Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Salah satu tugas terpenting seorang perawat/bidan adalah memberi obat yang
aman dan akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati
klien yang memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang
bermanfaat. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat
dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek
yang berbahaya bila kita memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang
sebenarnya.
Seorang perawat/bidan juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja
obat dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan
obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien untuk
menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman.
Perawat juga harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan
mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau jelas/dosis yang diberikan
diluar batas yang direkomendasikan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan nomenklatur obat?
1.2.2 Apa saja jenis obat?
1.2.3 Bagaimana standar obat?
1.2.4 Apa saja aspek legal dalam pemberian obat?
1.2.5 Bagaimana peran perawat dalam pengobatan?
1.2.6 Bagaimana prinsip kerja obat?
1.2.7 Apa saja faktor yang mempengaruhi kerja obat?
1.2.8 Bagaimana prinsip pemberian obat?
1.2.9 Apa saja rute atau cara pemberian obat?
1.2.10 Bagaimana proses pemberian obat melalui parenteral?
1.2.11 Bagaimana proses pemberian obat melalui oral?

1
1.2.12 Bagaimana proses pemberian obat melalui topikal?
1.2.13 Bagaimana proses pemberian obat melalui supositoria?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui nomenklatur obat.
1.3.2 Mengetahui jenis obat.
1.3.3 Mengetahui standar obat.
1.3.4 Mengetahui aspek legal dalam pemberian obat.
1.3.5 Mengetahui peran perawat dalam pemberian obat.
1.3.6 Mengetahui prinsip kerja obat.
1.3.7 Mengetahui faktor yang mempengaruhi kerja obat.
1.3.8 Mengetahui prinsip pemberian obat.
1.3.9 Mengetahui proses pemberian obat melalui parenteral.
1.3.10 Mengetahui proses pemberian obat melalui oral.
1.3.11 Mengetahui proses pemberian obat melalui topikal.
1.3.12 Mengetahui peme\berian obat melaui supositoria.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Obat

2
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau
binatang sebagai perawatan, pengobatan, atau bahkan pencegahan terhadap berbagai
gangguan yang terjadi di dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya, tenaga medis
memiliki tanggung jawab dalam keamanan obat dan pemberian secara langsung ke
pasien.hal ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasien.

2.2 Nomenklatur Obat


Nomenklatur: Nama obat
Terbagi menjadi:
a. Kimia : Memberi gambaran pasti komposisi obat. Contoh: Asam
Asetilsalisilat.
b. Generik : Diberikan oleh pabrik yang pertama kali memproduksi obat sebelum
mendapat izin dan dilindungi hukum. Contoh: Aspirin.
c. Official
d. Dagang: Nama yang digunakan pabrik untuk memasarkan obat. Contoh: Bufferin.

2.3 Jenis Obat


2.3.1 Jenis Obat Berdasarkan Penggolongan Obat Apotik
a. Obat Bebas
Tanda: Lingkaran hijau di kelilingi garis hitam. Obat ini dapat dibeli
bebas di apotik tanpa resep dokter.

b. Obat Bebas Terbatas


Tanda: Lingkaran biru dikelilingi garis hitam.
Obat ini juga dapat dibeli bebas di apotik tanpa resep dokter.
Perbedaannya dengan obat bebas yaitu ada tanda peringatan di

3
kemasan/kotak obat. Contoh: awas obat keras baca aturan pakainya atau awas obat
keras untuk bagian luar.
c. Obat Keras
Tanda: Lingkaran merah dikelilingi garis hitam, ada huruf “K” di dalam
K
lingkaran tersebut.
Obat ini diperoleh di apotik harus dengan resep dokter.
d. Obat Psikotropika
Tanda: Sama dengan obat keras.
Obat ini juga diperoleh harus dengan resep dokter dan obat ini memiliki efek
ketagihan. Contoh: diazepam. Pembeli harus melengkapi alamat ketika membeli
obat jenis ini (biasanya ketika menebus resep akan ditanya oleh pegawai apotik).
e. Obat Wajib Apotekobat
Tanda: Lingkaran hitam dengan lambang “+” berwarna merah ditengahnya.
Obat wajib apotekobat adalah obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri.
Obat yang termasuk kedalam obat wajib apotek misalnya : obat saluran cerna
(antasida), ranitidine, clindamicin cream dan lain-lain.
f. Obat Narkotika
Tanda: Obat ini harus dengan resep dokter. Pembeli juga harus
melengkapi alamat ketika membeli obat jenis ini (biasanya ketika
menebus resep akan ditanya oleh pegawai apotik).

2.3.2 Penggolongan Obat Menurut Ilmu Buku Resep oleh Drs. H. A. Syamsuni Apt.
1. Menurut Kegunaan Obat
a. Untuk menyembuhkan (terapeutik).
b. Untuk mencegah (profilatktik)
c. Untuk diagnosis (diagnostik).
2. Menurut Cara Penggunaan
a. Medicamentum ad usum internum (untuk pemakaian dalam) yaitu melalui oral,
diberi etiket putih.

4
b. Medicamentum ad usum externum (untuk pemakaian luar) yaitu selain
pemakaian melalui saluran pencernaanm diberi etiket putih.
3. Menurut Cara Kerja
a. Lokal: Bekerja pada jaringan setempat. Contoh: Pemakaian topikal/pada kulit.
b. Sistemik: Obat didistribusikan ke seluruh tubuh melalui oral.
4. Menurut Undang-undang
a. Narkotika (obat bius atau daftar O= opium), dapat menimbulkan ketagihan harus
dengan pengawasan dokter. Contoh: Candu, opium, morfin.
b. Psikotropika (obat berbahaya), memengaruhi proses mental. Contoh: Ekstasi,
diazepam dan barbital.
c. Obat keras (daftar G= Geverlijk= berbahaya) adalah obat yang memiliki dosis
maksimum atau terdaftar sebagai obat keras, diberi tanda khusus berupa
lingkaran merah dengan huruf K, semua obat baru dan sediaan parenteral.
d. Obat bebas terbatas daftar (W= Waarschuwing= peringatan), dengan lingkaran
berwarna biru serta diberikan tanda peringatan.
e. Obat bebas, yaitu obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak membahayakan
dengan tanda lingkaran berwarna hijau.
5. Menurut Sumber Obat
a. Tumbuhan. Contoh: digitalis dan kina.
b. Hewan. Contoh: minyak ikan, cera, adeps lanae.
c. Mineral. Contoh: iodikali, parafin, vaselin.
d. Sintetis. Contoh: kamfer sintetis, vitamin C.
e. Mikroba. Contoh: antibiotik penisilin.
6. Menurut bentuk dan sediaan obat.
a. Bentuk padat: Serbuk, tablet, pil, kapsul, suppositoria.
b. Bentuk setengah padat: salep, krim, pasta, gel, serata, occulenta.
c. Bentuk cair/larutan: potio, sirup, eliksir, tetes mata, obat kumur, injeksi, infus,
lotio.
d. Bentuk gas: Inhalasi/spray/aerosol.

