Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

TIC FASIALIS

OLEH:

Andra Yuliandi
0910312101

PEMBIMBING:

Prof. Dr.dr. Darwin Amir, Sp. S (K)


dr. Restu Susanti. Sp.S, M.Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP. Dr. M.DJAMIL PADANG
2017
Commented [1]:
÷
BAB I

PENDAHULUAN

Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara

karakteristik ditandai dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang

dipersarafi oleh saraf VII (N.fasialis), yang gerakannya bersifat setempat pada

otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya biasanya di satu sisi saja

misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakannya dapat berupa wajah yang

berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip2.

Tic biasanya diperburuk oleh stres, kemarahan, kegembiraan, dan dapat

dikurangi dengan relaksasi dan tidur. Kelainan tic, suatu diagnosis klinis, sering

menunjukkan respon baik terhadap terapi medis. Tic fasialis terjadi karena pembuluh

darah menekan N. Fasialis sehingga otot-otot sekitar menjadi kedut atau kejang.

Penyakit ini umumnya timbul setelah umur 40 tahun, namun juga dapat terjadi pada

anak-anak dan lebih sering pada wanita3.

Tics yang paling ringan mungkin tidak terlihat oleh orang yang mengalaminya

atau orang lain. Namun, beberapa tics dapat sering dan parah. Tics juga bisa menjadi

gejala dari sindrom tourette. Sindrom Gilles de la Tourette adalah suatu kelainan

tik onset masa kanak-kanak yang berasosias dengan abnormalitas perilaku (96% pada

usia 11). Gangguan kepribadian kompulsif, gangguan defisit atensi, dan gangguan
cemas tampak pada kebanyakan individu ini. Hanya 10% sampai 20% memiliki

koprolalia1,3.
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tic fasialis berasal dari kata tic dan fasialis. Tic termasuk salah satu

bentuk hyperkinetic movement disorders, disamping athetosis, chorea, dystonia,

myoclonus, dan tremor. Tic merupakan gerakan involunter yang sifatnya, mendadak,

cepat, singkat, stereotipik, kompulsif dan tak berirama, dapat merupakan bagian

dari kepribadian normal. Sedangkan Fasialis merupakan syaraf cranial ke VII

(N.VII) yang mempersarafi daerah wajah4.

Tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak

disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial

VII (N. Fasialis). Gerakan pada tic fasialis bersifat lokal pada otot tertentu,

sementara, namun berkali-kali. Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut,

meringis atau mata yang berkedip-kedip. Tic fasialis tersebut kemungkinan

disebabkan oleh kelainan posisi arteri atau simpul pada arteri yang menekan syaraf

cranial VII dimana terdapat batang otak3,4.

2.2 ANATOMI
Nukelus fasialis menerima serabut-serabut yang menyilang dan tidak menyilang

melalui traktus kortikobulbaris. Otot-otot wajah dibawah dahi menerima persarafan

korteks kontralateral (hanya serabut kortikobulbaris yang menyilang). Apabila

terdapat suatu lesi rostral dari nukleus fasialis akan menimbulkan paralisis dari

otot-otot fasialis kontralateral kecuali otot frontalis dan orbikularis okuli.

Karena otot frontalis dan orbikularis okuli menerima persarafan dari kortikal

bilateral, maka otot-otot tersebut tidak akan dilumpuhkan oleh lesi yang mengenai

satu korteks motorik atau jaras kortikobulbarisnya2,3.

Saraf kranial N. VII (fasialis) mengandung 4 macam serabut, yaitu2 :

1. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali M. Levator

palpebra (N. III)), M. Platisma, M. Digastrikus bagian posterior, M.

Stilohioid dan M. Stapedius di telinga tengah.

2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius

superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,

rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilar serta sublingual

dan lakrimalis.

3. Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3

bagian depan lidah.

4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba)

dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus.

Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih))
ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus elsterna dan bagian luar

gendang telinga.

Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot

ekspresi wajah. Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar

ludah, kelenjar air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung. Dan ia juga

menghantarkan berbagai jenis sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga,

sensasi 2/3 depan lidah, dan sensasi viseral umum dari kelenjar ludah, mukosa

hidung, dan faring. Dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang disarafinya2.

Sel sensorik terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis

di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 depan lidah dihantar melalui saraf

lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang

menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum

dan berakhir pada akar desenden dan inti-inti akar desenden dari saraf trigeminus3.

