Anda di halaman 1dari 22

TEORI KEMISKINAN KONTEMPORER DAN IMPLIKASI

PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT.

Aribowo

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


2

Daftar Isi

A. Pendahuluan..................................................................................................... 2
B. Definisi Kemiskinan......................................................................................... 3
C. Lima teori kemiskinan kontemporer................................................................ 4
1. a. Kemiskinan yang disebabkan oleh ketidak mampuan individu................... 4
b. Program anti kemiskinan dari perspektif teori individual............................ 6
2. a. Kemiskinan yang disebabkan oleh sistem budaya kemiskinan ................... 7
b. Program anti kemiskinan dari perspektif budaya kemiskinan..................... 9
3. a. Kemiskinan yang disebabkan oleh distorsi sistem ekonomi, sosial,
maupun politik, atau diskriminasi............................................................... 10
b. Program-program pemberantasan kemiskinan akibat distorsi sistem
ekonomi, sosial, politik, maupun diskriminasi............................................. 13
4. a. Kemiskinan karena kesenjangan geografis................................................... 15
b. Program Pemberantasan Kemiskinan dari Perspektif kemiskinan
geografis....................................................................................................... 16
5. a. Kemiskinan Holistik dan Lingkaran Ketergantungan yang Rumit............. 17
b. Program anti kemiskinan dari perspektif teori siklus kemiskinan.............. 19

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


3

A. Pendahuluan.

Paper ini dimaksudkan untuk memberikan suatu gambaran ringkas tentang


lima teori utama dalam menganalisis kemiskinan, dan menggambarkan bagaimana
teori-teori ini membentuk dan mengarahkan strategi yang dilakukan dalam
pengembangan masyarakat untuk mengatasi masalah. Masing-masing teori memiliki
perbedaan cara pandang maupun kerangka analisis yang digunakan. Dengan
demikian, program pengentasan kemiskinan yang didasarinya juga memiliki
perbedaan tertentu yang cukup signifikan. Paper ini akan menyoroti 5 teori besar
tentang kemiskinan. Kelima teori ini adalah 1) Defisiensi individual (individual
deficiencies), 2) Sistem budaya tertentu yang mengekalkan masalah kemiskinan, 3)
Ketidak cocokan struktur ekonomi politik, 4) kesenjangan geografis, 5) komprehensif
dan siklus kumulatif. Pemahaman tentang teori yang melandasi analisis terhadap
kemiskinan ini akan sangat membantu dalam mengarahkan diskusi-diskusi tentang
kebijakan serta penentuan program apa yang harus diambil dalam mengatasi
kemiskinan tersebut. Walaupun tidak ada satu teori yang dapat menjelaskan semua
permasalahan kemiskinan yang sangat kompleks, paper ini ditujukan untuk
menggambarkan bagaimana program-program pengembangan masyarakat yang
diarahkan oleh teori tunggal tentang kemiskinan maupun praktek CD yang dijalankan
atas landasan teori yang bersifat kompleks yang saling mengisi, yang biasanya lebih
efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Pengembangan masyarakat memiliki berbagai strategi yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran dalam masyarakat yang kurang
beruntung, Kelompok sasaran ini biasanya adalah kemiskinan. Orang atau komunitas
miskin bisa berada di perkotaan maupun di perdesaan, di daerah pinggiran maupun di
pusat kehidupan modern, bisa merupakan kelompok minoritas maupun bukan, mereka
bisa berada dalam lingkungan masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian yang
kuat maupun yang lemah. Pada dasarnya, kemiskinan sudah merupakan bagian yang
menjadi pusat perhatian program pengembangan masyrakat dalam waktu yang sudah
cukup lama, akan tetapi kita belum belum menganalisisnya secara kontinyu dengan

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


4

mengkaitkannya dengan teori yang mendasari praktek-praktek pengembangan


masyarakat yang diarahkan untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Anggapan dasar yang melandasi tulisan ini adalah bahwa program
pemberantasan kemiskinan yang ada selalu dirancang, dipilih, dan diimplementasikan
sesuai teori tertentu yang digunakan untuk menjelaskan tentang penyebab kemiskinan.
Definisi tentang kemiskinan serta teori-teori yang digunakan untuk menjelaskannya,
berakar secara mendalam pada tradisi pegembangan ilmu maupun nilai-nilai sosial
politis. Tradisi serta nilai ini diperkuat oleh institusi-institusi sosial, poltik, maupun
ekonomi yang mempertegas pandangan yang ada. Dengan demikian, penjelasan
obyektif tentang kemiskinan dibiaskan oleh isu-isu tertentu yang dipaksakan secara
sosial oleh perspektif liberal maupun konservatif.

B. Definisi Kemiskinan.
Kemiskinan dalam pengertian umum, merupakan suatu kondisi kurang
terpenuhinya kebutuhan orang. Kebutuhan pangan dasar, perumahan, pelayanan
kesehatan, serta rasa aman pada umumnya dilandaskan pada nilai ketercukupan yang
diakui bersama sesuai dengan martabat manusia. Namun demikian, apa yang
dianggap cukup oleh satu orang belum tentu dianggap cukup pula oleh orang lain.
Kebutuhan merupakan sesuatu yang bersifat relatif tentang apa yang mungkin dan
semuaya itu ditentukan oleh definisi yang diakui bersama yang berlandaskan pada
pengalaman masa lalu (Sen, 1999). Valentine (1968) mengatakan bahwa esensi
kemiskinan adalah ketidaksamaan. Dengan kata lain, makna dasar dari kemiskinan
adalah ketidaksamaan atau kesenjangan relatif.
Definisi sosial (relatif) dari kemiskinan memungkinkan terjadinya fleksibilitas
dalam memaksa kepedulian lokal, dengan demikian, definisi obyektif kemiskinan
yang dilandaskan pada perbandingan dengan wilayah lain, juga banyak digunakan.
Definisi paling umum tentang kemiskinan obyektif adalah ukuran-ukuran statistik
yang biasanya dilakukan oleh pemerintah, misalnya penghasilan minimal untuk
bertahan hidup. Konsep garis kemiskinan pertama kali dikembangkan oleh Mollie
Orshansky dari Departemen Pertanian Amerika Serikat tahun 1963. Definisi tentang
batas kemiskinan ini sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah dalam rangka
mengatasi masalah tersebut. Ilmu pengetahuan tentang kemiskinan (science of
poverty), atau yang oleh O’Connor disebut sebagai “knowledge of poverty” , sangat

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


5

dipengaruhi oleh kehidupan politis, atau bahkan ditentukan oleh kebijakan


pemerintah.
Kenyataan tentang status kesenjangan serta kepentingan tertentu yang
membuat penelitian-penelitian tentang kemiskinan tak dapat terpisahkan dari bias
plitik. Dalam hal seperti ini, agenda-agenda politik tertentu telah menjadi salah satu
faktor penentu definisi tentang kemiskinan disamping pemilihan teori untuk
menganalisisnya. Kepentingan politik tertentu yang kuat akan mengatur bagaimana
masalah kemiskinan harus didiskusikan, serta bagaimana masalah tersebut sebaiknya
diatasi.