5
7. Menurut Proses Fisiologi dan Biokimia dalam Tubuh
a. Obat Farmakodinamik, yang bekerja dengan mempercepat atau memperlambat
proses fisiologis atau fungsi biokimia tubuh. Contoh: hormon, diuretik, hipnotik
dan obat-obat otonom.
b. Obat kemoterapeutik, dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh.
Contoh: antikanker, antibiotik, antiparasit.
c. Obat diagnostik, yaitu membantu untuk melakukan diagnosis atau pengenalan
penyakit. Contoh: barium sulfatuntuk diagnosis penyakit saluran lambung-usus.

2.3.3 Berdasarkan Bentuk Obat


1. Bentuk Sedian Padat
a. PULVIS dan PULVERES (Serbuk)
Bahan atau campuran obat yang homogen dengan atau tanpa bahan
tambahan berbentuk serbuk dan relatif satbil serta kering. Serbuk dapat
digunakan untuk obat luar dan obat dalam. Serbuk untuk obat dalam disebut
pulveres (serbuk yang terbagi berupa bungkus-bungkus kecil dalam kertas
dengan berat umumnya 300mg sampai 500mg dengan vehiculum umumya
Saccharum lactis.) dan untuk obat luar disebut Pulvis adspersorius (Serbuk
tabur). Sifat Pulvis untuk obat dalam:
a. Cocok untuk obat yang tidak stabil dalam bentuk cairan
b. Absorbsi obat lebih cepat dibanding dalam bentuk tablet
c. Tidak cocok untuk obat yang mempunyai rasa tidak menyenangkan,
dirusak dilambung, iritatif, dan mempunyai dosis terapi yang rendah.

Sifat Pulvis adspersorius :


a. Selain bahan obat, mengandung juga bahan profilaksi atau pelican
b. Untuk luka terbuka sediaan harus steril
c. Sebagai pelumas harus bebas dari organisme pathogen
d. Bila menggunakan talk hams steril, karena bahan-bahan tersebut sering
terkontaminasi spora dan kuman tetanus serta kuman penyebab gangren.

6
Cara mengenal kerusakan :
Secara mikroskopik kerusakan dapat dilihat dari timbulnya bau yang tidak
enak, perubahan warna, benyek atau mnggumpal.
Cara peyimpanan :
Disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk, dan terlindung
dari sinar matahari.
Contoh : Salicyl bedak (Pulv. Adspersorius); Oralit (Pulvis untuk obat dalam )
dalam kemasan sachet.

b. Tablet
Tablet adalah sediaan padat yang kompak, yang dibuat secara kempa cetak,
berbentuk pipih dengan kedua permukaan rata atau cembung, dan mengandung
satu atau beberapa bahan obat, dengan atau tanpa zat tambahan. (Berat tablet
normal antara 300 — 600 mg). Sifat :
1. Cukup stabil dalam transportasi dan penyimpanan.
2. Tidak tepat untuk : - obat yang dapat dirusak oleh asam lambung dan
enzim pencernaan - obat yang bersifat iritatif.
3. Formulasi dan pabrikasi sediaan obat dapat mempengaruhi
bioavailabilitas bahan aktif.
4. Dengan teknik khusus dalam bentuk sediaan multiplayer obat-obat yang
dapat berinteraksi secara fisik/khemis, interaksinya dapat dihindari.
5. Tablet yang berbentuk silindris dalam perdagangan disebut Kaplet.

Cara mengenal kerusakan :


Secara makroskopik kerusakan dapat dilihat dari adanya perubahan warna,
berbau, tidak kompak lagi sehingga tablet pecah/retak, timbul kristal atau
benyek.
Penyimpanan :
Disimpan dalam wadah tertutup, balk ditempat yang sejuk dan terlindung
dari sinar matahari.
Contoh :
a. Sediaan paten : Tab. Bactrim, Tab. Pehadoxin

7
b. Sediaan generik : Tablet parasetamol, Tablet amoksisilin
c. Kapsul
Sediaan obat yang bahan aktifnya dapat berbentuk padat atau setengah padat
dengan atau tanpa bahan tambahan dan terbungkus cangkang yang
umumnya terbuat dari gelatin. Cangkang dapat larut dan dipisahkan dari
isinya.
1) Kapsul Lunak (Soft Capsule): berisi bahan obat berupa minyak/larutan
obat dalam minyak.
2) Kapsul keras (Hard Capsule): berisi bahan obat yang kering
Cara mengenal kerusakan :
Secara makroskopik kerusakan dapat dilihat dari adanya perubahan
warna, berbau, tidak kompak lagi sehingga tablet pecah/retak, timbul kristal
atau benyek.
Penyimpanan :
Disimpan dalam wadah tertutup, baik ditempat yang sejuk dan
terlindung dari sinar matahari.
a) Kapsul Lunak (Soft Capsule): Berisi bahan obat berupa minyak/ larutan
obat dalam minyak.

Sifat :
a. Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi.
b. Dapat menutupi bau dan rasa yang tidak menyenangkan.
c. Absorbsi obat lebih baik daripada kapsul keras karena bentuk ini setelah
cangkangnya larut obat langsung dapat diabsorbsi.
d. Sediaan ini tidak dapat diberikan dalam bentuk sediaan pulveres.
Contoh : Natur E
b) Kapsul keras (Hard Capsule) : Berisi bahan obat yang kering.
Sifat
a. Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi
b. Dapat menutupi bau dan rasa yang tidak menyenangkan
c. Tepat untuk obat yang mudah teroksidasi, bersifat higroskopik, dan
mempu- punyai rasa dan bau yang tidak menyenangkan.
d. Kapsul lebih mudah ditelan dibandingkan bentuk tablet.

8
e. Setelah cangkang larut dilambung, bahan aktif terbebas serta terlarut maka
proses absorbsi baru terjadi ( di gastrointestinal ).
Contoh : Ponstan 250 mg
2. Bentuk Sedian Semi Padat
a. Unguenta (Salep)
Sediaan 1/2 padat untuk digunakan sebagai obat luar, mudah dioleskan pada
kulit dan tanpa perlu pemanasan terlebih dahulu , dengan bahan obat yang
terkandung hares terbagi rata atau terdispersi homogen dalam
vehikulum.Umumnya memakai dasar salep Hidrokarbon (vaselin album dan
vaselin flavum), dan dasar salep Absorbsi (adeps lanae, dan lanolin ). Sifat :
a) Daya penetrasi paling kuat bila dibandingkan dengan bentuk sediaan padat
lainnya.
b) Cukup stabil dalam penyimpanan dan transportasi.
c) Obat kontak dengan kulit cukup lama sehingga cocok untuk dermatosis
yang kering dan kronik serta cocok untuk jems kulit yang bersisik dan
berambut.
d) Tidak boleh digunakan untuk lesi seluruh tubuh. Contoh : Tolmicen 10 ml,
Polik oint 5 g
b. Jelly (Gel )
Sediaan semi padat yang sedikit cair, kental dan lengket yang mencair waktu
kontak dengan kulit, mengering sebagai suatu lapisan tipis, tidak berminyak.
Pada umumnya menggunakan bahan dasar larut dalam air ( PEG, CMG,
Tragakanta )
Sifat :
a) Obat dapat kontak kulit cukup lama dan mudah kering.
b) Dapat berfungsi sebagai pendingin dan pembawa obat.
c) Bahan dasar mempunyai efek pelumas tidak berlemak sehingga cocok
untuk dermatosa kronik.
d) Biasanya untuk efek lokal, pemakaian yang terlalu banyak dapat
memberikan efek sistemik.
Contoh : Bioplasenton Jelly 15 mg, Voltaren Emulgel 100 g
c. Cream

