Anda di halaman 1dari 8

♣ Kriteria Wanita Idaman

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Kamis, 28 Januari 2010 20:00 Muhammad Abduh Tuasikal Belajar Islam

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
hingga akhir zaman.

Setelah sebelumnya kita mengkaji siapakah pria yang mesti dijauhi dan tidak dijadikan
idaman maupun idola, maka untuk kesempatan kali ini kita spesial akan membahas wanita.
Siapakah yang pantas menjadi wanita idaman? Bagaimana kriterianya? Ini sangat perlu
sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, sehingga si pria tidak salah dalam memilih.
Begitu juga kriteria ini dimaksudkan agar si wanita bisa selalu introspeksi diri. Semoga
bermanfaat.

Kriteria Pertama: Memiliki Agama yang Bagus

Inilah yang harus jadi kriteria pertama sebelum kriteria-kriteria lainnya. Tentu saja wanita
idaman memiliki aqidah yang bagus, bukan malah aqidah yang salah jalan. Seorang wanita
yang baik agamanya tentu saja tidak suka membaca ramalan-ramalan bintang seperti zodiak
dan shio. Karena ini tentu saja menunjukkan rusaknya aqidah wanita tersebut. Membaca
ramalan bintang sama halnya dengan mendatangi tukang ramal. Bahkan ini lebih parah
dikarenakan tukang ramal sendiri yang datang ke rumahnya dan ia bawa melalui majalah
yang memuat berbagai ramalan bintang setiap pekan atau setiap bulannya. Jika cuma sekedar
membaca ramalan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan,

ً‫صالَة ٌ أَ ْربَعِينَ لَ ْيلَة‬ َ ‫سأَلَهُ َع ْن‬


َ ُ‫ش ْىءٍ لَ ْم ت ُ ْقبَ ْل لَه‬ َ َ‫َم ْن أَت َى َع َّرافًا ف‬

“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, lalu ia bertanya mengenai sesuatu, maka
shalatnya tidak diterima selama 40 malam.”[1] Jika sampai membenarkan ramalan tersebut,
lebih parah lagi akibatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫صدَّقَهُ بِ َما يَقُو ُل فَقَدْ َكفَ َر ِب َما أ ُ ْن ِز َل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬


َ َ‫َم ْن أَت َى كَاهِنا ً أ َ ْو َع َّرافا ً ف‬

“Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkan apa yang mereka
katakan, maka ia telah kufur pada Al Qur’an yang diturunkan pada Muhammad.”[2]

Begitu pula ia paham tentang hukum-hukum Islam yang berkenaan dengan dirinya dan juga
untuk mengurus keluarga nantinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan seorang pria untuk memilih
perempuan yang baik agamanya. Beliau bersabda,

ْ َ‫ِين ت َِرب‬
َ‫ت يَدَاك‬ ِ ‫ت الد‬ ْ َ‫ ف‬، ‫س ِب َها َو َج َما ِل َها َو ِلدِي ِن َها‬
ِ ‫اظفَ ْر ِبذَا‬ َ ‫ت ُ ْن َك ُح ْال َم ْرأَة ُ أل َ ْربَعٍ ِل َما ِل َها َو ِل َح‬
“Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya.
Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang
merugi”.[3]

Perhatikanlah kisah berikut yang menunjukkan keberuntungan seseorang yang memilih


wanita karena agamanya.

Yahya bin Yahya an Naisaburi mengatakan bahwa beliau berada di dekat Sufyan bin Uyainah
ketika ada seorang yang menemui Ibnu Uyainah lantas berkata, “Wahai Abu Muhammad,
aku datang ke sini dengan tujuan mengadukan fulanah -yaitu istrinya sendiri-. Aku adalah
orang yang hina di hadapannya”. Beberapa saat lamanya, Ibnu Uyainah menundukkan
kepalanya. Ketika beliau telah menegakkan kepalanya, beliau berkata, “Mungkin, dulu
engkau menikahinya karena ingin meningkatkan martabat dan kehormatan?”. “Benar, wahai
Abu Muhammad”, tegas orang tersebut. Ibnu Uyainah berkata,

ِ ‫الد ْي ِن يَجْ َم ُع هللاُ لَهُ ال ِع َّز َوالما َ َل َم َع‬


‫الدي ِْن‬ ِ ‫لى‬ َ ‫ي ِبالفَ ْق ِر َو َم ْن ذَه‬
َ ‫َب ِإ‬ َ ‫ي ِبالذَّ ِل َو َم ْن ذَه‬
َ ‫َب ِإلَى الما َ ِل ا ُ ْبت ُ ِل‬ َ ‫لى ال ِع ِز ا ُ ْبت ُ ِل‬ َ ‫َم ْن ذَه‬
َ ‫َب ِإ‬

“Siapa yang menikah karena menginginkan kehormatan maka dia akan hina. Siapa yang
menikah karena cari harta maka dia akan menjadi miskin. Namun siapa yang menikah karena
agamanya maka akan Allah kumpulkan untuknya harta dan kehormatan di samping agama”.

