Anda di halaman 1dari 22

EKONOMI PERTANIAN

KERAGAAN HORTIKULTURA DESA UMBUL SIDOMUKTI

Dosen pengampu:

Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, M.S.

Prof. Drs. H. Waridin, MS., Ph.D

Disusun oleh

Desky Melati Putri Anjani 12020115120005

Fadlilaili Whahda Sabila 12020115120046

Syahid Izzulhaq 12020115130082

Johan Beni 12020115130137

Zahran Ramadhan 12020115130152

ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO 2017

i
DAFTAR ISI

COVER i

DAFTAR ISI ii

KATA PENGANTAR iii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

BAB III METODE PENELITIAN 11

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 14

BAB V KESIMPULAN 18

LAMPIRAN iv

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Keragaan Hortikultura
Desa Umbul Sidomukti ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga
kami berterima kasih pada Bapak Prof. Dr. Purbayu Budi Santosa, M.S. dan Bapak Prof. Drs. H.
Waridin, MS., Ph.D. selaku dosen mata kuliah Ekonomi Pertanian yang telah memberikan tugas
ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Saran dan kritik sangat kami
harapkan guna penyempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang.

Semarang, 19 April 2017

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia ialah negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang melimpah,
dimana sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Sektor pertanian sendiri
mempunyai peran yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan
Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar
4,1 persen terhadap laju dan sumber pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan 2000.
Dalam mencapai hasil yang maksimal, petani di Indonesia harus memperhatikan aspek
efisiensi usaha, peningkatan produksi, perbaikan mutu dan pelestarian lahan tani sendiri.
Pertanian dalam arti luas adalah semua yang mencakup kegiatan pertanian (tanaman
pangan dan hortikultura), perkebunan, kehutanan, dan peternakan, perikanan.
Salah satu jenis pertanian yang mempunyai peran yang penting ialah pertanian
hortikultura yaitu istilah digunakan pada jenis tanaman yang dibudidayakan. Bidang kerja
hortikultura meliputi pembenihan, pembibitan, kultur jaringan, produksi tanaman, hama
dan penyakit, panen, pengemasan dan distribusi. Hortikultura merupakan salah satu
metode budidaya pertanian modern. Salah satu ciri khas produk hortikultura adalah
perisabel atau mudah rusak karena segar. Menurut Badan Pusat Statistik, persentase
petani menurut jenis kelamin pada tahun 2013 ialah mencapai 93, 42 juta jiwa untuk jenis
kelamin laki-laki dan 26, 08 juta jiwa untuk jenis kelamin perempuan di pertanian
hortikultura. Di Indonesia sendiri, pertanian hortilkultura dapat di lihat di daerah desa
Umbul Sidomukti, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.

Kabupaten Semarang sendiri merupakan salah satu Kabupaten dari 29 kabupaten


dan 6 kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Terletak pada posisi 1100 14' 54,74" -
1100 39' 3" Bujur Timur dan 70 3’ 57” – 70 30’0” Lintang Selatan. Luas keseluruhan
wilayah Kabupaten Semarang adalah 95.020,674 Ha atau sekitar 2,92% dari luas
Provinsi Jawa Tengah. Seperti yang dilansir dalam Badan Pusat Statistik, penggunaan
lahan di Kabupaten Semarang sebagian besar wilayah tersebut merupakan lahan
pertanian yang terdiri dari lahan sawah dan bukan sawah, sedangkan sisanya merupakan

