Anda di halaman 1dari 41

DISEKSI AORTA

Definisi
Diseksi aorta adalah terjadi karena lapisan dinding aorta robek sehingga darah
masuk kedalam lapisan tunika intima. Proses masuknya darah terjadi secara akut dan
kronis. Selama minggu pertama disebut sebagai fase akut. Setelah 2 minggu di
anggap sebagai fase kronis. Pada fase ini ppasien akan lebih stabil dan progresif lebih
baik. Kira-kira 74% terjadi kasus kematiaan akibat diseksi aorta lebih dari 2 minggu.

Etiologi
1. Hipetensi sistemik, terdapat pada 75-90% penderita. Diseksi terjadi pada 0,5-10%
penderita dengan kenaikkan bermakna dari tekanan darah.

2. Degenerasi jaringan ikat.

3. Robekan intima, stres pada aorta asenden dan desenden akibat arkus aorta lebih
terfiksasi.

4. Perjalanan hematoma.

5. Aterosklerosis

6. sindrum marfan merupakan predisposisi terhadap pembentukan, diseksi dan


ruptur aneurisma aorta.

7. Kehamilan.

1
8. Trauma

Patologi
Diseksi aorta yang terjadi akibat tekanan darah tinggi, terjadinya regangan
jaringan ikat dan adanya kelainan pada tunika intima (aterosklerosis) menyebabkan
robekan mendadak pada tunika intima. Darah masuk ke lapisan diantara tunika intima
dan media, dan tekanan yang tinggi menyebabkan darah mengalir ke arah
longitudinal sepanjang aorta, ke arah depan dan belakang dari titik masuk,
membentuk lumen palsu. Darah dalam lumen palsu bisa mambeku, atau tetap cair
dengan sedikit aliran. Diseksi dibagi menjadi dua tipe, tergantung dari ada tidaknya
keterlibatan aorta asendens.
1. Tipe A : titik robekan intima ada pada aorta asendens, Diseksi biasanya menjalar
ke arah distal mengenai aorta desendens kemudian ke arah proksimal merusak
aparatus katup aorta dan masuk ke dalam perikardium.

2. Tipe B : titik robekan intima terdapat pada aorta desendens, biasanya tepat di
bawah ujung awal arteri subklavia sinistra. Robekan jarang menyebar ke arah
proksimal.

Tanda dan gejala klinis


Gejala klinis diseksi aorta pada umumnya berhubungan dengan lokasi
terjadinya robekkan intima. Sehingga menimbulkan gejala klinis yang sangat
bervariasi karena akibat serta komplikasi yang disebabkan oleh diseksi aorta sangat
beragam.
Gejala terbagi menjadi 2 yaitu gejala akut dan kronik. Gejala akut seperti, 90%
penderita ,mengeluhkan rasa sakit yang dari daerah retrosternal menjalar kepunggung
khususnya pada diseksi yang distal, leher, rahang dan tenggorokkan. Rasa sakit
cendrung menjalar mengikuti perluasan hematoma. Sering disertai gejala-gejala
vasovagal. Pada 5-10% penderita mengalami sinkop, 4-7% penderita sulit bernafas,
2-3% mengalami stroke, iskemia tungkai dan anuria.
Gejala kronik biasanya berupa rasa sesak saat melakukan aktifitas yang progresif
akibat regurgitasi aorta. Gejala timbul akibat lepasnya tunika intima dari dinding

2
aorta (keluhan untama) dan akibat terganggunya suplai darah ke organ vital atau
ruptur. Gambaran klinis tersering adalah nyeri mendadak yang sangat berat pada dada
atau punggung (interskapular), terutama pada pria usia pertengahan dengan
hipertensi. Komplikasi dari diseksi adalah :
1. Ruptur ; nyeri luar biasa, hipotensi, dan kolaps. Seringkali fatal, namin bisa
tertahan dengan menurunnya TD. Terjadi pada rongga retroperitoneal,
mediastinum, atau rongga pleura kiri (tidak pernah terjadi di bagian kanan).

2. Tamponade Perikardium : ruptur diseksi tipe A ke arah perikardium


menyebabkan hemoperikardium dan tamponade perikardium, gambaran klinisnya
adlaah hipotensi (pulsus paradoksus) dan peningkatan tekanan vena jugularis
(JVP) (Tanda kussmaul).

3. Regurgitasi aorta : terlibatnya ujung awal aorta menyebabkan rusaknya cincin


katup aorta, sehingga terjadi kebocoran katup. Bisa dijumpai murmur diastolik
dini.

4. Sumbatan cabang sisi aorta : lumen palsu menekan ujung awal cabang arteri yang
keluar dari aorta. Bisa mengenai cabang manapun, pada titik manapun sepanjang
aorta asenden, desenden, dan abdominalis. Akibatnya bisa terjadi infark miokard
(hanya pasien dengan infark inferior yang nampak, karena diseksi koroner utama
kiri menyebabkan kematian), stroke, iskemia ekstremitas atas atau bawah,
pararesis yang disebabkan oleh oklusi arteri spinalis, gagal ginjal, dan oklusi
usus.

5. Perluasan : diseksi awal bisa meluas sepanjanh aorta, biasanya menyebabkan


nyeri lanjutan ke arah perluasan.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektrokardiografi dan enzim jantung biasanya menolong bila
negatif. Rangen membantu untuk melihat pelebaran mediastinum dan adanya cairan
pleura. Ekordiografi dapat menunjukan adanya cairan perikard, regurgitasi aorta dan
flap aorta pada batang aorta. CT Scan merupakan teknik pencitraan terpilih di banyak
rumah sakit. Jangan pernah menunda pemeriksaan dini. pencitraan aorta potongan

3
melintang menunjukkan adanya flap, lumen asli, dan lumen palsu bila diberi kontras.
Ekokardiografi transesofagus (TEE) sangat sensitif untuk pencitraan aorta desendens.
Suatu penanda eko khusus dimasukkan melalui esofagus, dan ditempatkan di
belakang jantung, memungkinkan pencitraan pembuluh darah besar dan jantung,
tanpa terhalang tulang-tulang iga tau paru. Gambaran yang didapatkan berkualitas
tinggi. Prosedur ini harus dilakukan oleh operator yang sangat terampil dan
merupakan teknik invasif, pasien membutuhkan sedasi; karena bisa menyebabkan
kenaikan tekanan darah sementara, yang dapat memicu perluasan diseksi, oleh karena
itu pemeriksaan ini hanya dilakukan di pusat pelayanan kardiotoraks sebagai
pendahuluan sebelum dilakukan tindakan segera.
Tatalaksanaan
Terdapat 2 fase dalam penatalaksanaan distensi aorta. Fase pertama adalah
melakukan pengobata, penstabilan vital sign, dan menegakkan diagnosis defenitif
dengan aortografi. Diseksi aorta harus ditatalksana segera karena termasuk
kegawatdaruratan medis. Pertimbangan segera yang harus diperhatikan adalah pada
tipe A maupun tipe B adalah menurunkan tekanan darah sampai sistolik kurang dari
100 mmHg untuk mencegah diseksi atau ruptur lebih lanjut, menggunakan analgesik
opiat dan penyekat beta intravena. Pasien yang mengalami hipotensi akibat
perdarahan harus diresusitasi untuk mempertahankan TD dalam level cukup.
Terapi spesifik tergantung pada asal flap.
I. Diseksi aorta yang tipe A : risiko komplikasi yang berbahaya, kususnya ruptur
ke perikardium, sangat tinggi, dengan rata-rata kematiam per jam ± 2%. Pasien harus
dipindahkan dengan ambulans lampu biru/udara ke pusat pelayanan kardiotoraks
sesegara mungkin, pada waktu kapanpun, dan segera dilakukan pembedahan untuk
mengganti ujung aorta, dengan atau tanpa kelainan katup aorta sebagai penyerta.