Kemudian beliau mulai bercerita, “Kami adalah empat laki-laki bersaudara, Muhammad,
Imron, Ibrahim dan aku sendiri. Muhammad adalah kakak yang paling sulung sedangkan
Imron adalah bungsu. Sedangkan aku adalah tengah-tengah. Ketika Muhammad hendak
menikah, dia berorientasi pada kehormatan. Dia menikah dengan perempuan yang memiliki
status sosial yang lebih tinggi dari pada dirinya. Pada akhirnya dia jadi orang yang hina.
Sedangkan Imron ketika menikah berorientasi pada harta. Karenanya dia menikah dengan
perempuan yang hartanya lebih banyak dibandingkan dirinya. Ternyata, pada akhirnya dia
menjadi orang miskin. Keluarga istrinya merebut semua harta yang dia miliki tanpa
menyisakan untuknya sedikitpun. Maka aku penasaran, ingin menyelidiki sebab terjadinya
dua hal ini.

Tak disangka suatu hari Ma’mar bin Rasyid datang. Kau lantas bermusyawarah dengannya.
Kuceritakan kepadanya kasus yang dialami oleh kedua saudaraku. Ma’mar lantas
menyampaikan hadits dari Yahya bin Ja’dah dan hadits Aisyah. Hadits dari Yahya bin ja’dah
adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perempuan itu dinikahi karena empat faktor
yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya.
Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi” (HR Bukhari dan Muslim).
Sedangkan hadits dari Aisyah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perempuan
yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan biaya pernikahannya” (HR Ahmad no
25162, menurut Syeikh Syu’aib al Arnauth, sanadnya lemah).

Oleh karena itu kuputuskan untuk menikah karena faktor agama dan agar beban lebih ringan
karena ingin mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di luar dugaan Allah
kumpulkan untukku kehormatan dan harta di samping agama.[4]

Inilah kriteria wanita idaman yang patut diperhatikan pertama kali –yaitu baiknya agama-
sebelum kriteria lainnya, sebelum kecantikan, martabat dan harta.

Kriteria Kedua: Selalu Menjaga Aurat


Kriteria ini pun harus ada dan jadi pilihan. Namun sayangnya sebagian pria malah
menginginkan wanita yang buka-buka aurat dan seksi. Benarlah, laki-laki yang jelek memang
menginginkan wanita yang jelek pula.

Ingatlah, sangat bahaya jika seorang wanita yang berpakaian namun telanjang dijadikan
pilihan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٌ‫ار َياتٌ ُم ِميالَتٌ َما ِئالَت‬


ِ ‫سا ٌء كَا ِس َياتٌ َع‬ َ َّ‫ب ْال َب َق ِر َيض ِْربُونَ ِب َها الن‬
َ ‫اس َو ِن‬ ِ ‫ط َكأ َ ْذنَا‬ ٌ ‫ار َل ْم أ َ َر ُه َما قَ ْو ٌم َم َع ُه ْم ِس َيا‬
ِ َّ‫ان ِم ْن أ َ ْه ِل الن‬
ِ َ‫ص ْنف‬
ِ
‫ِيرةِ َكذَا َو َكذَا‬ َ ْ ْ ْ
َ ‫ت ال َمائِلَ ِة الَ يَدْ ُخلنَ ال َجنَّة َوالَ يَ ِجدْنَ ِري َح َها َوإِ َّن ِري َح َها لَيُو َجد ُ ِم ْن َمس‬ ْ َ
ِ ‫س ُه َّن َكأ ْس ِن َم ِة الب ُْخ‬ُ ‫ُر ُءو‬

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang
memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang
berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang
miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun
baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”[5] Di antara makna wanita yang
berpakaian tetapi telanjang dalam hadits ini adalah:

Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan


tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita
tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.[6]

Sedangkan aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan
telapak tangan.