Inti motorik N. VII terletak di pons. Serabutnya mengitari inti N. IV dan

keluar di bagian lateral pons. N. VII bersama N. Intermedius dan N. VIII kemudian

memasuki meatus akustikus internus. Disini N. VII bersatu dengan N. Intermedius

dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian

masuk ke dalam Os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen

stilomastoid dan bercabang untuk mensarafi otot-otot wajah.2


Gambar 1. Anatomi nervus fasialis5

2.3 ETIOLOGI

Penyebab tic fasialis yaitu3,4,5:

A. Herediter/diwariskan (inherited)

1. Distonia torsi.

2. Neuroakantosis.

3. Penyakit Huntington.

4. Penyakit Wilson.

B. Didapatkan/diperoleh (acquired)

1. Infeksi (misal: chorea sydenham, ensefalitis).

2. Obat-obatan
Dicetuskan misalnya oleh:

a. Stimulan.

b. Levodopa.

c. Antikonvulsan (antikejang): karbamazepin, lamotrigin.

d. Neuroleptik.

3. Pertumbuhan/perkembangan (developmental)

4. Stroke

5. Toksin (misal: karbon monoksida)

6. Trauma kepala

2.4 PATOGENITAS

Sebagian besar kasus Tic Fasialis sebelumnya yang dianggap idiopatik itu

mungkin disebabkan oleh pembuluh darah yang menyimpang (misalnya cabang distal dari

arteri anterior inferior cerebellar atau arteri vertebralis) mengompresi nervus

fasialis dalam cerebellopontine angle. Lesi kompresi misalnya pada tumor mungkin

dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus fasialis.

Gerakan involuntar pada tik timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus

palidus; disebabkan oleh terganggunya kendali atas refleks-refleks dan rangsang

yang masuk, yang dalam keadaan normal ikut memengaruhi putamen dan globus palidus.

Ini disebut release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang

normal.
Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot

yang terlibat. Iritasi kronis pada nervus fasialis atau nukleus fasialis merupakan

penyebab yang mungkin dari tic fasialis. Iritasi dari nucleus nervus fasialis

diyakini menyebabkan hipereksitabilitas dari nucleus nervus fasialis, sementara

iritasi pada segmen proksimal saraf dapat menyebabkan ephatic transmisi dalam

nervus fasialis.

Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu pencerminan

kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut mulut dapat

terangkat dan kelopak mata memejam secara berlebihan. Gerakan otot wajah sebagai

gerakan kebiasaan sering dijumpai pada anak atau orang dewasa yang spikolabil.

Nervositas dan kurang kepercayaan diri sering terlihat pada wajah seseorang.

Adakalanya gerakan involunter kebiasaan itu sangat keras dan bilateral, sehingga

raut muka saling berubah. Meringis, mencucu, memejamkan mata merupakan gerakan

involunter kebiasaan pada kebanyakan psikopat.

Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu yang

bersamaan pada saat gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis yang disertai

koprolalia (mengelurkan kata-kata kotor) itu dikenal sebagai tic gilles de la

tourette.

2.5 EPIDEMIOLOGI
Tik sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Gejala awal muncul

sekitar usia 5-10 tahun. Prevalensi tertinggi usia 9-11 tahun. Rasio pria : wanita

= 3:15.

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Gerakan involunter pada wajah hanya sebuah gejala. Lelah, anxietas, dan

membaca mungkin merangsang gerakan tersebut. Otot pada salah satu bagian wajah

tidak sengaja kejang, biasanya diawali dengan kelopak mata, kemudian menyebar

menuju pipi dan mulut. Gangguan tersebut pada hakekatnya tidak menyakitkan tetapi

bisa memalukan1,5.

Tic mempunyai ciri khas, yaitu:

1. Bergelombang; menguat dan melemah

2. Di-eksaserbasi (diperburuk) oleh stres, cemas dan kelalahan

3. Tidak terjadi saat tidur, namun terdeteksi dengan pemeriksaan

polisomnogram. Pendapat pendapat lain mengatakan bahwa tik dapat muncul

saat tidur dengan intensitas yang lebih ringan.

4. Meskipun dapat ditekan atau dicegah sebentar, namun

berakibat meningkatnya "dorongan dari dalam". Dengan kata lain, tik

sering didahului oleh "sensasi aneh", dorongan beraksi yang sulit


ditahan. "Sensasi aneh" yang merupakan sensasi sensoris ini mungkin

melibatkan sistem limbik dalam interaksi jalur motorik dan sensorik.

