Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

“REKONSILIASI FISKAL PT. MAKIN MAJU Tbk”


DOSEN :ADRIYANTI AGUSTINA PUTRI, SE., M..Ak.Ak.CA

Diajukan sebagai tugas mata kuliah


Perpajakan 2

Kelompok 1 :

ARRI PUTRA (160301226)


DEDY IRFAN (160301223)
RONNY HERMAN (160301247)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2018
PT. Makin Maju Tbk yang berdiri 1 Maret 2005 berusaha dibidang pertenunan. Berikut
ini laporan laba-rugi perusahaan (komersial) yang berakhir per 31 Desember 2014 :
T. Makin Maju Tbk
Laporan Perhitungan Laba Rugi
Per 31 Desember 2014
Penjualan 765.300.000
HPP (450.000.000)
Laba Kotor 315.300.000
Total Biaya usaha (212.900.000)
Laba Sebelum Pajak 102.400.000
Pajak Penghasilan (13.220.000)
Laba Setelah Pajak 89.180.000

Total Biaya Usaha terdiri atas :


Gaji Karyawan 120.000.000
Penyusutan Mesin 10.000.000
Penyusutan Gedung 25.000.000
Penyusutan Tanah 2.000.000
Biaya Pengeluaran Saham 500.000
Premi Asuransi Kebakaran 200.000
Sumbangan Korban Banjir 100.000
Piutang Ragu-ragu 500.000
Cadangan Umum 20.000.000
Dividen yang Dibayar 30.000.000
PPh Pasal 25yang Dibayar 4.600.000
Total Biaya Usaha 212.900.000

Diminta :
1. Buatlah laporan rekonsiliasi fiskal, dan hitunglah PPh yang masih harus dibayar.
(Berdasarkan analisis Informasi Tambahan).
2. Tentukan besarnya PPh yang terutang dan PPh yang masih harus dibayar oleh PT. Maju
Jaya Tbk untuk masa pajak 2014.
Informasi Tambahan dari Perusahaan :
1. Dalam jumlah gaji karyawan sebesar Rp. 120.000.000 termasuk pengeluaran pribadi
direktur utama sebesar Rp. 150.000/bulan untuk biaya supir dan iuran asuransi
kecelakaan dan kematian karyawan Rp 10.000.000 dan beras yang dibagikan kepada
karyawan Rp. 2.000.000.
2. Hasil stock opname ditemukan nilai persediaan akhir lebih tinggi Rp. 50.000.000 dari
nilai yang dilaporkan dalam laporan laba rugi.
3. Harga perolehan mesin adalah Rp. 50.000.000 dan disusutkan setahun 20% (metode
saldo menurun), mesin tersebut memiliki masa manfaat 4 tahun.
4. Gedung dengan harga perolehan Rp. 250.000.000 disusutkan sebesar 10% (metode garis
lurus).
5. Tanah disusutkan 2% setahun (metode garis lurus).
6. Piutang ragu-ragu dihapuskan karena yang bersangkutan ternyata telah meninggalkan
Indonesia untuk selamanya tanpa diketahui alamatnya.
7. Cadangan umum adalah penyisihan laba rugi untuk tujuan umum (merupakan
pembentukan cadangan).

Informasi yang diperoleh dari Laporan Laba-Rugi :


1. Sumbangan korban banjir.
2. Dividen yang dibayar.
3. PPh Pasal 25 yang dibayar.
Analisis Informasi Tambahan :
1. Karena Rp. 150.000 merupakan pengeluaran pribadi maka tidak boleh dikurangkan
terhadap penghasilan bruto perusahaan, sehingga dalam satu tahun = Rp. 150.000 x 12
bulan = Rp. 1.800.000. Demikian juga asuransi kecelakaan dan kematian karyawan yang
dibayar oleh karyawan Rp. 10.000.000 juga tidak boleh dikurangkan terhadap
penghasilan bruto perusahaan. Adapun beras yang dibagikan kepadan karyawan sebesar
Rp. 2.000.000 termasuk natura sehingga tidak boleh dikurangkan terhadap penghasilan
bruto perusahaan. Total koreksi fiskal positif karena mengakibatkan laba kena pajak
meningkat adalah sebesar Rp. 13.800.000
2. Stok opname merupakan cara perhitungan persediaan akhir secara fisik atau secara
lansung. Nilai persediaan akhir ini berpengaruh pada nilai harga pokok penjualan. Jika
hasil stok opname ditemukan nilai persediaan akhir lebih tinggi Rp. 50.000.000 dari nilai
yang dilaporkan dalam laporan laba rugi, maka nilai persediaan akhir tersebut perlu
dikoreksi agar sesuai dengan nilai persediaan akhir sesungguhnya. Akibat HPP juga perlu
dikoreksi, dimana jika persediaan akhir naik maka HPP akan turun. Turunnya HPP ini
akan berakibat naiknya laba kotor atau laba kena pajak. Maka koreksi sebesar Rp.
50.000.000 ini disebut koreksi fiskal positif.
3. Peraturan perpajakan menetapkan bahwa tarif penysutan untuk harta tetap yang
disusutkan dengan metode saldo menurun adalah sebesar 50% dari harga perolehannya.
Dengan demikian, wajib pajak dalam memlakukan penyusutan harga tetap kurang 30%,
sehingga penyusutan mesin ini perlu ditambahkan atau dikoreksi 30% x Rp. 50.000.000 =
Rp. 15.000.000. karena adanya penambahan biaya penyusutan maka akan menjadikan
turunnya laba kena pajak,maka koreksi fisikalnya disebut koreksi fiskal negatif.
4. Peraturan perpajakan mengklasifikasikan bangungan menjadi bangunan permanen dan
bangunan tidak permanen. Besarnya tarif penyusutan untuk bangunan permanen sebesar
5% dan bangunan tidak permanen sebesar 10% dari harga perolehan. Karena gendung
merupakan bangunan permanen, maka biaya penyusutan perlu dikoreksi atau diturunkan
5% x Rp 250.000.000 = Rp. 12.500.000. turunnya biaya penyusutan mengakibatkan
naiknya laba kotor atau laba kenak pajak. Maka koreksi ini disebut koreksi fiskal positif.
5. Tanah, dalam UU perpajakan tidak boleh disusutkan, kecuali tanah yang yang digunakan
produksi, misalnya untuk pembuatan batubata, genting, gerabahdan sejenisnya. Tidak
berlaku jika tanah yang digunakan untuk memproduksi batu bata, genting dan sejenisnya
tersebut dari hasil membeli. Dengan demikian penyusutan atas tanah ini harus dikoreksi
atau dikeluarkan dari biaya penyusutan. Akibatnya laba kena pajak akan naik sebesar
penghapusan biaya penyusutan tanah sebesar Rp. 2.000.000 koreksi ini dinamakan
koreksi fiskal positif.
6. Pada kasus ini, piutang ragu ragu dapat diklasifikasikan sebagai sebagai piutang yang
tidak dapat tertagih secara riil. Sehingga telah sesuai dengan aturan perpajakan dan dapat
diperlakukan sebagai pengurang penghasilan dalam menghitung laba kena pajak. Dengan
demikian tidak terjadi koreksi fiskal atas hal ini.

Anda mungkin juga menyukai