9
Sediaan semi padat yang banyak mengandung air, sehingga memberikan
perasaan sejuk bila dioleskan pada kulit, sebagai vehikulum dapat berupa emulsi
0/W atau emulsi W/O.
Sifat :
a) Absorbsi obat cukup baik dan mudah dibersihkan dari kulit.
b) Kurang stabil dalam penyimpanan karena banyak mengandung air dan mudah
timbul jamur bila sediaan dibuka segelny.
c) Dapat berfungsi sebagai pelarut dan pendingin.
d) Sediaan ini cocok untuk dermatosa akut.
Contoh : Chloramfecort 10 g, Hydrokortison 5g, Scabicid 1 Og.
d. Pasta
Masa lembek dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentu serbuk
dalam jumlah besar (40 — 60%), dengan vaselin atau paraffin cair atau bahan
dasar tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol, mucilage, sabun.
Sifat :
a) Obat dapat kontak lama dengan kulit.
b) Sediaan ini cocok untuk dermatosa yang agak basah (Sub akut atau kronik).
c) Dapat berfungsi sebagai pengering, pembersih, dan pembawaUntuk lesi akut
dapat meninggalkan kerak vesikula
Contoh : Pasta Lassari.
3. Bentuk Sedian Cair
a. Solutio
Sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut.
Solute : Zat yang terlarut.
Solven : Cairan pelarut umumnya adalah air. Sifat :
a) Obat homogen dan absobsi obat cepat.
b) Untuk obat luar mudah pemakaiannya dan cocok untuk penderita yang
sukar menelan, anak-anak dan manula.
c) Volume pemberian besar.
d) Tidak dapat diberikan untuk obat-obat yang tidak stabil dalam bentuk
larutan.
e) Bagi obat yang rasanya pahit dan baunya tidak enak dapat ditambah pemanis
dan perasa.
Contoh : Enkasari 120 ml solution, Betadin gargle
b. Sirup
Penggunaan istilah Sirup digunakan untuk :
a) Bentuk sediaan Cair yang mengandung Saccharosa atau gula (64-66%).
b) Larutan Sukrosa hampir jenuh dengan air.

10
c) Sediaan cair yang dibuat dengan pengental dan pemanis, termasuk suspensi
oral.
Sifat :
a) Homogen
b) Lebih kental dan lebih manis dibandingkan dengan Solutio.
c) Cocok untuk anak-anak maupun Dewasa.
Sirup Kering :
Suatu sediaan padat yang berupa serbuk atau granula yang terdiri dari
bahan obat, pemanis, perasa, stabilisator dan bahan lainnya, kecuali pelarut.
Apabiola akan digunakan ditambah pelarut (air) dan akan menjadi bentuk
sediaan suspensi.
Sifat :
a) Pada umumnya bahan obat adalah antimikroba atau bahan kimia lain
yang tidak larut dan tidak stabil dalam bentuk cairan dalam
penyimpanan lama.
b) Memberikan rasa enak, sehingga cocok untuk bayi dan anak.
c) Kecepatan absorbsi obat tergantung pada besar kecilnya ukuran partikel
d) Apabila sudah ditambahkan aquadest, hanya bertahan + 7 hari pada suhu
kamar, sedang pada almari pendingin + 14 hari.
Contoh Sirup kering :
Cefspan sirup (untuk dibuat Suspensi) Amcillin DS sirup (untuk
dibuat Suspensi)
Contoh sirup : Biogesic sirup, Dumin sirup
c. Suspensi
Sediaan cair yang mengandung bahan padat dalam bentuk halus yang tidak
larut tetapi terdispersi dalam cairan/vehiculum, umumnya mengandung
stabilisator untuk menjamin stabilitasnya, penggunaannya dikocok dulu sebelum
dipakai.

Sifat :
a) Cocok untuk penderita yang sukar menelan, anak-anak dan manula

11
b) Bisa ditambah pemanis dan perasa sehingga rasanya lebih enak dari
Solutio
c) Volume pemberiannya besar
d) Kecepatan absorbsi obat tergantung pada besar kecilnya ukuran partikel
yang terdispersi
Contoh : Sanmag suspensi, Bactricid suspensi
d. Elixir
Larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven, untuk mengurangi
jumlah etanol bisa ditambah kosolven lain seperti gliserin dan
propilenglikol, tetapi etanol harus ada untuk dapat dinyatakan sebagai
elixir. Kadar alcohol antara 3-75%, biasanya sekitar 315%, keggunaan
alcohol selain sebagai pelarut, juga sebagai pengawet atau korigen saporis.
Sifat :
a) Cocok untuk penderita yang sukar menelan. Karena mengandung Alkohol,
hati-hati untuk penderita yang tidak tahan terhadap.
b) Alkohol atau menderita penyekit tertentu.
c) Elixir kurang manis dan kurang kental dibandingkan bentuk sediaan sirup.
Contoh : Batugin 300 ml, Mucopect 60 ml ( Paediatri )
e.Tingtura
Larutan mengandung etanol atau hidroalkohol dibuat dari bahan tumbuhan
atau senyawa kimia. Secara tradisional tingtura tumbuhan berkhasiat obat
mengandung 10% bahan tumbuhan, sebagian besar tingtura tumbuhan lain
mengandung 20%bahan tumbuhan. Sifat :
a) Homogen dan bahan obat lebih stabil.
b) Kadar alcohol yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
c) Karena Berisi beberapa komponen, dengan adanya cahaya matahari dapat
terjadi perubahan fotosintesis.
Contoh : Halog 8 ml
f. Gargarisma
Obat yang dikumur sampai tenggorokan, dan tidak boleh ditelan.
Contoh : Betadine 190 ml
g. Guttae
Sediaan cair yang pemakaiannya dengan cara meneteskan.
TETES ORAL :
Sifat: :

12
a) Volume pemberian kecil sehingga cocok untuk bayi dan anak-anak
b) Pada umumnya ditambahkan pemanis, perasa, dan bahan lain yang
sesuai dengan bentuk sediaannya
c) Bahan obatnya berkhasiat sebagai antimikroba, analgetika antipiretika,
vitamin, antitusif, dekongestan.
Contoh : Multivitaplek 15 ml, Triamic 10 ml, Termagon
TETES MATA :
Sifat :
a) Harus steril dan jernih
b) Isotonis dan isohidris sehingga mempunyai aktivitas optimal
c) Untuk pemakaian berganda perlu tambah pengawet
Contoh : Colme 8 ml, Catarlent 5 ml, Albucid
TETES TELINGA :
Sifat :
a) Bahan pembawanya sebaiknya minyak lemak atau sejenisnya yang
mempunyai kekentalan yang cocok ( misal gliserol, minyak nabati,
propilen glikol ) sehingga dapat menempel pada hang telinga.
b) pH sebaiknya asam ( 5-6 ).
Contoh : Otolin 10 ml, Otopain 8 ml

h. Lotion
Sediaan cair yang digunakan untuk pemakaian luar pada kulit.
Sifat :
a) Sebagai pelindung atau pengobatan tergantung komponennya.
b) Sesudah dioleskan dikulit, segera kering dan meninggalkan lapisan
tipis komponen obat pada permukaan kulit.
c) Bahan pelarut (solven) berupa air, alcohol, glyserin atau bahan pelarut
lain yang cocok. Contoh : Tolmicen 10 ml.