5. Setelah tik muncul, penderita merasa lebih lega.

Gejala dari tic fasialis antara lain yaitu4 :

1. Berkedut intermitten dari otot kelopak mata

2. Mata berkedip secara berlebihan

3. Wajah yang berkedut

4. Ekpresi wajah seperti meringis atau mencucu

5. Sudut mulut terangkat

Gambar 1. Wajah Tic fasialis

2.7 DIAGNOSIS

Tic fasialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot

wajah yang dipersarafi N.VII ( N. fasialis ), tidak disadari, yang tidak terasa
sakit yang bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat

terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata.

Gerakannya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata yang

berkedip-kedip3.

Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia. Secara klinis karakteristik

facial myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan

berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron

dari motor unit yang berdekatan5.

Pada tic, gerakan biasanya bersifat tiba-tiba, sesaat, stereotipik dan

terkoordinasi serta berulang dengan interval yang tidak teratur. Penderita

biasanya merasakan keinginan untuk melakukan gerakan-gerakan tersebut. Dengan

demikian penderita merasa lega. Penderita tic biasanya berhubungan dengan penyakit

obsesive compulsive3.

Diagnosa pasti penyebab tic fasialis sulit ditegakkan. Menegakkan diagnosis

tic fasialis dapat dengan pemeriksaan fisik saja, tidak ada pemeriksaan penunjang

khusus yang diperlukan. Namun pada keadaan khusus diperlukan EEG

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kejang Ada beberapa penyebab yang dapat

menimbulkan tic fasialis yaitu tumor, malformasi pembuluh darah dan proses infeksi

lokal yang semuanya dapat menimbulkan penekanan pada nervus VII.

Sebagai penyebab terbanyak dan telah dibuktikan yaitu adanya penekanan oleh

pembuluh darah . Dari 140 kasus tic fasialis yang dilakukan tindakan mikrovaskular
dekompresi didapatkan copressing vessel yang paling sering adalah Anterior

Inferior Cerebellar Artery ( AICA) pada 73 kasus5.

2.8 KLASIFIKASI

Tic fasialis diklasifikasi menjadi:

1. Tic Motor

Tic motor dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh, tetapi mereka

sering melibatkan otot-otot wajah, mata, kepala dan leher.

Gerakan-gerakan ini menghasilkan seperti, wajah berkedut, meringis,

berkedip, mengangkat bahu

a. Simple/ sederhana

Biasanya tiba-tiba, singkat, berarti gerakan yang biasanya hanya

melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, sentakan kepala,

atau mengangkat bahu, wajah meringis, berjongkok dan melompat,

menjentikkan jari, mengangkat bahu.6

b. Kompleks / Kronik

Tic motorik kompleks biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat

lebih lama. Melibatkan lebih dari satu kelompok otot atau mereka terdiri

dari serangkaian tics motor sederhana 6.


Contoh tic motorik yang kompleks yang menarik-narik baju, menyentuh

orang, menyentuh benda, echopraxia dan copropraxia1,5.

2. Tic vokal (Phonic)

Tic Phonic adalah suara disengaja dihasilkan oleh udara yang

bergerak melalui hidung, mulut, atau tenggorokan.5

a. Simple / Sederhana

Tic phonic sederhana melibatkan membuat suara dengan menggerakkan

udara melalui hidung atau mulut. Contohnya membersihkan tenggorokan,

sniffing, atau mendengkur, batuk, dan desis.

b. Kompleks / kronik

Tic phonic kompleks termasuk ekolalia, palilalia, lexilalia, dan

koprolalia. Koprolalia adalah gejala yang sangat ditekankan Tourette

Sindrom (TS), namun hanya sekitar 10% dari pasien TS menunjukkan

6
coprolalia.

3. Sindrome Tourete

2.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada tic fasialis sebaiknya diobati terlebih dulu dengan

medika mentosa dengan pemberian Carbamazepin dengan dosis 600-1200 mg/hr. Pada
hasil penelitian lain dikatakan carbamazepin efektif pada lebih dari 50% kasus.

Dapat pula diberikan pelemas otot (baclofen dengan dosis 10-60 mg/ hari).

Bila dengan kedua macam obat tersebut kurang berhasil maka dapat digunakan

Botulinum Toxin injeksi (BOTOX) dengan dosis rata-rata 3,22 unit/cm2 secara langung

pada lokasi nyeri. Toksin botulinum merupakan neurotoksin hasil produksi

Clostridium Botulinum yang menghambat pelepasan asetilkolin di muscular junction.

