Anda di halaman 1dari 7

Aku memiliki sahabat yang bernama Tata dan Sally.

Pada suatu hari kami berada didalam


kelas. Di kelas, aku sebangku dengan Roy. Dia anak desa yang tidak keren tetapi memiliki
otak yang lumayan pintar. Tapi untunglah di belakangku ada Tata dan Sally. Tata adalah
temanku dari TK yang pintar, berambut lurus dan memiliki wajah yang cantik. Sedangkan
Sally adalah temanku dari SD . Ia adalah anak yang gaul, top, cantik tetapi otaknya pas-
pasan. Aku, Tata, dan Sally bertemu di SMA dan menjadi sahabat.

Sebenarnya aku lebih senang duduk berpasangan cewek dengan cewek karena bisa
bergosip soal cowok-cowok keren. Tapi karena sudah ditentukan oleh wali kelasku yah aku
harus menerimanya.

Setelah bel jam pergantian pelajaran berbunyi, kami ngobrol sementara. Tata dan Sally
selalu ngomongin cowok-cowok korea sampai-sampai Roy yang sedang belajar dan duduk
di sebelahku jengkel mendengarnya. Ia tidak suka dengan cowok-cowok korea walaupun
bisa dibilang mereka itu sangat tampan.

Diantara kami bertiga hanya Sally yang sudah punya pacar dan sudah beberapa kali putus
jadian dengan cowok yang berbeda. Sebenarnya aku sangat ingin punya pacar. Setiap hari
aku belajar mati-matian dan selalu mengerjakan PR.
“Rin, sudah buat PR fisika ? “ tanya Ben begitu bel istirahat pertama berbunyi.
“Sudah.”
“Pinjam boleh nggak ?”
“Ehmmm.. Boleh deh,” kataku sambil menyerahkan buku PR-ku pada Ben dan aku pun ke
kantin bersama Tata.

Mengobrol dengan Tata sebenarnya lebih enak karena kami bisa membahas cowok-cowok
boyband korea daripada mengobrol dengan Sally yang suka curhat tentang pacarnya.
“Ta, gimana kalau kita berlomba ?” tanyaku nekat.
“Lomba apaan ?” tanyanya dengan ekspresi wajah kebingungan.
“Lomba duluan dapat pacar.”
“Haa ?? Lomba apaan sih.” Jawabnya sambil mengernyit.
“Jangan gitu dong. Kalau ada tujuan kedua, kita makin semangat sekolah dan.. dan.. nggak
dibilang jomblo lagi. Kamu juga setuju, kan ?”.
Tata tidak menjawab. Dia malah bengong.
“Heh, kok malah bengong!”
“Terus apa untungnya kalau duluan dapat cowok?”
Iya ya benar juga. Namanya lomba kan harus ada pemenang dan hadiahnya. “ Gini deh,
yang duluan dapat cowok harus membelikan barang yang diinginkan pemenang. Tapi
jangan maha-mahal dong.”
“Lho kok kamu ngomong begitu ? Itu namanya kamu siap kalah, “ sodok Tata.
“Benar juga. Pokoknya hadiahnya begitu. Setuju ?”
“Setuju deh walaupun agak terpaksa nih. Lagian perlombaan nggak mutu amat sih ? Jurinya
juga nggak ada.”
“Nggak mutu gimana ? Emangnya kamu nggak mau punya pacar ?” desakku.
“Mau sih tapi kalau bisa nggak sekarang.”
“Hah??? Terus kalau ada yang suka sama kamu? Kamu tolak?”
“Tadinya mau begitu tapi kalau ada lomba begini terpaksa diterima.” Jawab Tata sambil
tertawa geli.