C. Lima teori kemiskinan kontemporer


Pada literatur terkini tentang kemiskinan, dijelaskan berbagai pandangan
tentang kemiskinan dari pendekatan teoritik yang berbeda-beda pula. Pada dasarnya,
teori tentang kemiskinan terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu teori yang
menyoroti kemiskinan yang disebabkan oleh kekurangan individual (konservatif) serta
teori yang menganalisis akar penyebabnya pada tataran fenomena yang lebih luas
(liberal atau progresif). Goldsmith dan Blakely (1989) menggambarkan dikotomi
seperti ini pada konsep yang dijelaskan sebagai “kemiskinan sebagai patologi” dan
“kemiskinan sebagai suatu struktur”, Jennings (1999) menggambarkan dikotomi
kemiskinan ini sebagai “konsepsi individual dan konsepsi kemasyarakatan”. Rank
menggambarkan secara jelas, bahwa jika kita melihat kemiskinan hanya dari
perspektif kegagalan individual, maka kita berarti berada pada situasi yang salah
tempat.
Kegagalan struktural, ekonomi, politik, maupun sistem sosial merupakan
penyebab yang tak kalah pentingnya dalam analisis tentang kemiskinan.
Bagaimanapun, masing-masing teori tersebut memiliki karakteristiknya sendiri,
keunggulannya sendiri, serta, dengan demikian memiliki implikasi yang berbeda pula
dalam bentuk intervensi yang harus dilakukan dalam mengatasinya. Untuk
memperjelas kedua kelompok teori tersebut maka perlu dibahas beberapa teori yang
dapat menggambarkan dikotomi ini.

1. a. Kemiskinan yang disebabkan oleh ketidak mampuan individu.

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


6

Teori yang pertama ini terdiri dari berbagai macam penjelasan luas yang
terfokus pada anggapan bahwa individu sepenuhnya bertanggung jawab atas situasi
kemiskinan yang dihadapinya. Secara khusus, para ahli politik konservatif
menyalahkan orang miskin itu sendiri dalam menciptakan masalahnya sendiri.
Mereka berargumentasi bahwa hanya dengan kerja keras dan pilihan-pilihan yang
sesuai, maka para orang miskin tersebut dapat keluar dari kemiskinannya. Variasi lain
dari teori kemiskinan individual ini mengatakan bahwa kemiskinan disebabkan oleh
kualitas genetika yang menyebabkan kemiskinan.
Intelegensi yang rendah, merupakan salah satu penyebab kemiskinan yang tak
mungkin dapat dipungkiri lagi. Keyakinan bahwa kemiskinan merupakan berasal dari
ketidak mampuan individual merupakan suatu pendapat yang sudah sangat tua.
Doktrin keagamaan yang meyakini bahwa kekayaan disamakan dengan kebaikan hati
Tuhan merupakan gagasan utama dalam reformasi Protestan (Weber, 2001), dan
kecacatan seperti kebutaan, kepincangan, dan berbagai kecacatan lainnya, merupakan
hukuman dari Tuhan bagi orang tuanya atau nenek moyangnya. Dengan munculnya
konsep tentang intelegensi yang diturunkan nampaknya akan sangat mendasari
rasionalisasi atas kemiskinan yang disebabkan oleh keterbatasan intelegensi serta
keterbatasan fisik lainnya.
Rainwater (1970) mengkritik teori kemiskinan individualistik ini sebagai suatu
“perspektif moralisasi”, dalam arti bahwa orang yang miskin disebabkan kegagalan
moral yang telah dilakukan oleh para orang tuanya pada jaman terdahulu. Mereka
hidup dalam “neraka” dunia sebagai ganjaran atas dosa-dosa para nenek moyangnya.
Ironisnya, para ahli teori ekonomi neoklasik memperkuat teori individualistik ini.
Premis utama dalam paradigma ini adalah bahwa individu akan berupaya
memaksimalkan kesejahteraannya sendiri dengan cara membuat pilihan sendiri serta
mengadakan investasi sendiri. Jika seseorag memilih untuk mengikuti pendidikan
yang berkualitas rendah dan murah, maka dia akan memetik hasil yang rendah pula.
Dengan demikian, dia juga harus bertanggung jawab atas pilihan yang diambilnya.
Jika seseorang memutuskan untuk bersekolah pada sekolah yang buruk, maka pada
saatnya nanti dia akan memperoleh penghasilan yang rendah pula, karena dia
memiliki penghasilan yang rendah, maka dia akan mengambil keputusan untuk
memberikan pendidikan yang murah dan berkualitas rendah pula untuk anak-anaknya

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


7

yang pasti mengakibatkan dampak yang sama dengan orang tuanya. Begitu seterusnya
untuk anak cucunya yang juga mengikuti hukum yang sama.
Literatur yang banyak membahas tentang upaya-upaya self help menggaris
bawahi bahwa orang miskin itu menghadapi masalah karena kurang bekerja dengan
keras. Tradisi Dale Carnegie misalnya, salah satu aliran self help, yang menonjolkan
pentingnya tujuan pribadi untuk meningkatkan kemampuan diri merupakan langkah
konkrit yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan. Carnegie
menawarkan mengatakan, bahwa semua orang dapat mencapai sukses hanya dengan
menerapkan formula yang sederhana, yaitu “tujuan yang terfokus serta kerja keras”.
Dengan demikian, bagi orang yang memutuskan untuk tidak mau bekerja keras, maka
dia harus bertanggung jawab sendiri atas keputusan yang diambilnya itu. Walaupun
secara ilmiah teori ketidak mampuan individual ini kurang mendapat tempat dalam
perbincagan tentang pemberantasan kemiskinan, namun sangatlah mudah melihat
bagaimana teori ini mengarahkan kebijakan pemberantasan kemiskinan, yang
memperlihatkan pandangan bahwa hukuman dan ganjaran dapat megubah perilaku.

1.b. Program anti kemiskinan dari perspektif teori individual.


