Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

MASTITIS MIKOTIK DI INDONESIA


(Mycotic Mastitis in Indonesia)
RIZA ZAINUDDIN AHMAD

Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30 Bogor 16114

ABSTRACT

Mycotic mastitis is caused by pathogenic fungi (mold and yeast). This disease leads to loss to dairy cattle
as it caused deterioration of milk. These cases in Indonesia was reported during 1985 – 1987 and it is
assumed that it is still present until now. This case is difficult to be recognized because it commonly has
subclinical symptom and the disease appeared chronicly. Due to the importance of the disease therefore this
paper explains the etiology, distribution, pathogenesis, clinical symptoms, diagnosis and control of the
disease to reduce and eradicate mycotic mastitis in Indonesia.
Key Words: Mastitis, Mycotic, Indonesia

ABSTRAK

Mastitis mikotik disebabkan oleh cendawan patogenik (kapang dan khamir). Penyakit ini merugikan bagi
ternak sapi perah karena rusaknya kualitas susu. Kasus-kasus ini di Indonesia dilaporkan pada periode tahun
1985 – 1987, tetapi diduga hingga kini kasusnya masih ada. Kasus ini sulit diketahui karena umumnya
bergejala subklinis dan onset penyakitnya bersifat kronis. Mengingat pentingnya penyakit tersebut, maka
pada paparan ini perlu diketahui etiologi, penyebaran, patogenesis, gejala klinis, diagnosa penyakit dan
pengendaliannya untuk membantu memusnahkan mastitis mikotik di Indonesia.
Kata Kunci: Mastitis, Mikotik, Indonesia

PENDAHULUAN mengakibatkan kerugian yang besar dalam


produksi susu, kualitas dan komposisi susu,
Mastitis adalah peradangan pada jaringan sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang
internal ambing atau kelenjar mammae oleh besar nilainya (MCDONALD, 2009; STANOJEVIC
mikroba, zat kimiawi dan luka akibat mekanis dan KRANJAJIC, 2009; THOMPSON et al.,
atau panas. Mastitis juga merupakan penyakit 1978; VESTWEBER dan LEIPOLD, 1995).
yang umum terjadi pada peternakan sapi perah Cendawan patogen sebagai penyebab
di seluruh dunia dan secara nyata menurunkan penyakit sering dilupakan bila terjadi kasus
produksi susu (BLOMQUIST, 2008; DUVAL, mastitis. Umumnya pengobatan hanya
1997; MCDONALD, 2009; RAZA, 2009). Mastitis diberikan antibiotika yang efektif untuk
mikotik adalah penyakit mastitis yang membunuh bakteri penyebab radang ambing
disebabkan oleh infeksi cendawan patogenik tersebut, sehingga pengobatan mastitis tidak
(kapang dan khamir) (JAVIE dan NIKKI, 2003; tuntas bila penyebab utamanya karena
SPANAMBERG et al., 2009; CHAHOTA et al., cendawan belum dimusnahkan. Meskipun
2001). Kasus ini biasanya terjadi akibat kasus-kasus mastitis mikotik banyak terdapat
pengobatan antibiotika yang tidak terkontrol di berbagai belahan dunia seperti di Inggris
dan lingkungan perkandangan, serta manajemen yang merupakan masalah no. 3 terbesar pada
yang kurang baik dan kotor. Meskipun mastitis sapi perah yang cukup sulit pengendaliannya
mikotik prevalensinya kecil namun diperkirakan (AINSWORTH dan AUSTWICK, 1959;
dapat mencapai 2 – 3% dari keseluruhan kasus UNIVERSITAS READING, 2009), namun di
mastitis. Kasus mastitik mikotik harus Indonesia sangat jarang dipublikasikan
diwaspadai karena umumnya bersifat subkinis (HASTIONO et al., 1983; NATALIA dan
dan kronis. Mastitis pada sapi perah HASTIONO, 1985; SUDARWANTO, 1987). Hasil