II. Diseksi aorta yang Tipe B : pembedahan memiliki risiko tinggi sehingga pada
keadaan ini tidak diindikasikan sebagai terapi lini pertama. Tipe ini merupakan
indikasi untuk kontrol TD agresif, dengan target TD sistolik < 100mmHg.
Pembedahan hanya dilakukan bila terjadi komplikasi yang mengancam jiwa, seperti
ruptur yang berbahaya. Lumen palsu bisa membeku dan menjadi stabil.

4
Prognosis

Diseksi tipe A memiliki tingkat mortalitas segera yang sangat tinggi, namun bila
pasien tidak mempunyai komplikasi yang mengancam jiwa (seperti stroke,
paraplegia) keadaan pasien setelah pembedahan yang berhasil biassanya baik.
Keadaan setelah terapi pada diseksi tipe B lebih baik, walaupun bisa terdapat
komplikasi lanjut, di antaranya pembentukan dan ruptur aneurisma.

ANEURISMA AORTA

Definisi

Aneurisma adalah kelainan pembuluh darah yang muncul akibat penipisan


dan degenerasi dinding pembuluh darah arteri. Aneurisma Aorta merupakan dilatasi
dinding aorta yang sifatnya patologis, terlokalisasi, dan permanen (irreversible).
Dinding aorta yang mengalami aneurisma lebih lemah daripada dinding aorta yang
normal. Oleh karena itu, karena tekanan yang begitu besar dari darah menyebabkan
dinding aorta menjadi melebar Penyebabnya adalah kelainan bawaan, hipertensi, dan
adanya infeksi atau trauma. Kondisi ini menimbulkan kelemahan pada dinding
pembuluh darah sehingga membentuk tonjolan seperti balon.

5
Klasifikasi
Aneurisma Aorta dapat dibagi berdasarkan morfologi dan lokasinya. Menurut
morfologinya, aneurisma aorta dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

 Fusiform aortic aneurysm : bentuknya lebih baik, dilatasinya simetris


pada sekeliling dinding aorta, dan bentuknya lebih sering ditemukan.
 Saccular aortic aneurysm : berbentuk seperti kantong yang menonjol
keluar dan berhubungan dengan dinding aorta melalui leher yang sempit.
 Pseudoaneurysm or false aortic aneurysm : merupakan akumulasi darah
ekstravaskuler disertai disrupsi ketiga lapisan pembuluh darah.
Dindingnya merupakan trombus dan jaringan yang berdekatan.

Aneurisma aorta dibagi menjadi 3berdasarkan lokasi terjadinya yaitu :

1. Abdominal aortic aneurysm (AAA) : lokasinya pada aorta abdominalis,


biasanya mulai dari bawah arteri renalis dan meluas ke bifurkasio aorta,
kadang-kadang melibatkan arteri iliaka. Aneurisma ini jarang meluas ke atas
arteri renalis untuk melibatkan cabang-cabang viseral mayor aorta.

6
2. Thoracic aortic aneurysm (AAT) : lokasinya pada aorta toraks, bagian-bagian
yang mengalami pelebaran biasanya pada ascending aorta di atap katup
aorta, aortic arch, dandescending thoracic aorta di luar arteri subklavia kiri.

3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm (AATA) : lokasinya pada aorta


desendens yang secara bersamaan melibatkan aorta abdominalis.

Epidemiologi

Abdominal aortic aneurysm merupakan aneurisma yang paling sering terjadi.


Laki-laki lebih sering menderita penyakit ini daripada wanita (9:1). Insiden akan
meningkat pada laki-laki yang umurnya lebih dari 55 tahun dan pada wanita yang
umurnya lebih dari 70 tahun. Walaupun demikian, pada wanita risiko ruptur 3 kali
lebih tinggi daripada laki-laki.Faktor risiko lain selain umur dan jenis kelamin adalah
gaya hidup merokok, hipertensi, hiperlidemia, dan aterosklerosis. Pada orang yang
memiliki riwayat keluarga risiko mereka mengalami aneurisma akan meningkat 30%
dan cenderung menderita abdominal aortic aneurysm di usia muda. Thoracic aortic
aneurysm lebih jarang terjadi daripada aneurisma pada aorta abdominalis. Aneurisma
ini lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita (5:1) dan jarang terjadi pada
pasien yang umurnya kurang dari 50 tahun. Biasanya aorta desendens paling sering
terserang.

Etiologi

Abdominal aortic aneurysm paling sering disebabkan oleh aterosklerosis.


Namun pada dasarnya, penyebab abdominal aortic aneurysm dapat dibagi menjadi 2
yaitu :Penyebab yang tidak dapat dikontrol seperti penyakit genetik (Marfan
syndrome, Ehlers-Danlos syndrome, congenitaldefect) dan enzyme
destruction.. Penyebab yang dapat dikontrol yaitu kondisi yang dipengaruhi oleh gaya
hidup (aterosklerosis, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi, dan trauma benda
tumpul). Sama dengan abdominal aortic aneurysm, aneurisma pada toraks juga sering

7
disebabkan oleh aterosklerosis. Selain itu thoracic aortic aneurysm juga disebabkan
oleh congenital defect pada dinding aorta, hipertensi, merokok, infeksi, dan trauma
dada. Trauma dada biasanya pada kecelakaan kendaraan bermotor, dapat
menyebabkan ruptur tunika intima dan media aorta desendens pada ligamentum
arteriosus. Ligamentum arteriosus mengikat aorta pada suatu titik tertentu, sehingga
pada saat laju kendaraan berhenti mendadak, struktur-struktur dalam toraks masih
bergerak ke depan, sedangkan aorta yang diikat oleh ligamentum arteriosus tetap
pada tempatnya, hal ini dapat menyebabkan terjadinya robekan pada tunika-tunika
pembuluh darah. Akibatnya, tipe cedera ini dikenal sebagai trauma karena
perlambatan. Tunika adventisia dapat tetap utuh, walaupun dapat pula terjadi ruptur
atau berkembang menjadi aneurisma palsu. Penyakit pada arkus biasanya disebabkan
oleh aterosklerosis. Nekrosis media kistik seperti sindroma Marfan, paling berat pada
aorta asendens dan sering kali menyebabkan pembentukan aneurisma. Sedangkan
pada aneurisma torakoabdominalis, paling sering disebabkan oleh proses degeneratif
(degenerasi miksomatosa, aorta senile). Penyebab lainnya yaitu diseksi, Marfan
syndrome(cystic medial necrosis), Ehlers-Danlos syndrome, infeksi jamur, aortitis
(Takayasu), dan trauma.

Patofisiologi

Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan


matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan
komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi (aterosklerosis). Sel radang
pada dinding pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks
metalloproteinase. Matriks metalloproteinase akan menghancurkan elastin dan
kolagen, sehingga persediaannya menjadi berkurang. Selain matriks
metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma adalah
plasminogen activator, serin elastase, dan katepsin. Aneurisma akan mengakibatkan
darah yang mengalir pada daerah tersebut mengalami turbulensi. Keadaan itu
menyebabkan deposit trombosit, fibrin, dan sel-sel radang. Akibatnya, dinding

8
aneurisma akan dilapisi trombus. Lama kelamaan trombus berlapis tersebut akan
membentuk saluran yang sama besar dengan saluran aorta bagian proksimal dan
distal.Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi
pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah bifurkasio
dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat tertentu. Suplai darah ke
pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut,
memperlemah tunika media dan menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma.

Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif. Tegangan atau


tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh darah dan tekanan
intraarteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan
dinding juga meningkat sehingga menyebabkan dilatasi dinding pembuluh darah.
Sehingga angka kejadian ruptur aneurisma juga meningkat seiring meningkatnya
ukuran aneurisma. Selain itu, sebagian besar individu yang mengalami aneurisma
juga menderita hipertensi sehingga menambah tekanan dinding dan pembesaran
aneurisma.

