinjau ulang. Jangan-jangan
seorang B (petugas pengairan), kearifan lokal termaksud sudah tidak
mungkin akan mengisi kamar dengan sesuai dengan jaman. Misalkan saja,
air, penuh, juga kurang bijak, karena ungkapan alon-alon waton klakon,
lebih materialis. Sementara yang lain masih relevankah? Paling tidak, jika
C (dukun), akan mengambil lampu kurang relevan, tentu membutuhkan
40 watt, teranglah kamar itu. penafsiran kembali.
Mindset yang dibangun sang Kecuali itu, masalahnya
spiritualis, cenderung menggunakan merasakah kita memiliki kearifan
inteligensi spiritualis. lokal yang demikian indah dan kaya
Apapun yang mereka gunakan itu. Jika ya, implementasi
dalam mengambil kebijakan, sah-sah bagaimana. Jangan-jangan sekedar
saja. Yang penting, efesiensi dan dilisankan atau ditulis sebagai
efektivitas semestinya dipegang oleh prasasti hidup, sayang sekali. Oleh
orang arif. Orang yang arif, memang karena, tanpa ada niat tulus untuk
wicaksana. Dalam bertindak, mengimplimentasikan kearifan itu
biasanya penuh pertimbangan. Hal dalam hidup utuh, sia-sia. Jadi
ihwal kearifan ini, sebenarnya telah sampah, bukan? Nyaris seperti
include dalam budaya Jawa. Pijar- ‟kotoran kuda‟ di aspal jalan raya.
pijar kearifan lokal Jawa, telah lekat Jadi kearifan-kearifan lokal sangatlah
di benak orang Jawa. Sayangnya, penting sebenarnya dapat dipandang
banyak pihak masih belum mau tahu sebagai landasan bagi pernbentukan
tentang hal ini. identitas dan jatidiri bagi bangsa
Kearifan lokal Jawa, amat secara nasional, karena kearifan-
banyak macamnya. Sendi-sendi kearifan lokal itulah yang membuat
hidup orang Jawa, hampir semuanya

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


suatu budaya bangsa memiliki akar Bangsa; Masyarakat Jawa sebagai
(Suminto A Sayuti, 2005). kelompok mayoritas memiliki
Sumber-sumber kearifan lokal peranan yang cukup besar dalam
yang ada dalam tradisi dan budaya memberdayakan nilai-nilai dan
masyarakat Jawa antara lain berupa kearifan lokalnya dalam
ungkapan, tuturan, ajaran, mewujudkan persa-tuan dan kesatuan
pepiridan, unen-unen, dan lain- bangsa berdasarkan makna Bhineka
lainnya perlu diidentifikasi dan Tunggal Ika. Kearifan lokal perlu
diintrepretasi;Dari bahasa dan sastra diaktualisasikan dalam kehidupan
Jawa benyak terkandung nilai-nilai berbangsa dan bernegara melalui
luhur: tentang kejiwaan, upaya-upaya nyata di berbagai
kepercayaan, keyakinan dan aspek, kehidupan (hasil KBJ IV
spiritualitas (aspek Ketuhanan Yang Semarang, 2006) .
Maha Esa), kebersamaan, toleransi, Upaya Pelestarian dan
Pengembangan kritis Kebudayaan
rela berkorban, dan semangat
(Jawa).
'mamayu hayuning sasama' (aspek Upaya pengembangan kritis
Kemanusiaan yang adil dan kebudayaan dapat dicontohkan sbb:
beradab), semangat cinta tanah air, 1. Sarasehan tingkat lokal /daerah
dan 'mamayu hayuning nusa Bangsa' melalui bincang budaya bahasa
(aspek Persatuan Indonesia), dan sastra Jawa, talk show
semangat rela berkorban, 'sepi ing bahasa dan sastra Jawa disiarkan
pamrih rame ing gawe' (aspek melalui Televisi lokal ataupun
Kerakyatan), 'adil paramarta, 'sing Nasional. Lokal contohnya
sapa salah seleh' (aspek Keadilan). Yogya TV, TATV Surakarta,
Hasil identifikasi terhadap kearifan JTv Jawa Timur, Tv banyumas,
lokal yang ada perlu dikaji dan TVRI Yogyakarta, TVRI
diintrepretasi agar menjadi sumber Semarang, TVRI Surabaya.
inspirasi untuk memecahkan 2. Konferensi Bahasa Jawa tingkat
persoalan-persoalan kehidupan Nasional, dengan mengundang
dalam rangka mewujudkan pakar-pakar di bidang bahasa
ketahanan budaya dan ketahanan dan sastra Jawa, sastrawan,