Setelah selesai berbincang-bincang, aku dan Tata kembali ke kelas. Sesampainya di kelas,
teman sekelasku, Joko meminta pinjam PR kimiaku. Cowok-cowok yang lain juga langsung
mengerumuni meja Joko, tentu saja sambil menyapaku.
“Rin, pinjam ya PR-nya,”kata Haryo manis.
“Silahkan.. silahkan..”jawabku tak kalah manis.
“Aku cinta banget deh punya teman kayak kamu !” Sayangnya yang ngomong itu bukan
anak cowok tapi Sally yang hampir setiap hari nyontek PR-Prku dan Tata.
“Apa nih? Kimia, ya ? Punya siapa ?” Tanya Feri, cowok yang menurutku paling cool di kelas
ini sambil menenteng buku PR-nya.
“Udah nggak usah nanya-nanya, kalau mau nyalin, cepetan” teriak Aldi panik keburu bel
masuk bunyi.
“Oh punya Rin. Rin, pinjam ya” kata Feri yang barusan mengintip nama di depan buku.
“Iya, iya, pinjam saja,” jawabku agak menenangkan diri. Tiba-tiba pundak kiriku di dorong
dari belakang.
“Jangan sampai ngiler gitu dong,” kata Tata pelan.

Hari Valentine dalam seragam putih abu-abu pun tiba. Tapi tidak ada satu cowok pun yang
tertarik padaku apalagi Feri. Sepenglihatanku dia malah kian lengket dengan Monika yang
tengil itu. Semua usahaku jelas nggak ada gunanya.
“Rin, ke kantin yuk,” colek Tata membuyarkan ratapan hatiku.
“Males ah, nggak mood,” jawabku lemas.
“Kok lemas banget ? Belum sarapan, ya ?”
“Aku menggeleng. “Ngobrol di luar aja, Ta” ajakku. Malas aku ngobrol dengannya di kelas
karena ada Roy disampingku. Luzina sudah ngacir, janjian dengan kak Nino, sang ketua
OSIS.
“Mukamu kusut amat,”coletah Tata.
“Ta, gimana nggak kusut. Aku sedih banget sampai sekarang ini masih belum ada pacar.
Kalau kamu gimana ? Jangan-jangan diam-diam sudah dapat gebetan ?” selidikku.
“Belum” jawab Tata santai.
“Kok kamu tenang-tenang saja ?”
“Habis gimana ? Mau ngejar-ngejar cowok ? Nembak duluan ? Gila aja. Emang kita cewek
apaan.”
“Ya nggak segitunya. Aku juganggak mau ngejar-ngejar cowok. Malu. Tapi nanti acara
Valentine gimana ?”
“Gimana apanya? Datang saja. Kan nggak mesti berpasangan. Ampun deh, Rin.”

Bel pertama tanda selesai istirahat berbunyi. Tata mengajak masuk kelas.
Sejak awal pelajaran sejarah dimulai pikiranku tidak fokus. Ketika aku tersadar, satu papan
tulis bagian kiri sudah dihapus. Terpaksa deh aku pinjam catatan sejarah Tata.
“Ta, aku pinjam catatannya, ya ?”
“Catatan ini ? Kok tumben ?”
“Udah deh. Pinjam, ya “ kataku setengah memaksa.
“Nggak pinjam punyaku saja ?” Roy menawarkan diri.
“Nggak ah. Tulisanmu jelek, lagian takut nggak lengkap.” jawabku ketus. Roy diam saja dan
terus menyalin.

Huh, Valentine SMA yang pertama ini gagal total. Hanya ada surat cinta dari penulis
pengecut.
“Kira-kira siapa yang kirim surat itu, Ta ?” tanyaku sambil menyantap makanan.
“Kamu nggak ada bayangan sama sekali ?” Tata malah balik bertanya.
“Nggak ada. Pokoknya aku bersumpah, kalau sampai penulis surat itu ketahuan dan
ternyata aku hanya dikerjai, aku tidak akan pernah meminjamkan PR kepadanya dan tidak
akan ngomong pada orang itu seumur hidupku !” kataku keras.
“Wah jangan sumpah-sumpah gitu dong, kalau ternyata yang kirim surat itu serius, kamu
mau ?”
“Tergantung siapa...”
“Gimana sih ? katanya kamu mau banget punya pacar.”
“Iya tapi kalau cowoknya nggak oke, masa aku memaksakan diri ?”
“Ini kan Cuma pacaran anak SMA, Rin. Masa kamu serius banget ?”
Aku terdiam. Benar juga kata Tata. Aku ini masih anak putih abu-abu, buat apa serius mikir
pacaran.
“Heh, ngapain senyum-senyum begitu ?” Tata menyenggol lenganku.
“Iya, Ta. Kamu benar juga, buat apa pacaran serius ya? Ini kan masih SMA. Tapi biar gitu
aku nggak mau kalau muka si pengirim surat ini parah banget,” jawabku.
“Maksudnya kayak Roy ?” sambung Tata jail. Kami langsung tertawa ngakak.
“Roy sih pilihan terakhir. Kalau sudah kepepet banget!” timpalku membayangkan Roy yang
selalu bisa kami suruh-suruh semaunya dan nurut aja kusuruh mengantarku pulang tiap
hari.