Gambaran klinis

1. Abdominal aortic aneurysm

Aneurisma ini sering asimtomatis, namun pada pemeriksaan fisik dapat


ditemukan massa yang berdenyut di abdomen (57% ditemukan pada aneurisma
yang diameternya lebih dari 4 cm dan 29% pada aneurisma yang diameternya
kurang dari 4 cm). Pada abdominal aortic aneurysm yang simtomatis dan tanpa
ruptur, biasanya pasien akan mengeluh nyeri abdomen yang intermiten tetapi
menetap. Nyeri abdomen ini menyebar ke panggul, pelipatan paha, dan bisa juga
ke testis.

Abdominal aortic aneurysm sering menimbulkan komplikasi berupa ruptur pada


dinding aorta, trombosis atau embolisasi distal. Ruptur pada dinding aorta sering

9
terjadi pada aneurisma yang diameternya 5 cm. Karakteristik ruptur abdominal
aortic aneurysm yaitu nyeri yang sangat berat, hipotensi, dan massa pada
abdomen yang nyeri tekan. Nyerinya ini bersifat akut, menetap, berat, dan paling
sering terjadi di daerah lumbar yang menjalar ke panggul, organ genital, dan kaki.
Syok terkadang belum terjadi karena perdarahan ke arah retroperitoneal
mengalami tamponade oleh jaringan sekitar. Jangan memberikan transfusi darah
untuk memperbaiki keadaan umum penderita karena dapat menyebabkan
perdarahan berulang. Cara yang tepat untuk mengatasi syok dini adalah
memasang klem vaskular dengan segera sebelah proksimal dari aneurisma.

Faktor predisposisi yang meningkatkan terjadinya ruptur aneurisma aorta


abdominalis yaitu : diameter aneurisma, tekanan darah diastolik, penyakit paru
obstruktif kronik, merokok, riwayat keluarga ruptur aneurisma, dan faktor
intrinsik (peradangan dinding aorta).

2. Thoracic aortic aneurysm

Aneurisma torasika harus cukup besar untuk dapat menimbulkan gejala. Oleh
karena itu, aneurisma mungkin baru ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan radiogram dada. Jika benar-benar timbul gejala, biasanya disebabkan
oleh perluasan dan kompresi pada struktur-struktur yang berdekatan. Kompresi
esophagus, walaupun jarang, dapat menimbulkan gejala disfagia. Kompresi saraf
laringeus rekuren menyebabkan suara serak. Distensi vena di leher serta edema
kepala dan lengan dapat menunjukkan kompresi pada vena kava superior. Nyeri
akibat aneurisma torasika timbul di dada. Aneurisma dapat menyebabkan nyeri
akibat erosi pada kolumna vertebralis dan kompresi pada saraf spinal.

Diagnosis

1. Abdominal aortic aneurysm

10
Pada dinding perut bagian bawah dapat terlihat massa yang berdenyut mengikuti
irama nadi. Ketika dipalpasi, akan teraba bifurkasio aorta beranjak naik, pada
posisi duduk setinggi pusat, sedangkan batas atas aneurisma sampai di arkus iga.
Teraba pula pulsasi yang kuat kecuali pada trombosis total. Melalui stetoskop,
terdengar bising sistolik setinggi lumbal 2.

Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah mampu hampir 100%


mendiagnosis abdominal aortic aneurysm, apalagi bila palpasi abdomen
dikerjakan dengan seksama. Sensitivitas palpasi abdomen bertambah dengan
semakin lebarnya diameter aneurisma. Untuk menunjang diagnosis, dilakukan
foto polos abdomen. Tapi foto polos hanya mampu menunjukkan kalsifikasi
dinding abdominal aortic aneurysm pada sebagian kecil kasus.

Alat penunjang lain yang dapat menunjukkan diameter dan ukuran aneurisma
adalah USG B-mode atau Dupleks Sonografi berwarna. Untuk lebih akurat
menentukan letak aneurisma, apakah di daerah visceral atau ginjal, CT-Scan atau
MRI pilihannya. Akan tetapi, spesifisitas CT-Scan dalam menilai ada tidaknya
ruptur agak rendah, yakni 75%.

Di balik kelebihannya, CT-Scan kurang akurat dalam mengevaluasi aorta yang


berkelok-kelok (tortuous). Dalam penerapannya, CT-Scan membutuhkan zat
kontras intravena dan alatnya menggunakan sumber radiasi. Dengan segala
kekurangan itu, CT-Scan tidak disarankan sebagai alat screening abdominal
aortic aneurysm.

Di sisi lain, kekurangan CT-Scan tidak ditemui bila menggunakan MRI. MRI
tidak menggunakan kontras dan radiasi. Selain itu, MRI dapat memberi gambaran
transversal, koronal, dan sagital dari aorta sehingga gambaran aorta yang
berkelok-kelok dapat dicitrakan dengan baik. Tetapi, MRI sangat mahal dan
hanya ada di beberapa institusi kesehatan tertentu

11
2. Thoracic aortic aneurysm

Untuk mendiagnosis aneurisma ini dapat dilakukan pemeriksaan foto


rontgen. Pada pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran
mediastinum, pembesaran aortic knob, atau tertariknya trakea. Namun pada
aneurisma yang kecil khususnya pada saccular aneurysm, foto rontgen akan sulit
memperlihatkan adanya aneurisma.

Aortografi dapat digunakan untuk mengevaluasi anatomi dari aneurisma dan


pembuluh darah besar. Sedangkan CT-scan sangat akurat digunakan untuk
mendeteksi dan mengetahui ukuran dari aneurisma torakalis. MRI juga
digunakan untuk mendeteksi aneurisma dan melihat anatominya.

MR Angiografi digunakan untuk melihat anatomi cabang-cabang dari pembuluh


darah aorta, tapi bisa juga digunakan untuk mengevaluasi aneurisma aorta
torakalis.

Penanganan

1. Operatif

Bedah elektif. Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien aneurisma


asimtomatik bergantung dari risiko aneurisma tersebut mengalami ruptur.
Pembedahan elektif dilakukan bila diameter lebih dari 50 mm.

Komplikasi dini yang terjadi setelah operasi elektif meliputi iskemia jantung,
aritmia, dan gagal jantung kongestif (15%), insufisiensi pulmonal (8%),
kerusakan ginjal (6%), perdarahan (4%), tromboemboli distal (3%), dan infeksi
luka (2%).

Bedah darurat. Pasien dengan dugaan ruptur aneurisma perlu dipertimbangkan


dilakukan bedah darurat. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan

12
kematian selama pembedahan adalah usia lebih dari 80 tahun, kesadaran
menurun, konsentrasi Hb rendah, cardiac arrest, penyakit kardiorespiratori parah.

Bedah Konvensional. Bedah konvensional adalah dengan menggunakan graft


prosthetic. Pemasangan graft dinilai efektif, dan kematian 30 harinya hanya 5%.
Risiko kematian paska pemasangan graft bergantung dari status kesehatan pasien.

Endovaskular stent atau endoprotesis. Merupakan alat yang dimasukkan secara


endovaskular melalui arteri femoralis. Endoprotesis ini seperti selang yang
diameternya dapat dibuat sedimikian rupa hingga menyerupai diameter arteri
normal. Dengan adanya selang ini, darah hanya mengalir melalui selang tersebut,
tidak lagi melalui kantung aneurisma. Akibatnya, risiko trombosis dan ruptur
berkurang. Untuk menjaga agar diameter selang tidak berubah, maka pada selang
digunakan stent.