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


budayawan, seniman lokal, Malaysia, Australia, Spanyol,
seniman daerah, seniman- Portugal, China atau negara
seniman luar daerah, wartawan, lainnya yang mempunyai
guru-guru dan profesional lain kompeten peduli pada bidang
dari tiga propinsi Jawa Tengah, sastra, bahasa bahkan budaya di
Jawa Timur, dan DIY, dan siapa Jawa.
saja yang peduli ikut 4. Koordinasi Bahasa dan Sastra
berpartisipasi dalam pelestrian Jawa antar propinsi (Jateng,
dan pengembangan bahasa dan DIY, Jatim) dengan membuat
sastra Jawa. rancangan kegiatan lomba,
3. Kongres bahasa Jawa tingkat festival dan gelar seni bahasa
Internasional dengan dan sastra Jawa seperti macapat,
mengundang pakar luar negeri geguritan, drama Jawa,
dan dalam negeri. Pakar dari pranatacara medharsabda dan
dalam negeri yakni mengundang nyandra, antawacana dhalang
peserta yang ahli/ pakar di dan lainnya dengan membuat
bidang bahasa dan sastra Jawa, ketetapan bergilir dalam
sastrawan, budayawan, seniman penyelenggaraan kegiatan
lokal, seniman daerah, seniman- pemberdayaan, pengembangan
seniman luar daerah, swartawan, pelestarian bahasa dan sastra
guru-guru dan profesional lain Jawa ini.
dari tiga propinsi Jawa Tengah, 5. Pembuatan Ensiklopedia Bahasa
Jawa Timur, dan DIY, dan siapa dan Sastra budaya Jawa dengan
saja yang peduli ikut pendokumentasian rapi semua
berpartisipasi dalam pelestrian kegiatan yang berkaitan dengan
dan pengembangan bahasa dan pelestarian dan pengembangan
sastra Jawa, sedangkan dari bahasa dan sastra Jawa dan
peserta luar negeri mengundang menyusun panduan yang dibuat
negara-negara yang ada seperti; buku, majalah dan pendataan
Inggris, Jepang, Belanda, dan pengelompokan semua
Amerika, Canada, Suriname, ragam kegiatan yang

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


menyangkut bahasa dan sastra negara-negara yang ada seperti;
budaya Jawa. Belanda,Suriname, Malaysia,
6. Eksplorasi naskah kuna Bahasa Australia, Spanyol, Portugal,
Jawa dengan menyalin kembali China atau negara lainnya yang
naskah-naskah kuna Jawa mempunyai kompeten peduli
dengan transliterasi dan pada bidang sastra, bahasa
terjemahan, dibuat buku, bahkan budaya di Jawa.
majalah dan hasilnya 8. Penciptaan Javanese day
disebarluaskan pada kalangan (pembiasaan penggunaan bahasa
profesional baik akademis Jawa krama bagi
maupun nonakademis sebagai instansi/institusi pemerintah
bahan materi pembelajaran dapat dilaksanakan tiap minggu,
bahasa dan sastra budaya Jawa. bulan tertentu minimal satu
7. Seminar Internasional Bahasa bulan dua atau tiga kali,
dan Sastra Jawa dengan kemudian tiap memperingati
mengundang pakar luar negeri hari jadi kota Yogyakarta, hari
dan dalam negeri. Pakar dari bahasa Ibu di dunia).
dalam negeri yakni mengundang 9. Pembuatan kebijakan
peserta yang ahli/ pakar di penyeragaman penggunaan
bidang bahasa dan sastra Jawa, bahasa Jawa tiap memperingati
sastrawan, budayawan, seniman hari jadi DIY atau hari bahasa
lokal, seniman daerah, seniman- Ibu, peringatan bulan bahasa,
seniman luar daerah, wartawan, setiap satu bulan sekali, setiap
guru-guru dan profesional lain penyelenggaraan sarasehan,
dari tiga propinsi Jawa Tengah, semiloka, seminar, workshop
Jawa Timur, dan DIY, dan siapa atau talkshow bahasa dan sastra
saja yang peduli ikut Jawa.
berpartisipasi dalam pelestrian 10. Pertukaran sastrawan dan
dan pengembangan bahasa dan budayawan antar propinsi atau
sastra Jawa, sedangkan dari tiga propinsi Jateng, DIY, Jatim
peserta luar negeri mengundang dengan pengadaan sarasehan,