Aneh betul tingkah laku Roy hari ini. Dari tadi pagi dia terlihat acuh tak acuh denganku.
Biasanya tiap pagi dia menyapaku. Tapi saat aku datang dia tampak sibuk membaca buku
sejarah untuk ulangan nanti setelah istirahat pertama. Dan tumben dia juga nggak pinjam
PR Fisika yang pelajarannya setelah istirahat kedua. Dia sama sekali nggak peduli dengan
kedatanganku.

Keesokkan harinya dia tetap memperlakukanku seperti itu. Dan aku juga nggak mau mundur
sedikit pun ngajak biacara dia duluan. Sepulang sekolah, aku langsung menuju rumah Tata.
“Rin, kok tumben kamu kesini ? kabur ya ?” cecarnya sambil meletakkan buku-bukunya di
meja belajar.
“Enak aja. Aku nggak kabur. Aku hanya heran sama si Roy “ kataku langsung.
“Aku kira ada apaan. Emang dia kenapa ?” tanya Tata.
“Sejak senin dia tidak bicara denganku. Sudah begitu tadi dia meninggalkan aku tanpa
menyapa sedikit pun.” Ceritaku rada emosi.
“Kenapa ya ? Tapi bukankah itu yang kamu mau Rin, supaya dia jangan sok akrab
denganmu di sekolah ?” Tata balik bertanya.
“Iya sih... Tapi kayaknya ada yang aneh ”
“Daripada kamu emosi nggak jelas mending kamu tanya dia langsung” saran Tata.

Dan begitulah. Aku dan Tata mengajak Roy ke taman sekolah.


“Kok kamu diam saja, Roy ?” Tata berusaha mencairkan suasana melihat Roy yang
mengikuti kami tapi dengan gelagat sepert robot.
“Apakah kalian sudah tau siapa yang mengirim surat waktu hari Valentine ?” tanya Roy.
“Belum sih.. ehh tapi kok kamu tau ?” tanyaku heran.
“Sebenarnya, aku yang mengirim surat itu. Sudah lama aku sudah suka sama kamu. Jadi
maukah kamu jadi pacarku ?”
“Tunggu.. jadi kamu.. Hmm tapi aku mau deh jadi pacar kamu.” Jawabku dengan nada yang
sedikit malu. Akhirnya kami berpacaran.

Setelah tiga bulan kami jalani persahabatan kami, Tata mulai dekat ama cowok yang ia
suka. Dia pun cerita tentang cowok yang ia suka.
“Aku punya teman, dia orangnya putih, ganteng, trus motornya mio”

Tapi waktu Tata punya cowok, ia mulai berubah. Soalnya semenjak Tata dekat sama
cowoknya, ia tidak punya waktu bermain dengan ku dan dia selalu curhat tentang cowoknya.
Tapi pada suatu hari, rupanya cowok Tata itu orangnya matre. Lama-kelamaan dia pacaran
akhirnya dia putus juga.

Hari demi hari berlanjut. Sekarang kami sudah duduk di kelas dua. Tiba-tiba Roy datang.
“Rin, kamu tau nggak orang yang selalu bersama kamu itu sahabat ? Tanya tuh sama Tata,
ada apa antara dia dan Feri ” kata Roy pelan. Aku sempat kaget karena cowok yang dulu
aku sempat naksir ternyata pacaran sama sahabat aku sendiri.