Masalah yang sering ditemui saat pemasangan stent diantaranya pemasangan


yang tidak mudah. Diperlukan dokter yang kompeten untuk melakukannya.
Sering pula stent sulit diarahkan ke pembuluh darah yang menjadi tujuan karena
biasanya pembuluh darah teroklusi oleh trombus. Pada bebarapa kasus, aorta
ditemukan tidak lurus melainkan berkelok-kelok. Hal itu makin menambah daftar
masalah pemasangan stent. Keuntungan endovaskular stent daripada bedah
konvensional yaitu : tidak memerlukan insisi abdomen, tidak perlu diseksi
retroperitoneal, meningkatkan fungsi perioperatif kardiorespiratorik, mengurangi
respon stress metabolik selama operasi, meningkatkan fungsi ginjal dan
gastrointestinal, dan mengurangi waktu rawat inap

2. Kendalikan faktor risiko yaitu terapi non-operatif atau obat-obatan dapat diberikan
berupa beta bloker, dimana obat ini diperkirakan mampu menurunkan laju
pelebaran dan risiko ruptur dari abdominal aortic aneurysm. Selain itu juga
melakukan pengendalikan faktor risiko seperti hiperkolesterolemia dan hipertensi.

13
Merokok sebisa mungkin dihentikan. Aneurisma yang terlalu kecil untuk dibedah
sebaiknya dipantau secara bertahap untuk menilai perkembangan diameternya.

ATEROSKLEROSIS

1.1 Definisi

Aterosklerosis adalah perubahan dinding arteri yang ditandai adanya


akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel busa dan
deposit matrik ekstraseluler, akibat pemicuan multifaktor berbagai patogenesis yang
bersifat kronik progresif, fokal atau difus, bermanifestasi akut maupun kronis, serta

14
menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri. Inflamasi merupakan mekanisme
pertahanan yang kompleks sebagai reaksi terhadap masuknya agen yang merugikan
ke dalam sel ataupun organ dalam rangka melenyapkan atau setidaknya melemahkan
agen tersebut, memperbaiki kerusakan sel atau jaringan dan memulihkan
homeostasis. Aterosklerosis dapat menyebabkan iskemia dan infark jantung, stroke,
hipertensi renovaskular dan penyakit oklusi tungkai bawah tergantung pembuluh
darah yang terkena. Aterosklerosis merupakan dasar penyebab utama terjadinya PJK.
Merupakan proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling terkait.

1.2 Etiologi

Setiap daerah penebalan yang biasa disebut plak aterosklerotik atau ateroma,
terisi dengan bahan lembut seperti keju yang mengandung sejumlah bahan lemak,
terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat. Ateroma bisa tersebar
di dalam arteri sedang dan juga arteri besar, tetapi biasanya mereka terbentuk di
daerah percabangan, mungkin karena turbulensi di daerah ini menyebabkan cedera
pada dinding arteri, sehingga disini lebih mudah terbentuk ateroma.
Lama-lama ateroma mengumpulkan endapan kalsium, sehingga ateroma
menjadi rapuh dan bisa pecah. Ateroma yang pecah juga bisa menumpahkan
kandungan lemaknya dan memicu pembentukan bekuan darah atau trombus.
Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan menyumbat arteri, dan bekuan
darah tersebut akan terlepas dan mengalir bersama aliran darah sehingga
menyebabkan sumbatan di tempat lain (emboli).

1.3 Patogenesis

Proses aterosklerosis awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada


lapisan endotel, pembentukan foam cell (sel busa) dan fatty streaks (kerak lemak),
pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat) dan proses ruptur plak aterosklerotik
yang tidak stabil. Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi kronis. Inflamasi
memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari

15
perkembangan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan
trombosis. Akhir-akhir ini telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa
inflamasi memainkan peranan penting di dalam setiap tahapan proses aterosklerosis.
Mulai dari fase inisiasi sampai proses lanjut hingga terjadinya rupture plak yang
menimbulkan komplikasi penyakit kardiovaskular. Aterosklerosis dianggap sebagai
suatu penyakit inflamasi sebab sel yang berperan berupa makrofag yang berasal dari
monosit dan limfosit ini merupakan hasil proses inflamasi.

Patogenesis aterosklerosis (aterogenesis) dimulai ketika terjadi jejas (akibat


berbagai faktor risiko dalam berbagai intensitas dan lama paparan yang berbeda) pada
endotel arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel. Paparan
jejas pada endotel, memicu berbagai mekanisme yang menginduksi dan mempromosi
lesi aterosklerotik. Disfungsi endotel merupakan awal terjadinya aterosklerosis.
Disfungsi endotel ini disebabkan oleh faktor-faktor risiko tradisional seperti
dislipidemia, hipertensi, DM, obesitas dan merokok dan faktor-faktor risiko lain
misalnya homosistein dan kelainan hemostatik. Pembentukan aterosklerosis terdiri
dari beberapa fase yang saling berhubungan. Fase awal terjadi akumulasi dan
modifikasi lipid (oksidasi, agregasi dan proteolisis) dalam dinding arteri yang
selanjutnya mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel. Pada fase selanjutnya terjadi
rekrutmen elemen – elemen inflamasi seperti monosit ke dalam tunika intima.
Awalnya monosit menempel pada endotel, penempelan endotel ini diperantarai oleh
beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endotel, yaitu Inter Cellular Adhesion
Molecule -1 (ICAM-1), Vascular Cell Adhesion Molecule -1 (VCAM-1) dan Selectin.
Molekul adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor yaitu produk bakteri lipopolisakarida,
prostaglandin dan sitokin. Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit
berpenetrasi ke lapisan lebih dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang
telah memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan "memakan"
LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini akan
membentuk sel busa atau "foam cell" dan selanjutnya akan menjadi “fatty streaks”.
Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan

16
merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke tunika
intima dan penumpukan molekul matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen,
yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini
proses aterosklerosis sudah sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak
aterosklerotik. Pembentukan plak aterosklerotik akan menyebabkan penyempitan
lumen arteri, akibatnya terjadi berkurangnya aliran darah. Trombosis sering terjadi
setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan jalur koagulasi.
Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan subendotel, mulailah proses
trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu arteri koroner. Pada
saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard.
Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.
Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang
bersifat tidak stabil/progresif yang dikenal juga dengan sindroma koroner akut.

1.4 Faktor Resiko


1. Yang tidak dapat diubah
 Usia
 Jenis kelamin
 Riwayat keluarga
 Ras

17
2. Yang dapat diubah dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Mayor
 Peningkatan lipid serum
 Hipertensi
 Merokok
 Gangguan toleransi glukosa
 Diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori
b. Minor
 Gaya hidup yang kurang bergerak
 Stress psikologik

1.5 Gejala klinis

Sebelum terjadinya penyempitan atau penyumbatan mendadak, aterosklerosis


tidak menimbulkan gejala. Jika aterosklerosis menyebabkan penyempitan arteri yang
sangat berat, maka bagian tubuh yang diperdarahinya tidak akan mendapatkan darah
dalam jumlah yang memadai, yang mengangkut oksigen ke jaringan. Manifestasi
klinik dari proses aterosklerosis kompleks adalah penyakit jantung koroner, stroke
bahkan kematian. Gejalanya tergantung dari lokasi terbentuknya, sehingga bisa
berupa gejala jantung, otak, tungkai atau tempat lainnya. Gejala awal dari
penyempitan arteri bisa berupa nyeri atau kram yang terjadi pada saat aliran darah
tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen, yang khas gejala aterosklerosis timbul
secara perlahan, sejalan dengan terjadinya penyempitan arteri oleh ateroma yang juga
berlangsung secara perlahan. Tetapi jika penyumbatan terjadi secara tiba-tiba
(misalnya jika sebuah bekuan menyumbat arteri ) maka gejalanya akan timbul secara
mendadak.

1.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya


aterosklerosis yaitu dengan cara:

18
1. ABI (ankle-brachial index), dilakukan pengukuran tekanan darah di pergelangan
kaki dan lengan,
2. Pemeriksaan doppler di daerah yang terkena,
3. Scanning ultrasonik duplex,
4. CT-scan di daerah yang terkena,
5. Arteriografi resonansi magnetik, arteriografi di daerah yang terkena,
6. IVUS (intravascular ultrasound).