Allah Ta’ala berfirman,

َّ َ‫اء ْال ُمؤْ ِمنِينَ يُدْنِينَ َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن َج َال ِبي ِب ِه َّن ذَلِكَ أَدْنَى أَ ْن يُ ْع َر ْفنَ فَ َال يُؤْ ذَيْنَ َو َكان‬
ُ‫َّللا‬ ِ ‫س‬ ِ ‫ي قُ ْل ِأل َ ْز َو‬
َ ِ‫اجكَ َو َبنَاتِكَ َون‬ ُّ ِ‫يَا أَيُّ َها النَّب‬
ً ُ‫َغف‬
‫ورا َر ِحي ًما‬

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab
bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai
khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.

Allah Ta’ala juga berfirman,

ْ َ‫اره َِّن َو َيحْ ف‬


َ ‫ظنَ فُ ُرو َج ُه َّن َو َال يُ ْبدِينَ ِزينَت َ ُه َّن ِإ َّال َما‬
‫ظ َه َر ِم ْن َها‬ ِ ‫ص‬َ ‫ضضْنَ ِم ْن أ َ ْب‬ ِ ‫َوقُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنَا‬
ُ ‫ت َي ْغ‬

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu
Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan
adalah wajah dan kedua telapak tangan.[7]

Kriteria Ketiga: Berbusana dengan Memenuhi Syarat Pakaian yang Syar’i


Wanita yang menjadi idaman juga sepatutnya memenuhi beberapa kriteria berbusana berikut
ini yang kami sarikan dari berbagai dalil Al Qur’an dan As Sunnah.

Syarat pertama: Menutupi seluruh tubuh (termasuk kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.

Syarat kedua: Bukan memakai pakaian untuk berhias diri.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َوقَ ْرنَ ِفي بُيُو ِت ُك َّن َو َال ت َ َب َّرجْ نَ ت َ َب ُّر َج ْال َجا ِه ِل َّي ِة ْاألُولَى‬

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang
jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah
menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan
perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[8]

Syarat ketiga: Longgar, tidak ketat dan tidak tipis sehingga tidak menggambarkan bentuk
lekuk tubuh.

Syarat keempat: Tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya
ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٌ‫ي زَ انِيَة‬ ِ ‫ت َعلَى قَ ْو ٍم ِليَ ِجدُوا ِم ْن ِر‬


َ ‫يح َها فَ ِه‬ ْ ‫ت َف َم َّر‬ َ ‫أَيُّ َما ا ْم َرأَةٍ ا ْست َ ْع‬
ْ ‫ط َر‬

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar
mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang
pelacur.”[9]

Dari Yahya bin Ja’dah, “Di masa pemerintahan Umar bin Khatab ada seorang perempuan
yang keluar rumah dengan memakai wewangian. Di tengah jalan, Umar mencium bau harum
dari perempuan tersebut maka Umar pun memukulinya dengan tongkat. Setelah itu beliau
berkata,

‫تخرجن متطيبات فيجد الرجال ريحكن وإنما قلوب الرجال عند أنوفهم اخرجن تفالت‬

“Kalian, para perempuan keluar rumah dengan memakai wewangian sehingga para laki-laki
mencium bau harum kalian?! Sesungguhnya hati laki-laki itu ditentukan oleh bau yang
dicium oleh hidungnya. Keluarlah kalian dari rumah dengan tidak memakai wewangian”[10].

Dari Ibrahim, Umar (bin Khatab) memeriksa shaf shalat jamaah perempuan lalu beliau
mencium bau harum dari kepala seorang perempuan. Beliau lantas berkata,

‫لو أعلم أيتكن هي لفعلت ولفعلت لتطيب إحداكن لزوجها فإذا خرجت لبست أطمار وليدتها‬

“Seandainya aku tahu siapa di antara kalian yang memakai wewangian niscaya aku akan
melakukan tindakan demikian dan demikian. Hendaklah kalian memakai wewangian untuk
suaminya. Jika keluar rumah hendaknya memakai kain jelek yang biasa dipakai oleh budak
perempuan”. Ibrahim mengatakan, “Aku mendapatkan kabar bahwa perempuan yang
memakai wewangian itu sampai ngompol karena takut (dengan Umar)”[11].
Syarat kelima: Tidak menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,

‫اء‬
ِ ‫س‬ ِ َ‫ َو ْال ُمت ََر ِجال‬، ‫الر َجا ِل‬
َ ِ‫ت ِمنَ الن‬ ِ َ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – ا ْل ُم َخنَّثِينَ ِمن‬
ُّ ِ‫لَعَنَ النَّب‬

“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang
menyerupai kaum pria.”[12]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

‫شبَّهَ بِقَ ْو ٍم فَ ُه َو ِم ْن ُه ْم‬


َ َ‫َم ْن ت‬

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”.[13]

Inilah di antara beberapa syarat pakaian wanita yang harus dipenuhi. Inilah wanita yang
pantas dijadikan kriteria.