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


semiloka, seminar, workshop media elektronik dan media
atau talkshow bahasa dan sastra cetak (pemanfatan stasiun
Jawa. televisi untuk menyiarkan
11. Penerbitan/ penyebarluasan kegiatan yang berkaitan bahasa,
media masa/ majalah berbahasa sastra dan kebudayaan Jawa
Jawa (pemanfaatan media djoko seperti Yogya TV, TATV
lodhang, sempulur, Penyebar Surakarta, Tv Banyumas, Tv
Semangat, Mekar Sari kalau Jawa Timur,TVRI Yogyakarta,
masih ada, koran-koran seperti TVRI Semarang, TVRI
Bernas Radar Yogya, Surabaya, bila perlu
Kedaulatan Rakyat) dan lainnya. disebarluaskan melalui stasiun
12. Kursus-kursus dan pelatihan TV swasta lain seperti
bahasa Jawa bagi (pemandu TansTV,TVOne, Indosiar,
wisata, orang asing/public MetroTV dan lainnya).
figure, kalangan ekonom, 15. Pembuatan situs website bahasa
kalangan akademis, kalangan dan sastra Jawa; dilakukan
nonakademis lain yang dengan memanfatkan beberapa
berminat/ berkeinginan belajar website sebagai media
seni, bahasa, sastra dan budaya pembelajaran bahasa dan sastra
Jawa. Jawa, situs-situs yang sudah ada
13. Safari Macapat antar hotel dapat dimanfaatkan dalam
sebagai media penarik wisata pembelajaran bahasa.
budaya Jawa (pementasan,
pertunjukan tembang Jawa baik SIMPULAN
macapatan maupun sekar Akhirnya, jika nilai tradisi
gendhing Jawa dengan budaya (Jawa) bisa dibangun melalui
kolaborasi gamelan Jawa dan kearifan lokal yakni dengan persepsi
selingan-selingan geguritan nilai-nilai keberagaman daerah di
Jawa). nusantara sebagai ejawantahan
14. Penyiaran kegiatan bahasa dan bhineka tunggal ika, tersebut berhasil
sastra dan budaya Jawa melalui ditanamkan lewat optimalisasi

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


pendidikan, penanaman kemandirian ___________. 2008.
“Pengembangan Nilai
budi pekerti yang berfungsi
Budaya”, proposal.
mencerdaskan bangsa, akan Yogyakarta: Dinasbud.
dihasilkan pula manusia-manusia ___________. 2007. Peraturan
yang berdaya guna dalam kehidupan Mendagri Nomor 40 tahun
2007. Jakarta: Depdagri.
manusia: manusia yang sadar budaya
ke depan dapat membangun bangsa ___________. 2008. “Program
Kegiatan Seksi Bahasa
dengan memanfaatkan sumber daya Jateng”. Semarang:
manusia. Ini dapat terwujud tentunya Dinasbud.

juga perlu memandang bahwa ___________. 2007.


Modernisasi perlu juga sebagai “Pemasyarakatan Bahasa dan
Sastra Balai Bahasa
kebutuhan pembangunan tanpa Surabaya”. Surabaya: Balai
meninggalkan tradisi budaya Bahasa.

lokal,perlu dikembangkan pula Endraswara, Suwardi. 2006.


“Paradoksal, Kotak Hitam,
penanaman budi pekerti melalui
Klobotisme, Dan Perda
multimedia elektronik, Optimalisasi Bahasa Jawa” Semarang:
Suara Merdeka, Minggu.
peranan pers sebagai media efektif
membangun jatidiri bangsa, dan juga Hardjowirogo. 1989. Manusia Jawa.
Jakarta: Masagung.
perlu penekanan penanaman cinta
budaya nusantara melalui pendidikan Keyle, Robert, J. 1998. “Kekuasaan
dan Kebijaksanaan Jawa”.
akan memperkuat membantu Atmajaya: Makalah Diskusi
menciptakan karakteristik dan jati Budaya.

diri bangsa Indonesia. Nasikun, J. “Strategi Kebudayaan di


Era Otonomi Daerah”
Yogyakarta: Makalah
DAFTAR PUSTAKA Lokakarya Puat Studi Budaya
___________. 2007. Pemberdayaan UNY, 24-25 September.
Aksara, Bahasa, Sastra, dan
Partokusumo, Kamajaya Karkono.
Kebudayaan Jawa di Propinsi
1995. Perpaduan
DIY. Yogyakarta: Dinasbud.
Kebudayaan Jawa dan Islam.
___________. 2008. “Rancangan Yogyakarta: IKAP.
Program Pengembangan
Prasetya, Nur. 2008. “Strategi
Kebudayaan tahun 2010-
Budaya Kompetitif Menuju
2013. Yogyakarta: Dinasbud.

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


DIY Pusat Studi Budaya Sayuti, Suminto A.2005. “Menuju
Terkemuka”. Yogyakarta: Situasi Sadar Budaya:
Dinasbud. Antara Yang Lain dan
Kearifan Lokal”.
Sujamto. 1982. Refleksi Budaya Yogyakarta: Artikel
Jawa dalam Pemerintahan Ilmiah 24 Februari 2005.
dan Pembangunan.
Semarang: Effhar & Dhahara Sutrisno, Mudji, Hendarputranto,
Prize. 2005. Teori-teori kebudayaan,
Yogyakarta: Kanisius

11 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


TOPIKALISASI SEBAGAI SARANA MEMAHAMI ISI WACANA
SERAT SANA SUNU

Avi Meilawati
Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract
This research aims to describe the topics in the ninth chapter of Serat
Sana Sunu, how the topicalization and what topics which build the discoure. It
consists of 34 stanza The theme on chapter IX focuses on how to say politely. The
data collects by reading and noting. The data analyzing by finding the topiks from
each stanza, each sentence, and word. The second step is describing the data
through the descriptive way.
There are two types of topicalitation. First, the author describes the topic full in
one paragraph. Second, the topic separate in many paragraps. The starting topic
is not only in the first line each paragraph, but also in the middle or in the last
line.
There are two big theme in the chapter; the seven talking interdiction and the
polite way to say in many conditions. The seven interdictions are lie, gossip, say
something bad about someone else, arrogant, say jokingly, conceited, and say
something unuseful. The other commands are to say in polite way to brother,
sister; politeness as a servant, and the way to say in a meeting or forum. The rules
in chapter IX from Serat Sana Sunu can be used as a reminder to be polite. It also
can be an alternative way to solve the young generation problem to say in a better
way.