1.7 Penatalaksanaan
Pada tingkat tertentu, tubuh akan melindungi dirinya dengan membentuk
pembuluh darah baru di daerah yang terkena. Bisa diberikan obat-obatan untuk
menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah seperti kolestiramin, kolestipol,
asam nikotinat, gemfibrozil, probukol, dan lovastatin. Untuk mengurangi resiko
terbentuknya bekuan darah, dapat diberikan obat-obatan seperti aspirin, ticlopidine
dan clopidogrel atau anti-koagulan.
Sementara angioplasti balon dilakukan untuk meratakan plak dan meningkatkan
aliran darah yang melalui endapan lemak. Enarterektomi merupakan suatu
pembedahan untuk mengangkat endapan. Pembedahan bypass merupakan prosedur
yang sangat invasif, dimana arteri atau vena yang normal dari penderita digunakan
untuk membuat jembatan guna menghindari arteri yang tersumbat.

19
TROMBOFLEBITIS

Definisi
Tromboflebitis merupakan oklusi parsial atau komplit pada vena oleh trombus
dengan perubahan inflamatori pada dinding vena. Tromboflebitis disebabkan oleh
faktor eksogen dan endogen. Tromboflebitis yang disebabkan oleh faktor eksogen
misalnya trauma, kelelahan, kurang gerak dan adanya keganasan sedangkan
tromboflebitis yang disebabkan oleh faktor endogen misalnya kelainan dinding vena
dan melambatnya aliran darah.

Klasifikasi
Tromboflebitis dibagi menjadi 2 antara lain tromboflebitis vena superfisial dan
tromboflebitis vena profunda. Tromboflebitis vena superfisial ada beberapa tipe
diantaranya adalah tromboflebitis traumatik, tromboflebitis varises vena dan lain-lain
Tanda-tanda gejala klinis
Pada umumnya gejala klinis yang sering timbul pada tromboflebitis superfisial
adalah nyeri yang diikuti munculnya eritema disekitar lokasi tersebut, terasa panas
dan terkadang ditemukan bengkak lokal serta malaise.

20
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara konservatif adalah :
1. Elevasi kaki di tempat tidur
2. Diberikan analgetik untuk nyeri
3. Diberikan obat Anti Inflamasi Nonsteroid (NSAID) untuk mengurangi
inflamasi
4. Diberikan antibiotik diberikan jika terjadi infeksi.
5. Diberikan terapi trombolitik
6. Diberikan antikoagulan

21
DEEP VEIN TROMBOSIS

Definisi

Deep vein trombosis adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena
terutama pada tungkai bawah. Ada 2 mekanisme utama yang mengawali trombosis
yaitu kerusakan endotel pembuluh darah dan kombinasi statis serta kegagalan sistem
fibrinolitik.

Patofisiologi dan faktor risiko

Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya statis
aliran darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor
penyebab. Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan hanya
mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya menyerupai reaksi bekuan darah
dalam tabung.

22
Adapun faktor risiko tinggi untuk menderita deep vein trombosis adalah
Riwayat trombosis, stroke, Pasca tindakan bedah, Immobilisasi lama, Gagal jantung
kronik, Penyakit keganasan
Keadaan ini dapat menyerang semua usia, tersering setelah usia 60 tahun dan
tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.

Diagnosis

Gejala klinis yang sering ditemukan berupa: Pembengkakan disertai rasa nyeri
pada daerah yang bersangkutan, kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai ditekukkan,
daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan

Pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat


dilakukan sebagai berikut:

1. Anamnesis :Nyeri lokal, bengkak, perubahan warna dan fungsi berkurang


pada anggota tubuh yang terkena

2. Pemeriksaan fisik:Edema, eritema, peningkatan suhu lokal tempat yang


terkena, homan sign (+) dan pembuluh vena teraba

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan venografi

b. Kadar antitrombin III menurun

c. Kadar fibrinogen degradation product meningkat

d. Titer D-dimer meningkat

Penatalaksanaan

a. Non farmakologi5

a). Tinggikan ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah


vena

23
b). Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskuler

c). Latihan lingkup gerak sendi

d). Pemakaian alas kaki elastis

b. Farmakologi

1. Heparin

2. Heparin diberikan untuk menjaga tingkat kesamaan dari antikoagulan dan


memperkecil manifestasi perdarahan.

3. Warfarin

4. Low moleculer weight heparin (LMWH)

24
VARISES VENA TUNGKAI

Definisi

Dilatasi vena yang menyebabkan vena memanjang dan berkelok-kelok.


Varises vena tungkai adalah suatu kondisi dimana terjadi pelebaran vena yang
berbelok belok ditungkai yang terjadi akibat kelemahan dinding vena dan kelemahan
dan tidak berfungsinya katup vena.

Faktor risiko
Adapun faktor risko varises tungkai adalah keturunan atau genetic, usia,dbesitas dan
peningkatan tekanan hidrostatik dan volume darah pada tungkai
Patofisiologi
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan darah
vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena
superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya
melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju
jantung dan paru. Vena superfisial terletak suprafasial, sedangkan vena profunda
terletak di dalam fasia dan otot.

25
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik
keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu
mekanisme pompa otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena profunda
sekitar 5 atm. Tekanan sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi pada vena
profunda dan selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia yang mencegah
distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superfisial normalnya sangat rendah, apabila
mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan menyebabkan distensi dan
perubahan bentuk menjadi berkelok-kelok. Keadaan lain yang meyebabkan vena
berdilatasi dapat dilihat pada pasien dengan dialisis shunt dan pada pasien dengan
arterivena malformation spontan. Pada pasien tersebut terjadi peningkatan tekanan
dalam pembuluh darah vena yang memberikan respon terhadap vena menjadi melebar
dan berkelok-kelok. Pada pasien dengan kelainan herediter berupa kelemahan pada
dinding pembuluh darah vena, tekanan vena normal pada pasien ini akan
menyebabkan distensi vena menjadi berkelok-kelok.
Peningkatan tekanan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya
insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup vena yang inkompeten
baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena superficial. Peningkatan tekanan
vena yang bersifat kronis juga dapat disebabkan oleh adanya obstruksi aliran darah
vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena thrombosis intravaskular atau akibat
adanya penekanan dari luar pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh karena
obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi pada varisesnya karena segera menghilang
setelah penyebab obstruksi dihilangkan. Kegagalan katup pada vena superfisal paling
umum disebabkan oleh karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh
adanya insufisiensi vena. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan
katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup karena
thrombosis.
Vena superficial terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam pembuluh
darah , pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian terus membesar
sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling betemu. Kegagalan pada satu
katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada katup-katup lainnya. Peningkatan

26
tekanan yang berlebihan di dalam sistem vena superfisial akan menyebabkan
terjadinya dilatasi vena yang bersifat lokal. Setelah beberapa katup vena mengalami
kegagalan, fungsi vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan
mengalami gangguan. Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena akan
mengalir karena adanya gradient tekanan dan gravitasi.
Diagnosis
Gejala yang muncul umumnya berupa kaki terasa berat, nyeri atau kedengan
sepanjang vena, gatal, rasa terbakar, keram pada malam hari, edema, perubahan kulit
dan kesemutan. Nyeri biasanya tidak terlalu berat namun dirasakan terus-menerus dan
memberat setelah berdiri terlalu lama. Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena
biasanya membaik bila beraktifitas seperti berjalan atau dengan mengangkat tungkai.
Anamnesis yang terarah seharusnya meliputi hal-hal berikut ini :
1. Riwayat insufisiensi vena ( kapan onset terlihatnya pembuluh darah
abnormal, onset dari gejala yang muncul, penyakit vena sebelumnya, adanya
riwayat menderita varises sebelumnya)
2. Faktor predisposisi (keturunan, trauma pada tungkai, pekerjaan yang
membutuhkan posisis tubuh berdiri yang terlalu lama, supporter olah raga)
3. Riwayat edema (onset, predisposisi, lokasi edema, intensitas, jenis edema,
perubahan setelah beristirahat pada malam hari)
4. Riwayat keluarga
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar
sistem vena profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada
system vena superfisial harus mencerminkan keadaan sistem vena profunda secara
tidak langsung. Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi,
palpasi,perkusi, dan pemeriksaan menggunakan Doppler.
Inspeksi
Pada inspeksi dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi, sianosis
akral,varises vena prominent, jaringan parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi

27
sklerotan sebelumnya. Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan
pergelangan kaki. Pelebaran vena superfisial yang terlihat pada region lainnya pada
tungkai biasanya merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit
yang tipis vena akan terlihat lebih jelas.
Palpasi
Seluruh permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk
mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan kulit. Palpasi
membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan abnormal. Setelah
dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena superfisial.
Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena
profunda. Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan
proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks
ankle-brachial.

Perkusi

Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena superficial. Caranya


dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar
sepanjang vena di bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada
pemeriksaan perkusi akan dirasakan adanya gelombang tersebut.

Manuver Perthes

Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah
retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam system vena yang
mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena
profunda. Hal ini penting karena apabila aliran darah pada vena profunda tidak
lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga volume aliran darah balik vena ke
jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan maupun skeroterapi. Untuk
melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di
bagian proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini
bertujuan untuk menekan vena superficial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk

28
berjalan atau berdiri sambil menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot
menjadi aktif. Pada keadaan normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah
dalam vena yang mengalami varises menjadi berkurang, namun adanya obstruksi
pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan
distesi. Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian pasien
diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet terpasang.
Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang
melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.

Tes Trendelenburg

Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks


vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena profunda. Tes ini
dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan
pada paha sampai vena yang mengalami varises kolaps. Kemudian pasien disuruh
untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila
varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan
berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut
terisi atau melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi
atau adanya kelainan katup lainnya.

Penatalaksanaan

a. Perawatan Non Operatif

1. Kaus Kaki Kompresi (Stocking)

Kaus kaki kompresi membantu memperbaiki gejala dan keadaan


hemodinamik pasien dengan varises vena dan menghilangkan edema.

2. Skleroterapi

Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan kedalam


pembuluh darah yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti
dengan pembentukan jaringan fibrotik.

29
b. Perawatan dengan pembedahan

1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)

Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan


segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan insisi
ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat untuk tujuan ini,
prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan kelompok varises residual
setelah dilakukan sphenectomy.

2. Saphectomy

Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik


menggunakan peralatan stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan
membalik pembuluh darah dan menariknya menggunakan traksi endovenous,
teknik tersebut dapat menurunkan terjadinya cedera pada struktur di
sekitarnya.

30
RAYNAUD’S DISEASE

Definisi
Penyakit raynaud merupakan suatu keadaan yang menyerang pembuluh darah
pada ektremitas yang terdiri dari tangan, kaki, hidung dan telinga ketika dingin dan
stress. Ini dinamakan oleh Maurice Raynaud (1834 - 1881), seorang terapis dari
Perancis yang menyatakan pertama kali pada tahun 1862. Raynauds Disease
merupakan salah satu penyakit yang menyerang pembuluh darah arteri, dimana
penyebabnya merupakan non-aterosklerotik. Non-aterosklerotik merupakan salah satu
penyebab penyakit arteri dimana penyakit hanya menyerang susunan pembuluh darah
arteria pada lapisan media arteria dan arteri perifer.
Ada beberapa macam penyakit arterial yang disebabkan oleh Non-sterosklerotik
tersebut antara lain salah satunya adalah gangguan vasospastik pada pembuluh darah
arteri dimana keluhan tersebut dinamakan Raynaud’s Disease. Raynaud’s Disease
terbagi menjadi dua antara lain Primary dan Secondary Raynaud’s. Raynaud’s
Disease banyak menyerang pada wanita muda dan wanita dewasa diiklim dingin.
Faktor penyebab dari Raynaud’s Disease ini idiopathic atau belum diketahui, tapi
penyakit ini terjadi saat terdapat factor pencetus antara lain suhu dingin dan stress.

Etiologi
Etiologi Raynaud’s Disease tidak ada penyebab yang dikenal atau idiopatik
(tidak jelas). Baik untuk Primary Raynaud’s maupun Secondary Raynaud’s.

31
Raynaud’s disease ini merupakan respon berlebihan dari vasomotor sentral dan local
normal terhadap dingin atau emosi.
Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adalah:
 Skleroderma
Penyakit autoimun kronis yang bercirikan fibrosis (pengerasan), perubahan
vascular dan auto antibody. Scleroderma ini berjalan dalam keluarga, tapi gen tidak
diidentifikasi. Pengerasan atau penebalan kulit, yang mungkin ditemukan dari
beberapa penyakit yang berbeda, dapat terjadi dalam bentuk terlokalisasi atau umum.

 Artritis rematoid
Penyakit autoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi.
Timbul akibat dari beberapa faktor mulai dari genetic sampai pada gaya hidup
(merokok), selain itu akibat dari sel darah putih yang berpindah dari aliran darah yang
berada di sekitar sendi.
 Aterosklerosis
Mengapuran dinding darah pembuluh arteri. Hal tersebut disebabkan karena
adanya peradangan, seingga terjadi proses pembekuan darah berlebihan pada dinding
pembuluh darah maupun penumpukan plak di dinding pembuluh darah akibat kadar
kolesterol dan gula tinggi dalam darah.
Reaksi terhadap obat tertentu (misalnya metisergid, metisergid adalah derivat
ergot yang memiliki efek stimulasi otot polos pembuluh darah oleh serotonin).
Beberapa penderita juga memiliki sakit kepala migren, angina varian dan
tekanan darah tinggi dalam paru-parunya (hipertensi pulmoner).
Adanya hubungan dengan penyakit-penyakti tersebut memberi kesan bahwa
penyebab kejangnya arteri kemungkinan adalah hal yang sama yang menyebabkan
terjadinya penyakit tersebut. Apapun yang merangsang sistem saraf simpatis
(misalnya emosi atau cuaca dingin), bisa menyebabkan kejang arteri.

Patofisiologi

32
Penyakit raynaud sering terjadi pada kebanyakan wanita muda, berumur
kurang dari 30 tahun yang hidup diudara dingin. Penyakit raynaud juga ditandai oleh
perubahan fisik dari warna kulit yang dicetuskan oleh ransangan dingin atau emosi.
Ketika tangan atau kaki terangsang dingin atau terjadi Fase Pucat yang disebabkan
vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini terjadi karena spasme pada pembuluh darah.
Akibat dari spasme pembuluh darah maka kaki atau tangan tidak dapat menerima
aliran darah yang cukup dan bahkan tidak cukup untuk menjaga nutrisi yang cukup.
Pada kasus yang parah, maka pembuluh darah itu terus menerus menyempit
selama bertahun-tahun, sehingga nutrisi sangat tidak tercukupi atau berkurang yang
kemungkinan besar akan menyebabkan iskemik pada jaringan dan jari-jari tangan
atau kaki dapat menyebabkan ganggren. Tapi pada kasus yang lebih jinak, hanya
terjadi sumbatan sementara pada pembuluh darah pada sebagian jaringan. Pembuluh-
pembuluh darah juga tidak dapat mengalir mengalir ke tangan atau kaki, begitupun
nutrisinya juga sangat tidak mencukupi. Disini juga akan terjadi iskemik pada
jaringan, tetapi iskmik tersebut hanya berlangsung beberapa menit dan akan terjadi
Hyperemia Re-aktif. Setelah Hyperemia Re-aktif akan terjadi Fase Sianotik.
Dimana fase ini terjadi mobilitas bahan-bahan metabolic abnormal yang
mampu memperberat atau menambah rasa sakit, dimana rasa sakit tadi semakin lama
akan terus bertambah sakit. Setelah Fase Sianotik terjadi Fase Rubor. Fase ini terjadi
akibat dilatasi pembuluh darah pada tangan atau kaki dan mungkin juga diakibatkan
Hyperemia Re-aktif yang mampu menimbulkan warna merah yang sangat pada
tangan atau kaki. Kadang-kadang juga mampu menimbulkan perasaan baal atau
kesukaran dalam pergerakan motorik halus dan suatu sensasi dingin.

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis penyakit Raynaud yaitu sebagai berikut:

a. Pucat yang timbul akibat vasokonstriksi mendadak.


b. Kulit kemudian menjadi kebiruan (sianosis) akibat darah yang memasuki
kapiler sangat sedikit.

33
c. Kemudian terjadi vasodilatasi yang menimbulkan warna merah. Jadi urutan
khas perubahan warna fenomena Raynaud adalah putih, biru, dan merah.
d. Rasa baal dan kesemutan serta nyeri seperti terbakar terjadi saat terjadi
perubahan warna. Biasanya melibatkan bagian tubuh secara bilateral dan
simetris.
e. Istilah Fenomena Raynaud digunakan untuk episode interminten
vasokonstriksi arteri kecil kaki dan tangan setempat, yang mengakibatkan
perubahan warna dan suhu. Biasanya unilateral dan hanya mengenai satu atau
dua jari. Selalu berhubungan dengan penyakit sistemik yang mendasarinya.
Dapat terjadi pada sklerodema, lupus eritematosus sistemik, artitis
rheumatoid, penyakit arteri abtruksi, atau trauma.
Tanda dan gejala pada penyakit raynaud yang akut antara lain hanya terjadi
kesukaran dalam pergerakan halus (perasaan baal) dan kadang kesukaran dalam
suatu sensasi dingin. Pada penyakit raynaud yang kronis terdapat tanda-tanda antara
lain Cyanosis, tapering (jari meruncing), serta gangren pada ujung-ujung jari dengan
jari-jari lebih mengkilap dan flattened pulps. Kejang pada arteri kecil di jari tangan
dan jari kaki terjadi dengan cepat dan paling sering dipicu oleh dingin. Hal ini bisa
berlangsung selama beberapa menit atau beberapa jam. Jari tangan dan jari kaki
menjadi putih, biasanya berbintik-bintik. Hanya satu jari tangan atau jari kaki, atau
bagian dari satu atau beberapa jari tangan/kaki terlihat berubah menjadi bercak putih
dan merah.
Pada akhir serangan, daerah yang terkena tampak berwarna lebih pink dari
biasanya atau kebiruan. Jari tangan dan jari kaki bisa mengalami mati rasa,
kesemutan, rasa tertusuk jarum atau rasa terbakar. Menghangatkan tangan atau kaki
akan mengembalikan warna dan sensasi yang normal. Tetapi pada fenomena Raynaud
yang berlangsung lama (terutama jika disertai dengan skleroderma), perubahan kulit
jari tangan/kaki bersifat menetap; kulit tampak licin, mengkilat dan kencang. Di
ujung jari tangan/kaki bisa timbul luka terbuka yang terasa nyeri.

Penatalaksanaan

34
Penderita dapat mengendalikan penyakit raynaud yang ringan dengan
melindungi tubuh, lengan dan tungkainya terhadap dingin dan dengan meminum obat
tidur yang ringan. Penderita harus berhenti merokok karena nikotin menyebabkan
pembekuan pembuluh darah. Jika terjadi cacat dan tidak dapat diatasi dengan
pengobatan lainnya, dilakukan pemotongan saraf simpatis untuk mengurangi gejala,
tetapi berkurangnya gejala hanya berlangsung selama 1-2 tahun.
Penyakit Raynaud biasanya diobati dengan prazosin atau nifedipine. Bisa juga
diberikan phenoxybenzamine, metildopa atau pentoxifylline.Tidak ada pengobatan
atau pembedahan yang efektif untuk kelainan ini. Penderita harus berhenti merokok
untuk mengurangi gejala-gejala yang dikeluhkan. Obat-obat vasodilator yang
melebarkan diameter pembuluh darah dapat diberikan pada penderita, tetapi tidak
efektif. Hindarilah daerah tubuh yang terkena terhadap paparan panas dan dingin.
cedera karena panas, dingin atau bahan (seperti iodine atau asam) yang digunakan
untuk mengobati kutil dan kapalan, cedera karena sepatu yang longgar/sempit atau
pembedahan minor , infeksi jamur, obat-obat yang dapat mempersempit pembuluh
darah. Hindarilah daerah yang dipengaruhi penyakit ini terhadap trauma dan jika
terjadi infeksi harus segera diobati. Untuk beberapa penderita, teknik relaksasi
(misalnya biofeedback), bisa mengurangi kejang.
Pembedahan ini (simpatektomi), biasanya lebih efektif dilakukan pada
penderita penyakit Raynaud., bukan pada fenomena Raynaud. Fenomena Raynaud
diobati dengan mengobati penyakit penyebabnya. Bisa diberikan phenoxybenzamine.
Obat-obat yang menyebabkan pengkerutan pembuluh darah (misalnya beta blocker,
clonidine dan preparat ergot) bisa memperburuk fenomena Raynaud.

Prognosis
Penyakit raynaud bervariasi, beberapa mengalami perbaikan lambat,
memburuk dengan cepat sedangkan yang lain memperlihatkan perubahan. Meskipun
jarang dijumpai gangren atau ulserasi, namun penyakit kronis ini menyebabkan atrofi
otot dan kulit.

35
VASKULITIS

Definisi

Vaskulitis adalah reaksi kutaneus maupun sistemik, yang secara mikroskopik


digambarkan sebagai infiltrasi sel-sel inflamatorik pada dinding pembuluh darah,
dengan derajat nekrosis sel endotel dan dinding pembuluh darah yang bervariasi.
Ukuran pembuluh darah yang terkena bervariasi, mulai dari arteri besar (giant cell
arteritis) sampai kapiler dermis dan venula (lekocytoclastic vasculitis). Ukuran
pembuluh yang terlibat, komposisi sel yang menginfiltrasi, gejala dan tanda klinis
yang muncul, serta temuan laboratoris memungkinkan penegakan diagnosis yang
lebih teliti.

Manifestasi Klinis

Gejala vaskulitis tergantung dari pembuluh primer yang terkena. Pada


pembuluh darah kecil, manifestasinya sering kali berupa palpable purpura, atau
urtikaria, pustula, vesikel, petekie, atau lesi seperti eritema multiforme. Pada
pembuluh darah ukuran sedang, manifestasi klinisnya bisa berupa ulkus, nodul
subkutan, livedo reticularis, dan nekrosis digital. Hal terpenting dalam mengevaluasi
pasien vaskulitis adalah mengenali gejala dan tanda adanya penyakit sistemik.

Hampir semua pembuluh darah di kulit dapat terserang vaskulitis; paling


banyak mengenai venula dan disebut vaskulitis kutaneus. Vaskulitis kutaneus
mempunyai gambaran histopatologi dengan ciri khas infiltrasi neutrofil pada
pembuluh darah, nekrosis fibrinoid, yang dikenal sebagai leukocytoclastic vasculitis
(LCV). Pada LCV, dapat ditemukan juga ekstravasasi eritrosit, debris granulositik
(leukositoklas), inflamasi granuloma atau limfositik, dan deposisi imunoreaktan pada
dinding pembuluh darah.

36
Klasifikasi
Klasifikasi vaskulitis didasarkan pada beberapa kriteria, di antaranya adalah
ukuran pembuluh darah yang terkena, manifestasi klinis, gambaran histopatologi, dan
penyebab.
Termasuk dalam golongan pembuluh darah besar adalah aorta serta arteri dan
dengan terjadinya vaskulitis, di antaranya adalah umur pasien, jenis kelamin, dan ras;
beberapa jenis vaskulitis terjadi pada populasi spesifik. Selain itu, perlu ditentukan
organ pembuluh darah mana yang terkena. Tipe dan luas organ yang terkena dapat
membantu menentukan tipe vaskulitis dan terapi awal. Gambaran klinis dapat
digunakan untuk melihat ukuran pembuluh darah yang terkena. Diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mendukung diagnosis yang tepat.

Kriteria Histopatologis
Diagnosis vaskulitis memerlukan kriteria histopatologis. Dua kriteria mayor
vaskulitis secara histopatologis, selain memperhatikan ukuran pembuluh darah yang
terlibat, adalah kerusakan sel endotel atau struktur dinding pembuluh darah dan
infiltrasi sel-sel inflamatorik pada dinding pembuluh darah.
Diantaranya yang tersering adalah neutrofil, limfosit, dan nuclear dust. Sel-sel
PMN tidak selalu ditemukan dibandingkan dua kriteria mayor vaskulitis di atas,
terutama pada lesi akut, pada pembuluh darah yang lebih besar, dan pada vaskulitis
granulomatosis, yang ditandai dengan lebih dominannya 1 makrofag (histiosit).
Kerusakan dinding pembuluh lebih sering terjadi karena adanya deposit fibrinoid dan
nekrosis fibrinoid pada dinding pembuluh serta struktur terkait.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron, deposit ini tampak seperti
gambaran eosinofil yang granuler, amorf, fibriler, dan mirip-hialin; melalui studi
imunofluoresens, deposit tersebut diketahui terdiri dari komposisi fibrin dan presipitat
kompleks antigen-antibodi. Adanya deposit fibrinoid mengindikasikan kerusakan
vaskuler dan memicu terjadinya bekuan (clot) ser ta membantu menegakkan
diagnosis vaskulitis.

37
Kriteria minor vaskulitis secara histopatologis didasarkan pada hasil
pemeriksaan mikroskopik. Temuan pemeriksaan mikroskopik ini dapat
menggambarkan prosesproses yang terjadi pada struktur vaskuler, meliputi edema
endotel, perdarahan konvena ukuran besar; golongan pembuluh darah sedang adalah
arteri dan vena dengan ukuran sedang dan kecil; golongan pembuluh darah kecil
adalah arteriola, venula, 2,5 dan kapiler.
Klasifikasi vaskulitis yang paling bermanfaat untuk aplikasi klinis adalah
klasifikasi berdasarkan etiologi, yang dapat digunakan untuk membedakan penyebab
primer (idiopatik) dan sekunder (ada penyakit lain yang mendasarinya). Kira-kira
50% kasus vaskulitis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), sementara penyebab
yang diketahui di antaranya adalah infeksi (15- 20%), inflamasi (15-20%), obat-
obatan (10-5 15%), dan keganasan (<5%).

Patogenesis
Patogenesis kompleks imun untuk vaskulitis mengikuti tipe reaksi klasik
Arthus. Di dalam tubuh pejamu (host) yang memiliki kelebihan antigen, kompleks
antigenantibodi akan terlarut dan bersirkulasi, kemudian berkombinasi dengan amina
vasoaktif yang diproduksi oleh trombosit dan IgE-stimulated basophil, membentuk
celah antar-sel endotel sehingga kompleks imun tersebut terdeposit. Deposit
kompleks imun mengaktifkan sistem komplemen dengan c3a dan c5a anafilaktoksin,
menyebabkan infiltrasi neutrofil PMN (polimorfonukelar) dan degranulasi sel mast.
Sel PMN mengeluarkan kalase dan elastase, yang merusak komponen pembuluh
darah.
Mekanisme imun sel mediate (sel mast) dan sitotoksisitas seluler memegang
peranan langsung pada patogenesis vaskulitis, meskipun belum jelas diketahui dan 6-
8 memerlukan penelitian lebih lanjut.

Kriteria Diagnosis
Jika dicurigai vaskulitis, dapat dilakukan beberapa langkah diagnostik untuk
mencari penyebab atau menyingkirkan kemungkinan proses lain yang dapat

38
menimbulkan vaskulitis sekunder (seperti infeksi, trombosis, dan keganasan) atau
dapat menimbulkan kondisi mirip vaskulitis. Ada beberapa kondisi demografis yang
berhubungan tinu pada pembuluh yang sakit, trombosis, nekrosis epidermal
dengan/tanpa vesikulasi epidermal/subepidermal, infiltrasi campuran(termasuk sel
mononuklear dan eosinofil), fibroplasia perivaskuler reparatif pada lesi yang lebih
lama, dan (jarang) kalsinosis dan pembentukan aneurisma.
Kriteria minor tidak selalu ada dan sangat bervariasi. Sebagai contoh, edema
endotel adalah gambaran yang objektif dan sering ditemukan pada vaskulitis. Namun,
temuan ini tidak spesifik karena dapat ditemukan pula pada beberapa varian
spongiosis dan dermatosis perivaskuler, seperti pitiriasis rosea dan kapilaritis.
Diagnosis definitif vaskulitis secara umum dapat ditegakkan bila ada
sekurangkurangnya satu kriteria mayor, terutama deposit fibrinoid dan nekrosis
fibrinoid, dan dua atau lebih kriteria minor.
Pemeriksaan laboratoris sangat pentinguntuk menentukan organ yang terkena
dan menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain.

Terapi
Identifikasi tipe vaskulitis sangatlah penting karena berhubungan dengan
terapi. Tipetipe tertentu bersifat self-limited, sementara tipe lainnya membutuhkan
terapi kortikosteroid, dengan atau tanpa agen sitotoksik, atau membutuhkan modalitas
terapi lain, seperti plasmaferesis. Pada awal penegakan diagnosis, harus segera
ditentukan apakah ada organ dalam yang terlibat, sehingga dapat segera diberi terapi
yang tepat dan adekuat.
Vaskulitis sistemik berbahaya, tetapi morbiditas dan mortalitas dapat dicegah
jika penyakit segera dikenali dan diterapi sedini mungkin. Terapi awal ditentukan
oleh tipe vaskulitis, beratnya kerusakan organ yang terkena, dan progresivitas
penyakit.
Kortikosteroid dosis tinggi (prednison 1 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi)
adalah terapi standar untuk sindrom vaskulitis sistemik. Imunosupresan, seperti
siklofosfamid, azatioprin, dan metotreksat, dikombinasi dengan kortikosteroid, telah

39
digunakan secara luas, tetapi masih sedikit bukti ilmiah yang mendukung efektivitas
terapi kombinasi ini.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim (2008-last update), “Aneurisma Aorta Abdominalis”,


(Mentorhealthcare),Available:http://www.mentorhealthcare.com/news.php?nI
D=173&action=detail

2. Anonim (2008-last update), “Aneurisma Aorta Torako-Abdominal”, (Website


Bedah Toraks Kardiovaskular Indonesia), Available
: http://www.bedahtkv.com/index.php?/e-Education/Vaskular/Aneurisma-
Aorta-Torako-Abdominal.html-index

3. Braunwald, Eugene.1996.Textbook of Heart Disease, 5th ed, McGraw-Hill


Companies, USA

4. Topol, Eric J.2002.Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nd ed, Philadelphia

5. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001108.htm

6. http://emedicine.medscape.com/article/463256-clinical#showall

7. https://www.gmjournal.co.uk/uploadedFiles/Redbox/Pavilion_Content/Our_C
ontent/Social_Care_and_Health/GM_Archive/2010/December/Dec2010p699.
pdf

8. Supandiman I. Trombosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
9. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI; 2001.

10. Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan
11. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2006
12. Beale,Gough. Treatment Options for Primary Varicose Veins-A Review. Eur J
Vasc Endovasc Surg 30, 83-95 (2005)

41

Anda mungkin juga menyukai