Praktek pengembangan masyarakat, pada dekade kebijakan sosial dan
kesejahteraan sosial, seringkali berkenaan dengan program-program yang ditujukan
untuk mengatasi masalah kemiskinan dengan berlandaskan pada teori ketidak
mampuan individual. Baik secara eksplisit maupun implisit, ketidak mampuan
individual menampilkan pendekatan kebijkan secara sederhana tanpa suatu pemikiran
yang mendalam. Tujuan pokok yang hendak dibidik adalah mendorong kaum miskin
masuk dalam dunia kerja. Gerakan seperti ini nampaknya sejalan dengan semakin
meningkatnya perhatian pada strategi self help, agar mereka dapat dengan
kemampuannya sendiri keluar dari jurang kemiskinannya, dengan menggunakan
berbagai bentuk bantuan. Strategi yang umum digunakan adalah dengan
memanfaatkan pajak untuk memberikan pekerjaan kepada kaum miskin, walaupun
dengan upah yang rendah.
Dari perspektif pengembangan masyarakat, penanggulangan kemiskinan
dengan memfokuskan diri pada penggunaan teori individual sebenarnya mengandung
konflik filosofis. Di satu sisi, pengembangan masyarakat memiliki visi yang
bertentangan dengan prinsip “blaming the victim” (dalam hal ini adalah individual).

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


8

Dengan demikian, program pengembangan masyarakat dalam pemberantasan


kemiskinan cenderung menolak strategi yang menghukum individu kaum miskin
untuk mengubah perilakunya sebagai solusi terhadap masalah kemiskinan, namun
demikian, program-program yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan
individual kaum miskin tetap menjadi tujuan yang selalu dikedepankan. Situasi yang
menekan ini selalu dihadapi dalam seluruh program pemberantasan kemiskinan.
Namun demikian, banyak program anti kemiskinan kontemporer tidak
dirancang atas dasar belas kasihan, program ini dirancang memberikan hukuman
kepada kaum miskin dengan tujuan untuk mengubah perilaku mereka agar terdorong
untuk keluar dari program bantuan kepada kaum miskin. Misalnya adalah program-
program anti kemiskinan yang dirancang untuk diberikan secara sementara waktu.
Program ini dimaksudkan untuk mendorong kaum miskin untuk berpikir dan berusaha
sekuat tenaga untuk tidak bergantung pada bantuan pemerintah.
Walaupun banyak penentu kebijakan yang mempertahankan program anti
kemiskinan dengan landasan teori individual, banyak praktisi pembangunan yang
lebih mengarahkan program yang dilakukannya kepada pendekatan pengembangan
masyarakat yang lebih bersahabat, walaupun penekanan tetap pada individu itu
sendiri yang harus bertanggung jawab terhadap kemiskinannya.

2. a. Kemiskinan yang disebabkan oleh sistem budaya kemiskinan


Teori kedua mengatakan bahwa akar kemiskinan berada pada budaya
kemiskinan. Teori ini seringkali berkaitan dengan teori kemiskinan individual atau
teori lain tentang kemiskinan yang akan di bahas berikutnya. Teori ini banyak dibahas
dalam diskusi-diskusi belakangan ini, yang menyarankan bahwa teori tentang budaya
kemiskinan ini janganlah dikecilkan artinya dalam analisis tentang kemiskinan. Teori
ini menjelaskan bahwa kemiskinan diciptakan melalui penurunan antar generasi ke
generasi berikutnya, terutama yang berkaitan dengan serangkaian keyakinan atau
kepercayaan tertentu, nilai-nilai tertentu, serta ketrampilan yang dimiliki oleh individu
akan tetapi diturunkan secara sosial. Individu bukanlah pihak yang harus
dipersalahkan, karena dia adalah korban dari budaya atau sub budaya yang mengalami
disfungsi. Budaya merupakan sistem penentu perilaku yang dibentuk, diajarkan,
serta dipaksakan secara sosial. Budaya merupakan sistem yang mewujud dan
merupakan refleksi dari interaksi sosial. Interaksi sosial yang menurunkan budaya

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


9

kemiskinan kepada generasi berikutnya inilah yang membedakannya dengan teori


kemiskinan individual yang secara eksplisit hanya berkenaan dengan kemampuan dan
motivasi individu dalam bekerja. Secara teknis, budaya kemiskinan ini merupakan sub
budaya dari orang miskin dalam sebuah perkampungan miskin, sebuah wilayah
miskin, atau dalam konteks sosial dimana para anggotanya saling belajar dan berbagi
keyakinan, nilai, maupun norma-norma perilaku tertentu yang terpisah dari budaya
induk, akan tetapi menempel dalam budaya utama masyarakat secara luas.
Oscar Lewis merupakan salah satu ahli utama yang mendefinisikan budaya
kemiskinan ini merupakan serangkian keyakinan dan nilai yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Lewis menjelaskan, jika budaya kemiskinan ini
sudah muncul dalam sebuah komunitas, maka dia akan memperluas diri dengan
sendirinya. Seorang anak yang lahir dalam komunitas miskin, maka dia akan
menyerap nilai dan sikap dari sub budaya dimana dia berada, dan akan dijadikan
sebagai budayanya sendiri. Jika dia besar dan akan berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya, maka dia akan memperkuat sub budaya tersebut dan seterusnya akan
membagikannya kepada anak keturunannya. Begitu seterusnya, dari satu anak ke anak
yang lainnya, dari satu keluarga kepada keluarga lainnya, dan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Teori budaya kemiskinan menjelaskan bagaimana program anti kemiskinan yang
dikelola oleh pemerintah yang ditujukan untuk memberikan bantuan kepada orang
miskin dengan memasukkannya dalam sistem kebijakan kesejahteraan sosial. Sistem
kesejahteraan sosial inilah yang akan mengendalikan seluruh upaya atau program
pemberantasan kemiskinan.
Teori budaya kemiskinan yang pada intinya berlandaskan pada pengekalan
nilai-nilai budaya, menghadapi banyak sekali kontroversi. Semua orang setuju bahwa
kaum miskin memiliki sub budaya, atau memandang bahwa sub budaya kaum miskin
memang berbeda atau bahkan mungkin juga mengganggu. Yang mejadi perhatian
utama adalah apa yang menjadi penyebab dan membetuk sub budaya kemiskinan
tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Ptrick Moynihan tentang kemiskinan di
kalangan sub budaya negro di Amerika menyimpulkan bahwa, kaum negro memiliki
sub budaya tertentu yang disebut sebagai “disfunction” dan “disintegration” sebagai
dampak dari urbanisasi yang mengakibatkan mereka mengalami kekecewaan yang
cukup berat terhadap masyarakat luas dengan menolak untuk ikut serta ambil bagian

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


10

dalam ativitas dan interaksi dengan budaya induk masyarakat luas. Penolakan ini
sebenarnya hanya wujud dari kekecewaan-kekecewaan masa lampau. Sub budaya ini
kemudian berkembang terus dengan yang menghambat potensi mereka untuk maju.
Akibat lanjutannya adalah kemiskinan.
Situasi sub budaya lainnya tentang kemiskinan mungkin tidak sama dengan
negro, misalnya sub budaya pendatang Timur Tengah dan India di Perancis. Mereka
memiliki kesulitan tersendiri dalam menyesuaikan dengan budaya masyarakat induk.
Mereka mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan warga keturunan lainnya,
sehingga mereka mengembangkan sendiri sub budaya mereka sendiri yang berbeda
dengan budaya induk. Interaksi inilah yang menghambat mereka untuk mengadop
nilai dan tata kelakuan budaya utama, menghambat mereka untuk terlibat dalam
proses-proses sosial ekonomi, akibatnya mereka mengalami keterasingan dan
kemiskinan. Sub budaya ini diturunkan dari generasi ke generasi melalui proses
sosialisasi kepada anak keturunannya.