2.4 Standar Obat


a. Obat yang diberikan ke pasien atas order/pemeriksaan dokter (penulisan resep).
b. Perawat bertanggung jawab atas sampainya obat ke pasien.
c. Hak asasi pasien harus diperhatikan.

2.5 Peran Perawat dalam Pemberian Obat


Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan pendekatan proses
keperawatan dengan memperhatikan 7 hal benar dalam pemberian obat, yaitu benar

13
pasien, obat, dosis, rute pemberian, waktu, dokumentasi dan benar dalam informasi.
Nah, mari kita lanjutkan pembahasan kita tentang hal tersebut.
a. Data Subyektif
1. Riwayat kesehatan sekarang Perawat mengkaji tentang Gejala-gejalayang
dirasakan klien.
2. Pengobatan sekarang Perawat mengkaji informasi tentang setiap obat, termasuk
kerja, tujuan, dosis normal, rute pemberian, efek samping, dan implikasi
keperawatan dalam pemberian dan pengawasan obat. Beberapa sumber harus
sering dikonsultasi untuk memperoleh keterangan yang dibutuhkan. Perawat
bertanggung jawab untuk mengetahui sebanyak mungkin informasi tentang obat
yang diberikan.
a. Dosis, rute, frekuensi, dokter yang meresepkan, jika ada.
b. Pengetahuan klien mengenai obat dan efek sampingnya.
c. Harapan dan persepsi klien tentang efektivitas obat.
d. Kepatuhan klien terhadap aturan dan alasan ketidakpatuhan.
e. Alergi dan reaksi terhadap obat.
f. Obat yang dibeli sendiri.
3 Riwayat kesehatan dahulu, meliputi
a. Riwayat Penyakit dahulu yang pernah diderita pasien.
b. Obat yang disimpan dalam pemakaian waktu lampau.
c. Obat yang dibeli sendiri /OTC
4. Sikap dan Lingkungan klien Sikap klien terhadap obat menunjukkan tingkat
ketergantungan pada obat. Klien seringkali enggan mengungkapkan
perasaannya tentang obat,khususnya jika klien mengalami ketergantungan obat.
Untuk mengkaji sikap klien, perawat perlu mengobservasi perilaku klien yang
mendukung bukti ketergantungan obat.
a. Anggota keluarga.
b. Kemampuan menjalankan Activity of Daily Living (ADL).
c. Pola makan, pengaruh budaya klien.
d. Sumber keuangan klien

b. Data Obyektif
Dapat diketahui dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan laboratorium. Jangan
lupa, anda harus memusatkan perhatian pada gejala-gejala dan organ-organ yang
kemungkinan besar terpengaruh oleh obat.

14
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dibuat berdasarkan hasil pengkajian. Dibawah ini beberapa
contoh diagnosa keperawatan NANDA untuk terapi obat.
a. Kurang pengetahuan tentang terapi obat yang berhubungan dengan :
1) Kurang informasi dan pengalaman.
2) Keterbatasan kognitif.
3) Tidak mengenal sumber informasI.
b. Ketidakpatuhan terhadap terapi obat yang berhubungan dengan :
1) Sumber ekonomi yang terbatas.
2) Keyakinan tentang kesehatan.
3) Pengaruh budaya.
c. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan :
1) Penurunan kekuatan.
2) Nyeri dan ketidaknyamanan.
d. Perubahan sensori atau persepsi yang berhubungan dengan :
1) Pandangan kabur
e. Ansietas yang berhubungan dengan:
1) Status kesehatan yang berubah atau terancam.
2) Status sosial ekonomi yang berubah atau terancam.
3) Pola interaksi yang berubah atau terancam.
f. Gangguan menelan yang berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuscular.
2) Iritasi rongga mulut.
3) Kesadaran yang terbatas.
g. Penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif yang berhubungan dengan :
1) Terapi obat yang kompleks.
2) Pengetahuan yang kurang

3. Perencanaan
Fase perencanaan ditandai dengan penetapan lingkup tujuan, atau hasil yang
diharapkan. Lingkup tujuan yang efektif memenuhi hal berikut ini :
1) Berpusat pada klien dan dengan jelas menyatakan perubahan yang diharapkan.
2) Dapat diterima (pasien dan perawat).

15
3) Realistik dan dapat diukur.
4) Dikerjakan bersama.
5) Batas waktu jelas.
6) Evaluasi jelas.
Sebagai salah satu contoh adalah klien mampu mandiri dalam memberikan
dosis insulin yang diresepkan pada akhir sesi ketiga dari pendidikan kesehatan
yang dilakukan perawat. Perawat mengatur aktivitas perawatan untuk memastikan
bahwa teknik pemberian obat aman. Perawat juga dapat merencanakan untuk
menggunakan waktu selama memberikan obat. Pada situasi klien belajar
menggunakan obat secara mandiri, perawat dapat merencanakan untuk
menggunakan semua sumber pengajaran yang tersedia.
Apabila klien dirawat di rumah sakit,sangat penting bagi perawat untuk tidak
menunda pemberian instruksi sampai hari kepulangan klien. Baik,seorang klien
mencoba menggunakan obat secara mandiri maupun perawat yang bertanggung
jawab memberikan obat, sasaran berikut harus dicapai : Tidak ada komplikasi yang
timbul akibat rute pemberian obat yang digunakan. Efek terapeutik obat yang
diprogramkan dicapai dengan aman sementara kenyamanan klien tetap
dipertahankan. Klien dan keluarga memahami terapi obat. Pemberian obat secara
mandiri dilakukan dengan aman.
4. Implementasi
Implementasi meliputi tindakan keperawatan yang perlu untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Penyuluhan dan pengajaran pada fase ini merupakan
tanggungjawab perawat. Dalam beberapa ruang lingkup praktek, pemberian obat
dan pengkajian efek obat juga merupakan tanggung jawab keperawatan yang
penting. Selain itu dalam perawat harus mampu mencegah resiko kesalahan dalam
pemberian obat. Kesalahan pengobatan adalah suatu kejadian yang dapat membuat
klien menerima obat yang salah atau tidak mendapat terapi obat yang tepat
Kesalahan pengobatan dapat dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam
pembuatan resep, transkripsi, persiapan, penyaluran, dan pemberian obat. Perawat