Keywords: topic, Serat Sana Sunu

PENDAHULUAN berdasarkan pupuh. Terdapat 14


Serat Sana Sunu merupakan pupuh yang merepresentasikan 14
maha karya dari pujangga Jawa pada bagian besar dalam satu Surat.
abad XIX, dari Keraton Surakarta. Berdasarkan isi, Serat Sana
Serat Sana Sunu berisi piwulang atau Sunu berisi ajaran yang ditujukan
ajaran yang ditujukan kepada kepada anak raja pada khususnya,
generasi muda di jamannya, yang dan anak atau remaja pada
masih relevan dengan masa umumnya. Serat Sana Sunu berisi
sekarang. Secara struktur, Serat Sana tata cara bagaimana menyikapi
Sunu berwujud tembang macapat sesuatu sesuai dengan adat dan
yang disusun berdasarkan aturan norma ketimuran. Selain itu juga
tembang yang dikelompokkan terdapat larangan-larangan bersikap

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


yang dinilai dapat merusak tatanan terekspos secara terbuka. Pelaku
norma, kelak dinilai akan merugikan beragam, mulai dari masyarakat
si pelanggar dan bahkan lingkungan awam, artis, penyanyi, mahasiswa,
sekitarnya. Masing-masing pupuh pemerintah, bahkan sampai presiden
terikat dalam tema payung yang dan keluarganya menjadi sorotan
merupakan penjabaran dari tema karena perkataan yang tidak
besar yang berupa piwulang terhadap semestinya terucap dalam
generasi penerus tersebut. menanggapi suatu masalah tertentu.
Untuk memahami isi serat, Penelitian ini bertujuan
diperlukan penafsiran terhadap mendeskripsikan Topikalisasi
wacana Serat Sana Sunu. Tema sebagai unsur pembangun keutuhan
merupakan hal yang penting dalam sekaligus sarana untuk memahami isi
memahami isi. Perwujudan tema, wacana Serat Sana Sunu bagian IX
dapat diketahui melalui topik-topik Pupuh Dhandhanggula. Harapannya,
yang membangun tiap pupuh, bait, dengan dimunculkannya kembali isi
bahkan kalimatnya. Berdasarkan piwulang tersebut, dapat menjadikan
pembacaan awal, bagian yang akan pengingat dan bahan refleksi dalam
dkaji pada penelitian kali ini bertutur kata dan berinteraksi dengan
hanyalah pupuh Dhandhanggula, sesama.
yang merupakan bab IX dari 14 bab.
Bab IX mempunyai tema Keutuhan Wacana
“menyampaikan kata dan pikiran”. Wacana merupakan
Pemilihan tema ini relevan dengan perwujudan bahasa terlengkap yang
perkembangan konflik yang terjadi terbentuk dari satu kesatuan bentuk
pada masa sekarang, dimana masalah dan makna yang melingkupinya. Van
menjadi besar karena perbedaan Dick (dalam Edmondson, 1981: 4)
pendapat dan aktualisasi diri yang mengoposisikan antara teks dan
dinyatakan dengan kata-kata yang wacana. A text is a structured
tidak sesuai dengan adat ketimuran. sequence of linguistics expressions
Di media, hasutan, gunjingan, saling forming a unitary whole, and a
caci, dan ungkapan kebencian discourse a structured event manifest

2 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


in linguistic (and other) behavior. Edmondson, 1981: 5) menunjuk pada
Dua oposisi ini menekankan bahwa performansi yang baik dalam sebuah
sebuah wacana, tidak hanya berupa teks atau wacana. Hal tersebut akan
rentetan bahasa, tetapi memuat disamakan dengan yang ditafsirkan.
peristiwa yang diwujudkan dalam Dari keduanya, sebuah wacana utuh
bahasa maupun tingkah laku. Selain dapat ditafsirkan.
unsure wujud, bahasa yang Terdapat satu hal lagi yang
digunakan untuk menuangkan membuat wacana dapat tersusun
gagasan atau peristiwa tersebut, dengan baik, yaitu topik. Topik
wacana juga mempunyai struktur ide, memegang peranan penting dalam
yang mendasari munculnya wacana. sebuah wacana. Topik merupakan
Kelengkapan kedua unsure itu penyusun isi wacana. Pada perspektif
membentuk wacana yang utuh, struktural, fokus ada pada topik
mudah dipahami. (Yule, 2006: 143). Topik menandai
Aspek keutuhan wacana hubungan eksplisit antar kalimat
menurut Mulyana (2005: 25) dalam teks yang menciptakan suatu
meliputi kohesi, koherensi, topik kohesi, atau unsure-unsur susunan
wacana, aspek leksikal, aspek tekstual yang bersifat menceritakan.
gramatikal, aspek fonologis, dan Topik wacana memainkan peran
aspek semantic. Lebih lanjut, yang mendasar dalam komunikasi
Halliday & Hasan (melalui dan interksi (Van dick dalam
Edmondson, 1981: 5) berpendapat Yuwono, 2008). Dengan memahami
bahwa cohesion will be used to topik, apa yang dibicarakan secara
indicate those devices by means of global – makna global – dalam
which texture is evidenced in a wacana dapat diketahui. Topik
suprasentencial stretch of language. merupakan struktur makro semantis
Pengertian tersebut menunjukkan yang mewujud dalam setiap
bahwa kohes lebih ditekankan pada informasi terpenting ynag termuat
aspek bentuk, keutuhan struktur dalam teks. Topik juga menciptakan
pembentuk wacana. Sedangkan kepaduan teks. Artinya, topik -topik
kohesi menurut Widdowson (dalam yang mendukung suatu bahasan akan