2.b. Program anti kemiskinan dari perspektif budaya kemiskinan.


Dilihat dari perspektif pengembangan masyarakat, jika penyebab kemiskinan
terletak dalam nilai maupun keyakinan yang diturunkan serta diperkuat oleh kaum
miskin itu sendiri, maka intevensi yang harus dilakukan adalah mengubah sistem
budaya itu sendiri. Intervensinya dalam bentuk sosialisasi yang dirancang dan
dimasukkan dalam kebijakan negara. Beberapa hal yang terkait dengan strategi ini
anatara lain :
a. Jika yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut adalah sub budaya yang
bersifat disfungsional, maka intervensi yang dapat dilakukan adalah mengubah
sub budaya tersebut dengan nilai dan tata kelakuan yang fungsional yang
mendukung sistem kerja produktif, investasi, serta tanggung jawab. Misalnya
program relokasi kaum miskin ke daerah lain yang memiliki budaya kerja yang
lebih baik, dengan harapan kaum miskin dapat belajar mengadop budaya tersebut
menjadi budayanya sendiri. Selama proses adopsi budaya ini, pemerintah
memberikan subsidi secara terbatas sebagai jaminan untuk hidup selama proses
adopsi budaya berlangsung dan mereka dapat keluar dari kemiskinannya dengan
baik. (Goering, Feins, &Richardson, 2003)

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


11

b. Jika yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut adalah sub budaya


oportunistik yang tidak produktif, yang diturunkan dari generasi ke generasi
berikutnya, maka intervensi yang dapat dilakukan adalah memberikan intervensi
pada kaum muda agar tidak membentuk dan mengadop budaya lama yang
merusak atau kurang fungsional dalam produktivitas. Berbagai program
pendidikan untuk anak dan remaja dapat dijadikan strategi alternatif dalam
melakukan intervensi seperti ini Sistem pendidikan yang baik akan menjadi suatu
bentuk sosialisasi kepada anak dan remaja agar tidak mengembangkan sub budaya
generasi sebelumnya, dengan demikian diharapkan mereka nanti akan keluar dari
kemiskinannya. Program pendidikan seperti ini harus dilakukan dengan intensif
dengan tambahan tertentu (after school program) bagi anak-anak untuk terlibat
aktif dalam sistem buday yang lebih produktif dan dimonitor secara terus menerus
oleh pendamping pengembangan masyarakat secara intensif untuk meyakinkan
bahwa sistem tersebut berjalan dengan baik, tanpa gangguan luar yang terlalu
kuat, seperti ajakan kehidupan gang, kemalasan, dan sebagainya.
c. Strategi ke tiga adalah suatu intervensi yang dilakukan oleh petugas
pengembangan masyarakat yang bekerja dalam sub budaya yang bersangkutan
untuk meredefinisi sub budaya tersebut agar menjadi sub budaya yang sesuai
dengan sistem sosial ekonomi yang produktif. Misalnya pengembangan ekonomi
rumah tangga yang terbimbing dengan intensif. Program ini dimaksudkan untuk
memaksa keluarga atau rumah tangga untuk masuk dalam sistem perekonomian
global. Dengan pemaksaan ini, diharapkan para keluarga tersebut dapat
beradaptasi dengan sistem yang lebih luas. Hasil yang diharapkan, bukan hanya
keuntungan finansial saja sesaat, melainkan (yang lebih utama) adalah dianutnya
sistem budaya produktif secara kuat oleh keluarga tersebut dan diturunkan kepada
anak keturunannya. Strategi pengembangan masyarakat seperti ini lebih
mengutamakan kekuatan keluarga atau kekuatan kelompok sebagai penggerak
utama perubahan sub budaya kemiskinan.

3.a. Kemiskinan yang disebabkan oleh distorsi sistem ekonomi, sosial, maupun
politik, atau diskriminasi

Bila teori kemiskinan individualistik dikemukakan oleh pemikir-pemikir


konservatif, teori kedua, yaitu kemiskinan kultural yang didorong oleh pendekatan

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


12

budaya liberal, maka yang ketiga, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh distorsi
sosioekonomik dan pilitik dikedepankan oleh teori sosial progresif. Para ahli teori
dalam tradisi ini tidak melihat individu sebagai sumber kemiskinan, akan tetapi
melihat pada sistem sosial, ekonomi, dan politik yang mengakibatkan orang
mengalami keterbatasan dalam kesempatan memperoleh sumber daya yang
diperlukan bagi pencapaian kesejahteraan maupun penghasilan yang mencukupi.
Penelitian maupun teori-teori dalam tradisi ini berupaya mengkaji kemiskinan melalui
pandangan yang dikemukakan oleh Rank, Yoon, maupun Hirschl. Mereka
menyatakan bahwa para peneliti kemiskinan terlalu memusatkan perhatian pada
fenomena “siapa yang kalah dalam permainan ekonomi” ketimbang memberikan
perhatian pada fakta bahwa “permainan ekonomi maupun politik telah merancang
siapa yang bakal kalah”.
Para ahli teori sosial abad ke sembilan belas telah menolak teori kemiskinan
individual dan menyajikan fakta yang menunjukkan bagaimana sistem ekonomi
maupun sosial telah menyingkirkan dan menciptakan situasi yang mengakibatkan
kemiskinan. Marx, misalnya, telah menggambarkan dengan gamblang bagaimana
sistem ekonomi kapitalis telah secara sadar dan sengaja menciptakan pengangguran
yang besar dengan tujuan untuk membuat upah tetap rendah. Kemudian Durkheim
yang juga menggambarkan bahwa aksi personal (bunuh diri / suicide) juga didorong
oleh sistem sosial.
Banyak literatur tentang kemiskinan menjelaskan bahwa sistem ekonomi yang
ada sekarang ini distrukturisasi sedemikian rupa oleh kelompok non miskin yang
membuat kelompok miskin tetap berada terpuruk di bawah, tidak peduli
sebagaimanapun kemampuan yang dimilikinya. Kita ambil contoh saja adalah
struktur gaji minimum yang ada sekarang ini tidak memungkinkan seorang orang tua
tunggal untuk menghidupi keluarganya dengan layak. (Jenicks, 1996). Masalah yang
dihadapi oleh orang miskin yang bekerja adalah masalah struktur gaji mereka yang
berhubungan dengan hambatan struktural yang ada yang membatasi kelompok atau
keluarga miskin untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Kondisi ini diperparah
oleh terbatasnya pekerjaan yang ada, terutama pekerjaan yang dapat dilakukan tanpa
ketrampilan khusus. Penelitian banyak yang membuktikan bahwa lapangan
pekerjaanyang tersedia bagi orang miskin tidak menunjukkan peningkatan dari tahun
ke tahun, tetapi upah yang diberikan kepada mereka selalu menurun jika dikaitkan

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


13

dengan inflasi dan penurunan nilaiuang yang ada. Kondisi ini dikombinasikan dengan
semakin langkanya pelayanan-pelayanan yang diberikan kepada kelompok miskin.
Blank (1997) dan Quigley (2003) menyebutnya sebagai sistem sosial yang
meningkatkan kesulitan bagi kelompok miskin untuk memperoleh hak-haknya
sebagai warga negara. Kelangkaan ini jelas sekali dibuat oleh kelompok non miskin,
bahkan oleh negara sebagai suatu kesatuan. Dengan demikian dapat dikatakan
struktur yang timpang ini sengaja diciptakan oleh dunia ini bagi kesengsaraan orang
miskin.
Pengurangan hambatan struktural untuk memperoleh pekerjaan dan
pendidikan yang lebih baik maupun pelatihan-pelatihan yang dipusatkan untuk
peningkatan sumber daya. Program-program semacam ini mungkin dapat berhasil
untuk membantu kelompok miskin menerobos hambatan yang dihadapi, akan tetapi
banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa program semacam ini banyak
mengalami kegagalan. Banyak program pendidikan yang juga menunjukkan
kesenjangan antara kelompok miskin dengan non miskin. Pengeluaran per murid di
daerah terpencil dengan daerah perkotaan jelas menunjukkan kesenjangan tersebut.
Belanja negara untuk pendidikan per murid di daerah terpencil jauh lebih kecil
dibandingkan dengan belanja per murid di daerah perkotaan, padahal pengeluaran
murid di daerah terpencil lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran murid di
daerah perkotaan. Selain itu, guru-guru di daerah terpencil yang kurang terlatih,
pelengkapan atau fasilitas pendidikan yang kurang memadai, buku, sarana
transportasi, penerangan, akses informasi yang buruk, serta kurikulum yang kurang
memadai semakin melengkapi kesenjangan yang ada. Hasilnya, murid yang berasal
dari daerah terpencil yang miskin dapat dipastikan memiliki kemampuan yang lebih
rendah dibandingkan dengan murid di daerah perkotaan. Begitu pula dengan program
kesehatan serta program pelayanan publik lainnya. Kegagalan sistematik dalam
program pendidikan seperti inilah yang menjadi penyebab mengapa kelompok miskin
tetap memiliki prestasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok non miskin,
lulusan yang lebih rendah, serta rendahnya kemampuan mereka untuk masuk dalam
sistem pendidikan yang lebih tinggi (Chubb & Moe, 1996).
Hambatan struktural seperti tersebut di atas juga terjadi dalam sistem politik,
dimana interest serta partisipasi kelompok miskin jauh lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok non miskin. Berbagai penelitian menunjukkan bukti yang

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


14

menyatakan adanya keterkaitan antara kekayaan dengan power. Studi-studi semacam


ini menunjukkan bgaimana kelompok miskin kurang terlibat dalam diskusi-diskusi
politik, posisi mereka yang lebih rawan dalam proses politik, dan juga diasingkan
dalam banyak hal oleh kelompok-kelompok non miskin. Dengan demikian kelompok
miskin ini tidak memiliki power dalam sistem politik yang dapat digunakan untuk
memobilisasi kemanfaatan ekonomi bagi golongan mereka sendiri atau untuk
mencapai keadilan yang merata.
Ketidak seimbangan posisi juga sangat banyak berkaitan dengan kelompok
miskin ini, terutama dikaitkan dengan ras, gender, ketidak mampuan fisik, agama,
serta karakteristik lainnya yang melekat sebagai stigma pada kelompok miskin, yang
mengakibatkan mereka mengalami keterbatasan kesempatan untuk meningkatkan
kodisi sosial ekonominya. Tidak ada treatment atau pemberdayaan kepada kelompok
miskin yang akan berhasil tanpa pemberdayaan mereka dalam menghadapi
diskriminasi yang banyak dipraktekkan dalam dunia sosial ini. Proses penguatan
kaum minoritas dalam kelompok miskin merupakan suatu proses panjang yang
berlangsung tahap demi tahap, akan tetapi proses pertama yang harus dilakukan
adalah penguatan peran negara dalam melindungi kelompok ini dalam setiap proses
hukum maupun perumusan kebijakan publik. Negara harus memiliki pandangan
serta sikap yang adil. Jika pendidikan diserahkan pada mekanisme pasar, dimana
yang mampu membayar akan mendapat pendidikan yang baik, maka ketimpangan
akan mustahil teratasi. Negara harus mengatur, agar pendidikan di daerah terpencil
pedesaan memiliki kualitas yang sama dengan pendidikan di perkotaan.

3.b. Program-program pemberantasan kemiskinan akibat distorsi sistem


ekonomi, sosial, politik, maupun diskriminasi

Jika masalah kemiskinan berada pada tingkatan sistem, dan bukan berada pada
diri orng miskin itu sendiri, maka respon pengembangan masyarakat harus diarahkan
pada upaya untuk mengubah sistem itu sendiri. Kenyataan ini memang sangat mudah
diucapkan, akan tetapi akan merupakan suatu upaya yang sangat sulit untuk
diterapkan. Program pengentasan kemiskinan yang diarahkan untuk mengubah sistem
ini memerlukan suatu penjelasan yang sistematis mengapa sebagian besar kebijakan
publik yang diarahkan untuk memberantas kemiskinan hnya terarah pada peningkatan
kemampuan orang miskin itu saja. Mengapa tidak banyak kebijakan pengentasan

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


15

kemiskinan yang diarahkan pada penyamarataan pendidikan, peningkatan kesempatan


kerja bagi tenaga non ketrampilan tinggi, pemerataan pendapatan, peningkatan
kualitas perumahan, maupun partisipasi dalam sistem politik bagi gender dan
kelompok miskin ? Mengapa tidak banyak kebijakan-kebijakan publik yang
diarahkan untuk mengubah sistem yang menciptakan kesenjangan dan diskriminasi?
Penjelasan serta upaya untuk mengubah struktur merupakan suatu pekerjaan yang
sangat sulit dilakukan. Mengubah cara pandang terhadap peran kaum perempuan saja
merupakan suatu sistem aktivitas yang sangat kompleks dan memerlukan jangka
waktu yang sangat panjang.
Struktur berada di atas individu, dia bukan merupakan properti individu, jadi
perubahannyapun bukan properti yang diarahkan pada diri individu. Perubahan
struktur sosial merupakan suatu sistem perubahan yang sangat kompleks. Secara
umum, perubahan terhadap sistem yang merekonstruksi kemiskinan ini minimal
meliputi tiga tingkatan :

a. Pada tingkatan akar rumput (grassroots level), gerakan sosial dapat diupayakan
dengan memberikan tekanan kepada pihak yang rawan terkena diskrimansi untuk
melakukan tekanan terhadap sistem dalam mencapai perubahan yang dikehendaki.
Rank (2004) menjelaskan bagaimana kelompok yang terkena diskriminasi
merupakan kekuatan utama dalam mengubah diskriminasi tersebut. Kelompok
miskin Negro di Amerika membuat gerakan sosial untuk memperoleh kesetaraan
dalam upah yang diperoleh. Gerakan ini merupakan gerakan yang sangat efektif
dalam mempengaruhi sistem utama dalam masyarakat. Beberapa hal harus
dilakukan terlebih dahulu, yaitu penumbuhan asosiasi-asosiasi atau yang oleh
Rank (2004) disebut dengan unionization yang akan menjadi wadah bagi gerakan
yang akan dilakukan. Gerakan hak-hak sipil seperti ini banyak dilakukan di
Amerika, terutama golongan miskin negro, perempuan orang tua tunggal, yang
memiliki dampak kuat dalam menembus hambatanhambatan sosial formal.
Gerakan-gerakan seperti inilah yang kemudian memperkuat posisi community
organization sebagai suatu profesi yang sangat berpengaruh di Amerika (Alinski,
1945 dalam Rank, 2004).

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


16

b. Strategi ke dua adalah membentuk dan mengembangkan institusi-institusi


alternatif yang memiliki akses, keterbukaan, inovasi, serta kemauan untuk
membantu kaum miskin dalam memperoleh kesetaraan kesejahteraan sosial yang
lebih baik. Strategi seperti ini merupakan suatu strategi yang sangat penting,
terutama dalam mengembangkan usaha-usaha ekonomi yang dapat memberikan
bisnis alternatif , penyediaan perumahan, penyediaan pendidikan, dan berbagai
pelyanan sosial lainnya di luar jalur pemerintah atau negara.Sebagai contoh adalah
bank perkreditan rakyat yang berlandaskan kemasyarakatan yang menyediakan
pinjaman lunak bagi pengembangan usaha kerakyatan, pengembangan jaringan
bisnis lokal, pengembangan bsnis yang dikelola oleh kaum perempuan yang dapat
menguasai pasar, dan sebagainya yang akan membentuk struktur pasar baru dalam
masyarakat.

c. Strategi perubahan yang dilakukan melalui proses kebijakan (Page & Simon,
2000).
Perubahan kebijakan seperti ini meliputi perubahan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang diarahkan untuk mendorong pergeseran perhatian pada
pengurangan kemiskinan. Naskah-naskah kebijakakan yang disampaikan pada
dewan legislatif merupakan suatu rangkaian gerakan yang harus dilakukan. Selain
itu, pembentukan dan perubahan sistem hukum merupakan suatu langkah strategis
yang harus dilakukan. Dengan demikian, kaum miskin serta para pembelanya
harus memiliki kemampuan untuk masuk dalam sistem legislatif yang ada untuk
memperjuangkan perundang-undangan yang membela kaum miskin. Media
massa juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengarahkan dan
mengubah opini publik tentang sub sistem yang rentan terhadap perlakuan
diskriminatif.

4. a. Kemiskinan karena kesenjangan geografis.


Banyak kemiskinan yang dihubungkan dengan karakteristik wilayah geografis
seperti kemiskinan pedesaan, kemiskinan pesisir pantai, kemiskinan perkampungan,
dan sebagainya yang dikaji berdasarkan kesenjangan yang ada dalam batasan
geografis tertentu. Walaupun teori tentang kemiskinan berdasarkan wilayah geografis
ini dibentuk dan dipengaruhi oleh teori lain yang berada di luar lingkaran teori

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


17

kemiskinan, tetapi pada kenyataanya memang kemiskinan seperti ini banyak ditemui
di berbagai tempat tertentu. Teori ini menyatakan bahwa orang-orang, institusi, serta
budaya dalam suatu wilayah geografis tertentu memiliki kekurangan sumber daya
yang dimiliki sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhannya mencapai
kesejahteraan. Shaw (1996) menegaskan bahwa ruang (space) bukanlah latar
belakang bagi kapitalisme, melainkan sengaja dibuat dan diciptakan oleh kapitalisme
yang memiliki fungsi bagi sistem tersebut agar tetap hidup. Dengan demikian,
kemiskinan geografis sebagai ruang yang sengaja diciptakan oleh kapitalisme, yang
berfungsi memberikan tenaga kerja bagi bekerjanya mesin kapitalisme.
Kemiskinan yang terjadi dalam area geografis tertentu sudah banyak dibahs
dalam literatur tentang mengapa daerah tertentu kurang memiliki daya untuk
berkompetisi dengan daerah lain. Salah satu penyebabnya adalah kurang
dikembangkannya daerah tersebut, kurangnya sumber daya alam, sehingga tidak
potensial jika dikembangkan. Perspektif teori tentang konsentrasi kemiskinan berasal
dari teori ekonomi. Biasanya digunakan untuk menganalisis tumbuhnya rumpun
industri besar, dimana masing-masing industri bagian akan memberikan dukungan
pelayanan maupun pasar bagi industri lainnya dalam rumpun tersebut yang akan
memperkuat industri lain. Demikian pula sebaliknya, rumpun kemiskinan serta
kondisi-kondisi lain yang menjadi dampak dari kemiskinan tersebut (seperti
kriminalitas serta pelayanan sosial yang tidak memadai) akan memberikan penguatan
bagi kondisi lain untuk menjadi lebih buruk dan semakin buruk sehingga menjadi
begitu kuat berurat berakar menjadi suatu area miskin. Kondisi perumahan yang
buruk dalam area tersebut akan mendorong anggotanya untuk menjadi orang yang
lebih miskin. Kemiskinan yang terjadi merupakan kelanjutan dari kesalahan
penyetaraan pembangunan, terutama dalam pembangunan ekonomi. Suatu wilayah
menjadi tidak menarik untuk penanaman modal bagi perkembangan industri. Setelah
perkembangan industri menjadi maju, maka masyarakat menjadi maju.
4.b. Program Pemberantasan Kemiskinan dari Perspektif kemiskinan geografis
Teori kemiskinan dari perspektif geografis menganjurkan bahwa respons-
respons untuk mengatasinya harus diarahkan pada kunci dinamika yang menyebabkan
tekanan pada satu wilayah dan menyebabkan kemajuan di wilayah lain. Sebagai
pengganti penempatan fokus pada individu, bisnis, pemerintahan, sistem
kesejahteraan, atau proses-proses budaya, perspektif teori kemiskinan geografis ini

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


18

menganjurkan pengembangan masyarakat untuk mengarah pada tempat-tempat atau


proses-proses yang menyebabkan mereka dapat mengatasi masalahnya sendiri secara
berkesinambungan. Beberapa pengalaman di berbagai negara dunia ketiga
menunjukkan bahwa hal itu dapat dilakukan, walaupun sulit dan berat.
Pengembangan masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengembangkan
masyarakat untuk keluar dari masalah yang membelitnya. Program pengembangan
masyarakat diarahkan untuk membantu masyarakat mengidentifikasi aset-aset
masyarakat dan menggunakan aset tersebut untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Berbagai program pemerintah maupun non pemerintah banyak dilakukan dalam
upaya ini. Berikut beberapa contoh program yang telah dilakukan :
 Pengembangan industri lokal masyarakat dalam pembangunan kawasan.
 Pembangunan kawasan industri yang meningkatkan pembangunan ekonomi,
dan pajak, serta investasi swasta.
 Investasi infrastruktur.
 Revitalisasi dan pengembangan kemampuan warga masyarakat dan
pengembangan wilayah agar menarik investasi.
 Pengorganisasian masyarakat.
 Reinvestasi yang mengalihkan dana dari satu wilayah ke wilayah lain.
Program-Program pengemangan masyarakat yang dilakukan terutama diarahkan
untuk mendorong investasi pada wilayah yang mengalami keterbelakangan.

5.a. Kemiskinan Holistik dan Lingkaran Ketergantungan yang Rumit


Keempat teori sebelumnya menunjukkan kompleksitas penyebab kemiskinan
serta berbagai strategi yang diarahkan untuk mengatasinya. Teori terakhir ini akan
membahas situasi yang paling kompleks dan mencakup semua kondisi yang ada
dalam keempat teori sebelumnya, dimana ketidak mampuan individu serta kondisi
kemasyarakatan yang saling berbelit menjadi sebuah spiral, baik penyebab
masalahnya maupun strategi yang diperlukan untuk mengatasinya. Satu strategi akan
mengatasi satu kondisi akan tetapi sekaligus menutup peluang untuk teratasinya
kondisi yang lain, dan dengan demikian akan membentuk suatu komplikasi masalah
yang sangat besar. Bradshaw (2000) mengatakan bahwa kondisi kemiskinan seperti
ini hampir tak mungkin diatasi. Lingkaran kemiskinan seperti ini merupakan
perpaduan antara situasi individual dengan sumber daya masyarakat yang saling

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


19

pengaruh mempengaruhi. Teori kemiskinan ini lahir dari studi yang dilakukan oleh
Myrdal (1957) yang mengembangkan teori “interlocking, circular, dan inter-
dependence” dalam proses akumulasi penyebab. Myrdal menyatakan bahwa
kesejahteraan masyarakat sangat berhubungan dengan konsekuensi negatif yang
sangat banyak pula. Pembangunan industri serta berbagai pembangunan pada sektor
lain akan membawa dampak sampingan yang banyak seperti meningkatnya masalah
personal maupun kemasyarakatan yang berkepanjangan. Demikian pula kemiskinan
yang juga akan membawa dampak yang bekepanjangn dan berputar terus saling
memperkuat. Misalnya pada tingkat masyarakat, kurangnya kesempatan kerja dan
pengangguran mengakibatkan terjadinya migrasi ke luar daerah secara besar-besaran,
dengan migrasi itu maka bisnis lokal menjadi ambruk, akibatnya terjadi penurunan
penerimaan pajak, yang mengakibatkan memburuknya sistem pendidikan dan
kesehatan, selanjutnya pemburukan sistem pendidikan mengakibatkan semakin
buruknya kualitas kemampuan warga untuk bekerja, yang mengakibatkan
pengangguran yang semakin besar, industri tidak dapat bersaing, dan akhirnya roboh,
yang semuanya akan semakin meningkatkan pengangguran dan kemiskinan.
Lingkaran masalah juga akan mengalami hal yang sama pada tingkat
individual. Pengangguran yang dialami akan mengakibatkan hilangnya penghasilan
yang menyebabkan terhentinya kemampuan untuk mendidik atau melatih anak-anak,
banyaknya remaja tak terdidik dan tak terlatih, rendahnya kemampuan untuk masuk
dalam dunia kerja, hancurnya pasar, kehancuran keluarga dan pada tingkat komunitas
akan kembali pada lingkaran seperti di atas. Diiringi dengan lingkaran-lingkaran
sejenis seperti kesehatan yang buruk, lingkungan yang buruk, nilai kehidupan
bersama yang buruk, meningkatnya kriminalitas dan sebagainya yang menyebabkan
situasi kemiskinan tersebut begitu rumit, masyarakat sangat tak berdaya.
Lingkaran kerusakan lain dalam kemiskinan ini adalah rendahnya kepercayaan
diri dari kaum miskin, rendahnya motivasi, serta mengalami depresi. Masalah
psikologis dari individu-individu miskin ini akan diperkuat oleh individu lain dalam
masyarakat, oleh rusaknya budaya, dan juga oleh kebiasaan-kebiasaan serta perilaku
buruk yang telah berurat dan berakar menjadi budaya kemiskinan. Dalam masyarakat
pedesaan, kerusakan budaya seperti ini juga akan berpengaruh terhadap perilaku
pemimpinnya, mereka akan mengembangkan perasaan ketidak berdayaan, hal ini
sangat fatal akibatnya bagi masyarakat.

