Disusun Oleh :
RAHAYU DEWI LARASATI
21020115140079
DOSEN PEMBIMBING :
BHAROTO, ST, MT.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Saya ucapkan kepada Allah SWT karena karunia-Nya laporan
seminar dengan judul Selasar sebagai Arah Perubahan Pandangan Mengenai
Tindakan Pelestarian Monumen Bersejarah Di Wilayah Italia Pada Abad Ke-19 ini
bisa diselesaikan. Laporan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Riset Desain
Arsitektur. Selama kerja penyusunan laporan seminar banyak pihak yang
memberikan dukungan. Dalam kesempatan kali ini, penyusun ingin mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bharoto, ST, MT selaku Dosen Pembimbing dalam matakuliah seminar yang
telah mengarahkan dan membimbing.
2. Ir. Hermin Werdiningsih, MT. Sebagai dosen koordinator matakuliah Seminar
3. Keluarga yang telah memberikan dukungan, semangat, kasih sayang dan bantuan
baik secara moral maupun moril.
4. Hanifa Diba yang senantiasa mendukung dan menjadi teman berdiskusi.
5. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini oleh
karena itu diharapkan adanya saran yang membangun untuk memperbaiki dan
menyempurnakan laporan seminar ini. Penyusun berharap semoga laporan ini
bermanfaat bagi penyusun dan pihak-pihak yang membaca laporan ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 33
4.2 Saran ................................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 36
LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR DIAGRAM
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
Pendahuluan
1
Perancis kembali menduduki wilayah Roma pada tahun 1809, perubahan
pandangan pelestarian ikut berubah. Hal ini dikarenakan arsitek-arsitek Perancis
turut diikutsertakan dalam usaha konservasi di Roma. Mereka memiliki
pandangan pelestarian yang berbeda. Para arsitek yang datang pada tahun 1813
ke Roma tersebut menekankan pada pentingnya nilai arsitektur dan wujudnya.
Sehingga tidak hanya melakukan perawatan, namun juga rekonstruksi ketika
dibutuhkan.
Sampai akhir kependudukan Perancis di Italia dan berakhirnya abad ke
19, berbagai pandangan mengenai pelestarian yang berbeda, bahkan bertolak
belakang, turut mempengaruhi proses pelestarian arsitektur di Italia. Seiring
berjalannya waktu, pandangan para tokoh pelestari yang ada di Italia mengalami
perubahan demi mencari yang paling baik guna melestarikan monumen
bersejarah. Akibatnya, perubahan pandangan-pandangan tersebut turut
menggiring ke arah mana konsep pelestarian arsitektur di Italia menuju.
Guna menemukan arah perubahan pandangan tersebut, diperlukan
adanya tinjauan lebih lanjut. Oleh karena itu, untuk menemukannya diperlukan
pencarian data mengenai pandangan-pandangan mengenai tindakan pelestarian
oleh para tokoh Italia yang berpengaruh dalam kegiatan pelestarian monumen
bersejarah di wilayah Italia pada abad ke -19.
Sebagai sumber untuk melihat pandangan-pandangan arsitektur yang
ada, penyusun menggunakan Tesis karya Jukka Jukihleto, “A History of
Architectural Conservation” sebagai panduan untuk menemukan pandangan-
pandangan tersebut. Tesis tersebut dipilih karena penelitian ini adalah salah satu
yang mempengaruhi konsep konservasi secara internasional.
Pandangan- pandangan para tokoh mengenai tindakan pelestarian yang
didapatkan dari tesis tersebut lalu disusun berdasarkan periodesasi waktu. Setelah
itu data pandangan dianalisa satu persatu dan diurutkan perubahannya dari yang
paling awal eksis hingga yang paling baru untuk melihat arah perubahannya.
Dengan didapatkannya arah perubahan pandangan tindakan pelestarian,
diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang perubahan sudut pandang
2
pelestarian bangunan cagar di wilayah Italia pada abad ke-19 dan menambah
wawasan mengenai tindakan pelestarian.
1. Substansi
- Karakteristik konsep pelestarian yang dikenal secara luas.
- Karakteristik pandangan-pandangan pelestarian yang mempengaruhi
penanganan bangunan cagar di Italia selama abad ke 19.
- Pengamatan terhadap pandangan pelestarian monumen bersejarah oleh
para pelestari di Italia selama abad ke 19 yang terdapat pada Tesis “A
History of Architectural Conservation” oleh Jukka Jukihleto lalu
mengurutkannya dalam periodesasi waktu.
3
2. Waktu
Substansi pandangan yang dianalisa adalah pandangan mengenai
tindakan pelestarian monumen bersejarah pada tahun 1800 sampai tahun
1899.
3. Lokasi
Pandangan-pandangan mengenai tindakan pelestarian monumen
bersejarah yang dijadikan objek penelitian adalah pandangan pelestari yang
berada di wilayah Italia.
4
Data mengenai pandangan para tokoh yang ada di Italia selama abad
ke-19 berlangsung disusun satu per satu berdasarkan urutan waktu dari yang
paling awal hingga paling akhir eksis. Data tersebut memuat latar belakang para
tokoh, pandangan pelestariannya dan atau tindakan pelestarian yang mereka
lakukan.
Setelah data terhimpun, analisa dilakukan dengan mencari kata kunci
dari pandangan-pandangan para tokoh. Kata kunci pandangan para tokoh akan
memudahkan analisa mengenai konsep pelestarian yang diamini masing-masing
tokoh.
Langkah selanjutnya, inti konsep masing-masing tokoh yang diurutkan
berdasarkan urutan waktu dari yang paling awal hingga yang paling akhir
berkontribusi. Penyusunan urutan akan menggunakan diagram, untuk
memudahkan membaca arah perubahnnya. Setelah itu dilakukan kajian terhadap
hasil yang telah disusun dalam diagram untuk mendapatkan jawaban dari
pertanyaan mengenai arah perubahan pandangan pelestarian.
BAB I Pendahuluan
Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian,
sistematika penulisan, lingkup penelitian dan metode penelitian yang
digunakan untuk menyusun laporan seminar.
5
BAB III Tinjauan Pandangan dan Kajian Arah Pandangan Tokoh Tentang
Kegiatan Pelestarian di Italia Pada Abad ke-19
Bab ini akan menguraikan tinjauan arah pandangan pelestarian
yang di dapatkan dari Tesis Jukka Jokilehto “A History of
Architectural Conservation” tahun 2005. Lalu pada selanjutkan akan
berisi kajian arah pandangan tokoh tentang kegiatan pelestarian.
6
BAB II
Bab ini akan terdiri atas dua tinjauan, yaitu tinjauan mengenai monumen
bersejarah dan tinjauan mengenai pelestarian secara umum. Pada bagian tinjauan
mengenai monumen bersejarah, akan menguraikan makna dari monumen bersejarah
dari beberapa sumber. Lalu dilakukan penyimpulan dari makna monumen secara
umum.
7
berupa satu bangunan, berupa suatu kawasan, atau hanya berupa elemen atau
struktur yang mana memiliki makna ataupun nilai penting dalam kacamata
sejarah, seni, atau ilmu pengetahuan.
2.2 Pelestarian
8
Lingkungan tempat monumen berdiri juga menjadi perhatian dari
konservasi, yang berarti pemindahan monumen dari lingkungan aslinya tanpa
izin dan tidak menyangkut dengan kelestarian objek tidak dibenarkan. Begitu
juga dengan bagian-bagian dalam monumen, seperti patung, lukisan, maupun
dekorasi tidak boleh dipindah pindahkan jika tidak menyangkut kelestariannya.
9
BAB III
Bab ini terdiri atas dua bagian yaitu bagian pertama berupa tinjauan
pandangan pelestarian dan bagian kedua berupa kajian arah pandangan pelestarian.
Pada bagian tinjauan arah pandangan pelestarian, uraian pandangan para tokoh
disusun secara sistematis berdasarkan urutan waktu dari yang paling lama hingga
yang paling baru aktif dalam kegiatan pelestarian.
Pada bagian kedua yang berupa kajian arah pandang, akan berisi kajian dari
kata kunci prinsip tindakan para pelestari. Kajian ini akan disajikan dalam bentuk
tabel dan diagram.
1. Carlo Fea
Carlo Fea (1753-1836) adalah seorang pengacara dan juga pendeta
yang tertarik pada kegiatan arkeologi, bahkan menekuni bidang tersebut. Pada
tahun 1801, Fea diangkat menjadi Commisioner of the Antiquities Roma (saat
itu masih berada di bawah naungan The Papal State).
Saat menjabat sebagai Commisioner of the Antiquities Roma ia
menulis The Papal Chirograph, sebuah dekrit yang berisi dasar hukum dan
10
panduan tentang perlindungan properti budaya. Lalu dekrit ini diresmikan
pada tahun 1802 oleh Cardinal Pamphilj sebagai dasar hukum pelestarian di
Roma. Dengan adanya The Papal Chirograph diharapkan dapat menjamin
proses konservasi monumen ataupun karya seni bersejarah di Roma. Sehingga
monumen dan karya seni tersebut dapat memberikan ciri khas bagi Roma dan
membedakannya dengan kota lain di eropa.
Dalam kegiatan pelestarian, Fea beranggapan pemeliharaan,
perawatan, dan perkuatan harus dilakukan demi melestarikan monumen,
bahkan pada detail-detail terkecilnya sekalipun. Ia juga berpandngan jika hal
tersebut haruslah diiringi dengan penghargaan material asli selama proses
pelestarian berlangsung. Selain itu, Fea berpandangan apabila bangunan tidak
boleh dipindahkan dari tempat aslinya, dan hanya bisa dipindahkan apabila
mendapat ijin khusus (Jokilehto,2005 ).
Pada The Arch of Septimus Severus, jika dilihat pada gambar karya
Giovanni Battista Piranesi (1759), posisinya sejajar dengan Gereja St. Martin.
Namun apabila diamati lebih dekat, terdapat bagian yang terkubur (Gambar
3.1).
Gambar 3.1. Arch of Septimus Severus Terkubur Bagian Bawahnya (G.B Piranesi, 1759)
(sumber: www.metmuseum.org, 2018)
11
Gambar 3.2. Arch of Septimus Severus Dikelilingi Retaining Wall (Luigi Rossini, 1826)
(sumber: www.europeana.eu, 2018)
2. Antonio Canova
Antonio Canova (1757-1822) adalah pematung bergaya neoklasik
yang terkenal atas karya-karya pahatan patung marmernya. Pada tahun 1801,
bersamaan dengan didaulatnya Carlo Fea menjadi Commisioner of the
Antiquities Roma, Canova diangkat menjadi Inspector of Fine Arts Roma.
Canova sangat menghormati
keotentisitasan karya-karya seni
bersejarah. Dalam kegiatan
pelestarian, ia beranggapan untuk
sebisa mungkin meminimalisir
kegiatan konservasi pada sebuah Gambar 3.4. Potongan ukiran pada
Parthenon Marbles di The British Museum
monumen untuk menjaga keasliannya
(sumber: www.parthenonuk.com, 2018)
(Jokilehto,2005 ).
12
Canova pernah menolak permintaan untuk merestorasi Parthenon
Marbles/ Elgin Marbles karena ia menganggap jika restorasi adalah sebuah
bentuk „kelancangan‟ pada karya seni, karena akan merubah bagian yang
merupakan wujud asli dari ukiran (Gambar 3.4) . Selain itu, ia juga khawatir
tindakannya justru akan merusak ukiran berharga pada marmer.
3. Raffaele Stern
Raffaele Stern (1774–1820) adalah seorang arsitek Italia. Dalam
pelestarian monumen di Italia, Stern mulai aktif sekitar tahun 1805. Proyek
pelestariannya banyak terdapat di Roma. Ia banyak bekerja dibawah
pengawasan Carlo Fea dan Antonio Canova, seperti pada proyek merestorasi
Colosseum dan museum Chiaramonti.
Stern memiliki rasa hormat yang tinggi dalam memperlakukan
monumen yang ia restorasi. Seperti pada tahun 1806 saat ia terpilih
merestorasi Colosseum yang rusak secara struktural akibat akibat gempa bumi
yang terjadi di awal abad ke-19. Dinding bagian Timur colosseum mengalami
kerusakan terparah, terlihat dari beberapa bagian lengkungan dinding yang
retak bahkan terpisah dari bagian lain. Selain itu, pilar penopang utama
dinding patah, sehingga dikhawatirkan tidak dapat lagi menahan beban lateral
bangunan. Agar kerusakannya tak bertambah, Stern membangun perkuatan
berupa buttress yang terbuat dari bata untuk memperkuat strukturnya (Gambar
3.5). Penggunaan material
buttress yang berbeda
dimaksudkan agar
pengunjung dapat
membedakan material
yang asli dan yang tidak
(Jokilehto,2005 ).
13
4. Giuseppe Valadier
Giuseppe Valadier (1762-1839) merupakan arsitek sekaligus arkeolog
Italia. Valadier mulai aktif dalam menangani pelestarian monumen bersejarah
sekitar tahun 1806, dimana ia merestorasi Gereja San Pantaleo di Roma.
Seperti Raffaele Stern, Valadier juga banyak bekerja dibawah pengawasan
Carlo Fea dan Antonio Canova dalam pekerjaan merestorasi monumen.
Dalam pelestarian bangunan bersejarah, berusaha untuk
menyelesaikan bagian-bagian dari monumen yang belum selesai. Selain itu ia
juga mengubah fasad bangunan agar sesuai dengan zaman.
Pada tahun 1818 hingga 1821, ia melanjutkan pekerjaan merestorasi
The Arch of Titus yang sebelumnya di kerjakan oleh Raffaele Stern. Valadier
menyusun bagian-bagian asli yang rusak dan merekonstruksi bagian-bagian
monumen hingga bentuknya kembali utuh. Valadier menggunakan material
yang berbeda agar pengunjung dapat membedakan bagian yang asli dan hasil
rekonstruksi (Gambar 3.6 dan 3.7).. Hal ini dilakukan untuk menghindari
pemalsuan bagian dari monumen (Jokilehto,2005 )
Gambar 3.6. Lukisan Arch of Titus tahun 1710, Gambar 3.7. Arch of Titus pasca restorasi
memperlihatkan objek pra-restorasi (sumber: www.romeartlover.it/Storia28,
(sumber: http://brewminate.com, 2018) 2018)
14
Selain Arch of Titus, pandangannya dalam pelestarian juga terlihat
dari proposal yang ia ajukan untuk merekonstruksi Basilika San Paolo Fuori le
Mura yang terbakar pada tahun 1823 (Gambar 3.8 dan 3.9). Dalam
proposalnya, Valadier mengajukan untuk membangun kembali Basilika di
tempat yang sama dengan langgam modern, karena ia merasa tidak akan
memungkinkan untuk merekonstruksi seperti wujud sebelumnya. Dirinya
juga mengusulkan untuk membiarkan transept dan apse yang bertahan
walaupun nantinya basilika dibangun dengan langgam yang berbeda. Namun
proposalnya ditolak dan San Paolo Fuori le Mura direkonstruksi mengikuti
bentuk dan detail aslinya sebelum terbakar (Gambar 3.10). (Jokilehto,2005 )
Gambar 3.8. Basilika San Paolo Fuori le Mura Gambar 3.9. Basilika San Paolo Fuori le Mura
sebelum terbakar setelah terbakar (Luigi Rossini ,1823)
(sumber: www.papalartifacts.com, 2018) (sumber: www.theantiquarium.com, 2018)
15
5. Pietro Selvatico Estense
Pietro Selvatico Estense (1803-1880) adalah arsitek, kritikus seni, dan
sejarawan italia. Ia juga merupakan profesor arsitektur di Akademi Venesia
(1850-1856). Pada tahun 1848, Selvatico merestorasi Gereja San Pietro dan
tahun 1859 hingga 1868 bersama Viollet-le-Duc ia menjadi juri dalam
kompetisi merestorasi Katederal Florence.
Pandangannya dalam pelestarian monumen bersejarah dipengaruhi
oleh German Romanticism, dimana pandangan tersebut mendukung
kebebasan individu untuk berekspresi sekaligus dapat menciptakan persatuan.
Di Italia, Ia ingin membentuk pemikiran “a national architecture in
conformity with christian thinking”. Oleh karena itu, ia merekomendasikan
langgam Italia abad Pertengahan (Italian Medieval Style), karena dianggap
langgam tersebut merupakan ekspresi sesungguhnya masyarakat italia
(Jokilehto,2005 ).
Pada proyeknya merestorasi Gereja San Pietro, ia mengubah langgam
fasad gereja menjadi langgam Gothic. Lalu Pada tahun 1843, perestorasian
Basilika St. Mark , Venice dimulai. Estense menyarankan untuk mendemolisi
Kapel Zeno karena bangunan ini dianggap „sumbang‟ terhadap keseluruhan
bangunan di kompleks. Ia juga menyarankan untuk memperkuat struktur
kolom dengan besi dan juga konstruksi dasar dari kolom-kolomnya serta
merestorasi mozaik lama yang telah rusak (Gambar 3.11 dan 3.12).
16
Gambar 3.12. Mozaik Basilika St. Mark yang mengalami restorasi
(sumber: www.ansa.it, 2018)
17
katederal yang wujudnya menjadi berubah dan sangat berbeda dengan desain
asli (Gambar 3.13 dan 3.14).
Gambar 3.13 . Fasad Katederal Siena Pra- Gambar 3.14 . Fasad Katederal Siena Pasca
Restorasi (1778) Restorasi
(sumber: www.iltesorodisiena.net, 2018) (sumber: www.pinterest.com, 2018)
7. Giancomo Boni
Giancomo Boni (1859-1925) adalah arkeologis sekaligus arsitek dan
penulis, khususnya pada pendokumentasian monumen-monumen bersejarah di
Italia. Boni mulai aktif dalam kegiatan pelestarian sekitar tahun 1976 an,
dimana saat itu ia bertemu dengan John Ruskin yang mempekerjakannya
sebagai drafter untuk menggambar dan mengukur bangunan bersejarah
untuknya. Lalu pada tahun 1879 Boni terlibat dalam restorasi Ducal Palace
dan ikut aktif dalam diskusi mengenai hasil pasca restorasi Basilika St. Mark,
Venice.
Perhatian utamanya dalam pelestarian monumen bersejarah yaitu
dengan sebisa mungkin mempertahankan keotentisitasan monumen. Boni
menolak demolisi pada bangunan bersejarah. Menurutnya, tindakan
pengubahan atau penghancuran karya seni adalah suatu bentuk perlawanan
terhadap nilai Ketuhanan (Jokilehto,2005 ).
18
Boni aktif dalam pengembangan teknologi modern untuk
mengkonservasi monumen cagar. Dirinya memiliki ketertarikan pada
perkuatan (konsolidasi) dengan material batuan stailess stell.
8. Camillo Boito
Camillo Boito (1836 -1914) adalah arsitek eklektisme dan profesor di
sekolah arsitektur Venesia dan Milan. Pada tahun 1879, Boito
mempresentasikan esai yang berisi tentang pandangannya mengenai restorasi
monumen bersejarah di Italia. Selanjutnya pemikiran Boito tersebut menjadi
cikal bakal dari Italian Charter of Conservation.
Dalam kegiatan pelestarian, Boito berpandangan bahwa pekerjaan
restorasi apapun haruslah didasarkan pada hasil survei dan kajian terhadap
bangunan, baik pada konstruksi asli maupun semua konstruksi modifikasi
yang telah terjadi pada bangunan. Evaluasi pada seluruh bagian monumen,
haruslah menghasilkan dasar-dasar penilaian untuk melihat mana yang
penting dalam sejarah, mana yang penting dalam seni, bagian yang harus
dikonservasi, dan bagian yang harus dihilangkan tanpa merusak bangunan.
selain itu, restorasi pada bagian yang hilang ataupun bagian yang rusak hanya
dapat diterima jika terdapat dokumen yang jelas mengenai bentuk asli atau
dapat dibenarkan demi menjaga kekokohan struktur. Lalu, jika bagian yang
ditambahkan pada bangunan dirasa tidak penting dilihat dari sisi kesejarahan
maupun kesenian, demolisi dapat dilakukan. Ia juga berpandangan bahwa
rekonstruksi harus dilakukan seminimal mungkin dan harus didasarkan akan
ketersediaan dokumen yang akan berperan sebagai pedoman dalam
rekonstruksi (contohnya denah asli, lukisan, gambar konstruksi awal, dst)
(Jokilehto,2005 ).
Boito juga menaruh perhatian untuk menjaga keaslian dan kemudahan
identifikasi bahan asli. Dirinya berpandangan, kegiatan restorasi haruslah
dilakukan seminimal mungkin dan seluruh bagian baru harus ditandai, dengan
cara menggunakan material yang berbeda maupun menanggalinya. Bagian
19
yang merupakan tambahan sebaiknya dibuat dengan langgam kontemporer,
sehingga tidak terlalu sumbang dengan bangunan asli.
9. Alfonso Rubbiani
Alfonso Rubbiani (1848-1913) adalah seorang jurnalis dan seniman
Italia. Rubbiani juga merupakan arsitek perestorasi yang belajar mengenai
restorasi arsitektur secara autodidak. Keterlibatannya dalam kegiatan
pelestarian terjadi pada tahun 1880, dimana ia terlibat dalam proses restorasi
Kastil San Martino di Bologna. Rubbiani banyak mengerjakan proyek
restorasi di area Bologna.
Prinsip restorasi yang dianut oleh Rubbiani adalah untuk sebisa
mungkin mengembalikan bangunan kepada wujud aslinya. Pemahamannya
mengenai restorasi mirip dengan William Morris, dimana sikap proteksi tidak
berpijak pada langgam tertentu, melainkan evaluasi kritis pada kondisi dan
data sebenarnya. Seperti saat ia merestorasi kastil San Martino, ia berpacu
pada data dari dokumen yang ditemukan pada abad ke-16 mengenai kastil
tersebut.
Pada tahun 1886 ia terlibat dalam proyek restorasi Basilika San
Francesco, sebuah kompleks basilika bergaya abad pertengahan di Bologna
(Gambar 3.15). Rubbiani berniat untuk “ restore its to primitive state as it had
been left and imagined by its builders...” akibat kondisi Basilika yang rusak
pasca dijadikan barak oleh tentara revolusioner Perancis. Rubbiani
membangun kembali bagian utara gereja seperti bentuk aslinya
(Jokilehto,2005 ).
20
Gambar 3.15. Basilika San Francesco
(sumber: flickr.com, 2018)
21
Dalam melakukan tindakan pelestarian, Beltrami menggunakan data-
data yang ia temukan sebagai pedoman. Beltrami berkeras jika restorasi tidak
bisa berdasarkan pada imajinasi, namun harus berdasar pada data yang
kongkrit. Data tersebut dapat diperoleh dari penelitian bangunan secara
arkeologis dan historis serta dengan mempelajari dokumen yang berhubungan
juga dengan mempelajari struktur-struktur yang analog pada bangunan atau
dokumen yang ada (Jokilehto,2005 ).
Pada proses rekonstruksi, Beltrami sadar jika akan sangat sulit untuk
mencapai hasil yang benar-benar sama seperti wujud aslinya. Namun, ia
berpandangan jika konsep pekerjaan restorasi pada dasarnya harus berusaha
mencari kemungkinan-kemungkinan data yang ada demi menghormati
monumen dan juga ketukangannya.
Pada tahun 1886 dirinya dipercaya untuk melanjutkan dan merestorasi
Palazzo Marini di Piazza della Scala di Milan. Beltrami mendesain pengaturan
Piazza dan fasad baru pada bagian yang menghadap ke istana. Keputusannya
tersebut dibenarkan olehnya atas dasar data yang ia temukan, berupa denah
asli Piazza yang dibuat oleh arsiteknya.
Pada tahun 1893, ia merestorasi Kastil Sforza, Milan yang dibangun
pada abad ke 15 (Gambar 3.17 dan 3.18). Dalam proses pelestarian Kastil
Sforza, Beltrami banyak melakukan rekonstruksi berdasarkan data yang
tersedia dari masa Renaissans dan Arsip-arsip milik Perancis. Ia juga
mendemolisi bagian bagian yang bukan merupakan desain asli dari Kastil
Sforza. Lalu, Torre di Fillarette, sebuah menara dalam kompleks kastil yang
dahulu dihancurkan, direkonstruksi kembali berdasarkan data yang ditemukan
berkat hasil dari penelusuran data pada dokumen yang ada (Gambar 3.19).
22
Gambar3.17. Kastil Sforza Pra-restorasi Gambar3.18. Rekonstruksi Torre di Fillarette
(sumber: www.milanocastello.it, 2018) (sumber: www.milanocastello.it, 2018)
Gambar 3.19 Kastil Sforza Pasca Restorasi, Torre di Fillarette (menara yang menjulang
paling tinggi) di rekonstruksi
(sumber: it.wikipedia.org, 2018)
23
bertanggung jawab untuk konservasi di wilayah Piedmont dan Linguaria.
Dalam bidang pelestarian bangunan, ia banyak bekerjasama dengan Camillo
Boito, seperti pada proyek restorasi Kastil Sant‟ Angelo, restorasi makan kuno
Umberto I di Kompleks Parthenon, restorasi Katederal Milan, dan lain
sebagainya.
Dalam kegiatan pelestarian, Andrade selalu berpacu pada dokumen
ataupun jejak sejarah bangunan. Seperti dalam proses perestorasian Castle
Fenis (Gambar 3.20). Piedemont, dirinya melakukan riset mendalam untuk
memahami bagian-bagian bangunan yang rusak dan hilang dari dokumen
yang ada. Ketika ia tidak menemukan jejak sejarah bangunan, ia akan
menggunakan bangunan lain yang mirip dan berada dilingkungan bangunan
yang akan direstorasi sebagai pedoman. Jika ada bagian bangunan yang
hancur, ia akan merekonstruksinya menggunakan data yang ada. Andrade juga
mengutamakan untuk melakukan pemeliharaan dan perkuatan bangunan
terlebih dahulu, sebelum mulai merekonstruksi bagian-bagian bangunan yang
hancur.
24
Dalam pekerjaan merestorasi monumen-monumen yang dibangun di
jaman kekaisaran Romawi, D‟Andrade terpengaruh oleh pandangan Boito.
Pada bangunan Torre di Pailleron, dinding-dinding bata dipreservasi dengan
hati-hati, lalu bagian bagian yang rusak di rekonstruksi menggunakan material
yang berbeda. Hal ini bertujuan agar material asli dan rekonstruksi dapat
dibedakan dan juga untuk melindungi bangunan dari kerusakan yang lebih
parah. (Gambar 3.21).
Gambar 3.21. Torre di Pailleron pasca restorasi terlihat perbedaan material asli dan baru
(sumber: Medioevo.org, 2018)
25
tindakan-tindakan tersebut dikategorikan dampaknya pada monumen. Ada 2
kategori dampak yang digunakan, yang pertama dampak yang bersifat aktif.
Dampak yang bersifat aktif adalah dampak dari kegiatan pelestarian yang
sifatnya merubah objek. Sementara dampak yang bersifat aktif adalah dampak
dari kegiatan pelestarian yang sifatnya tidak merubah objek.
Selain dampak, dilakukan juga penyimpulan konsep dari pandangan-
pandangan tokoh. Penyimpulan konsep dilakukan agar lebih jelas terlihat
pandangan-pandangan mana yang memilki kesamaan ataupun perbedaan.
26
Dampak Prinsip/
Tindakan
Tahu Kata Kunci
Aktif Pasif Konsep
Tokoh n
(Prinsip, Tindakan) (Tidak Pelestarian
Aktif (Meng
Mengu
ubah)
bah)
Penghargaan material Konsep
asli mengarahkan pada
perawatan
Perawatan dan
monumen tanpa
pemeliharaan monumen
Carlo 1801- tendensi merubah
Fea 1836 Pemeliharaan Monumen wujud eksisting.
Pengembalian ke tempat
asli
Perkuatan monumen.
Meminimalisir kegiatan Konsep
konservasi. mengarahkan pada
Antoni
1801- perawatan
o
1822 Menjaga keaslian monumen tanpa
Canova
monumen. tendensi merubah
wujud eksisting.
Penghargaan material Konsep
asli. mengarahkan pada
perawatan
Perkuatan struktur
monumen tanpa
monumen.
Raffael 1805- tendensi merubah
e Stern 1818 wujud eksisting.
Penggunaan material
berbeda pada bagian
perkuatan.
27
Pengubahan fasad bentuk rekonstruksi agar
sehingga sesuai dengan bangunan kembali
zaman utuh dengan
langgam baru.
Penggunaan material
berbeda paada bagian
tambahan
28
rekonstruksi agar
kembali utuh sesuai
data.
29
Demolisi bagian-bagian data.
yang tidak sesuai dengan
desain asli.
Pada yang dibangun Konsep pelestarian
zaman romawi, mengarahkan pada
konstruksi asli di perawatan serta
preservasi. restorasi dan
rekonstruksi agar
Pemeliharaan dan
kembali utuh
perawatan monumen
sesuai data.
Melakukan pembedaan
material pada bagian
yang tambahan.
Perkuatan untuk
Alfred
melindungi bangunan
o D‟ 1884-
dari kerusakan.
Andrad 1915
e Pada bangunan yang
dibangun pada abad
pertengahan dan
seterusnya, dilakukan
pengembalian ke wujud
asli berdasarkan
dokumen.
Perbaikan pada bagian
yang rusak data yang ada
Perekonstruksian bagian
yang hilang atau hancur
30
a) Perubahan Dilihat Dari Dampak Pada Monumen
Apabila disusun berdasarkan periodesasi waktu, terlihat perubahan
mengenai dampak kegiatan pelestarian terhadap monumen. Diagram
menunjukkan jika arah pandangan tokoh tentang kegiatan pelestarian di Italia
selama abad ke-19 mengarah pada kegiatan pelestarian yang bersifat
aktif(merubah monumen).
Carlo Fea
Antonio Canova
Raffaele Stern
Giuseppe Valadier
Pietro Selvatico
G.D Partini
Giacomo Boni
Camillo Boito
Alfonso Rubbiani
Luca Beltrami
Affredo D‟ Andrade
1801 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900
Keterangan Dampak:
Dampak Aktif
Dampak Pasif
31
konsep pelestarian mengarahkan pada perawatan kondisi bangunan. konsep
tersebut juga dibarengi oleh pemikiran untuk merestorasi menggunakan
langgam baru milik Giuseppe Valadier. Lalu konsep tersebut berubah. Awal
tahun 1840 an, pelestarian tak hanya berupa perawatan, namun juga berusaha
merestorasi monumen dengan langgam baru. Konsep ini bertahan sekitar 40
tahun tanpa diiringi konsep lain. Lalu, pada tahun 1875an, konsep baru
bermunculan. Konsep ini mengarahkan pada perawatan dan perestorasian
berdasarkan data. Konsep ini bertahan dan berlanjut hingga akhir abad ke 19
dan didukung oleh banyak pelestari.
Carlo Fea
Antonio Canova
Raffaele Stern
Giuseppe Valadier
Pietro Selvatico
G.D Partini
Giacomo Boni
Camillo Boito
Alfonso Rubbiani
Luca Beltrami
Alfredo D‟ Andrade
1801 1810 1820 1830 1840 1850 1860 1870 1880 1890 1900
Keterangan Konsep :
Perawatan tanpa tendensi merubah wujud Perawatan serta restorasi dan rekonstruksi
eksisting. agar kembali utuh sesuai data.
Perawatan serta restorasi dan rekonstruksi
agar kembali utuh dengan langgam baru.
32
BAB IV
4.1 Kesimpulan
33
Hingga akhir abad ke-19, pandangan pelestari masih terus
mengarahkan pada perubahan yang bersifat aktif. Hal yang berbeda adalah
konsep tindakannya yang berubah dari waktu ke waktu.
34
bersejarah. Konsep yang terakhir berkembang ini juga berlanjut hingga awal
abad ke -20.
4.2 Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN I
Hari : Jumat
Penyaji
NIM : 21020115140079
Tim Pembahas
Pembahas 1
NIM : 21020115140120
37
Pembahas 2
Nama : Hendi
NIM : 21020115130123
Pembahas 3
NIM : 21020115130142
Pukul 10.15 – 10.40 WIB presentasi dilakukan oleh penyaji selama kurang
lebih 25 menit menggunakan media presentasi powerpoint dan proyektor yang berisi
paparan pokok-pokok materi seminar. Pukul 11.40 – 11.00 dilakukan sesi tanya
jawab, diskusi dan pemberian saran oleh pembimbing. Adapun rincian pelaksanaan
sesi Tanya jawab, diskusi dan saran oleh pembimbing adalah sebagai berikut:
Tanya Jawab
1. Nama : Shafnat
NIM : 21020115130142
Pertanyaan
Dari penjelasan yang dijabarkan terlihat perbedaan-perbedaan dalam
tindakan pelestarian. Lalu apa dalam kegiatan pelestarian yang berlangsung
di Italia saat itu, pemerintah tidak memegang kendali atas izin? Atau apakah
tidak ada panduannya, sehingga terdapat perbedaan-perbedaan?
38
Jawaban
Saat itu sudah terdapat panduan mengenai pelestarian yaitu The Papal
Chirograph yang diresmikan tahun 1802. Namun, dekrit panduan pelestarian
ini hanya bertahan hingga tahun 1820an. dapat terlihat dalam diagram, arah
pelestarian pada awalnya seragam hingga Stern, lalu mulai terdapat
perubahan di masa Valadier. Hal ini disebabkan karena terjadi pergolakan
kekuasaan saat itu, dimana Perancis kembali meduduki wilayah Italia.
Setelah itu, panduan pelestarian bisa dikatakan tidak ada lagi. Restorasi
monumen bersejarah diserahkan kepada tangan yang dianggap ahli. Oleh
karena itu, terjadi perubahan-perubahan mengenai tindakan pelestarian
selama berjalannya abad ke-19.
2. Nama : Hendi
NIM : 21020115130123
Pertanyaan
Apa manfaat penelitian ini untuk mahasiswa arsitektur?
Jawaban
Sebagai pengetahuan. Memang secara klise pekerjaan utama arsitek nantinya
memang merancang bangunan baru. Namun, pada kenyataannya setelah lulus
pekerjaan arsitek tidak melulu hanya merancang. Terdapat pekerjaan lain
selain itu, salah satunya merestorasi.
Oleh karena itu, walaupun pengetahuan ini tidak dapat diterapkan di saat
latihan perancangan, namun pengetahuan ini dibutuhkan oleh arsitek
nantinya saat berhadapan dengan bangunan yang harus direstorasi.
39
Pertanyaan
Dari data yang dijelaskan, beberapa arsitek melakukan perubahan langgam,
apakah hal tersebut masih bisa disebut restorasi? Apakah tidak mengurangi
nilai bangunan?
Jawaban
40