1
lahan bukan pertanian. Luas penggunaan lahan pertanian sawah seluas 23 918,65
ha (25,17%), lahan pertanian bukan sawah : 36 358,45 (38,26%) sedangkan luas lahan
bukan pertanian adalah 34 743,57 (36,56%). Luas lahan sawah sangat tidak merata dilihat
dari keterbandingan antar Kecamatan. Kecamatan Suruh, Pabelan dan Bringin
mempunyai luas sawah lebih dari 2.000 ha. Kondisi ini kontradiksi dengan luas lahan
sawah di Kecamatan Getasan yang hanya 26 ha. Hal ini tentunya berdampak pada
produksi padi yang tidak merata antar kecamatan. Dalam keberjalananan pertanian di
desa Umbul Sidomukti, salah satu produk pertanian khas dari daerah tersebut ialah
produk pertanian holtikultura, unclang. Unclang sendiri ialah sebutan untuk bawang
daun. Bawang daun adalah salah satu jenis tanaman sayuran yang berpotensi
dikembangkan secara intensif dan komersil.
Pertumbuhan produksi rata-rata bawang daun selama periode 1989-2003 adalah
sebesar 3,9% per tahun. Komponen pertumbuhan areal panen (3,5%) ternyata ebih
banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi bawang merah
dibandingkan dengan komponen produktivitas (0,4%). Bawang merah dihasilkan di 24
dari 30 propinsi di Indonesia. Salah satu aspek penting dalam mengembangkan agribisnis
ialah kualitas hasil sama pentingnya dengan kuantitas hasil. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas pertanian ialah ketersediaan air dan unsur iklim. Unsur
iklim dan cuaca sering sekali menjadi faktor yang sangat mempengaruhi hasil produksi.
Masih banyak petani yang belum bisa memahami dan menduga iklim, sehingga antisipasi
tidak dapat dilakukan atau dilakukan dengan baik. Akibatnya, hasil dan mutu produksi
pertanian bawang daun yang diperoleh kurang memuaskan dan terkadang gagal panen.

1.2. Rumusan Masalah

Bawang Daun yang menjadi produk pertanian khas dari desa Umbul Sidomukti,
Kabupaten Semarang sekarang ini sedang menghadapi cuaca dan iklim yang ekstrim,
yang menyebabkan kualitas dan kuantitas produksi dari produk bawang daun menjadi
menurun dan menyebabkan harga jualnya juga menurun yang mana mempengaruhi
pendapatan buruh tani di desa Umbul Sidomukti, Kabupaten Semarang.

iv
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keragaan produksi pertanian
hortikultura di desa Umbul Sidomukti, Kab. Semarang dan juga untuk menganalisis
pengaruh dari cuaca yang ekstrim terhadap hasil panen pertanian.

v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian


Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan
pembangunan ekonomi. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di
Indonesia:
(1) potensi sumber dayanya yang besar dan beragam,
(2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar,
(3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan
(4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.
Proses alih fungsi lahan secara langsung maupun tidak langsung ditentukan oleh
dua faktor besar, yaitu (1) sistem kelembagaan yang dikembangkan masyarakat dan (2)
sistem non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat, baik akibat
proses pembangunan atau sebagai proses internal yang ada dalam masyarakat dalam
kaitannya dengan memanfaatkan sumber daya lahan. (Kristianto, 2003)
Menurut Feryanto (2010), logika pembangunan pertanian selama ini di Indonesia
merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional, di mana pertumbuhan
ekonomi menjadi orientasi utama. Pembangunan pertanian masa depan merupakan proses
berkelanjutan, peningkatan, pendalaman, perluasan dan pembaharuan pembangunan
pertanian yang telah dilaksanakan sebelumnya. Sektor agribisnis mempunyai peranan
penting didalam pembangunan. Ada lima peran penting dari sektor pertanian dalam
kontribusi pembangunan ekonomi antara lain meningkatkan produksi pangan untuk
konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja terbesar, memperbesar pasar untuk industri,
meningkatkan supply uang tabungan dan meningkatkan devisa. Sampai saat ini, peranan
sektor pertanian di Indonesia begitu besar dalam mendukung pemenuhan pangan dan
memberikan lapangan kerja bagi rumah tangga petani. Tahun 2003, sektor pertanian
mampu memperkerjakan sebanyak 42 juta orang atau 46,26 persen dari penduduk yang
bekerja secara keseluruhan.