Cara kerjanya yaitu menimbulkan efek paralisis pada otot yang disuntik dengan jalan

memblokade secara irreversibel transmisi kolinergik pada terminal saraf presinap.

Dosis yang digunakan tergantung dari daerah otot yang akan disuntik. Obat suntikan

ini merupakan hasil pengolahan toksin botulinum serotipe A. Secara klinis kelemahan

akan tampak 1-3 hari setelah pemberian toksin ini dan akan berakhir 3-6 bulan

kemudian tergantung dosis dan kepekaan individu.

Operasi dekompresi terhadap pembuluh darah juga merupakan suatu cara

pengobatan terhadap Tic fasialis. Operasi ini memiliki efek samping yang cukup

serius. Menurut penelitian Janneta dkk dekompresi mikrovaskuler merupakan terapi

pilihan bagi tic fasialis disamping botox.

2.8 DEFERENSIAL DIAGNOSA

1. Facial myokimia
Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik

facial myokimia berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang

menetap dan berlanjut. Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge)

spontan yang asinkron dari motor unit yang berdekatan. Facial myokimia muncul

sebagai vermikular twitching dibawah kulit, sering dengan penyebaran seperti

gelombang. Hal ini dibedakan dari gerakan wajah abnormal lainnya dengan

karakteristik electromyogram. Facial myokimia dapat terjadi dengan beberapa

proses di batang otak. Pada kasus yang berat mungkin bermanfaat jika

diberikan toksin botulinum. Kebanyakan kasus adalah idiopatik dan sembuh

tanpa pengobatan dalam beberapa minggu.

2. Hemifacial spasme

Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter

otot wajah yang dipersarafi N.VII ( N. fasialis ) , bersifat paroksismal,

timbil secara sinkron dan intermitten pada satu sisi wajah.

Pada spasme hemifasial typical kontraksi dimulai pada musculus orbicularis

oculi dan menjalat secara bertahap ke otot daerah pipi dan menyebar ke daerah

mulut, meliputi musculus orbicularis oris,buccinator dan platysma. Spasme

hemifasial atypical lebih jarang ditemukan. Pada spasme hemifasial typikal

kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oris dan buccinator, dan

menyebar ke musculus orbicularis oculi.


2.9 PROGNOSIS

Prognosis dari tic fasialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon

pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala,

beberapa mungkin membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati

dengan toksin botulinum atau obat-obatan. Pada tic fasialis kurang dari 10 % pasien

mengalami kambuh kembali dari gejala mereka.

BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. P

Jenis kelamin :Laki-laki

Umur : 43 tahun

Suku bangsa : Minangkabau

Alamat : Padang

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Alloanamnesis :

Seorang pasien, Tn. P, Laki-laki umur 43 tahun datang ke poliklinik

Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 14 Juni 2017 dengan:
Keluhan Utama :

Kelopak mata kiri terasa berkedip sendiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Kelopak mata kiri terasa berkedip sendiri sejak 2 bulan yang lalu terutama

dirasakan ketika sore hari setelah pasien mandi atau malam hari sebelum tidur. Pada

mata kanan kedipan tidak dirasakan. Pasien merasa kedipan kelopak mata tidak

dirasakan ketika pagi hari maupun siang hari saat bekerja. Kedipan kelopak mata

dirasakan hilang timbul, dimana pada awal kedipan terasa sangat kuat, kemudian

melemah dan hilang sementara. Ketika terjadi, kedipan tidak bisa hilang walau

pasien mengucek mata.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat bibir mencong dan lumpuh otot wajah sebelumnya tidak ada

Riwayat trauma kepala tidak ada

Riwayat stroke sebelumnya tidak ada

Riwayat nyeri telinga dan telinga berair sebelumnya tidak ada

Riwayat gangguan pendengaran tidak ada

Riwayat hipertensi dan diabetes melitus tidak ada


Riwayat penyakit keluarga :

Tidak diketahui ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini

Riwayat DM pada kelurga tidak ada

Riwayat stroke pada keluarga tidak ada

Riwwayat hipertensi pada keluarga tidak diketahui

Riwayat pribadi dan sosial :

Pasien seorang karyawan di bagian marketing pada sebuah Bank Swasta di kota

Padang.