3 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


menciptakan kepaduan teks. Dengan Serat Sana Sunu
demikian, dalam satu teks, dapat saja Serat sana sunu berasal dari
terdapat lebih dari satu topik. Namun kata sasana “tempat” dan sunu “anak
sebagai makna global, topik tidak laki-laki.” Serat Sana Sunu
dapat diamati secara langsung oleh merupakan salah satu dari karya
pemerhati wacana, tetapi dipahami besar R.Ng. Yasadipura II, seorang
atau ditetapkan secara berproses pujangga Keraton Surakarta. Serat
(Yuwono, 2008). Sana Sunu ditulis pada tahun 1747 S
Topik pada dasarnya adalah atau 1819 M. R.Ng. Yasadipura II
suatu tema kecil (Mulyana, 2005: adalah putera R.Ng. Yasadipura I.
38). Selanjutnya, topik dapat pula Serat Sana Sunu ditulis akibat
dijabarkan menjadi topik kecil yang keprihatinan pujangga karena
lebih menyempit dan semakin melihat anak-cucunya terlena dalam
spesifik (Mulyana, 2005: 38). kehidupan yang nyaman. Serat Sana
Penanda pergantian topik biasanya Sunu ditulis untuk menasehati anak-
berupa pergantian paragraph. Satu cucu dan remaja pada umumnya.
paragraph mengandung satu topik Metode
tertentu. Seperti halnya apa yang Data pada penelitian ini
disampaikan Mulyana (2005: 41) adalah bagian IX pupuh
dalam bahasa tulis, terutama pada Dhandhanggula pada Serat Sana
karangan utuh, pergantian paragraf Sunu. Bagian IX terdiri dari 34 pada
merupakan salah satu penanda (bait). Pengumpulan data
pergantian topik. Untuk menemukan menggunakan teknik baca dan teknik
topik wacana (Van dick dalam catat. Analisis data menggunakan
Yuwono, 2008), menyarankan upaya metode deskriptif, yaitu dengan
penemuan proposisi makro, yang memaparkan topik yang ditemukan
kira-kira merupakan setiap pada bait, baris, maupun rangkaian
pernyataan penting dalam teks yang kata yang menyusun wacana pada
mempunyai benang merah untuk bagian IX pupuh Dhandhanggula
disimpulkan dalam tingkat yang tersebut. Validitas yang digunakan
lebih tinggi. adalah validitas semantis, yaitu

4 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


menemukan makna wacana bagian Topik utama dalam pupuh
IX pupuh Dhandhanggula melalui Dhandhanggula adalah cara bertutur
topik -topik nya. Reliabilitas yang kata. Jika baitnya dianalisis, maka
digunakan adalah pembacaan dan akan ditemukan nasehat-nasehat
pengkajian secara berulang sehingga yang mengarah pada apa yang harus
didapatkan data yang reliabel. dilakukan dan apa yang dilarang saat
bertutur kata. Topikalisasi yang
HASIL DAN HASIL DAN terjadi pada pupuh Dhandhanggula
PEMBAHASAN
membangun gagasan utama pada
a. Struktur pupuh
Dhandhanggula dalam Serat masing-masing larik. Pemunculan
Sana Sunu
topik utama tidak bergantung pada
Serat Sana Sunu terbagi menjadi
pemenggalan bait.
14 pupuh tembang. Masing-masing
c. Proses Topikalisasi pupuh
pupuh yaitu: Dhandhangguula (26
Dhandhanggula
bait), Sinom (40 bait), Asmaradana
Yang menarik dari karya Serat
(38 bait), Kinanthi (38 bait),
Sana Sunu, proses Topikalisasi
Dhandhanggula (27 bait), Megatruh
dalam pupuh ditentukan oleh makna
(30 bait), Sinom (28 bait), Pocung
kata/frasa pada tiap lariknya.
(35 bait) Dhandhanggula (35 bait),
Yasadipura II tidak menuntaskan
Sinom (31 bait), Dhandhanggula (40
setiap gagasan utama atau topik
bait), Kinanthi (41 bait), dan Mijil
berdasarkan bait, tetapi antar kata,
(36 bait). Bait dalam pupuh
antar larik, dan antar baitnya saling
Dhandhanggula mengikuti aturan
berkaitan demi mencapai tema besar
metrum yang berlaku. Jumlah bait
pada tiap pupuh.
dalam pupuh Dhandhanggula adalah
Bait 1 mempunyai dua topik
34 bait. Bait yang disusun berjumlah
utama, yaitu pergantian bagian dan
sepuluh baris. Masing-masing baris
urutan pertama bagian IX. Berikut
mengikuti aturan jumlah suku kata
adalah larik-larik pada bait 1 pupuh
dan bunyi akhir 10i, 10a, 8e, 7u, 9i,
Dhandhanggula.
7a, 6u, 8a, 12i, 7a.
Nahan kaping astha kang
b. Wujud topik pupuh
gumanti
Dhandhanggula