403
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

penelitian HASTIONO et al. (1983), dari 25 ekor Mengingat Indonesia negara tropis yang
sapi perah dan yang 22 ekor bergejala klinis, lembab dan hangat maka cendawan akan
diperoleh 100 sampel air susu dengan 20 mudah tumbuh. Cemaran cendawan patogenik
sampel positif mengandung cendawan. dan toksigenik ditemukan pada bahan pakan,
Selanjutnya SUDARWANTO (1987) pada pakan dan lingkungan (AHMAD, 2009). Hal ini
peternakan rakyat menemukan kasus mastitis memungkinkan dapat terjadinya cemaran di
mikotik pada sapi perah di Bogor, Sukabumi mana-mana, termasuk di kandang sapi yang
dan Cianjur. Dari 161 ekor sapi perah dengan pada akhirnya dapat menginfeksi ambing sapi.
65% menunjukkan gejala klinis mastitis Kemungkinan pada tahun 2011 ini masih dapat
diperoleh 344 sampel air susu dengan 33,7% ditemukan atau terus bertambah jumlahnya
positif ditemukan cendawan (kapang dan karena umumnya kasus mastitis mikotik ini
khamir). Dua puluh tiga tahun kemudian tergolong mastitis subklinis. Hanya saja
AHMAD dan GHOLIB (2011) melaporkan dari mungkin belum dilaporkan atau dipublikasikan
40 ekor sapi perah dengan 2 ekor yang kembali, kemungkinan lain mungkin tidak
bergejala klinis diperoleh 160 sampel air susu terdeteksi atau diketahui oleh peternak. Di
dengan 60 sampel mengandung cendawan. Bogor saja ditemukan kasus mastitis mikotik di
Cendawan patogen tersebut dari 3 hasil Kebon Pedes (AHMAD dan GHOLIB, 2011)
penelitian di atas umumnya didominasi oleh Tujuan dari penulisan ini untuk memaparkan
khamir Candida sp. dan Saccharomyces sp. pentingnya mastitis mikotik, serta diharapkan
dengan prevalensi kasus pada tahun 1983, menambah pengetahuan tentang pengendalian
1987 dan 2010 secara berurutan: 20; 33,7 dan mastitis secara total sehingga pada akhirnya
37,5%. kasus mastitis mikotik di Indonesia dapat
ditanggulangi.

Tabel 1. Etiologi dan kejadian penyakit mastitis mikotik

Genus agen penyebab mastitis mikotik Negara tempat


Pustaka
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 kejadian
+ Amerika FARNSWORTH dan SORENSEN
(1972)
+ + + Belanda OVERGOOR dan VOS (1983);
VEEN dan KREMER (1992)
+ + + + + + + + + + + + Brazil COSTA et al. (1993);
SPANAMBERG et al. (2008)
+ + Denmark AALBAEK et al. (1994)
+ + + + Indonesia HASTIONO et al. (1983);
NATALIA dan HASTIONO,
(1985)
+ + India CHAHOTA et al. (2001);
TARFAROSH dan PUROHIT
(2008)
+ Israel ELAD et al. (1995)
+ + + + Polandia KRUKOWSKI et al. (2006)
KRUKOWSKI dan SABA
(2003)
+ Yugoslavia STANOJEVIC dan KRANJAJIC
(2009)

+: Positif; 1: Aspergillus spp.; 2: Penicillium spp.; 3: Alternaria spp.; 4: Phoma spp.; 5: Epicocum spp.; 6:
Geotrichum spp.; 7: Cryptococcus spp.; 8: Rhodoturulla spp.; 9: Candida spp.; 10: Trichosporon spp.; 11:
Aerobasidium spp.; 12: Pichia spp.;13: Saccharomyces spp.