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


20

Teori kemiskinan seperti ini menunjukkan bagaimana ketidak berdayaan pada


konteks sosial yang kemudian berpengaruh terhadap kemampuan psikologis individu.
Berbagai faktor struktural dan politis dalam teori siklus ini saling kuat memperkuat
satu sama lain dengan faktor ekonomi yang berkaitan dengan variabel masyarakat,
sosial, maupun variabel politik. Hal yang paling menarik dalam teori ini adalah
secara eksplisit mengkaitkan antara faktor-faktor ekonomi pada tingkatan indiviual
dengan faktor-faktor struktural yang beroperasi pada tataran geografis. Sebagai teori
kemiskinan, teori siklus ini menunjukkan bagaimana multiragam masalah
berakumulasi, serta adanya suatu pendapat jika salah satu kaitan dalam siklus tersebut
diputuskan, maka siklus tersebut akan berhenti. Permasalahannya, bahwa kaitan yang
ada dalam siklus tersebut sangat sulit dihentikan atau diputuskan, karena saling
diperkuat oleh berbagai faktor ada dalam sistem siklus tersebut.

5.b. Program anti kemiskinan dari perspektif teori siklus kemiskinan


Kompleksitas siklus kemiskinan menjelaskan bahwa solusi yang harus
dilakukan juga berarti sangat kompleks. Kemiskinan dipandang memiliki banyak
sekali aspek, akan tetapi program-program yang kita miliki saat ini nampaknya hanya
terfokus pada salah satu aspek saja. Pekerja sosial pengembangan masyarakat harus
mampu untuk menjadi pihak yang memiliki ketrampilan untuk menjelaskan kesaling
hubungan antar aspek dalam kemiskinan masyarakat, serta memfokuskan solusi yang
direncanakannya pada isu-isu yang terjadi dalam lingkaran kemiskinan yang ada
dengan menggunakan multi pendekatan. Beberapa program pemberantasan
kemiskinan menunjukkan hasil yang cukup memadai di beberapa negara, seperti
misalnya program anti kemiskinan yang luas yang mengaktifkan kerjasama antar
anggota masyarakat secara kuat untuk menjalankan proyek yang diselenggarakan oleh
pemerintah di Peru. Di tempat lain, misalnya dengan menguatkan kelompok-
kelompok lokal pada tingkat paling bawah dengan manajemen yang dikembangkan
untuk lebih luas. Ada juga program yang digalakkan untuk memutus lingkaran
kemiskinan dengan dimulai dari tingkat keluarga di Oackland. Ada juga yang berhasil
dengan program yang diarahkan untuk memperkuat kemampuan masyarakat dalam
mengatasi persoalannya sendiri. Untuk melaksanakan program tersebut dibutuhkan
beberapa komponen program :
1. Income and economic assets,

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


21

2. Education and skills,


3. Housing and surroundings (safe, attractive),
4. Access to health care and other needed social services,
5. Close personal ties, as well as networks to others, and
6. Personal resourcefulness and leadership abilities.

Miller (2004) meyakinkan bahwa tak ada jalan lain yang dapat digunakan
untuk mengatasi siklus kemiskinan tanpa terlebih dahulu mengembangkan kapital
sosial dalam masyarakat atau dalam budaya masyarakat miskin. Miller sangat yakin
bahwa hubungan antara anggota masyarakat serta hubungan dengan organisasi lain
yang lebih terorganisasi dengan baik dapat memberikan bantuan satu sama lain yang
tak dapat dilakukan oleh pekerja sosial itu sendiri. Kunci utamanya adalah membantu
kelompok masyarakat miskin untuk membentuk komunitas yang saling dukung
mendukung yang berlandaskan pada rasa saling percaya serta mutuality. Program
seperti ini berarti mengembangkan masyarakat untuk memecahkan masalahnya
sendiri berdasarkan kekuatan etnisitasnya, agamanya, riwayat keluarga-keluarganya,
kelompok-kelompok sosial non formal yang ada di masyarakat, atau berbagai macam
sumber daya yang berasal dari hubungan persaudaraan yang erat. Dengan demikian
program anti kemiskinan seperti ini berupaya mengkaitkan antara faktor finansial,
material, politikal, serta kontrak sosial yang terwujud dalam ikatan sosial masyarakat.
Kretzman & McKnight (1993) menjelaskan bahwa program ini lebih
diutamakan untuk menggali dan memperkuat apapun yang ada dan dapat dijadikan
kekuatan masyarakat, ketimbang hanya menghabiskan waktu untuk menganalisis apa
yang menjadi penyebab dari kemiskinan yang ada tanpa jawaban yang pasti tentang
apa yang menjadi faktor penyebab. Lebih lanjut, Kretzman dan McKnight
meyakinkan bahwa organisasi-organisasi maupun kelompok-kelompok yang memiliki
akar dalam masyarakat akan mempunyai kekuatan yang lebih baik dalam menjalin
hubungan kerjasama yang diarahkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi,
ketimbang hanya berlandaskan pada kemampuan salah satu organisasi besar yang
kuat. Mekanisme atas persyaratan yang dibutuhkan dalam program pemberantasan
kemiskinan seperti ini seperti juga lingkaran kemiskinan yang ada, memerlukan
beraneka ragam strategi dan tools yang berbeda dan kompleks. Akan tetapi minimal
memuat 3 komponen utama yaitu :

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro


22

1. Comprehensive Program. Strategi pertama dalam memutus siklus kemiskinan


adalah mengembangkan suatu program yang bersifat komprehensif. Program yang
bersifat komprehensif ini meliputi berbagai pelayanan maupun gerakan yang
berupaya untuk menjembatani antara kebutuhan individual maupun kebutuhan
masaryakat secara menyeluruh.
2. Collaboration. Kunci pokok untuk mengelola program secara komprehensif tanpa
harus tak terkontrol adalah kerjasama antara organisasi-organisasi yang
memberikan pelayanan-pelayanan komplementer dengan kombinasi upaya yang
dilakukan. Upaya untuk menggalang kerjasama ini merupakan kekuatan pokok
yang ada dalam suatu program yang bersifat komprehensif. Collaboration meliputi
pula jaringan kerja antar para partisipan yang terlibat dalam program yang
dilakukan.

3. Community Organizing. Akhirnya, community organizing adalah satu tool yang


dapat menggerakkan dan mendorong orang-orang lokal untuk terlibat penuh dalam
memahami bagaimana kait mengkait antara persoalan personal dengan kesejahteraan
bersama. Memutuskan siklus kemiskinan berarti juga melibatkan individual personal
anggota masyarakat miskin itu sendiri.

REFERENCES
Blakely, E. J., & Bradshaw, T. K. (2002). Planning Local Economic Development.
Thousand Oaks: Sage.
Blank, R. M. (2003). Selecting Among Anti-Poverty Policies: Can an Economics Be
both Critical and Caring? Review of Social Economy, 61 (4), 447-471.
Bradshaw, T., & MuUer, B. (2003). Shaping policy decisions with spatial analysis. In

Bahan Ajar MK Praktek Pekerjaan Sosial Makro

Anda mungkin juga menyukai