16
sebaiknya tidak menyembunyikan kesalahan pengobatan. Pada catatan status klien,
harus ditulis obat apa yang telah diberikan kepada klien, pemberitahuan kepada
dokter, efek samping yang klien alami sebagai respons terhadap kesalahan
pengobatan dan upaya yang dilakukan untuk menetralkan obat.
Perawat bertanggung jawab melengkapi laporan yang menjelaskan sifat
insiden tersebut. Laporan insiden bukan pengakuan tentang suatu kesalahan atau
menjadi dasar untuk memberi hukuman dan bukan merupakan bagian catatan
medis klien yang sah. Laporan ini merupakan analisis objektif tentang apa yang
terjadi dan merupakan penatalaksanaan risiko yang dilakukan institusi untuk
memantau kejadian semacam ini. Laporan kejadian membantu komite interdisiplin
mengidentifikasi kesalahan dan menyelesaikan masalah sistem di rumah sakit yang
mengakibatkan terjadinya kesalahan.

2.6 Prinsip Pemberian Obat


1. Benar Pasien
Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien dan
meminta klien menyebutkan namanya sendiri. Sebelum obat diberikan, identitas
pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau
ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup
berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien
mengangguk.
Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau
kesadaran, harus dicari cara identifikasiyang lain seperti menanyakan langsung
kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.Jadi
terkait dengan klien yang benar, memiliki implikasi keperawatan diantaranya
mencakup memastikan klien dengan memeriksa gelang identifikasi dan
membedakan dua klien dengan nama yang sama.
2. Benar Obat

17
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama
dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama
generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau
kandungan obat. Untuk menghindari kesalahan, sebelum memberi obat kepada
pasien, label obat harus dibaca tiga kali : (1) pada saat melihat botol atau kemasan
obat, (2) sebelum menuang/ mengisap obat dan (3) setelah menuang/mengisap
obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus
dikembalikan ke bagian farmasi.
Perawat harus ingat bahwa obat-obat tertentu mempunyai nama yang
bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip, misalnya digoksin dan digitoksin,
quinidin dan quinine, Demerol dan dikumarol, dst. Bagaimana implikasi
keperawatannya? Dapatkah saudara menyebutkannya? Benar, implikasi
keperawatannya adalah pertama, periksa apakah perintah pengobatan lengkap dan
sah. Jika perintah tidak lengkap atau tidak sah, beritahu perawat atau dokter yang
bertangung jawab. Kedua, ketahui alasan mengapa pasien mendapat terapi tersebut
dan terakhir lihat label minimal 3 kali.
3. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu,
perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker,
sebelum dilanjutkan ke pasien. Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus
mempunyai dasar pengetahuan mengenai rasio dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis
obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain. Jika pasien
meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi.
Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda
tiap ampul atau tabletnya. Misalnya dapat dilihat pada gambar dibawah, Diazepam
Tablet, dosisnya berapa? Ini penting !! karena 1 tablet amplodipin dosisnya ada 5
mg, ada juga 10 mg. Jadi anda harus tetap hati tetap hati hati dan teliti! Implikasi
dalam keperawatan adalah perawat harus menghitung dosis dengan benar.
4. Benar Rute

18
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja
yang diinginkan. Obat dapat diberikan melalui oral, sublingual, parenteral, topikal,
rektal, inhalasi.
5. Benar Waktu
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan.
Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d (dua
kali sehari), t.i.d (tiga kali sehari), q.i.d (empat kali sehari), atau q6h (setiap 6 jam),
sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan. Jika obat mempunyai
waktu paruh (t .) yang panjang, maka obat diberikan sekali sehari. Obat-obat
dengan waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu
yang tertentu. Beberapa obat diberikan sebelum makan dan yang lainnya diberikan
pada saat makan atau bersama makanan (Kee and Hayes, 1996).
Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang
diperlukan, harus diberikan satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian
antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu/produk susu karena kandungan
kalsium dalam susu/produk susu dapat membentuk senyawa kompleks dengan
molekul obat sebelum obat tersebut diserap. Ada obat yang harus diminum setelah
makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam
mefenamat.
Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan,
karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari
obat.
1. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
2. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari. Misalnya seperti
dua kali sehari, tiga kali sehari, empat kali sehari dan 6 kali sehari sehingga
kadar obat dalam plasma tubuh dapat diperkirakan.

19
3. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t . ). Obat yang
mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali sehari dan untuk obat yang
memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu
tertentu.
4. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan
atau bersama makanan.
5. Memberikanobat-obat seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi mukosa
lambung sehingga diberikan bersama-sama dengan makanan.
6. Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah
dijadwalkan untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang
merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat.
6. Benar Dokumentasi
Sebagai suatu informasi yang tertulis, dokumentasi keperawatan merupakan
media komunikasi yang efektif antar profesi dalam suatu tim pelayanan kesehatan
pasien. Disamping itu dokumentasi keperawatan bertujuan untuk perencanaan
perawatan pasien sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan, sumber data
untuk penelitian bagi pengembangan ilmu keperawatan, sebagai bahan bukti
pertanggung jawaban dan pertanggunggugatan pelaksanaan asuhan. Dokumentasi
merupakan suatu metode untuk mengkomunikasikan suatu informasi yang
berhubungan dengan manajemen pemeliharaan kesehatan, termasuk pemberian
obat-obatan.
Dokumentasi merupakan tulisan dan pencatatan suatu kegiatan/aktivitas
tertentu secara sah/legal. Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan
penulisan dan pencatatan yang dilakukan oleh perawat tentang informasi kesehatan
klien termasuk data pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi
keperawatan (Carpenito, 1998) Dalam hal terapi,setelah obat itu diberikan, harus
didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien
menolak meminum obatnya atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat
alasannya dan dilaporkan.

20
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kerja Obat
1. Usia.
2. Waktu pemberian.
3. Berat badan.
4. Jenis kelamin.
5. Lingkungan.
6. Faktor genetik.
7. Kondisi individu.

2.8 Cara Pemberian Obat


1. Oral
Adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga
mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN. Beberapa jenis obat dapat
mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan muntah (misalnya garam besi
dan salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat dipersiapkan dalam bentuk kapsul
yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi menjadi hancur
pada suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus
kapsul tidak boleh dibuka, obat tidak boleh dikunyah dan pasien diberitahu untuk
tidak minum antasida atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah minum obat.
2. Parenteral
Kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti
usus, jadi parenteral berarti diluar usus atau tidak melalui saluran cerna. Obat dapat
diberikan melalui intracutan, subcutan, intramusculer dan intravena. Perawat harus
memberikan perhatian pendekatan khusus pada anak-anak yang akan mendapat
terapi injeksi dikarenakan adanya rasa takut.
3. Topikal

21
Yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep,
losion, krim, spray, tetes mata.
4. Rektal
Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek
lokal seperti konstipasi (dulcolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak
sadar/kejang (stesolid supp). Pemberian obat melalui rektal memiliki efek yang
lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya
tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5. Inhalasi
Yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki
epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian
obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent,
berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.