vi
Pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan kawasan pedesaan yang
menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Lahan, potensi tenaga
kerja, dan basis ekonomi lokal pedesaan menjadi faktor utama pengembangan pertanian.
Saat ini, disadari bahwa pembangunan pertanian tidak saja bertumpu di desa tetapi juga
diperlukan integrasi dengan kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja
berada di pedesaan, tetapi juga wilayah perkotaan. Struktur perekonomian wilayah
merupakan faktor dasar yang membedakan suatu wilayah dengan wilayah lainnya,
perbedaan tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah dari
segi fisik lingkungan, sosial ekonomi dan kelembagaan. Faktor-faktor yang penting dan
harus ada dalam proses pembangunan pertanian adalah sebagai berikut: (a) agribisnis
merupakan suatu sistem, sehingga semua kegiatan yang terdapat dalam sistem tersebut
harus saling terkait dan tidak berdiri sendiri, (b) agribisnis merupakan alternatif bagi
pengembangan strategi pembangunan ekonomi, dan (c) agribisnis berorientasi pasar dan
perolehan nilai tambah dari suatu komoditas (Feryanto, 2010).
Proses alih fungsi lahan secara langsung maupun tidak langsung ditentukan oleh
dua faktor besar, yaitu (1) sistem kelembagaan yang dikembangkan masyarakat dan (2)
sistem non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah dalam masyarakat, baik akibat
proses pembangunan atau sebagai proses internal yang ada dalam masyarakat dalam
kaitannya dengan memanfaatkan sumber daya lahan. (Kristianto, 2003)

2.1.2 Teori Ketetapan Harga Produk Pertanian


Harga adalah segala bentuk biaya moneter yang dikorbankan oleh konsumen
untuk memperoleh, memiliki, memanfaatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta
pelayanan dari suatu produk. Penetapan harga jual berpotensi menjadi suatu masalah
karena keputusan penetapan harga jual cukup kompleks dan harus memperhatikan
berbagai aspek yang mempengaruhinya. Ketidakstabilan kurs Dollar terhadap Rupiah
telah merugikan banyak pelaku usaha di sektor riil. strategi penetapan harga saat kondisi
nilai kurs fluktuatif sehingga masih dapat mempertahankan keuntungan atau
meminimalisasi kerugian (Aditya, 2013).
Posisi harga produk pertanian sebagai produk utama sangat menentukan besarnya
jumlah permintaan produk tersebut. Apabila karakter produk pertanian memiliki nilai

vii
elastisitas permintaan yang rendah, akan menyebabkan gerakan harga akan senantiasa
dalam arah yang menaik. Sebagai produk pertanian memiliki tingkat elastisitas
permintaan yang tidak elastis karena jika harga produk naik, para pembeli enggan untuk
mencari barang pengganti (karena merupakan produk utama) dan oleh karenanya harus
tetap membeli produk tersebut sehingga permintaannya tidak akan banyak berubah.
Karakter elastisitas permintaan produk pertanian tersebut cendrung mendorong para
pedagang untuk menaikkan tingkat haraga produk pertanian sehingga terjadilah gerak
harga produk yang semakin menaik. Hal ini menyebabkan terjadinya Inflasi bahan
makanan yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi makro (Widiarsih, 2012).
Menjaga kestabilan harga dan pendapatan petani, perlu campur tangan pemerintah
dalam penetuan produksi dan harga, adapun cara yang dapat dilakukan adalah: 1)
Membatasi atau menetukan kuota tingkat produksi yang dapat dilakukan oleh produsen
(pengaturan pola tanam), 2) Melakukan pembelian-pembelian produk yang akan
distabilkan harganya di pasar bebas, 3) memeberikan pengarahan atau bantuan kepada
petani apabila harga pasar lebih rendah dari pada harga yang dinggap sesuai oleh
pemerintah.

2.2 Penelitian Terdahulu

NO. PENELITI JUDUL TUJUAN METODOLOGI KESIMPULAN


PENELITIAN PENELITIAN
2. Erlina KERAGAAN melihat daya Bawang merah
Ambarwati STABILITAS adaptasi dan varietas Probolinggo,
dan Prapto HASIL BAWANG stabilitas hasil Tiron-sawah dan Biru-
Yudono MERAH delapan varietas pasir dapat beradaptasi
bawang merah di dengan baik dan
dua lokasi tanam hasilnya stabil pada
pada dua musim berbagai lingkungan
tanam. pengujian.
3. Dr. Suryo PERUBAHAN memahami Menghadapi
Wiyono IKLIM DAN hubungan faktor perubahan iklim dalam