5 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Warna kaping sanga kang (Serat Sana Sunu, pupuh
pangucap Dhandhanggula pada 1: 1-2)
Haywa sok metuwa bahe
Myang wektuning kang rembug Larik (3), (4), dan (5)
Ririmbagan sabarang pikir
melanjutkan kata yang telah
Kang dhingin singgahana
Pangucap takabur disebutkan sebelumnya pada larik
Ujubriya lan sumunggah
(2), yaitu menjelaskan isi bagian IX
Padha bahe ana lawananireki
Lawan ngucap prayoga secara umum.
(Serat Sana Sunu, pupuh
Dhandhanggula pada 1)
Warna kaping sanga kang
Kemudian yang kedelapan pangucap
berganti Haywa sok metuwa bahe
Hal yang kesembilan akan Myang wektuning kang rembug
diucapkan Ririmbagan sabarang pikir
Janganlah sering dikeluarkan (Serat Sana Sunu, pupuh
Pada saat berembug Dhandhanggula pada 1: 6-10)
Dipikir dahulu semua perkataan
Pertama, jauhilah Bahwa jika akan bertutur kata,
Ucapan takabur
janganlah asal berkata, dipikirkan
Mengunggulkan kelebihan diri
Ada juga kebalikannya dahulu semua yang akan diucapkan.
Dengan mengucapkan yang
Penjelasan mengenai cara bertutur
baik-baik
kata secara umum tidak dituntaskan
Pada bait pertama, larik pertama
dalam satu bait penuh, tetapi pada
bertalian dengan larik kedua. Kedua
pertengahan bait penyair sudah
larik menerangkan bahwa terdapat
menyebutkan urutan pertama isi
perantian bagian, dari bagian delapan
nasehat bertutur kata, yaitu pada
menjadi bagian sembilan. Larik (1)
larik (6).
mendeskripsikan pergantian dari
Kang dhingin singgahana
bagian VIII. Hal tersebut dapat Pangucap takabur
Ujubriya lan sumunggah
dilihat dari frasa kaping astha
Padha bahe ana lawananireki
“kedelapan” dilanjutkan dengan frasa Lawan ngucap prayoga
kang gumanti “yang diganti”.
Larik (7), (8), (9), dan (10)
Nahan kaping astha kang
merupakan lanjutan dari larik (6).
gumanti
Warna kaping sanga kang Topik dari setengah bait terakhir
pangucap
adalah larangan takabur (larik (6),

6 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


(7)). Sedangkan larik (8), (9), dan Luwih ing kat awengis sru angas
Yen tan lawan prayogane
(10) merupakan tambahan penjelasan
Pangucap wengis iku
dari topik . Ngumbar nepsu kaworan eblis
Ping tri sira reksaa
Bait-bait selanjutnya juga masih
Ing lesanireku
menerangkan topik dari bait pertama, Saking pangucap druaka
Endi lire pangucap kang
mengenai larangan takabur. Topik
durakani
pada bait (2) adalah kibir Ngrasani alaning liyan
(Serat Sana Sunu, pupuh
“mengunggulkan diri” yang
Dhandhanggula pada 7)
dijelaskan pada larik (1). Larik (2)
Yang kedua janganlah kamu
dan selanjutnya menjelaskan
Berlebihan dalam berkata bengis
mengenai sifat kibir. Topik pada bait dan keras
Kalau tidak ada kebaikannya
(3) adalah riya “senang dipuji”. Bait
Ucapan bengis itu
(4) masih menerangkan sifat riya‟ Menyebarkan nafsu bercampur
iblis
dan efek negatifnya. Bait (5)
Yang ketiga, kamu jagalah
merupakan akibat bertutur kata Pada lisanmu
Dari ucapan durhaka
seperti yang telah disebutkan
Manakah yang termasuk ucapan
sebelumnya. durhaka
Menggunjingkan orang lain
Topik bait (6) adalah nasehat
mencari keutamaan hidup. Bait (6) Alane dhewe nora udani
Wong ngrasani alaning sesama
merupakan solusi dari permasalahan
Pan ginendhongan dosane
yang ada pada bait (1) samapai (4). Apa paedahipun
Gendhong dosanira pribadi
Bait (7) berisi dua urutan
Embuh kelar embuh ora
nasehat, yaitu urutan kedua dan Dadak jaluk imbuh
Kaping pat sira reksaa
ketiga. Bait (7) mempunyai dua topik
Lesanira angucap dora sakalir
karena berisi dua poin, yaitu tutur Tuman bok dadi watak
(Serat Sana Sunu, pupuh
kata bengis serta bergunjing. Larik
Dhandhanggula pada 8)
(1) sampai (5) berisi poin kedua dari
Keburukan diri tidak dapat
tujuh nasehat bertutur kata. Larik (1)
melihat
sampai (5) menerangkan mengenai Orang menjelekkan orang lain
Berarti menggendong dosa
keburukan berkata bengis dan keras.
orang itu
Kaping kalih haywa sira angling Apa faedahnya