2.9 Prosedur Pemberian Obat Melalui Parenteral


1. Secara Intramuscular
a. Pengertian
Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi
penyuntikan dapat dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi
ventrogluteal (posisi berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan
atas (deltoid).
b. Tujuan
Agar obat di absorbs tubuh dengan cepat.
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a) Tempat injeksi.
b) Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
c) Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
d) Kondisi atau penyakit klien.

22
e) Obat yang tepat dan benar.
f) Dosis yang diberikan harus tepat.
g) Pasien yang tepat.
h) Cara atau rute pemberian obat harus tepat dan benar
c. Indikasi dan kontra indikasi
1. Indikasi :
Bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja
sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas
dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di
bawahnya.
2. Kontra indikasi :
Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar
di bawahnya.
d. Alat dan bahan
a. Daftar buku obat/catatan dan jadwal pemberian obat.
b. Obat dalam tempatnya.
c. Spuit da jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk dewasa panjangnya
2,5-3 cm, untuk anak-anak panjangnya 1,25-2,5 cm.
d. Kapas alkohol dalam tempatnya.
e. Cairan pelarut.
f. Bak injeksi.
g. Bengkok
e. Prosedur kerja:
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
c. Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah
itu letakkan dalam bak injeksi.
d. Periksa tempat yang akan di lakukan penyuntikan (perhatikan lokasi
penyuntikan).

23
e. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
f. Lakukan penyuntikan :
1. Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara, anjurkan pasien untuk
berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi.
2. Pada ventrogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk miring, tengkurap
atau telentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan
penyuntikan dalam keadaan fleksi.
cara, anjurkan pasien untuk tengkurapüPada daerah dorsogluteal dengan
dengan lutut di putar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atas
dan diletakkan di depan tungkai bawah.
cara, anjurkan
3. Pada daerah deltoid (lengan atas) dilakukan dengan pasien untuk duduk
atau berbaring mendatar lengan atas fleksi.
4. Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.
5. Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit, bila tidak ada darah yang
tertarik dalam spuit, maka tekanlah spuit hingga obat masuk secara
perlahan-lahan hingga habis.
6. Setelah selesai, tarik spuit dan tekan daerah penyuntikan dengan kapas
alcohol, kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam bengkok.
7. Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian.
8. Cuci tangan
g. Daerah Penyuntikan :
1. Bagian lateral bokong (vastus lateralis).
2. Butoks (bagian lateral gluteus maksimus).
3. Lengan atas (deltoid).
2. Secara Intravena
Secara tidak langsung.
a. Pengertian

24
Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan
obat ke dalam wadah cairan intra vena.
b. Tujuan
Pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan
efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Injeksi intra vena secara tidak langsung hanya dengan memasukkan cairan
obat ke dalam botol infuse yang telah di pasang sebelumnya dengan hati-hati.
2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
3. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
4. Obat yang baik dan benar.
5. Pasien yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang tepat
dan benar.
6. Dosis yang diberikan harus tepat.
tidak langsung harus tepat dan benar.
7. Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi
d. Indikasi dan kontra indikasi
1. Indikasi :
Bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja
sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
2. Kontra indikasi :
Tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan
endapan dengan protein atau butiran darah.
e. Alat dan bahan:
1. Spuit dan jarum sesuai ukuran
2. Obat dalam tempatnya.
3. Wadah cairan (kantung/botol).
4. Kapas alcohol dalam tempatnya.
f. Prosedur kerja

25
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Periksa identitas pasien dan ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantung. Alangkah baiknya
penyuntikan pada kantung infuse ini dilakukan pada bagian atas
kantung/botol infuse.
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol pada kantung/botol dan kunci
aliran infuse.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam
kantong/botol infuse/cairan.
7. Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan
kantung cairan dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain.
8. Ganti wadah atau botol infuse dengan cairan yang sudah di injeksikan obat
di dalamnya. Kemudian gantungkan pada tiang infuse.
9. Periksa kecepatan infuse.
10. Cuci tangan.
11. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis pemberian.
Secara langsung
a. Pengertian
Cara memberikan obat pada vena secara langsung. Diantaranya vena mediana
kubiti/vena cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena jugularis (leher),
vena frontalis/temporalis (kepala)
b. Tujuan
Pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi
langsung dan masuk ke dalam pembuluh darah.
c. Hal-hal yang diperhatikan
1. Setiap injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai 70 detik
lamanya.

26
2. Tempat injeksi harus tepat kena pada daerha vena.
3. Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
4. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
5. Kondisi atau penyakit klien.
6. Obat yang baik dan benar.
7. Pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.
8. Dosis yang diberikan harus tepat harus benar.
9. Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi
d. Indikasi dan kontra indikasi
1. Indikasi :
Bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.
2. Kontra indikasi :
Tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan
endapan dengan protein atau butiran darah.
e. Alat dan bahan
1. Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit sesuai dengan jenis ukuran
4. Kapas alcohol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut (aquades).
6. Bak injeksi.
7. Bengkok.
8. Perlak dan alasnya.
9. Karet pembendung.

f. Prosedur kerja
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

27
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik dengan cara membebaskan pakaian pada
daerah penyuntikan, apabila tertutup, buka dan ke ataskan.
4. Ambil obat pada tempatnya sesuai dosi yang telah ditentukan. Apabila obat
dalam bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan aquades steril.
5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi.
6. Tempatkan obat yang telah di ambil ke dalam bak injeksi.
7. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung pada bagian atas daerah yang
akan dilakukakn pemberian obat atau minta bantuan untuk membendung daerah
yang akan dilakukan penyuntikan dan lakukan penekanan.
9. Ambil spuit yang berisi obat.
10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke
pembuluh darah.
11. Lakukan aspirasi, bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan
langsung semprotkan hingga habis.
12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik secara perlahan-lahan dan lakukan
masase pada daerah penusukan dengan kapas alcohol, spuit yang telah
digunakan di masukkan ke dalam bengkok.
13. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
14. Cuci tangan.
g. Daerah Penyuntikan :
1. Pada Lengan (v. mediana cubiti / v. cephalika)
2. Pada Tungkai (v. Spahenous)
3. Pada Leher (v. Jugularis)
4. Pada Kepala (v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus pada anak – anak.

3. Secara Subcutan
a. Pengertian

28
Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan di bawah kulit yang dapat
dilakukan pada daerah lengan bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dairi
bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen).
b. Tujuan
Pemberian obat melalui jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan
dengan program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula
darah. Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena
adanya penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga
termasuk tipe lambat.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Tempat injeksi
2. Jenis spuit dan jarum suntik yang akan digunakan
3. Infeksi nyang mungkin terjadi selama injeksi
4. Kondisi atau penyakit klien
5. Apakah pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat
6. Obat yang akan diberikan harus benar
7. Dosis yang akan diberikan harus benar
8. Cara atau rute pemberian yang benar
9. Waktu yang tepat dan benar
d. Indikasi dan kontra indikasi
1. Indikasi :
Bisa dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama,
karena tidak memungkinkan diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi
kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya, obat
dosis kecil yang larut dalam air.

2. Kontra indikasi :

29
Obat yang merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam air atau
minyak.
e. Alat dan bahan
1. Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok perlak dan alasnya
f. Prosedur kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian.
Apabila menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.
4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu
tempatkan pada bak injeksi.
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
6. Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan
subkutan).
7. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45
derajat dari permukaan kulit.
8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga
habis.
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai
masukkan ke dalam bengkok.
10. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
11. Cuci tangan.
g. Daerah Penyuntikan :

30
1. Otot Bokong (musculus gluteus maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah
1/3 bagian dari Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus)
2. Otot paha bagian luar (muskulus quadriceps femoris)
3. Otot pangkal lengan (muskulus deltoideus)

4. Secara Intracutan
a. Pengertian
Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan
kulit. Intra kutan biasanya di gunakan untuk mengetahui sensivitas tubuh
terhadap obat yang disuntikkan.
b. Tujuan
Pemberian obat intra kutan bertujuan untuk melakukan skintest atau tes
terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui
jaringan intra kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara
umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Tempat injeksi
2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3. Infeksi yang mungkin terjadi selama infeksi
4. Kondisi atau penyakit klien
5. Pasien yang benar
6. Obat yang benar
7. Dosis yang benar
8. Cara atau rute pemberian obat yang benar
9. Waktu yang benar

d. Indikasi dan Kontra Indikasi

31
1. Indikasi :
Bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi.
Lokasinya yang ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian
atas.
2. Kontra Indikasi :
Luka, berbulu, alergi, infeksi kulit
e. Alat dan Bahan
1. Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit 1 cc/spuit insulin
4. Cairan pelarut
5. Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit)
6. Bengkok
7. Perlak dan alasnya.
f. Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan
panjang terbuka dan keatasan.
4. Pasang perlak/pengalas di bawah bagian yang akan disuntik
5. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquades.
Kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc dan
siapkan pada bak injeksi atau steril.
6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan
suntikan.
7. Tegangkan dengan tangan kiri daerah yang akan disuntik.
8. Lakukan penusukan dengan lubang jarum suntik menghadap ke atas
dengan sudut 15-20 derajat di permukaan kulit.

32
9. Suntikkkan sampai terjadi gelembung.
10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
11. Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/tes obat, waktu, tanggal dan
jenis obat.
g. Daerah Penyuntikan :
1. Dilengan bawah : bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3
dari pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.
2. Di lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus
deltoideus.

2.10 Prosedur Pemberian Obat Oral


a. Pengertian
Cara pemberian obat yang paling lazim adalah melalui mulut. Obat-obatan
oral tersedia dalam berbagai jenis yaitu pil, tablet, bubuk, syrup dan kapsul.
Selama pasien mampu menelan dan mempertahankan obat dalam perut, pemberian
obat peroral menjadi pilihan. Kontra indikasi pemberian obat peroral adalah bila
asien muntah , perlunya tindakan suction , kesadaran menurun atau kesulitan
menelan.
b. Tujuan
Memberikan pengobatan kepada pasien dengan efek sistemis, lokal atau
keduanya.
c. Prosedur Pemberian Obat Secara Oral
1. Persiapan
a) Alat dan Bahan
1) Kartu obat, Kardex, atau formula pencatat.
2) Baki / tray obat.
3) Cangkir obat sekali pakai / gelas pengukur / sendok.
4) Segelas air atau sari buah.
5) Sedotan untuk minum.

33
b) Pasien
1) Kaji apakah pasien alergi terhadap obat
2) Kaji terhadap setiap kontraindikasi untuk pemberian obat oral
3) Apakah pasien mengalami kesulitan dalam menelan, mual atau muntah,
inflamasi usus atau penurunan peristaltik, operasi gastrointestinal terakhir,
penurunan atau tidak terdengar bising usus, dan suksion lambung.
4) Kaji pengetahuan dan kenutuhan pembelajaran tentang pengobatan.
5) Kaji tanda-tanda vital pasien.
2. Langkah-langkah Prosedur
a. Cek order pengobatan dan periksa keakuratan serta kelengkapan kartu obat,
bentuk, atau pint-out dengan pesanan tertulis dari dokter, perhatikan nama
pasien, nama dan dosis obat, cara dan waktu pemberian serta expire date.
Laporkan setiap ketidakjelasan pesanan.
b.Verifikasi kembali kemampuan pasien dalam pemberian obat secara oral.
c. Siapakan peralatan atau kumpulkan peralatan yang disebutkan diatas.
d.Cuci tangan
e.Ambil obat yang diperlukan, perhatikan dengan seksama.
f. Hitung dosis secara akurat
g. Recek kembali obat dengan order

2.11 Prosedur Pemberian Obat Topikal


a. Pengertian
Memberikan obat pada kulit dengan cara mengoleskan.
b. Tujuan
Tujuan pemberian obat pada kulit adalah
1. Untuk mempertahankan hidrasi
2. Melindungi permukaan kulit
3. Mengurangi iritasi kulit
4. Mengatasi infeksi

34
c. Prosedur
1. Persiapan Alat
a. Obat / agen topikal yang dipesankan misal krim, lotion, aerosol, sprai atau
bubuk.
b. Kartu atau formulir obat.
c. Kasa kecil steril.
d. Sarung tangan sekali pakai atau steril.
e. Aplikator berujung kapas atau tong spatel.
f. Baskom dengan air hangat, waslap, handuk dan sabun basah.
g. Kasa balutan, penutup plastik, plester.
2. Persiapan Pasien
a. Kaji apakah pasien alergi terhadap obat.
b. Kaji terhadap setiap kontraindikasi untuk pemberian obat.
c. Kaji pengetahuan dan kebutuhan pembelajaran tentang pengobatan.
d. Kaji tanda-tanda vital pasien.
3. Langkah Prosedur
a. Cuci tangan.
b. Atur peralatan di samping tempat tidur pasien.
c. Tutup gorden/pintu ruangan.
d. Periksa identitas pasien dengan benar atau tanyakan nama pasien langsung
e. Posisikan pasien dengan nyaman. Lepaskan pakaian atau linen tempat tidur,
pertahankan area yang tak digunakan tertutup.
g. Inspeksi kondisi kulit pasien secara menyeluruh. Cuci area yang sakit,
lepaskan semua debris dan kulit yang mengeras (kerak) atau gunakan sabun
basah ringan.
h. Keringkan atau biarkan area kering oleh udara.
i. Bila kulit terlalu kering dan mengeras, gunakan agen topikal saat kulit masih
basah.
j. Kenakan sarung tangan bila ada indikasi.