Kriteria keempat: Betah Tinggal di Rumah

Di antara yang diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah betah berada di
rumah dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki serta tidak keluar rumah kecuali ada
kebutuhan yang mendesak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari
godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َوقَ ْرنَ ِفي بُيُو ِت ُك َّن َو َال ت َ َب َّرجْ نَ ت َ َب ُّر َج ْال َجا ِه ِليَّ ِة ْاألُولَى‬

“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan
sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).

Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah kalian tinggal di dalam
rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar rumah kecuali karena ada kebutuhan”.[14]

Disebutkan bahwa ada orang yang bertanya kepada Saudah -istri Rasulullah-, “Mengapa
engkau tidak berhaji dan berumrah sebagaimana yang dilakukan oleh saudari-saudarimu
(yaitu para istri Nabi yang lain, pent)?” Jawaban beliau, “Aku sudah pernah berhaji dan
berumrah, sedangkan Allah memerintahkan aku untuk tinggal di dalam rumah”. Perawi
mengatakan, “Demi Allah, beliau tidak pernah keluar dari pintu rumahnya kecuali ketika
jenazahnya dikeluarkan untuk dimakamkan”. Sungguh moga Allah ridha kepadanya.

Ibnul ‘Arabi bercerita, “Aku sudah pernah memasuki lebih dari seribu perkampungan namun
aku tidak menjumpai perempuan yang lebih terhormat dan terjaga melebihi perempuan di
daerah Napolis, Palestina, tempat Nabi Ibrahim dilempar ke dalam api. Selama aku tinggal di
sana aku tidak pernah melihat perempuan di jalan saat siang hari kecuali pada hari Jumat.
Pada hari itu para perempuan pergi ke masjid untuk ikut shalat Jumat sampai masjid penuh
dengan para perempuan. Begitu shalat Jumat berakhir mereka segera pulang ke rumah
mereka masing-masing dan aku tidak melihat satupun perempuan hingga hari Jumat
berikutnya”.[15]
Dari Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َّ ‫ َوأ َ ْق َربُ َما تَ ُكونُ ِإلَى‬،ُ‫ َما َرآنِي أ َ َحد ٌ ِإال أَ ْع َج ْبتُه‬:ُ‫طانُ فَتَقُول‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫ش ْي‬ ْ ‫ َو ِإنَّ َها ِإذَا خ ََر َج‬،ٌ‫ِإ َّن ْال َم ْرأَة َ َع ْو َرة‬
َّ ‫ت ِم ْن بَ ْيتِ َها ا ْستَ ْش َرفَ َها ال‬
َ ْ َ
‫”إِذا كَانَت فِي ق ْع ِر بَ ْي ِت َها‬

“Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya.
Keadaan perempuan yang paling dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam
rumahnya”.[16]

Kriteria Kelima: Memiliki Sifat Malu

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ْال َح َيا ُء الَ َيأْتِى ِإالَّ ِب َخي ٍْر‬

“Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.”[17]

Kriteria ini juga semestinya ada pada wanita idaman. Contohnya adalah ketika bergaul
dengan pria. Wanita yang baik seharusnya memiliki sifat malu yang sangat. Cobalah
perhatikan contoh yang bagus dari wanita di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah Ta’ala
berfirman,

