Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hdup di

luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin

kurang dari 500 gram.1

Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman, 70

ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan

oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak aman) dintaranya bahkan terjadi

di negara berkembang.

Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43

kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa

masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000). Suatu hal yang dapat kita

tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di negara-negara dimana

aborsi dilarang keras oleh undang-undang.2,3

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan menurut

gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan dan abortus

provokatus. Menurut gambaran klinis dapat dibedakan menjadi abortus iminens, abortus

insipien, abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, abortus habitualis, abortus

septik, dan blighted ovum .1,4

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi dan Klasifikasi

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum

janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang

dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 1

Abortus dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya dan

menurut gambaran klinis dari abortus. Menurut terjadinya, abortus dibedakan

menjadi abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan yaitu

abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa

menggunakan tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus

yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.1,5

Abortus provokatus dibagi lagi menjadi abortus provokatus medisinalis

dan abortus provokatus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang

terjadi adalah karena tindakan sendiri, dengan didasarkan pada pertimbangan

dokter untuk menyelamatkan ibu. Abortus kriminalis adalah abortus yang

terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan

indikasi medis dan biasanya dilakukan secara tersembunyi oleh tenaga

tradisional. 1,5

Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan menjadi:

a) Abortus imminens (threatened abortion), adalah abortus

tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya

abortus, ditandai dengan pendarahan pervaginam,

2
ostium uteri tertutup, dan hasil konsepsi masih baik

dalam kandungan. 1,6

b) Abortus insipiens (inevitable abortion) adalah abortus

yang sedang mengancam yang ditandai dengn serviks

telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, tetapi

hasil konsepsi masih ada dalam kavum uteri dan dalam

proses pengeluaran.

c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) adalah abortus

yang ditandai dengan hasil konsepsi telah keluar dari

kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.

d) Abortus komplit (complete abortion) adalah abortus

yang ditandai dengan seluruh hasil konsepsi telah keluar

dari kavum uteri.

e) Missed abortion adalah abortus yang ditandai dengan

embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan

sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi

seluruhnya masih tertahan di dalam kandungan.

f) Abortus habitualis, adalah abortus spontan yang terjadi

tiga kali atau lebih secara berturut – turut

g) Abortus septik adalah abortus yang disertai infeksi pada

peredaran darah tubuh atau peritoneum.

h) Kehamilan anembrionik (blighted ovum) adalah

kehamilan dimana tidak terbentuk mudigah sejak awal

walaupun kantong gestasi telah terbentuk. 1,6

3
4
5
2.2. Etiologi

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :

a) Faktor genetik

Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan

abortus. Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan


1,4
kariotip dari embrio. Data ini berdasarkan pada 50% kejadian

abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik

yang berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian

nondisjuction meiosis atau poliploidi dari fertilas abnormal dan

separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik pada trimester

pertama berupa trisomi autosom.

Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana

terjadi fertilisasi ovum normal oleh 2 sperma (dispermi). Insiden

trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi (30%

dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus

spontan diikuti dengan sindroma Turner (20-25%) dan

Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya bisa

bertahan sehingga lahir.

Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu

penyebab kelainan sitogenetik yang berakibat aborsi dan

6
kelainan ini sering diturunkan oleh ibu memandangkan kelainan

struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya

konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor lainnya yang bisa

mengurangi peluang kehamilan.

b) Faktor anatomi

Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab

komplikasi obstetrik terutamanya abortus. Pada perempuan dengan

riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien.

Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan anatomik uterus

adalah septum uterus (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus

unicornis (10-30%). Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus

berulang dan infertilitas akibat dari gangguan passage dan

kontraktilitas uterus. Sindroma Asherman bisa mengakibatkan

abortus dengan mengganggu tempat implantasi serta pasokan

darah pada permukaan endometrium. Kelainan kongenital arteri

uterina yang membahayakan aliran darah endometrium dapat juga

berpengaruh. Selain itu, kelainan yang didapat misalnya adhesi

intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis

mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat

mengakibatkan abortus.

Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten

juga telah terbukti dapat meyebabkan abortus terutama pada kasus

abortus spontan. Pada kelainan ini, dilatasi serviks yang “silent”

dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu. Wanita dengan

7
serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan

yaitu 2cm atau lebih dengan memperlihatkan gejala yang minimal.

Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih, maka kontraksi uterus

yang aktif dan pecahnya membran amnion akan terjadi dan

mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim. faktor-faktor yang

mengakibatkan serviks inkompeten adalah kehamilan berulang,

operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan pada

dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.

8
c) Faktor endokrin

Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung

pada koordinasi sistem pengaturan hormonal martenal yang baik.

Perhatian langsung pada sistem humoral secara keseluruhan, fase

luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar

progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus. Pada

diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi

pada trimester yang pertama akan berisiko untuk mengalami

abortus dan malformasi janin. Insulin-dependent diabetes mellitus

(IDDM) dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat

untuk abortus.

Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi

endometrium terhadap implantasi embrio. Kadar progenteron yang

rendah diketahui dapat mengakibatkan abortus terutamanya pada

kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup

steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum

pada usia 7 minggu akan berakibat abortus dan jika diberikan

progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan dapat

diselamatkan.

Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan

pada kelangsungan kehamilan. Perubahan endometrium menjadi

desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus. Perubahan

morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses

migrasi trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada

9
jaringan ibu. Di sini interaksi antara trofoblas ekstravillus dan

infiltrasi leukosit pada mukosa uterus berperan penting di mana

sebagian besar leukosit adalah large granular cell, dan makrofag

dengan sedikit sel T dan sel B. Sel NK dijumpai dalam jumlah

yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar

progesteron. Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi

peningkatan sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit

atau tiada ekspresi HLA. Trofoblast ekstravillous tidak bisa

dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan

HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang

optimal oleh trofoblas extravillous. Maka, gangguan pada sistem

ini akan berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.

Selain itu, hipotiroidisme juga dapat menjadi etiologi dari

abortus. Defisiensi iodium berat dapat berkaitan dengan

keguguran. Autoantibodi tiroid pernah dilapokan berkaitan dengan

peningkatan insiden abortus.

a) Faktor infeksi

Ada berbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi

dengan kejadian abortus. Antaranya adalah adanya metabolik

toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang berdampak

langsung pada janin dan unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa

berakibat kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit

untuk bertahan hidup.

10
Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan

bisa berlanjut kematian janin. Infeksi kronis endometrium dari

penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa mengganggu

proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram

negatif juga bisa mengakibatkan abortus. Infeki virus pada

kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan genetik dan

anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV,

HSV, koksakie virus, dan varisella zoster.

Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa

berdampak pada kejadian abortus

- Bakteri: Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis,

Ureaplasma realitikum, Mikoplasma hominis, Bakterial

vaginosis.

- Virus: CMV, HSV, HIV dan Parvovirus.

- Parasit: Toksoplasma gondii, Plasmodium falsifarum.

- Spirokaeta: Treponema pallidum.

d) Faktor imunologi

Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian

abortus. Antaranya adalah SLE dan Antiphospholipid

Antibodies (aPA).3 aPA adalah antibodi spesifik yang

ditemukan pada ibu yang menderita SLE. Peluang terjadinya

pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah

75%.3 Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan

11
dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan

berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid. Selain SLE,

antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada

preemklamsia, IUGR, dan prematuritas. Dari International

Consensus Workshop pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah:

- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri,

venosa atau kapiler yang dibuktikan dengan gambaran

Doppler, dan histopatologi)

- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab

yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik atau

hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di mana gambaran

sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur

dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan

preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat)

- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang

sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih dengan

pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu)

- antibodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid,

aPTT, PT, dan CT, kegagalan untuk memperbaikinya

dengan pertambahan dengan plasma platlet normal dan

adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid)

12
e) Faktor trauma

Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan

terjadinya abortus yang yang diakibatkan karena adanya

perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan infeksi.1

Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang

disebabkan karena trauma .

f) Faktor nutrisi dan lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari

paparan obat, bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan

berakhir dengan abortus. Faktor-faktor yang terbukti berhubungan

dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan

kafein.

Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko

abortus.1 Pada wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari,

risiko abortus adalah 2 kali lipat dari risiko pada wanita yang tidak

merokok. Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain

nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat

sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurukan

pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu neurotoksin.

Meminum alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan dapat

meningkatkan risiko abortus spontan dan anomali fetus. Kadar

abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi

13
alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap

hari dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.

Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari

atau 500mg kafein satu hari dapat sedikit menambah risiko abortus

dan pada mereka yang meminum lebih dari ini, risikonya

meningkat secara linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi.

Pada penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level

paraxantine (metabolit kafine), risiko abortus spontan adalah 2 kali

lipat daripada kontrol. 1,4

2.3. Patogenesis

Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti

dengan nekrosis jaringan disekitar perdarahan.1,4,8 Jika terjadi lebih awal,

maka ovum akan tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan

berakhir dengan ekspulsi karena dianggap sebagai benda asing oleh tubuh.

Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi yang kecil

atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.

Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan dapat terjadi.

Jika fetus yang tertinggal mengalami maserasi, dimana tulang kranial kolaps,

abdomen dipenuhi dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi

organ internal. Kulit akan tertinggal di dalam uterus atau dengan sentuhan

yang sangat minimal. Bisa juga apabila cairan amniotik diserap, fetus akan

dikompress dan mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus.

14
Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres

sehingga menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.

Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan

seluruhnya, karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam;

sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu, vili korialis telah masuk agak dalam,

sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal. Perdarahan yang

banyak terjadi karena hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas

kontraksi dan retraksi miometrium.1,4 ,8

2.4.Diagnosis

Abortus dapat didiagnosa berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik. 6,7

Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan tanda Diagnosis

Bercak Tertutup Sesuai dengan usia Kram perut Abortus

sedikit gestasi bawah, uterus immines

hingga lunak

sedang6,7 Tertutup/terb Lebih kecil dari Sedikit/tanpa Abortus

uka usia gestasi nyeri perut komplit

bawah,riwayat

ekspulsi hasil

konsepsi

Sedang Terbuka Sesuai dengan usia Kram atau nyeri Abortus

sehingga kehamilan perut bawah, insipient

masif/banyak belum terjadi

15
ekspulsi hasil

konsepsi

Kram atau nyeri Abortus

perut bawah, inkomplit6


,7
ekspulsi

sebagian hasil

konsepsi

Pada abortus dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan

laboratorium berupa, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan,

dantrombosit. Pada pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh,

ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.

2.5.Diagnosa Banding

 kehamilan ektopik terganggu4,11

 mola hidatidosa

 polip endoserviks

 karsinoma serviks4,11

2.6.Tatalaksana

a. Abortus Imminens.

Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah

baring total dan pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan

ataupun hubungan seksual.1,4,7 Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan


16
antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian lanjutan dilakukan jika

perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus berlangsung, kondisi

janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain dilakukan

dengan segera.

b. Abortus Insipiens

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan

dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan

maka, Ergometrin 0,2 mg IM atau Misoprostol 400mcg per oral dapat

diberikan. Kemudian pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan dengan

segera. 1,4,7

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil

konsepsi ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu,

infus 20 unit oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan

Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk

membantu ekspulsi hasil konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap

dipantau.

c. Abortus Inkomplit

Jika perdarahan ringan/sedang dan kehamilan kurang dari 16 minggu,

evakuasi dapat dilakukan dengan menggunakan jari atau forsep cincin untuk

mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks..

Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan

kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi uterus dengan aspirasi vakum

17
manual (AVM). Kuret tajam sebaiknya hanya digunakan jika tidak tersedia

aspirasi vakum manual (AVM). Jika evakuasi belum dapat dilakukan dengan

segera, masukkan Ergometrin 0,2mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian

bila perlu). 1,4,7

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 40 IU dalam

1 liter NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk

membantu pengeluaran hasil konsepsi.

d. Abortus Komplit

Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk

melihat adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu

setelah penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas

ferrosus 600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan

transfusi darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan pasca

keguguran dan pemantauan lanjut jika perlu.

e. Missed Abortion

Jika usia kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan evakuasi dengan

AVM. Jika usia kehamilan 12 – 16 minggu, pastikan serviks terbuka, bila

perlu lakukan pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase.