35
k. Oleskan agen topikal seperti:
a. Krim, Salep dan Lotion Mengandung Minyak
a. Letakkan 1 sampai 2 sendok the obat di telapak dan lunakkan dengan
menggosokkan lembut diantara kedua tangan.
b. Bila obat telah melunak dan lembut, usapkan merata diatas permukaan
kulit. Lakukan gerakan memanjang searah pertumbuhan bulu.
c. Jelaskan pada pasien bahwa kulit dapat terasa berminyak setelah
pemberian obat.
b. Salep Antiangina (Nitrogliserin)
a. Letakkan salep diatas kertas pengukur sesuai dosis
b. Kenakan sarung tangan sekali pakai (disposable) bila diperlukan.
Oleskan salep pada permukaan kulit dengan memegang tepi atau
bagian belakang kertas pembungkus dan
c. Menempatkan salep di atas kulit. Jangan menggosok atau masase salep
pada kulit.
d. Tutup salep dan lapisi dengan penutup plastik lalu plester dengan aman.
c. Sprei Aerosol
a. Kocok wadah dengan keras
b. Baca label untuk jarak yang dianjurkan untuk memegang sprai menjauh
area (biasanya 15 – 30 cm).
c. Bila leher atau bagian atas dada harus disemprot, minta pasien untuk
memalingkan wajah dari arah sprai.
d. Semprotkan obat dengan merata pada bagian yang sakit (pada beberapa
kasus penyemprotan ditetapkan waktunya selama beberapa detik).

d. Lotion Mengandung Suspensi


a. Kocok wadah dengan kuat

36
b. Oleskan sejumlah kecil lotion pada kasa balutan atau bantalan kecil dan
oleskan pada kulit dengan menekan merata searah pertumbuhan bulu.
c. Jelaskan pada pasien bahwa area akan terasa dingin dan kering.
e. Bubuk
a. Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh.
b. Regangkan dengan baik bagian lipatan kulit seperti diantara ibu jari atau
bagian bawah lengan.
c. Bubuhkan area kulit dengan obat bubuk halus tipis-tipis.
d. Tutup area kulit dengan balutan sesuai program dokter.
e. Bantu posisi pasien senyaman mungkin, kenakan kembali baju pasien.
f. Buang peralatan yang basah pada wadah yang disediakan dan cuci
tangan.

2.12 Prosedur Pemberian Obat Supositoria


a. Pengertian
Banyak obat tersedia dalam bentuk supositoria dan dapat menimbulkan efek
lokal dan sistemik. Amiinofilin supositoria bekerja secara sistemik untuk
mendilatasi bronkiale respiratori. Dulkolak supositoria bekerja secara lokal untuk
meningkatkan defekasi. Supositoria aman diberikan pada pasien. Perawat harus
memperhatikan terutama pada penempatan supositoria dengan benar pada dinding
mukosa rektal melewati spingter ani interna sehingga supositoria tidak akan
dikeluarkan. Pasien yang mengalami pembedahan rektal atau mengalami
perdarahan rektal jangan pernah diberikan supositoria.
b. Tujuan
1. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik.
2. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan.
c. Prosedur Pemberian Obat
1. Persiapan Peralatan

37
a. Kartu atau formulir obat, buku catatan pengobatan
b. Supositoria rektal
c. Jeli pelumas
d. Sarung tangan bersih sekali pakai
e. Tisu
2. Persiapan pasien
a. Kaji program pengobatan dokter untuk mengetahui nama obat, dosis dan rute
obat.
b. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
c. Jelaskan prosedur pada pasien.
d. Jaga privasi pasien dengan menutup pintu atau menarik korden.
e. Pastikan pencahayaan cukup.
3. Langkah-langkah
a. Kenali pasien / identitas pasien atau tanyakan namanya langsung.
b. Bandingkan label obat dengan buku catatan pengobatan sekali lagi
c. Bantu pasien dalam posisi miring (Sims) dengan tungkai bagian atas fleksi ke
depan.
d. Jaga agar pasien tetap terselimuti dan hanya area anal saja yang terlihat.
e. Ambil supositoria dari bungkusnya dan beri pelumas pada ujung bulatnya
dengan jeli. Beri pelumas sarung tangan pada jari telunjuk dari tangan
dominan Anda.
f. Minta pasien untuk menarik nafas perlahan melalui mulut dan untuk
melemaskan spingter ani.
g. Tarik bokong pasien dengan tangan non dominan Anda. Dengan jari telunjuk
yang tersarungi, masukkan perlahan supositoria melalui anus, spingter anal
internal dan mengenai dinding rektal atau sekitar 10 cm pada orang dewasa
dan 5 cm pada anak-anak dan bayi.
h. Keluarkan jari Anda dan usap area anal pasien dengan tisu.
i. Minta pasien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama 5 menit.

38
j. Bila supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses letakkan lempu
pemanggil dalam jangkauan pasien sehingga pasien dapat mencari bantuan
untuk mengambil pispot atau ke kamar mandi.
k. Lepas sarung tangan dengan membalik bagian dalam ke luar dan buang
dalam wadah yang telah disediakan.
l. Cuci tangan Anda.
m. Catat obat yang telah diberikan dalam catatan pemberian obat.

BAB III

39
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau
binatang sebagai perawatan, pengobatan, atau bahkan pencegahan terhadap berbagai
gangguan yang terjadi di dalam tubuh. Dalam pelaksanaannya, tenaga medis
memiliki tanggung jawab dalam keamanan obat dan pemberian secara langsung ke
pasien.hal ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Penggolongan obat sangat banyak macamnya, mulai dari logo pada kemasan
obat yang dapat membedakan jenis obat, cara pemberian obat dan bentuk-bentuk
obat.
Cara pemberian obat sendiri terdiri dari oral, sublingual, topikal, parenteral
dan inhalasi. Bentuk obat terdiri dari obat padat seperti pil, tablet dan ada juga obat
semi padat seperti obat suspensi serta ada obat cair yaitu sirup.
Enam prinsip pemberian obat terdiri dari benar pasien, benar obat, benar
dosis, benar cara pemberian, benar waktu dan benar dokumentasi.
Faktor yang mempengaruhi kerja obat adalah usia, waktu pemberian, berat
badan, jenis kelamin, lingkungan, faktor genetik dan kondisi individu.

DAFTAR PUSTAKA

40
Priharjo, Robert. 1995. Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat, Jakarta: EGC

Hidayat, AAA. Uliyah, Musriful. 2005. Buku Saku Pratikum: Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta:EGC

Potter, Patricia A. 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik Edisi
1. Jakarta: EGC

Hidayat, AAA, Uliyah, Musriful. 2008. Konsep Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan Edisi 2. Jakarta:Salemba Medika

Drs. H. Syamsuni, Apt. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta:
Buku Kedokteran.

Syamsuni, H.A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Lestari, Siti. 2016. Farmakologi dalam Keperawatan. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. Pusdik SDM Kesehatan. Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan SDM Kesehatan.

Murini, Tri. 2013. Bentuk Sediaan Obat (BSO) Dalam Preskripsi. UGM-Press.
Yogyakrta

41

Anda mungkin juga menyukai