404
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

Agen etiologi dan penyebarannya terjadi di seluruh dunia (Tabel 1), meliputi
Amerika, Belanda, Brazil, Denmark,
Meskipun pada umumnya mastitis Indonesia, India, Israel, Polandia dan
disebabkan oleh bakteri, namun kadang- Yugoslavia. Meski penyebaran dapat terjadi di
kadang cendawan patogenik (kapang dan seluruh dunia namun kejadiannya lebih banyak
khamir) dapat juga menyerang ambing ditemukan di daerah tropis. Di Indonesia juga
(SPANAMBERG et al., 2008). Penyebab mastitis pernah dilaporkan temuan Candida spp. yang
mikotik ini dari golongan kapang patogenik menginfeksi sapi produktif pada tahun 1985 –
(Aspergillus spp., Alternaria spp., 1987 (HASTIONO et al., 1983; NATALIA dan
Aerobasidium spp., Epicocum spp., HASTIONO, 1985; SUDARWANTO, 1987).
Geotrichum spp., Penicillium spp., Phoma spp. Beberapa isolat penyebab kasus mikotik
dan Pichia spp.) dan golongan khamir yang ditemukan dapat dipelajari untuk
patogenik (Candida spp., Cryptococcus sp., pengendaliannya melalui pencegahan sampai
Rhodoturulla spp., Trichosporon spp. dan pemusnahannya yang aman untuk hewan dan
Saccharomyces spp.) namun umumnya kasus lingkungan seperti cendawan berikut ini: (1)
mastitis yang dominan adalah khamir Aspergillus spp.; (2) Penicillium spp.; (3)
khususnya Candida spp. (FARNSWORTH dan Trichosporon spp.; (4) Candida spp.; (5)
SORENSEN, 1972; HASTIONO et al., 1983; Saccharomyces spp. yang diwarnai lactofenol
NATALIA dan HASTIONO, 1985; COSTA et al., blue dan (6) Cryptococcus spp. dengan
1993; SPANAMBERG et al., 2008; CHAHOTA et pewarnaan tinta cina. Pengamatan ini
al., 2001; TARFAROSH dan PUROHIT, 2008; dilakukan pada mikroskop dengan pembesaran
KRUKOWSKI et al, 2006; KRUKOWSKI dan 45 × 10 (Gambar 1).
SABA, 2003). Adapun penyebarannya dapat

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

Gambar 1. Morfologi mikroskopik isolat-isolat cendawan yang ditemukan pada kasus mastitis Aspergillus
spp. (1); Penicillium spp. (2); Candida spp. (3); Cryptococcus spp. (4); Trichosporon spp. (5);
Saccharomyces spp. (6) (AHMAD, 2008)

405
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

Patogenesis memperlihatkan respon yang lain, misalnya


demam. Bila hewan lemah maka akan terjadi
Proses infeksi mastitis pada sapi oleh mastitis, bila hewan sehat maka hewan akan
bakteri atau cendawan terjadinya tidak banyak meningkatkan imunitas sehingga menimbulkan
berbeda karena selalu dipengaruhi oleh faktor kekebalan dan pada akhirnya hewan akan tetap
predisposisi seperti lingkungan, cemaran dan sehat (HURLEY dan MORIN, 2000; CHAMBERS,
jalan masuknya mikroba (Gambar 2). 2009). Candida sp. adalah khamir komensal
Umumnya infeksi khamir oleh Candida sp. dan yang berhabitat di daerah mukokutaneus,
Cryptococcus sp. (STANOJEVIC and KRANJAJIC, umumnya ada pada saluran pencernaan dan
2009). Infeksi mastitis dapat terjadi melalui genital. Cryptococcus sp. ditemukan pada
beberapa tahapan, yaitu pertama melalui debu, kulit, dan saluran pencernaan hewan
kontak dengan mikroorganisme kemudian (STANOJEVIC dan KRANJAJIC, 2009). Bila
selanjutnya sejumlah mikroorganisme hewan dalam kondisi sehat maka infeksi
mengalami multiplikasi di sekitar lubang Candida sp. tidak berpengaruh dan hewan
puting (sphincter), setelah itu dilanjutkan tidak akan terinfeksi. Namun bila hewan lemah
dengan masuknya mikroorganisme ke dalam maka hewan akan terinfeksi. Infeksi lain yang
jaringan akibat lubang puting yang terbuka merupakan faktor predisposisi dapat berasal
ataupun karena adanya luka. Tahap selanjutnya dari kanula, jarum, cemaran pada preparat
terjadi respon imun pada induk semang. antibiotika dan perlukaan.
Respon pertahanan pertama ditandai dengan Umumnya infeksi cendawan patogen
berkumpulnya lekosit-lekosit untuk terjadi setelah pengobatan oleh antibiotika
mengeliminasi mikroorganisme yang telah yang tidak tuntas, serta dapat juga terjadi dari
menempel pada sel-sel ambing. Apabila respon cemaran lingkungan yang masuk ke ambing
ini gagal, maka mikroorganisme akan melalui puting susu yang tercemar oleh
mengalami multiplikasi dan sapi dapat lingkungan kotor.

Predisposisi:
(1) Lingkungan yang kotor Candida sp.,
(2) Cemaran mikroba pada air & kotoran Cryptococcus sp.
(3) Adanya jalan masuk ke ambing
(perlukaan & invasi M.O.)