Lakukan evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.

Jika usia kehamilan 16 – 22 minggu, lakukan pematangan serviks lalu

evakuasi dengan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NaCl 0,9% atau RL

18
dengan kecepatan 40 tetes per menit hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi.

Bila dalam 24 jam evakuasi tidak terjadi, evaluasi kembali sebelum

melakukan evakuasi lebih lanjut.

f. Abortus Habitualis

Penyebab paling banyak abortus ini adalah inkompetensi serviks.

Penanganan inkompetensi serviks adalah dengan memberikan fiksasi pada

serviks pada umur kehamilan 12 – 14 minggu dan jika kehamilan aterm dan

bayi siap dilahirkan, fiksasi dibuka.

g. Abortus Septik

Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan

keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang

mencukupi sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil

dari darah dan cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama

dapat diberikan Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah

gentamisin 2x80mg dan metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, pemberian

antibiotik dilanjutkan dengan hasil kultur. 1,4,7

Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik

minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan,

uterus harus dilindungi dengan uterotonik untuk menghindari komplikasi.

Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu

19
2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik

yang lebih sesuai dah kuat.

h. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)

Pada abortus ini, dilakukan dilatasi dan kuretase.

i. Pemantauan pasca abortus.

Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan

hal yang biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh

kehamilan yang diketahui secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk

kehamilan berikutnya adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis atau adanya

penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping pada kehamilan

berikut.

Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM.

Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke

rumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang

menyebabkan anemia berat atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1

sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami

kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan

atau gejala yang lebih berat. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan

infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani

surat persetujuan tindakan.1,4,7

20
2.7.Komplikasi

a. Perdarahan5,9

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa

hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena

perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang

berlebihan sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus,

laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.

b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam

posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus

provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya

perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya

perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya

datang dengan syok hipovolemik. 5,9

c. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)

dan karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi

canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga dapat terjadi namun pasien sembuh

dengan segera.

d. Infeksi

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri

yang merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu


21
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,

Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis,

sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram

negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur.

Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada

abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium,

tuba, parametrium, dan peritonium. 5,9

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap

infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus,

Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan

Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria

gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes

potensial berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.5,9

e. Efek anestesi

Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa

terjadi yang berakibatkan perdarahan.12 Pada kasus therapeutic abortus,

paracervical blok sering digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan

intravaskular yang tidak disengaja pada paraservikal blok akan mengakibatkan

komplikasi fatal seperti konvulsi, cardiopulmonary arrest dan kematian. 12

22
Daftar Pustaka

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

2014. h 460-473

2. Suarta S. Kontroversi seputar aborsi. Kesrepro [serial online]. Juni 2017. [cited 30

Agustus 2018]. Diunduh dari http://www.mitrainti.org/?q=node/218

3. Susiana S. Aborsi dan hak kesehatan reproduksi perempuan. 2016;6:1-4

th
4. Cunningham, Leveno, Bloom, dkk. William Obstetrics 24 ed. Philladephia.

McGraw Hill. 2014. h 226-245

5. Jevuska. Abortus inkomplit. Jevuska. 2017 [cited 30 Agustus 2018]. Diunduh dari

https://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-inkomplit/

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di

fasilitas kesehatan dasar dan rujukan edisi 1. 2013

7. Prawirohardjo S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal .

Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014.

8. Carrington B, Sacks G, Regan L. Recurrent miscarriage:pathophysiology and

outcome. NCBI 2015;6:591-7 [cited 30 Agustus 2018]. Diunduh dari

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16258340

9. Gaufberg S. Abortion complications. Medscape. 2016 [cited 30 Agustus 2018].

Diunduh dari https://emedicine.medscape.com/article/795001-overview#a5

10. Muslim I, Doraiswarny J. Miscarriage. BMJ 2018 [cited 30 Agustus 2018]. Diunduh

dari https://bestpractice.bmj.com/topics/en-gb/666

23
11. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis and

treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2017

12. Butterworth J, Mackey D, Wasnick J. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5


th
ed. New York. McGraw Hill. 2013

24

Anda mungkin juga menyukai