7 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Padahal menggendong dosa pangucap sesembranan “bergurau”.
pribadi saja
Bait (13) dan (14) masih berisi akibat
Apakah dapat kuat
Ditambah meminta lagi dari bergurau.
Yang ke-empat janganlah
Bait (14) hingga bait (34) mulai
Lisanmu mengucap dusta
Nanti menjadi watak berisi aturan bertutur kata selain
tujuh nasehat utama seperti yang
Larik (6) mulai menerangkan
telah disebutkan sebelumnya, yaitu
poin ketiga dari tujuh nasehat
mengenai sopan santun bertutur kata
bertutur kata, yaitu pangucap druaka
di berbagai suasana. Sopan-santun
“bergunjing”. Nasehat ketiga ini
bertutur kata yang dideskripsikan
dilanjutkan penjelasannya pada bait
meliputi sopan santun bertutur kata
(8) yang berisi keburukan
pada ranah persaudaraan, pekerjaan,
bergunjing. Larik (8) memasuki
musyawarah, dan pengabdian dengan
nasehat yang ke-empat. Topik pada
majikan. Masing-masing topik akan
nasehat yang ke-empat itu adalah
diuraikan sebagai berikut.
dora “bohong”. Bait (9) dan (10)
Topik pada bait (16) adalah
masih menerangkan mengenai tutur
bertutur kata dengan saudara.
kata bohong.
Penjelasan dari topik tersebut ditulis
Letak topik pada bait (10) baru
pada bait (17) dan (18).
diperlihatkan pada larik (3), yaitu
Anemua basukining urip
anacad ing liyane “menjelekkan
Marma kaki haywa
orang lain”. Penjelasan bait (10) sumambrana
Ngaurip akeh ewuhe
masih dilanjutkan pada larik (1) bait
Gumantya ing pirembug
(11). Wetuningling denira Gusti
Yen sira rerembugan
Bait (11) berisi pesan yang ke-
Lan sanak sadulur
enam. Topik pada bait (11) adalah Endi kang kaprenah tuwa
Hiya aja sira wani andhingini
angucap kang tanpa gawe “berkata
Wetuning pikirira
yang tak berguna”. Penjelasan topik (Serat Sana Sunu, pupuh
Dhandhanggula pada 16)
bait (11) berlanjut pada tiga larik
pertama pada bait (12). Temukanlah keselamatan
hidup
Bait (12) berisi pesan terakhir
Maka janganlah kamu
dari nasehat bertutur kata, yaitu seenaknya

8 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Hidup banyak rintangan Yeku gonira nutup
Berganti HASIL DAN Lawang kutha katur ing Widhi
PEMBAHASAN Widagdeng padandanan
Harus mengingat Tuhanmu Jro kutha barukut
Jika kamu bercakap-cakap Lawan malih lamun sira
Dengan sanak saudara Pirembugan lan wong liya kang
Yang lebih tua ngungkuli
Jangan kamu berani Marang ing jenengira
mendahului (Serat Sana Sunu, pupuh
Apa yang akan kamu pikirkan Dhandhanggula pada 22)
itu
Penjelasan dari topik pada Bersukurlah selalu kepada
Tuhan
bait (16) terdapat pada (17) dan (18),
Agar selalu mendapatkan
yaitu sikap sebagai orang yang lebih manfaat dan nikmat
Yang begitu itu petunjuknya
muda tidak boleh mendahului atau
Cara kamu menutup
memotong pembicaraan orang yang Pintu menuju jalan Tuhan
Dapat memperbaiki
lebih tua. Bait (19), (20), dan (21)
Di dalam Negara menutupi
masih berkaitan dengan cara bertutur Sebaliknya, jika kamu
Bercakap-cakap dengan orang
kata dengan saudara, namun tiga bait
lain yang lebih tinggi
tersebut merupakan subtopik dari Dari derajatmu
bait sebelumnya. Bait (19), (20), dan
Keterangan yang
(21) mempunyai gagasan utama
mendeskripsikan topik pada bait (22)
tentang pemilihan keputusan. Bahwa
diletakkan pada bait (23) sampai bait
sebelum mengajukan keputusan
(29). Bahwa sebagai bawahan harus
dalam bermusyawarah dengan
meneliti terlebih dahulu perintah atau
saudara hendaknya menimbang
keputusan atasannya. Jika baik maka
dengan cara yang benar menurut
segera dilakukan tetapi jika tidak
agama.
baik hendaklah memilih tidak
Bait (22) menerangkan tentang
memancing permasalahan.
bertutur kata dengan orang lain yang
Bait (30) mempunyai dua topik.
lebih tinggi kedudukannya.
Topik yang pertama mengenai
Ing Hyang Suksma lan sukura
sopan-santun bertutur kata di ajang
malih
Deta nandhang ing nikmat musyawarah. Topik yang kedua yaitu
manpangat
bertutur-kata dengan majikan.
Pan mangkone pratikele