viii
LEDAKAN HAMA faktor iklim kaitan dengan
DAN PENYAKIT dengan perkembangan hama
TANAMAN perkembangan dan penyakit tanaman.
hama/penyakit, menganalisis dampak
dikaitkan dengan perubahan iklim
fenomena terhadap hama dan
permasalahan penyakit tanaman
hama-dan perlu dilakukan untuk
penyakit terkini menentukan langkah
yang ada di yang tepat bagi
lapangan pemerintah maupun
petani. Selain itu
diperlukan
peningkatan
pemahaman
agroekosistem oleh
petani sehingga lebih
jeli mengamati dan
mensikapi perubahan
yang ada.
4. Amar K. PENERAPAN Makalah ini penerapan adopsi
Zakaria TEKNOLOGI menggunakan teknologi budi daya
USAHA TANI data hasil pada komoditas
PALAWIJA PADA penelitian palawija kedelai,
AGROSISTEM Patanas di kacang tanah dan ubi
LAHAN KERING agroekosistem kayu, dalam dua titik
lahan kering waktu yaitu periode
berbasis tahun 2008 dan 2011,
komoditas meningkatkan
palawija yang penerapan teknologi
memfokuskan budi daya komoditas
pada dinamika palawija maka perlu
penerapan adanya peningkatan
teknologi budi penyuluhan yang lebih

ix
daya palawija intensif di tingkat
dengan usaha tani dengan
membandingkan memberdayakan petani
pada dua titik untuk lebih mandiri
waktu (tahun dalam wadah
2008 dan 2011 kelompok tani.

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis

2.3.1 Penentuan Harga


Perdagangan pada sektor pertanian di tingkat desa, sistem pasar yang terbentuk
seringkali mengarah pada pasar yang bersifat monopsoni atau oligopsoni (Baharsyah,
1980; Rao dan Subbarao, 1987; Saptana et al., 2001). Sistem pasar demikian dapat terjadi
akibat kurangnya kompetisi di antara pedagang desa akibat jumlah pedagang yang
terbatas. Kalaupun jumlah pedagang yang terlibat cukup banyak tetapi dalam kegiatannya
para pedagang tersebut seringkali dikendalikan oleh satu atau beberapa pedagang
tertentu. Hal ini menyebabkan terbentuknya sistem pasar monopsoni/oligopsoni yang
terselubung dimana walaupun keadaan pasar tampaknya bersaing sempurna karena
jumlah pedagang yang banyak tetapi sebenarnya dikuasai oleh pedagang-pedagang
tertentu (Azzaino, 1984; Sudaryanto et al., 1993).
Pada kondisi pasar tersebut petani cenderung menerima harga yang rendah akibat
perilaku pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungannya. Berdasarkan hal
tersebut maka dapat dikatakan bahwa pemasaran komoditas dengan kekuatan
monopsoni/oligopsoni tidak efisien karena kepentingan petani sebagai produsen dapat
dirugikan. Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila dapat memberikan kepuasan
maksimum bagi produsen, konsumen dan pelaku pemasaran dengan penggunaan sumber
ekonomi serendah-rendahnya (FEDS Staff, 1992; Hasan, 1986; Saefuddin, 1984; Rhodes,
1993).

2.3.2. Efisiensi Pemasaran

x
Secara teoritis efisiensi pemasaran merupakan maksimisasi rasio antara luaran
dan masukan yang digunakan dalam kegiatan pemasaran. Masukan yang dimaksud
adalah berbagai sumber daya ekonomi yang digunakan sedangkan luaran yang diperoleh
berupa jasa-jasa pemasaran yang dihasilkan dari pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran
yang dilakukan oleh pedagang (penyimpanan, sortasi dan grading, pengemasan,
pengangkutan, dan sebagainya).
Beberapa indikator empirik yang sering digunakan dalam pengkajian efisiensi
pemasaran di antaranya adalah margin pemasaran dan transmisi harga dari pasar
konsumen kepada petani atau ke pasar produsen. Sistem pemasaran semakin efisien
apabila besarnya marjin pemasaran yang merupakan jumlah dari biaya pemasaran dan
keuntungan pedagang semakin kecil.
Ada pula beberapa permasalahan dalam pemasaran hasil pertanian di antaranya
adalah karakteristik hasil pertanian yang mudah rusak, jumlah produsen produk
pertanian, perbedaan lokasi pertanian dan lemahnya infrastruktur yang menghubungkan
produsen dengan konsumen, rendahnya arus informasi pasar, skala pernaian yang relative
kecil, dan kurangnya kebijakan pemasaran yang baik. Dalam pemasaran hasil pertanian
ada 2 jenis pengukuran efisiensi. Pertama dengan operational efficiency yang mengukur
suatu fasilitas yang digunakan dalam melaksanakan system pemasaran apakah system
pemasarannya over-capacity atau under-capacity. Pengukuran yang kedua adalah dengan
system pricing efficiency yang pengukurannya berkenan dengan kemampuan system
pemasaran dalam mengalokasikan sumber daya dan mengoordinasikan faktor prosuksi,
dan pemasaran sesuai dengan keinginan konsumen.

2.3.3. Penyakit Tanaman


Fluktuasi hasil pertanian sebagai akibat fluktuasi faktor lingkungan berkaitan
dengan mekanisme stabilitas penampilan tanaman. Pengembangan tanaman bawang
merah diarahkan pada kesesuaian faktor fisik lingkungan secara optimal. Dalam kaitan
dengan hal tersebut, ketersediaan varietas yang sesuai dengan lingkungan setempat dan
berpotensi hasil tinggi merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi daya hasil
dan adaptasi varietas. Kerusakan pada produk pertanian dapat disebabkan oleh 3 hal:
1. Kerusakan Fisiologis

xi
Perubahan-perubahan terjadi karena proses fisiologis (hidup) yang terlihat sebagai
perubahan fisiknya. Pada kerusakan fisiologis akan terjadi beberapa perubahan di
antaranya adalah Perubahan warna, Perubahan bentuk, Perubahan ukuran, Perubahan
kelunakan, Perubahan rasa, Perubahan aroma, Peningkatan zat-zat tertentu.
2. Kerusakan Mekanis
Kerusakan disebabkan benturan, gesekan, tekanan, tusukan, baik antar hasil
pertanian tersebut atau dengan benda lain. kerusakan mekanis pada mumnya terjadi
karena ulah manusia baik disengaja maupun tidak. Kerusakan mekanis (kerusakan
primer) biasanya akan diikuti dengan keruskaan biologis (kerusakan sekunder).
3. Kerusakan Biologis
Kerusakan yang terjadi karena proses biologis yang terjadi di dalam produk hasil
pertanian itu sendiri atau karena adanya pengaruh dari luar. Penyebab kerusakan pada
keruskaan biologis dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab internal yang terdiri
dari pengaruh etilen, respirasi lanjutan, dan penyebab eksternal yang terdiri dari hama
dan penyakit.

xii
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan oleh peneliti berupa data primer dan sekunder. Data yang
diperoleh atau dikumpulkan peneliti merupakan hasil survey lapangan yang dilakukan oleh
peneliti ke Desa Sidomukti, Kec. Bandungan Kab. Semarang. Data sekunder dapat diperoleh
dari berbagai sumber sepeti Badan Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain –
lain.

3.3. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung


(berkomunikasi langsung) dengan responden. Dalam wawancara ini terdapat proses
interaksi antara pewawancara dengan responen. Pertanyaan peneliti dan jawaban
responden dalam penelitian ini dikemukakan secara lisan.

2. Observasi

Merupakan metode pengumpulan data dengan mengobservasi orang atau


peristiwa dalam lingkungan kerja dan mencatat informasi (Sekaran:2006). Dalam
penelitian ini peneliti melakukan observasi secara langsung di Desa Sidomukti,
Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang yang kemudian objek penelitian akan
didokumentasikan dalam bentuk foto.

3. Studi Literatur

Studi Literatur adalah cara yang dipakai untuk menghimpun data – data atau
sumber – sumber yang berhubungan dengan topik yang diangkat dalam suatu
penelitian. Studi literatur bisa didapat dari berbagai sumber, jurnal, buku,
dokumentasi, internet dan pustaka.

xiii
3.4. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode analisis komparatif dengan cara


mendeskripsikan data dengan tujuan menggambarkan karakteristik data yang telah
dikumpulkan sehingga data memberikan informasi yang baik yang pada akhirnya
digunakan untuk pengambilan kesimpulan, selain itu dalam penelitian Analisis Keraagan
Hortikultura Bawang Daun di Desa Sidomukti, Kec. Bandungan, Kab. Semarang ini juga
mengggunakan analisis kuantitatif dengan menginterpretasikan tabel – tabel dan angka
untuk kemudian dilakukan perhitungan dan perbandingan.

xiv
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian

Bawang daun (Allium fistulosum L.; bahasa Inggris: Welsh onion atau Japanese
bunching onion) adalah sejenis bawang perennial atau biasa disebut unclang/ oleh warga
Desa Sidomukti, Kec Bandungan, Kabupaten Semarang. Bawang Daun merupakan
tanaman sayuran yang digunakan sebagai bumbu masak yang hampir selalu ada di
makanan khas Indonesia.

Bawang daun adalah salah satu jenis tanaman sayuran yang berpotensi
dikembangkan secara intensif dan komersil. Di Jawa Tengah bawang daun merupakan
salah satu produk tanaman sayur yang diunggulkan. Luas areal panen bawang daun di
Indonesia pada tahun 2009 seluas 53.637 Ha dan pada tahun 2011 seluas 55.611 Ha
(BPS, 2011). Pemasaran produksi bawang daun segar tidak hanya untuk pasar dalam
negeri (domestik) melainkan juga pasar luar negeri (ekspor). Permintaan bawang daun
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk.
Peningkatan permintaan terutama berasal dari perusahaan mie instan yang menggunakan
bawang daun sebaga bumbu bahan penyedap rasa (Sutrisna et al., 2003)

4.2 Analisis Data

4.2.1 Kepemilikan Lahan


Dari 30 sampel petani, 23 petani memiliki lahan sendiri untuk bertani, 7 petani
merupakan petani penggarap. Artinya, berdasarkan sampel yang diambil dari penelitian
ini, petani di Desa Sidomukti mayoritas memiliki lahan sendiri untuk bertani, walaupun
bukan lahan dalam skala besar, hanya sekitar 300 sampai 750 meter persegi. Tetapi,
lahan itu dikelola untuk menghasilkan pendapatan yang bisa untuk menghidupi
keluarganya. Keahlian bertani yang dimiliki oleh para petani didapatkan dari orangtua,
yaitu melanjutkan keahlian yang sudah mandarah daging di keluarga mereka.

xv
Kebanyakan warga di Desa Sidomukti sudah menjadi petani semenjak masih kecil karena
harus membantu keluarganya.

4.2.2 Teknologi Usahatani


Di Desa Sidomukti, para petani bawang daun tidak menggunakan teknologi
usahatani yang modern. Alat-alat yang digunakan masih tradisional, contohnya cangkul
dan garpu. Lalu selebihnya hanya mengandalkan tenaga manusia untuk pengolahan
lahan usahatani mereka. Menurut Junaedi (60 tahun), salah satu responden di Desa
Kedondong, teknologi yang sudah modern seperti traktor hanya digunakan untuk
menanam padi, sedangkan untuk tanaman-tanaman palawija sendiri masih cukup
menggunakan cangkul.

4.2.3 Penghasilan Dalam Kegiatan Pertanian Daun Bawang


Berikut adalah tabel penghasilan petani bawang daun (per panen) yang didapatkan
dari 30 sampel petani.

Tingkat Penghasilan
No Nama Usia
Pendidikan per panen

1 Sukima 77 SD Rp2,000,000
2 Mosa 42 SD Rp2,400,000
3 Ismoyono 57 SD Rp2,200,000
4 Ismanto 55 Rp3,000,000

5 Junaidi 72 SD Rp2,400,000
6 Yeti 46 Rp2,800,000
7 Inayah 33 SD Rp1,800,000
8 Sidik 55 Rp2,400,000
9 Somadi 56 SD Rp1,600,000

10 Tumuhuh 57 SD Rp1,700,000
11 Jatmiko 58 SD Rp2,000,000
12 Patmi 59 Rp2,000,000
13 Jaka 60 SD Rp4,000,000
14 Sumarmi 56 SD Rp3,000,000

xvi
15 Suyardi 62 Rp2,600,000
16 Yuti 61 Rp2,400,000
17 Tusarkih 55 Rp2,000,000
18 Ahmad 65 SD Rp2,000,000
19 Agus 69 SD Rp1,400,000

20 Sastro 45 SD Rp5,000,000
21 Muntaha 68 SD Rp3,400,000
22 Gunawan 43 SD Rp2,800,000
23 Asrofi 58 SMP Rp2,000,000
24 Rakijah 68 Rp1,800,000

25 Casman 41 Rp1,800,000
26 Rahmat 60 SD Rp1,800,000
27 Winarti 50 SD Rp2,600,000
28 Badri 63 SMP Rp2,800,000
29 Tarsinah 63 SD Rp4,800,000

30 Sukiryo 52 SD Rp1,400,000

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa petani hortikultura di Desa


Sidomukti, Kabupaten Semarang mayoritas memiliki penghasilan panen sekitar
Rp2.000.000,00. Penghasilan tersebut sudah merupakan penghasilan kotor atau
keuntungan yang diperoleh dari hasil pertanian yang belum dikurangi oleh biaya
operasional. Dalam penelitian di Desa Sidomukti ini, mayoritas petaninya tergolong
kedalam pertanian rakyat, yang dimana lahan nya dikelola oleh keluarganya sendiri.

4.2.5 Pengolahan dan Pemasaran


Berdasarkan sampel yang diambil sebanyak 30 petani, seluruh petani memasarkan
hasil produksi sendiri dan mendistribusikannya ke pasar-pasar.. Penentuan harga
dilakukan oleh pasar dengan melihat kondisi pasar. Pada periode ini (Maret-April) harga
jual bawang merah dari petani di Desa Sidomukti, Kabupaten Semarang di Pasar sedang
anjlok yaitu sebesar Rp2.000,00 per unting. (atau 1 Kg) Sebagian besar hasil panen
bawang daun dijual ke pasar untuk menjadi penghasilan bagi para petani, tetapi ada
beberapa petani yang menyimpan bawang daun hasil panennya untuk dikonsumsi
keluarga petani. Selain itu ada beberapa petani yang mengolah kembali bawang merah
hasil panennya untuk dijadikan bibit untuk masa tanam berikutnya. Penggunaan bahan
tanam bawang daun yang berupa benih membuka peluang usaha bagi upaya perluasan

xvii
areal pertanaman bawang daun kultivarLambau, diluar daerah asalnya. Pengembangan
kultivar Lambau ke luar daerah asal tentunya menghendaki penanganan benih secara
khusus, terutama dari aspek teknik pengemasan dan penyimpanan benih. Teknik
pengemasan dan penyimpanan benih menentukan keawetan benih sehingga menjamin
kualitas benih yang tetap tinggi saat sampai di area pengembangan. Teknik penyimpanan
benih sayuran yang tepat bermanfaat bagi petani dan pedagang karena dapat
meningkatkan nilai ekonomi serta memperpanjang daya simpan. Jangkauan pemasaran
benih menjadi lebih luas karena lebih memudahkan dalam pengiriman bibit ke luar
daerah tanpa mengalami kerusakan.
Pada penanaman bawang daun menggunakan biji, diperlukan tahapan pesemaian
benih. Benih yang telah disemai selanjutnya tumbuh menjadi bibit. Bibit bawang daun
siap dipindahkan ke lapangan pada umur 2 bulan setelah benih disemai. Terdapat dua
teknik pesemaian bawang daun yang umum digunakan oleh petani yaitu pesemaian
dalam bedengan dan kombinasi antara pesemaian bedengan dengan polibag individual.
Pada pembibitan dengan metode gabungan semai bedeng dengan polibag individual, bibit
dipindahkan dari bedengan ke polibag individual sebulan setelah disemai. Bibit tersebut
sebulan kemudian dipindahkan ke lahan sama seperti pembibitan bawang daun dalam
bedengan.

4.2.6 Kerugian dalam Usahatani

Dalam proses pertanian, semua jenis tanaman hortikultura pasti mengalami


hambatan-hambatan yang dapat mempengaruhi produktivitas pertanian itu sendiri.
Berdasarkan penelitiaan yang dilakukan, didapatkan bahwa hambatan yang muncul
dalam proses pertanian bawang daun mayoritas disebabkan oleh serangan hama tanaman
dan juga dipengaruhi faktor cuaca. Petani bawang daun di Desa Sidomukti, Kec
Bandungan, Kab Semarang mengalami kerugian sampai dengan separo hasil produksinya
yang dikarenakan serangan hama tanaman. Menurut Musa salah satu responden petani
bawang daun di Desa Sidomukti, dalam sekali panen yang produksinya hingga 4 kuintal,
didapati hasil yang rusak dan tidak bisa dipasarkan yaitu sebanyak 2 kuintal. Hal itu
menunjukan bahwa hama tanaman sangat mempengaruhi produktivitas pertanian bawang
daun di Desa Sidomukti, Kec Bandungan, Kab Semarang.

xviii
4.2.7 Pengendalian Hama

Para petani di Desa Sidomukti, Kec Bandungan, Kab Semarang melakukan


kegiatan pengendaian hama denngan cara menggunakan pestisida, tetapi tidak semua
petani mengendalikan hama dengan menggunakan pestisida.

4. 2. 8. Analisis R/C Rasio

Berdasarkan hasil observasi ke 30 petani daun bawang di Desa Sidomukti, Kec


Bandungan, Kab Semarang, di dapatkan bahwa seluruh petani daun bawang mengalami
R/C rasio yang positif. Artinya pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian daun
bawang lebih besar dari biaya operasional dalam kegiatan pertanian. Walaupun begitu,
tingkat r/c rasio per petani beragam mulai dari yang terkecil yaitu 8,4 hingga yang
terbesar yaitu 29,6. Besaran r/c rasio dapat dipengaruhi oleh efektivitas penggunaan input
serta luas lahan pertanian yang tersedia. Rata-rata r/c rasio dari kegiatan pertanian daun
bawang yaitu 15,44. Namun besarnya r/c rasio tidak mengartikan keuntungan yang secara
nominal besar, rata-rata keuntungan yang didapatkan petani daun bawang adalah
Rp2.203.600,00 per panen dengan waktu satu kali panen adalah 3 bulan. Artinya per
bulan petani daun bawang hanya mendapatkan penghasilan sekitar Rp767.533,00.

xix
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Di musim pancaroba yang kian tak menentu membuat Hortikultura bawang daun
Desa Sidomukti, Kec. Bandungan, Kab. Semarang kurang memuaskan. Kualitas hasil panen
bawang daun yang kian menurun karena hama yang tak kunjung berhasil dipadamkan dan
banyak nya penawaran dari para petani di Sidomukti menyebabkan harga yang anjlok di
pasaran, sehingga pendapatan para petani pun ikut menurun. Dampak lain dari cuaca
ekstrim yang terjadi di Desa Sidomukti adalah timbulnya penyakit tanaman yang
menyebabkan gagalnya panen daun bawang. Hal ini juga semakin membuat kerugian para
petani bertambah.

Menghadapi perubahan iklim dalam kaitannya dengan perkembangan hama dan


penyakit tanaman diperlukan beberapa langkah yang yang sesuai. Selain itu diperlukan
peningkatan pemahaman agroekosistem oleh petani sehingga lebih jeli mengamati dan
menyikapi perubahan yang ada.

5.2. Saran

Petani di Desa Sidomukti, Kec Bandungan, Kab. Semarang harus mencari lebih
lanjut lagi tentang mengatasi hama yang ada karena apabila hama dapat teratasi, output
dari hasil pertanian akan meningkat begitupun juga dengan pendapatan nya. Kemudian
para petani di Desa Sidomukti, Kec. Bandungan, Kab. Semarang harus lebih beragam
dalam menanam hortikultura karena dengan banyak nya petani yang menanamkan
bawang daun menyebabkan penawaran dari Desa Sidomukti, Kec. Bandungan, Kab.
Semarang sangat tinggi sehingga bawang daun yang dijual harga nya rendah. Dengan
keberagaman hortikultura akan membuat harga tetap stabil. Petani pun harus sering
mendatangi lahan yang mereka miliki untuk melakukan control terhadap bawang daun
nya supaya selalu baik kualitasnya dan apabila diserang hama dapat diatasi secara cepat

xx
DOKUMENTASI

xxi

Anda mungkin juga menyukai