PEMERIKSAAN FISIK

I. Umum

Keadaan umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Komposmentis Kooperatif

Nadi/ irama : Nadi kuat angkat, teratur, 84x/menit

Pernafasan : Pola torakoabdominal, teratur, frekuensi 19x/menit

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Suhu : 36,8 0c

Turgor kulit : Baik


II. Status internus

Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Pupil isokor, dengan diameter 3 mm pada pupil

kiri & 3 mm pada pupil kanan

Torak

Paru

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, tidak erdengar maupun

wheezing

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Irama reguler, teratur, bising jantung tidak ada

Abdomen

Inspeksi : Tidak membuncit


Palpasi : Perabaann supel, hepar dan lien tak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus dalam batas normal

Korpus vertebrae

Inspeksi : Deformitas tidak ada

Palpasi : Nyeri tidak ada

Genitalia : tidak diperiksa

III. Status neurologikus

1. Tanda rangsangan selaput otak

· Kaku kuduk : Tidak Ada

· Brudzinsky I : Tidak Ada

· Brudzinsky II : Tidak Ada

· Tanda Kernig : Tidak Ada

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

· Pupil isokor, diameter 3m/3mm, reflek cahaya +/+, papil edema tidak ada

· Muntah proyektil tidak ada

3. Pemeriksaan nervus kranialis


N. I (Olfaktorius) : Tidak terganggu

N. II (Optikus) : Tidak terganggu, lapangan pandang luas

N. III, N. IV, N. VI (Abdusen) : Tidak terganggu

N. V (Trigeminus) : Refleks kornea ada

N. VII (Fasialis) : Plika nasolabialis simetris

N. VIII (Vestibularis) : Tidak terganggu

N. IX (Glossopharyngeus) : Tidak terganggu

N. X (Vagus) : refleks muntah (+)

arkus faring simetris

uvula ditengah

N. XI (Asesorius) : Tidak terganggu

N. XII (Hipoglosus) : Tidak terganggu

4. Koordinasi : Tidak terganggu

5. Refleks

Fisiologis:

Biseps : ++/++

Triseps : ++/++

KPR : ++/++

APR : ++/++
Patologis :

Babinsky : -/-

Chaddok : -/-

Oppenheim :-/-

Schaefer : -/-

Gordon : -/-

Hoffman trommer : -/-

Pemeriksaan laboratorium

Darah :

Hb : 12,5 gr/dl

Leukosit : 9.200/mm3

Trombosit : 257.000/mm3

Hematokrit : 31%

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis :

Diagnosis Klinis : Tic Fasialis

Dianosis Topik : N VII

Diagnosis Etiologi : Idiopatik


Diagnosis Sekunder :

Diagnosis Banding

Prognosis :

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad sanam : Dubia ad Bonam

Quo ad fungsionam : Bonam

Terapi :

- Umum :

- Khusus :

Anjuran pemeriksaan

1. Brain CT-Scan

BAB IV

DISKUSI
Seorang pasien lak-laki datang poliklinik Neurologi RSUP dr. M.Djamil Pdang

dengan keluhan kelopak mata kiri terasa berkedip sendiri sejak 2 bulan yang lalu

terutama dirasakan ketika sore hari setelah pasien mandi atau malam hari sebelum

tidur. Gangguan tic biasanya terjadi pada saat isriahat dan tidak dirasakan pada

saat beraktivitas, misalnya pada pasien ini kedipan kelopak mata tidak dirasakan

ketika pagi hari maupun siang hari saat bekerja. Pada mata kanan pasien kedipan

tidak dirasakan karena biasanya gangguan tic bersifat unilateral. Kedipan kelopak

mata dirasakan hilang timbul, dimana pada awal kedipan terasa sangat kuat, kemudian

melemah dan hilang sementara. Ketika terjadi, kedipan tidak bisa hilang walau

pasien mengucek mata karena tic terjadi akibat gangguan pada saraf fasialis (NVII)

dan gangguan ini dapat bersifat idiopatik karena pada pemerikssan fisik pasienn

dan laboratorium tidak ditemukan kelainan.

DAFTAR PUSTAKA
1) Carpenter D. O., Hemifacial spasm, HANDBOOK OF PATHOPHYSIOLOGY

1st edition, Pennsylvania: Springhouse, 2001

2) Lumbantobing S. M., Nervus Fasialis, NEUROLOGI KLINIK PEMERIKSAAN

FISIK DAN MENTAL ed. 4, Jakarta: FKUI, 2004.

3) Mardjono M., Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, NEUROLOGI

KLINIS DASAR, ed. 9, Jakarta: Dian Rakyat, 2003

4) http://emedicine.medscape.com/article/1170722

5) http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp

6) http://www.mountsinai.org/patient-care/health-library/diseases_neurologi

Anda mungkin juga menyukai