9 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


Haywa ngumpet ing piker tan Marang ing gustinira
mosik (Serat Sana Sunu, pupuh
Liring ngumpet yen ing Dhandhanggula pada 30: 9-10)
pasamuwan
Wus rembug saniskarane Keterangan pada data di atas,
Yen wus bubaran iku
bahwa topik kedua adalah sebagai
Metokaken pikir pribadi
Kumedhep mrih tinuta bawahan yang tulus haruslah berani
Iku ora arus
berpendapat secara terbuka dan dapat
Duraka tan oleh harja
Lan maninge yen sira tinari mempertanggungjawabkan
pikir
pendapatnya (Serat Sana Sunu,
Marang ing gustinira
(Serat Sana Sunu, pupuh pupuh Dhandhanggula pada 30-33).
Dhandhanggula pada 30)

Janganlah menyembunyikan SIMPULAN


semua pikiran yang ada
Berdasarkan hasil penelitian dan
Menyembunyikan sesuatu pada
saat pertemuan musyawarah pembahasan yang telah diuraikan di
Jika sudah dirembug
atas, dapat diambil simpulan sebagai
Jika sudah selesai
Mengeluarkan gagasan pribadi berikut.
Agar dikuti
Topikalisasi dalam bagian IX pupuh
Itu tidak layak
Durhaka tidak memperoleh Dhandhanggula terdiri dari dua cara.
kebaikan
Cara pertama yaitu pengkondisian
Dan jika kamu dimintai
pendapat satu topik yang dijabarkan langsung
Oleh majikanmu
dalam satu bait penuh; dan cara
Keterangan pada topik pertama, kedua yaitu penjabaran topik ke
bahwa jika sedang bermusyawarah, dalam beberapa bait. Pada cara yang
hendaklah berani kedua, satu topik dibahas dalam
mempertanggungjawabkan beberapa bait. Pemunculan topik
pendapatnya pada saat dilakukan baru juga tidak terletak pada awal
musyawarah. Mempermasalahkan bait, tetapi masuk ke dalam baris-
hasil musyawarah setelah baris dalam bait.
musyawarah selesai dianggap tidak Topik utama bagian IX pupuh
pantas. Dhandhanggula Serat Sana Sunu
Lan maninge yen sira tinari adalah tata cara berbicara. Topik
pikir

10 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013


utama tersebut melingkupi dua topik DAFTAR PUSTAKA
besar, yaitu larangan dan perintah. Edmondsn, Willis. 1989. Spoken
Discourse: A model for
Larangan yang diutarakan berjumlah
analysis. London: Longman.
tujuh, yaitu (1) takabur, mengandung
Muyana. 2005. Kajian Wacana.
dua topik kecil, kibir dan Riya; (2) Yogyakarta: Tiara Wacana.
Bengis, kasar; (3) Bergunjing; (4)
Titscher, Stefan, Michael Meyer,
Bohong; (5) Menjelekkan orang lain; Ruth Wodak, dan Eva Vetter.
dan (6) Berkata sia-sia; dan (7) 2000. Methods of Text and
Discourse Analysis. London:
Bergurau. Masing-masing subtopik Sage Publications.
dilengkapi dengan akibat negative
Yasadipura II. 2001. Serat Sana
dari perlakuan tersebut. Topik besar Sunu. Yogyakarta: Kepel
kedua adalah perintah bertutur kata Press.

dengan sopan dan sesuai aturan. Yule, George. 1996. Pragmatics.


Oxford: Oxford University
Perintah tersebut dilakukan kepada
Press.
saudara, orang tua, kolega saat dalam
Yuwono, Untung. 2008. “Ketika
forum komunikasi/musyawarah, Perempuan Lantang
hubungan bawahan-atasan, serta Menentang Poligami: Sebuah
Analisis Wacana Kritis” dalam
dalam hubungan majikan-pesuruh. Wacana. Jurnal. Vol.10 no.1,
April 2008, hlm 1-189.

11 JURNAL IKADBUDI, Volume 2, Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai