Lapkas Anak Fix
Lapkas Anak Fix
Oleh :
Supervisor :
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN 2017
TELAH DI PERIKSA PADA :
NILAI :
Supervisor
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Bayi kurang bulan adalah 10% semua kelahiran hidup dan merupakan
penyebab terbesar kematian dan kecacatan neonatal. Bayi kurang bulan sangat
rentan terhadap berbagai masalah kesehatan, terutama gangguan terhadap sistem
pernapasan yang dikenal dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) atau
penyakit membtan hialin (PMH). PMH merupakan penyebab kesakitan cukup
tinggi pada bayi kurang bulan.
1
Kejadian penyakit ini akan menurun apabila terjadi perangsangan
pematangan paru, misalnya dengan pemberian steroid.
1.2 Tujuan
1. Untuk melaporkan sebuah kasus hyalin membrane disease
2. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit membran hialin
1.3 Manfaat
1. Memahami dan memperdalam secara teoritis tentang penyakit membran
hialin
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai penyakit
membran hialin
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit membran hialin atau sindroma gawat napas bayi baru lahir adalah
suatu penyakit yang menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi prematur
dapat disebabkan karena kekurangan surfaktan. Kekurangan surfaktan ini
menyebabkan kegagalan pengembangan kapasitas residu fungsional dan
kecenderungan paru-paru untuk mengalami atelektasis, ketidaksesuaian antara
ventilasi dan perfusi, hipoksemia, hiperkarbia yang dapat menyebabkan asidosis
respiratorik. Asidosis ini menyebabkan vasokonstriksi yang merusak integritas
endotel dan epitel paru menghasilkan kebocoran eksudat yang kemudian
membentuk suatu membran hialin.
3
ini, menyebabkan tegangan permukaan yang tinggi antara perbatasan gas alveolus
dengan dinding alveolus sehingga paru sulit untuk mengembang dan bayi
berupaya melakukan usaha ventilasi imatur dengan tetap tidak terisi gas di antara
upaya pernapasan. Bayi menjadi semakin berat untuk bernapas dan hipoventilasi.
Kekurangan sintesis atau pelepasan surfaktan pada bayi prematur yang
mempunyai unit saluran pernapasan yang masih kecil dan dinding dada lemah
dapat menimbulkan atelektasis dan hipoksia sehingga menyebabkan peningkatan
gagal napas sehingga, dapat disimpulkan bahwa penyakit membran hialin
disebabkan oleh adanya atelektasis dari tiga faktor yang saling berhubungan : a)
tegangan permukaan yang tinggi akibat fungsi surfaktan yang tidak optimal dan
defisiensi jumlah sintesis atau pelepasan surfaktan b) fungsi unit pernapasan yang
masih kecil, dan c) Dinding dada bayi yang masih lemah.
3
lebih parah. Sianosis pada udara kamar, napas cuping hidung, takipnea, merintih
dan retraksi dinding dada.
3
Selain prosedur pemeriksaan diatas yang mungkin hanya dapat dilakukan
di rumah sakit besar ada pemeriksaan sederhana untuk menentukan kematangan
paru dengan cara memeriksa adanya surfaktan dalam paru. Beberapa
pemeriksaaan mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Banyak cara pemeriksaan
yang dapat dilakukan untuk mengetahui kematangan paru antara lain: rasio lesitin-
spingomielin (L:S), uji gelembung mikro dan uji kocok cairan lambung. Rasio
L:S dapat diperiksa pada cairan ketuban. Pada kehamilan 31 –32 minggu rasio L:S
adalah 1:1dan pada usia kehamilan 35 minggu rasionya adalah 2:1. Berikut ini
adalah petunjuk untuk menentukan kematangan paru dengan rasio L:S
1. L:S = 2:1 paru sudah matur, hanya 2% bayi dalam kondisi ini yang akan
menderita PMH
2. L:S = 1,5-1,9:1 50% bayi pada kondisi ini akan menderita PMH
3. L:S = <1,5:1 73% bayi akan menderita PMH
Salah satu uji yang sederhana untuk mengetahui maturitas paru yang
dapat dilakukan di rumah sakit kecil adalah Uji Kocok Cairan Lambung. Pada
dasarnya pemeriksaan uji kocok cairan lambung dilakukan agar dapat mengetahui
di antara bayi yang menderita PMH dengan yang tidak PMH dan uji kocok
menurut Clement (1972) dapat diartikan sebagai berikut. Uji kocok (shake test)
adalah suatu uji diagnostik yang menggunakan cairan lambung bayi baru lahir
bersama etanol 96% dengan pengenceran tertentu untuk mengetahui kematangan
dan kemampuan paru dalam memproduksi surfaktan dengan terlihatnya
gelembung udara yang membentuk cincin menutupi permukaan cairan didalam
tabung reaksi. Penggunaan cairan lambung sebagai bahan uji kocok karena
surfaktan diproduksi sel-sel epitel saluran nafas dan dilepas ke saluran napas
(cairan paru), paru bayi berhubungan dengan air ketuban. Di dalam kandungan
bayi menelan air ketuban yang dibuktikan dengan kesamaan pH antara air ketuban
dengan cairan lambung.
3
Tata cara melakukan uji kocok paru adalah:
Siapkan alat: sonde feeding Fr 5, panjang 40 cm, semprit 2,5 ml, tabung
reaksi/botol, etanol 96%.
Melakukan uji kocok: mencuci tangan, memasukkan sonde feeding
melalui salah satu lubang hidung sampai ke lambung, hisap cairan
lambung dengan menggunakan semprit, masukkan cairan lambung
kedalam tabung reaksi, dan etanol (96%) dengan perbandingan 1 : 1,
kocok selama 15 detik, diamkan selama 15 menit dan baca hasil.
Pembacaan hasil:
o Positif bila terlihat gelembung udara yang membentuk cincin di
atas permukaan cairan dalam tabung reaksi. Artinya surfaktan
terdapat pada cairan dalam jumlah yang cukup.
o Negatif bila tidak terlihat gelembung artinya; tidak terdapat
surfaktan didalam cairan dan kemungkinan bayi untuk menderita
PMH lebih besar.
o Ragu bila terdapat gelembung tetapi tidak terbentuk cincin artinya
waspada terhadap kemungkinan bayi PMH (Prawirohartono dkk,
1991).
2.1.4 Penatalaksanaan
A. Bantuan Napas
Pada bayi yang dicurigai menderita PMH dengan PO2 dibawah 50 mmHg
dengan FiO2 70% merupakan indikasi untuk pemakaian CPAP (Countinous
Positive Airway Pressure) dengan tekanan 6-10 cm H2O atau dapat menggunakan
kotak kepala atau CNCP (Countinouse Negative Chest Pressure). Jumlah tekanan
yang dibutuhkan akan turun mendadak pada usia 72 jam kemudian bayi dapat
disapih dari CPAP-nya.
Bayi memerlukan ventilasi mekanik apabila pada CPAP dengan FiO2
100% Po2 dibawah 50 mmHg. Ventilasi mekanik biasanya dimulai dengan
frekuensi 30-60 respirasi/menit dengan rasio inspirasi dan ekspirasi 1:2. PIP yang
3
digunakan biasanya 18-30 cmH2O. Dengan PEEP 4 cm H2O biasanya dapat
memperbaiki oksigenasi karena dapat meningkatkan tekanan jalan napas sehingga
dapat menjaga terjadinya ventilasi dan oksigenasi serta dapat meminimalkan
kerusakan jaringan parenkim paru.
C. Antibiotik
Antibiotik diberikan berdasarkan pola kuman setempat.
D. Sedasi
Obat-obat sedative biasanya diperlukan pada bayi yang dikontrol dengan
ventilator. Fenobarbital biasanya digunakan untuk menurunkan aktivitas bayi.
Untuk analgesik dan sedative biasanya digunakan Morfin atau Fentanil atau
Lorazepam.
E. Surfaktan
Surfaktan adalah multikomponen kompleks dari beberapa fosfolipid,
neutral lipid, protein khusus, yang disintese dan disekresikan ke alveoli oleh sel
epitel tipe II. Komponen penting surfaktan terdiri atas fosfolipid (85%) dan 10%
protein. Fosfolipid yang ada terdiri dari Phosphatidylcholine (PC), dan 1 bagian
PC molekul, DPPC (dipalmitol phosphatidyl choline), yang merupakan komponen
utama. Struktur DPPC membentuk satu lapisan stabil dengan tegangan rendah
pada permukaan alveolus untuk mencegah kolapsnya alveoli pada akhir ekspirasi.
Surfaktan eksoge terdiri dari 2 macam, yaitu Natural surfaktan (dari mamalia) dan
sintetis surfaktan. Nama dagang surfaktan yang ada adalah Exosurf , Survanta,
Infrasurf, BLES, Curosurf dan Survaxin. Basis bukti efikasi dalam suatu meta-
3
analisis pemebrian surfaktan untuk pencegahan (terapi dalam 30 menit setelah
lahir) atau rescue( umur setelah 2 jam, setelah didapatkan tanda distress nafas)
menunjukkan a. penurunan 40% kematian sesudah pemberian surfaktan natural
atau sintetis, profilaksi atau rescue b. Kedua macam dan kedua car apemeberian
tersebut menurunkan 30-50% risiko kebocoran udara (interstisiil emfisema,
pneumotoraks) c. Menurunkan kejadian chronic lung disease/CLD ( penyakit paru
kronik).
Pengaruh haemodinamik pemberian surfaktan tergantung cara
pemberiannya bukan jenis surfaktannya. Pengaruh haemodinamik surfaktan
dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Efek segera: sampai 10 menit pertama setelah pemberian
Efek yang terjadi pada fase ini tergantung cara pemberiannya, pada
umumnya terjadi vasodilatasi pembuluh darah cerebral dengan
peningkatan aliran darah ke otak karena peningkatan PaCO2. Hal ini
terjadi sebagai respon terhadap obstruksi sementara saluran napas
besar oleh adanya cairan. Pengaruhnya pada haemodinamika paru
belum banyak diketahui, tetapi terjadinya penurunan aliran duktus
dari kiri ke kanan kemungkinan berhubungan dengan peningkatan
PaCO2.
2. Efek awal: 2 sampai 20 menit pertama
Efek ini berhubungan dengan manajemen pengaturan pernapasan
selama perbaikan ventilasi dan parameter gas darah secara cepat.
Perbaikan ventilasi lebih cepat terjadi dengan menggunakan
surfaktan alamiah. Ketika terjadi peningkatan aliran darah paru
efektif, total aliran darah paru masih belum berubah. Apabila terjadi
kegagalan untuk menurunkan ventilasi akan menyebabkan hiperoksia
dan hiperkarbia sehingga terjadi penurunan aliran darah otak
bersamaan dengan peningkatan aliran darah paru.
3. Efek lambat: 12 – 48 jam setelah pemberian
Terjadinya perbaikan hipertensi pulmonal karena perbaikan gejala
penyakit.
3
Pemberian surfaktan secara lambat (lebih dari 15 menit) tidak
memberikan efek samping sistem pernapasan dibantingkan dengan
pemberian secara bolus. Pada penelitian dengan hewan coba
pemberian surfaktan secara cepat akan memberikan distribusi yang
lebih bagus di paru tapi efek samping yang terjadi adalah penurunan
aliran darah aorta dan otak.
Cara pemberian surfaktan yang paling baik adalah dengan cara
lambat (lebih dari 15 menit) dengan menghindari overventilasi dan
meminimalkan perubahan oksigen arterial.
2.1.5 Pencegahan
Tindakan preventif yang paling penting adalah mencegah terjadinya
prematuritas, menghindari tindakan seksio sesar yang tidak diindikasikan dan
penanganan kehamilan risiko tinggi.
Pemberian kortikosteroid sintetik pada wanita yang tidak mengalami
toksemia, diabetes dan penyakit ginjal 48-72 jam sebelum melahirkan janin yang
berusia 32 minggu atau kurang dapat menurunkan insidensi dan agka kematian
PMH. Kortikosteroid yang bisa digunakan adalah Injeksi betametason
intramuskular 12 mg sekali sehari selama dua hari atau injeksi deksametason
intramuskular sehari 2 kali selama dua hari.
Pemberian kortikosteroid antenatal dapat menurunkan kematian bayi
sebesar 30%, menurunkan kejadian PMH sebesar 50% serta menurunkan
perdarahan periventrikular dan leukomalasia sebesar 70%.
2.1.6 Prognosis
Secara umum prognosis bayi yang dikirim ke perawatan intensif bayi
risiko tinggi tergantung dari tenaga yang terampil, fasilitas rumah sakit yang
tersedia dan dari bayinya sendiri ada tidaknya komplikasi seperti asfiksi yang
berat, perdarahan intraventrikular atau malformasi konginetal yang tidak dapat
diperbaiki.
3
Prognosis dari bayi yang menderita PMH sangat tergantung pada berat
badan lahir bayi seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Prognosis dan keluaran pasien PMH berdasarkan berat badan lahir
Berat Badan (g) Harapan hidup Risiko untuk BPD# Risiko utk ROP@
derajat III/IV
<501 10 % Semua Sangat tinggi
501 – 750 75 % Sebagian besar Sedang
751 – 1000 85 % Setengah Lebih rendah
1001 – 1500 96 % Sedikit Sedikit
# @
BPD: Bronchopulmonary Dysplasia; Retinopathy of Prematurity
Prognosis jangka panjang pada fungsi paru normal pada kebanyakan bayi
yang selamat dari penyakit PMH adalah baik.
3
BAB III
Kasus
Bayi PAB, perempuan, lahir di IGD RS HAM pada tanggal 2 Agustus 2017 pukul
16.00 wib
3
Pemeriksaan Fisik
Status Presens:
KU/KP: Buruk/Berat
Status lokalisata :
Pemeriksaan AGDA
pH : 7,260 (7,35-7,45)
pCO2 : 25,0 mmHg (38-42)
pO2 : 169,0 mmHg (85-100)
HCO3 : 11,2 U/L (22-26)
3
Total CO2 : 12,0 U/L (19-25)
BE : -14,2 U/L ((-2)-(+2))
Saturasi O2 : 99% (95-100)
KGDs : 596 mg/dL (40-60)
Diagnosis banding:
Diagnosis kerja :
Terapi :
Rencana :
- AGDA
- Darah Lengkap
- KGD ad random
- Elektrolit
- Foto Thoraks
3
BAB IV
FOLLOW UP
S: Bayi gerakan tidak aktif (+), menangis lemah (+), pucat (+), sesak (+), merintih
(+), Desaturasi (-), apneu (-),
3
Monosit 20,7 % 2-8
Eosinofil 0,2 % 1-3
Basofil 0,4 % 0-1
Neutrofil absolute 1,73 103/µL 5,5-18,3
Limfosit absolute 1,99 103/µL 2,8-9,3
Monosit absolute 0,98 103/µL 0,5-1,7
Eosinofil absolute 0,01 103/µL 0,02-0,07
Basofil absolute 0,02 103/µL 0,1-0,2
IT Rasio 0,01 <0,2
Kalsium (Ca) 7,2 mg/dl 8,4-10,2
Natrium (Na) 120 mEq/L 135-155
Kalium (K) 4,2 mEq/L 3,6-5,5
Klorida (Cl) 94 mEq/L 96-106
CRP Kuantitatif <0,7 mg/dl <0,7
3
Enteral= 20 cc/kg/hari Tropic Feeding = 1-5ml / 2 jam / OGT ASI-> Puasa
4. Inj Cefotaxime 40 mg/12 jam IV (H2-3)
5. Inj Gentamicin 4 mg/48 jam IV (H1-2)
6. Aminofilin maintenance dose 2 mg/12 jam IV
7. Metronidazole loading dose12 mg IV setelah 24 jam, dosis maintenance
(4/8/17) 6 mg/12 jam IV
R/ Transfusi PRC
3
5. Inj Gentamicin 4 mg/48 jam IV (H2)
6. Aminofilin maintenance dose 2 mg/12 jam IV
7. Transfusi PRC
3
Pemantauan tanggal 7 Agustus 2017:
S: pucat (+), sesak (+), merintih (+), , bayi gerakan tidak aktif (+), menangis
lemah (+), desaturasi (-), apneu (-),
3
Limfosit absolute 1,06 103/µL 2,8-9,3
Monosit absolute 2,21 103/µL 0,5-1,7
Eosinofil absolute 0,11 103/µL 0,02-0,07
Basofil absolute 0,02 103/µL 0,1-0,2
PT 14,3 detik INR= 1,02
APTT 42,1 detik INR= 1,26
TT 29,0 detik INR= 1,49
Albumin 4 g/dl 3,5-5,0
CRP Kuantitatif <0,7 mg/dl <0,7
3
Mata: Rc (+/+), pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior pucat (+/+)
Telinga /Hidung /Mulut: Dalam batas normal/ terpasang CPAP dengan
FiO2 25% PEEP 6 (Sat 92-96%)/ terpasang OGT
Dada: Simetris fusiformis, retraksi (+)HR: 130 x/menit, reguler, murmur (-)
RR: 45 x/menit, reguler, ronkhi (-/-),
3
Dada: Simetris fusiformis, retraksi (+) interkostal
HR: 136 x/menit, reguler, murmur (-)
RR: 61 x/menit, reguler, ronkhi (-/-),
Abdomen: soepel, peristaltik (+) normal. H/L: tidak teraba.
Anggota gerak: Nadi 136 x/menit,reguler, t/v cukup, akral hangat, CRT < 3
detik
Down score =5
A: 1. Respiratory Distress ec DD/ Hyalin membrane disease
Neonatal Pneumonia
2. Susp. Sepsis
3. NKB-KMK
4. BBLASR
P: 1. Rawat inkubator dengan target suhu kulit 36,5-37,5°C
2. CPAP dengan FiO2 25% PEEP 6 (Sat 92-95%)
3. Kebutuhan Total Cairan = 150 cc/kg/hari
Parenteral= 150 cc/kgbb/hari = 120 cc/hari
Terdiri dari = D5% NaCl 0,225% (430cc) +D40% (70cc) + 10cc CaGluconas
+10 cc KCl 2,83 cc/jam
Aminosteril 6% (3 g/kg/ hari)= 1,67 ml/jam
Ivelip 20% (3g/kg/hari) = 0,5 ml/jam
Enteral= 15cc/kg/hari Tropic feeding 2 ml ASI/PASI /2 jam
4. Inj Cefotaxime 40 mg/12 jam IV (H8)
5. Inj Gentamicin 4 mg/48 jam IV (H4)
6. Inj Aminofilin 2 mg/12 jam IV
3
Anggota gerak: Nadi 150 x/menit,reguler, t/v cukup, akral hangat dan pucat,
CRT < 3 detik
Down score = 4
3
Neonatal Pneumonia
2. Susp Sepsis
4. NKB-KMK
5. BBLASR
P: 1. Rawat inkubator dengan target suhu kulit 36,5-37,5°C
2. CPAP dengan FiO2 30% PEEP 6 (Sat 88-95%)
3. Kebutuhan Total Cairan = 150 cc/kg/hari
Parenteral= 150 cc/kgbb/hari = 120 cc/hari
Terdiri dari = IVFD D5% NaCl 0,225% (430cc) +D40% (70cc) + 10cc
CaGluconas +10 cc KCl 2,83cc/jam
IVFD Aminosteril 6% (3 g/kg/ hari)= 1,67 ml/jam
IVFD Ivelip 20% (3g/kg/hari) = 0,5 ml/jam
Enteral= 15cc/kg/hari Tropic feeding 2 ml ASI/PASI /2 jam-> puasa
4. Inj Cefotaxime 40 mg/12 jam IV (H10)
5. Inj Gentamicin 4 mg/36 jam IV (H5)
6. Inj Aminofilin 2 mg/12 jam IV
3
2. CPAP dengan FiO2 30% PEEP 6 (Sat 88-95%)
3. Kebutuhan Total Cairan = 150 cc/kg/hari
Parenteral= 150 cc/kgbb/hari = 120 cc/hari
Terdiri dari = IVFD D5% NaCl 0,225% (430cc) +D40% (70cc) + 10cc
CaGluconas +10 cc KCl 2,83cc/jam
IVFD Aminosteril 6% (3 g/kg/ hari)= 1,67 ml/jam
IVFD Ivelip 20% (3g/kg/hari) = 0,5 ml/jam
Enteral= puasa
4. Inj Cefotaxime 40 mg/12 jam IV (H11-12)
5. Inj Gentamicin 4 mg/36 jam IV (H6)
6. Inj Aminofilin 2 mg/12 jam IV
3
BAB V
DISKUSI
3
tujuan membuka saluran napas yang
kolaps justru menyebabkan retraksi dan
deformitas dinding dada
-Penurunan tekanan intratorakal,
infan berusia gestasi <30 minggu
dengan HMD, sering memiliki gagal
napas tiba-tiba dikarenakan
ketidakmampuan dalam menghasilkan
tekanan intratorakal yang diperlukan
untuk menginflasikan paru-paru tanpa
surfaktan
-Shunting, ada atau tidak adanya
shunting kardiovaskular lewat PDA
dan/atau foramen ovale dapat
mempengaruhi presentasi penyakit
misalnya hipoksemia yang memberat
atau edema paru
Faktor resiko: Pasien memiliki faktor resiko:
-Meningkatkan resiko terjadinya - Meningkatkan resiko: bayi prematur
HMD: Prematur, laki-laki, predisposisi dan lahir secara cesar
keluarga, cesarean delivery, asfiksia -Menurunkan resiko: bayi perempuan
perinatal, multipartus, diabetes maternal
-Menurunkan resiko terjadinya HMD:
Pecahnya membran memanjang,
perempuan, lahir secara normal,
penggunaan narkotika/kokain,
kortikosteroid, hormon tiroid, atau agen
tokolitik
Manifestasi klinis: Dalam pemeriksaan fisik pertama
-Riwayat: bayi kurang bulan atau pasien ditemukan : takipnoe dan
3
memiliki riwayat asfiksia dalam merintih, dengan retraksi dinding dada
periode perinatal. Bayi memiliki (+), pernafasan cuping hidung, dan
kesulitan bernafas saat lahir yang sianosis (-)
semakin memburuk secara bertahap.