‫قَالَتَا َال نَ ْس ِقي‬ ْ ‫ان قَا َل َما خ‬


‫َطبُ ُك َما‬ ِ َ‫اس يَ ْسقُونَ َو َو َجدَ ِم ْن د ُونِ ِه ُم ا ْم َرأتَي ِْن تَذُود‬ ِ َّ‫َولَ َّما َو َردَ َما َء َمدْيَنَ َو َجدَ َعلَ ْي ِه أ ُ َّمةً ِمنَ الن‬
ٌ ‫ِم ْن َخي ٍْر فَ ِق‬
‫ير‬ ‫ي‬ ْ َ
َّ َ‫ب إِنِي ِل َما أ ْنزَ لتَ إِل‬
ِ ‫الظ ِل فَقَا َل َر‬ َّ ُ
ِ ‫سقَى لَ ُه َما ث َّم ت ََولى إِلَى‬ َ َ‫( ف‬23) ‫ير‬ ٌ ‫الر َعا ُء َوأَبُونَا َش ْي ٌخ َك ِب‬ِ ‫صد َِر‬ ْ ُ‫َحتَّى ي‬
(24)

“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang
yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu,
dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu
(dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan
(ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak
kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu
untuk (menolong) keduanya.” (QS. Qashash: 23-24). Lihatlah bagaimana bagusnya sifat
kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakan dengan kaum lelaki untuk meminumkan
ternaknya. Namun coba bayangkan dengan wanita di zaman sekarang ini!

Tidak cukup sampai di situ kebagusan akhlaq kedua wanita tersebut. Lihatlah bagaimana sifat
mereka tatkala datang untuk memanggil Musa ‘alaihis salaam; Alloh melanjutkan firman-
Nya,

َ ‫ت إِ َّن أَبِي يَدْعُوكَ ِليَجْ ِزيَكَ أَجْ َر َما‬


‫سقَيْتَ لَنَا‬ ْ َ‫فَ َجا َءتْهُ إِحْ دَا ُه َما ت َ ْمشِي َعلَى ا ْستِ ْحيَاءٍ قَال‬

“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan penuh rasa
malu, ia berkata, ‘Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan
terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.'” (QS. Al Qashash : 25)

Ayat yang mulia ini,menjelaskan bagaimana seharusnya kaum wanita berakhlaq dan bersifat
malu. Allah menyifati gadis wanita yang mulia ini dengan cara jalannya yang penuh dengan
rasa malu dan terhormat.
Amirul Mukminin Umar bin Khoththob rodiyallohu ‘anhu mengatakan, “Gadis itu menemui
Musa ‘alaihis salaam dengan pakaian yang tertutup rapat, menutupi wajahnya.” Sanad
riwayat ini shahih.[18]

Kisah ini menunjukkan bahwa seharusnya wanita selalu memiliki sifat malu ketika bergaul
dengan lawan jenis, ketika berbicara dengan mereka dan ketika berpakaian.

Demikianlah kriteria wanita yang semestinya jadi idaman. Namun kriteria ini baru sebagian
saja. Akan tetapi, kriteria ini semestinya yang dijadikan prioritas.

Intinya, jika seorang pria ingin mendapatkan wanita idaman, itu semua kembali pada dirinya.
Ingatlah: ”Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik”. Jadi, hendaklah seorang pria
mengoreksi diri pula, sudahkah dia menjadi pria idaman, niscaya wanita yang ia idam-
idamkan di atas insya Allah menjadi pendampingnya. Inilah kaedah umum yang mesti
diperhatikan.

Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu mendapatkan keberkahan dalam hidup ini.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Baca pula artikel “Bukan Pria Idaman”.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Diselesaikan -berkat nikmat Allah- di Pangukan-Sleman, 14 Shofar 1431 H

[1] HR. Muslim no. 2230, dari Shofiyah, dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.

[2] HR. Ahmad (2/492). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[3] HR. Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1446, dari Abu Hurairah.

[4] Tahdzib al Kamal, 11/194-195, Asy Syamilah.

[5] HR. Muslim no. 2128, dari Abu Hurairah.

[6] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/190-191, Dar Ihya’ At
Turots, cetakan kedua.

[7] Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14.

[8] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 5/133, Mawqi’ Al Islam.

[9] HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’
no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih.

[10] HR Abdurrazaq dalam al Mushannaf no 8107.


[11] Riwayat Abdur Razaq no 8118.

[12] HR. Bukhari no. 6834.

[13] HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad
hadits ini jayid/bagus.

[14] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11/150.

[15] Tafsir al Qurthubi ketika menjelaskan al Ahzab:33.

[16] HR Ibnu Khuzaimah no. 1685. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih.

[17] HR. Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 37, dari ‘Imron bin Hushain.

[18] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/451.

* http://rumaysho.com/belajar-islam/muslimah/2890-kriteria-wanita-idaman.html

Anda mungkin juga menyukai