Di kantin aku dan Tata terdiam. Dalam hati emosi sekaligus malu. Kebahagiaan yang ada
waktu kelas satu. Sudah tidak ada lagi. Semuanya sudah hancur. Semenjak Tata ternyata
sudah pacaran sama Feri. Aku sama sekali nggak nyangka hal ini terjadi. Sepulang sekolah
aku memaksa berbicara berdua dengan Tata di kantin yang sepi.
“Ta, apa sih maksud kamu yang nggak tertarik pacaran tiba-tiba udah pacaran sama Feri?
Aku nggak ngerti..”
“Eh.. gimana ceritanya ya Rin ? aku bingung harus mulai darimana.. Rin, kuharap walaupun
kamu dengar cerita-ceritaku ini kita bisa tetap berteman” Jawab Tata dan mulai
menceritakan kisah antara dia sama Feri yang ia sembunyikan dari Rin dengan rapi selama
ini. Selama mendengar ceritanya aku mulai memelas.

Keesokan harinya Tata marah sama aku karena aku dekat sama Feri. Tapi itu cuma sebagai
teman aja. Nggak lebih. Padahal Feri berteman dengan aku cuma mau tanya tentang Tata.
Hal yang disukai Tata dan yang tidak disukai . soalnya dia nggak mau nanya ama Tata.
Mungkin Tata nggak tau Feri sering ke rumah aku cuma mau nanyain Tata. Sangking Feri
sayang sama Tata, dia ngelakukan apa aja. Tapi Tata nggak tau berapa besar pengorbanan
Feri untuk dia. Sampai-sampai dia nuduh aku selingkuh ama Feri karena Tata tau bahwa
dulu aku pernah suka sama Feri. Aku ngerasa nggak ada yang percaya ama aku. Tata ulang
tahun bulan Agustus. Aku sama Feri dan Roy pun mau rencanain beli kue untuk Tata. Feri
pun datang ke rumah aku. “Rin,
bantu aku buat surprise untuk Tata ya..’’ Kata Feri.

Besoknya, Feri pun bertemu Tata. Ketika di dalam kelas ada Tata, Roy, Sally dan
disampingnya ada aku. Dia pun cerita waktu dia datang ke rumah aku terus dia juga bilang
ada Roy juga. Tata pun tambah curiga. Tata marah-marah sama aku.
“Rin, kenapa nggak cerita sama aku kalau Feri datang ke rumah kamu ?” Tanya Tata
dengan emosi. Tapi aku hanya diam karena aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya.

Ultah Tata tinggal tiga hari lagi. Tapi rencananya belum dibuat ama Feri. Rupanya Feri sama
Tata lagi berantam, tanpa sepengetahuan aku. Walaupun begitu, Feri tetap mau membuat
kejutan buat Tata.
Dengan duit yang aku sisihkan, aku tetap mau beli kue dan buat kejutan untuk Tata.

Ketika di sekolah, tiba-tiba Tata mendatangi dan memarahiku.


“Ini semua gara-gara Rin. Aku berantam ama Feri”. Bentak Tata.
“Kok aku yang disalahin, aku kan nggak ada apa-apa sama dia.” Aku balas membentak
Tata. Kami pun berantem sampai akhirnya Sally yang harus melerai kami.

Aku jadinya putus asa buat rencana untuk ultah Tata. Aku malas, aku benci ama dia, jadinya
aku ngerasa bersalah. Tapi semuanya udah berlalu. Aku cuma bisa diam dan tak mau beli
kue untuk Tata lagi.

Malam pun tiba. Aku hanya duduk termenung di kamarku, sambil mengingat kejadian tadi di
sekolah ketika Tata menuduhku sembarangan. Besok adalah tanggal 25, ultahnya Tata.
Setelah ku pikir-pikir, aku akan tetap membeli kue ultah untuk Tata walaupun aku masih
sakit hati sama dia. Aku nggak terima dia nuduh aku kayak gitu. Dia nuduh sahabatnya
sendiri karena ngerebut cowoknya. Padahal kami sudah berteman dari TK dan aku sendiri
sudah mengganggap Tata sebagai saudara aku sendiri. Dia udah kenal sama aku begitu
juga aku udah kenal sama dia. Di tengah kelamunan, tiba-tiba Sally meneleponku.
“Halo Ta.. Gimana ? Jadi beli kuenya nggak ?” tanya Sally.
“Yah tetap jadilah.. Walaupun dia tadi udah menuduh aku kayak gitu aku kan tetap
sahabatnya” jawabku dengan penuh percaya diri.
“Nah gitu donkk.. Besok aku temanin beli kue yah”
“Oke..”

Besok harinya, tanggal 25 Agustus Tata Ultah.


Aku sangat senang karena hari ini Tata berulang tahun. Yah.. walaupun masih ada masalah
diantara kami berdua sih. Aku sudah menyiapkan kue dan kado spesial yang aku buat
sendiri untuk Tata, sahabatku. Aku pun segera menuju ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, aku menyembunyikan kue dan kado yang aku bawa. Rencananya,
aku akan meminta maaf kepada dia tentang masalah yang terjadi dan aku akan memberikan
dia kejutan kecil. Tetapi ketika Tata datang, ia tidak menyapaku sama sekali dan langsung
duduk di bangkunya. Aku segera duduk disampingnya tetapi akupun nggak ngomong
sepatah kata pun. Padahal semua teman sekelas aku udah ngucapin selamat ulang tahun
kepada Tata. Akhirnya dengan memberanikan diri, aku pegang tangan Tata dan memberi dia
selamat atas bertambah usianya. Aku juga memberikan dia kue dan kado yang sudah aku
siapkan.Tak lupa aku meminta maaf dari hati yang terdalam dan aku menceritakan semua
kisah yang sudah kami lewati sampai aku tak bisa menahan air mata. Aku pun menangis. Di
bangku depanku ada Sally dan Roy. Mereka juga mendengar kisah yang aku ceritakan dan
ikut menangis, begitu juga dengan Tata.
Hari itu, kami tidak melihat Feri di sekolah. Kami mencarinya tetapi semua temannya bilang
bahwa Feri tidak masuk sekolah. Hal itu sangat mengherankan. Ia sama sekali tidak
memberi ucapan apapun pada Tata padahal ia adalah pacarnya Tata.

Bel istirahat pun berbunyi. Aku segera mengajak Tata, Sally, dan Roy ke kantin.
“Ta, aku mau nanya sesuatu sama kamu. Tapi kamu jangan marah yah..” kataku dengan
nada yang pelan.
“Emangnya mau nanya apa sih ? udah tanya aja aku nggak bakal marah kamu lagi kok..”
“Hmm.. sebenarnya aku lagi bingung nih.. dari pagi aku belum melihat Feri padahal dia kan
pacar kamu. Kamu tau nggak dia ada dimana ?”
“Ohh sebenarnya aku sama Feri sudah putus”. Jawabnya dengan nada yang santai.
Aku hanya terdiam. Aku tidak bisa bertanya kenapa alasannya karena aku nggak mau ikut
campur lagi urusan mereka berdua.

Sesudah Tata putus sama Feri, persahabatan kami terus berlanjut. Aku sama Roy masih
berpacaran, Sally juga masih berpacaran dengan kakak ketua Osis, sedangkan Tata yang
sudah jomblo. Akhirnya perlombaan mencari pacar dimenangkan oleh aku. Tata segera
menepati janjinya dengan membeli barang-barang yang aku suka. Setiap hari, kami selalu
bersama, mengobrol bersama, canda dan tawa pun bersama. Kami tidak lagi saling
mementingkan diri sendiri, mementingkan pacar kami dan tidak saling membedakan. Jika
memilih antara sahabat atau cinta yah aku akan memilih sahabat. Karena sahabat yang
setia akan selalu ada bersama dengan kita walaupun masa terpuruk pun.

Anda mungkin juga menyukai