-Pemeriksaan fisik: Takipnoe
(RR>60x/i), merintih, pernafasan
cuping hidung, dan retraksi dinding
dada. Sianosis (tanpa oksigen) juga
dapat terjadi pada neonatus dengan
HMD.
Diagnosis: Foto toraks pasien menunjukkan kesan
-Foto toraks: pola uniformis jantung terdorong ke kiri. Untuk
retikulogranular atau ground-glass pemeriksaan laboratorium awal
appearance, juga dapat terdapat air dilakukan pemeriksaan AGDA dan
bronchogram perifer kadar gula darah. Kemudian pada hari
-Laboratorium: AGDA (normalnya pO2 rawatan keesokan harinya dilakukan
50-70 mmhg, pCO2 45-60 mmhg, pemeriksaan darah lengkap dan
pH>7,25, saO2 85-93%), darah lengkap elektrolit termasuk kalsium, hanya saja
dan kultur darah untuk menyingkirkan tidak dilakukan pemeriksaan elektrolit
diagnosis sepsis, kadar gula darah dan kalsium tiap 12-24 jam.
untuk adekuatnya infus dekstrosa,
elektrolit dan kalsium (seharusnya
diperiksa tiap 12-24 jam untuk
manajemen cairan parenteral)
-Ekokardiografi: alat diagnosis dalam
evaluasi neonatus dengan hipoksemia
dan gawat nafas dan juga untuk
mengeksklusi penyakit jantung
kongenital
Penatalaksanaan: Pada pasien tidak diberikan terapi
3
-Pengganti surfaktan: merupakan pengganti surfaktan, pasien
pelayanan standar dalam menggunakan CPAP, dengan
penatalaksanaan neonatus terintubasi pemberian nutrisi parenteral yaitu
dengan HMD. (Poractant alfa 100 atau Aminofilin dan Ivelip, juga transfusi
200 mg/kgBB) PRC pada tanggal 5-6 Agustus (Hb
-Alat bantu nafas: sebelumnya 4,8mg/dl) sebanyak 4
-Intubasi endotrakeal dan ventilasi kantong dan 8 Agustus sebanyak 1
mekanis: pada pasien hipoksemia atau kantong (Hb sebelumnya 9,6mg/dl
apnoe dengan asidosis respiratorik Normal=17-22mg/dl), selain itu
-CPAP (continuous positive airway diberikan terapi antibiotik cefotaxime,
pressure) dan SIMV: untuk mencegah gentamicin, dan metronidazole.
digunakannya intubasi dan ventilator, Untuk terapi suportif diberikan pula
terutama untuk pasien<30 minggu usia inkubator penghangat dengan suhu
gestasi yang dipertahankan pada 36,5-37°C
-Humidified high-flow nasal cannula untuk menurunkan konsumsi oksigen
system (1-25L/menit). CPAP lebih dan mencegah hipotermia
dipilih dibandingkan dengan nasal
cannula karena efikasi dan keamanan
yang terbukti lebih baik terutama dalam
mencegah obstruksi saluran nafas.
- Cairan dan nutrisi: disarankan nutrisi
panrenteral maksimal dan enteral
feeding minimal. Diberikan Aminofilin
secara intravena dengan dosis 1-2
mg/kg/6-12 jam.
-Pemberian transfusi PRC diberikan
pada infant dengan anemia berat untuk
menurunkan insidensi apnea idiopatik
- Terapi antibiotik: diberikan antibiotik
yang dapat menatalaksana penyebab
paling umum infeksi neonatus
3
BAB VI
KESIMPULAN