Hewan yang peka

Kondisi hewan lemah Kondisi hewan kuat

Imunitas menurun Imunitas meningkat

Ambing sakit Ambing sehat


(mastitis)

Gambar 2. Proses terjadinya mastitis (CHAMBERS (2009); STANOJEVIC and KRANJAJIC (2009)

406
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

Gejala klinis umumnya tergolong kronis dan subklinis.


Sehubungan dengan hal tersebut seringkali
Berdasarkan respon radang yang terjadi, terjadi kesalahan dalam mendiagnosis sehingga
mastitis dapat dibedakan menjadi: mastitis terlambat penanganannya.
perakut, akut, subakut, subklinis dan kronis.
Kasus mastitis subklinis merupakan mastitis
Diagnosis penyakit
yang paling umum terjadi, diperkirakan 15 –
40 kali lebih banyak dibandingkan dengan
mastitis klinis (HURLEY dan MORIN, 2000; Di dalam melakukan pengobatan terlebih
HURLEY, 2009; MORIN, 2009). Gejala klinis dahulu harus ditentukan diagnosa mikroba agen
penyebab penyakit, melalui isolasi dan
ditandai dengan adanya kelenjar ambing
identifikasi mikroba patogen yang
membengkak, udematus berisi cairan eksudat
mengakibatkan respon peradangan ambing.
disertai tanda-tanda peradangan lainnya,
seperti: suhu meningkat, kemerahan, rasa sakit Masing-masing ambing umumnya berbeda ciri
dan penurunan fungsi. Namun seringkali sulit infeksinya. Akibat dari reaksi peradangan maka
ambing akan menghasilkan air susu yang tidak
untuk mengetahui kapan terjadinya suatu
normal. Secara tradisional peternak dapat
peradangan, sehingga diagnosis terhadap
mendeteksi sapi yang sehat atau menderita
mastitis harus dilakukan melalui pengujian
mastitis melalui pengamatan seperti ambing
pada produksi susunya, misalnya dengan
yang terlihat membengkakan, kemerahan, serta
melakukan penghitungan jumlah sel somatik
perubahan rasa dan bentuk air susu
(JSS) dalam susu (BRAMLEY, 1991). Terjadinya
peradangan ditandai oleh perbarahan, panas, (HILLERTON, 2000).
Mastitis klinis dapat dengan mudah dilihat
kemerahan, rasa sakit pada ambing,
gejala klinisnya yaitu adanya reaksi
menurunnya produksi susu serta perubahan
warna dan komposisi susu (MCDONALD, 2009; peradangan pada ambing. Sedangkan pada
MORIN, 2009; HURLEY dan MORIN, 2000). mastitis subklinis tidak nampak gejalanya
Berdasarkan gejala yang nampak mastitis dapat sehingga perlu dikembangkan uji untuk
digolongkan menjadi klinis dan yang tidak mendeteksi mastitis dengan cara menghitung
nampak gejala klinis (subklinis). Mastitis jumlah sel somatik yang terdapat pada air susu.
berdasarkan onset penyakit terbagi dalam Menurut BRAMLEY (1991) mastitis subklinis
dapat didiagnosa bila jumlah sel somatik
mastitis perakut, akut, subakut dan kronis.
melebihi 200.000 sel/ml susu. Pada mastitis
Perakut ditandai dengan onset yang tiba-tiba,
yang disebabkan oleh cendawan/fungi maka
terjadi peradangan yang parah pada ambing, air
dilakukan tahap lanjutan yaitu isolasi dan
susu berubah menjadi serous. Pada mastitis
identifikasi cendawan patogen dari air susu
akut terjadi dengan tiba-tiba, peradangan pada
yang telah dikategorikan sebagai mastitis.
ambing derajatnya sedang sampai parah.
Mastitis subakut mempunyai reaksi peradangan Melalui gambaran morfologi mikroskopik
yang ringan, tidak terlihat perubahan dapatlah ditentukan genus/spesies cendawan
tersebut sebagai contoh seperti pada Gambar 1.
penampilan ambing, namun terjadi perubahan
Selain itu mastitis klinis dapat dideteksi
dari komposisi penampilan air susu, juga akan
melalui palpasi terjadi pembengkakan dengan
terjadi pecahnya permukaan susu. Terkadang
konsistensi keras pada ambing yang sakit.
susu tidak berwarna. Mastitis subklinis tidak
Untuk peneguhan diagnosa dapat pula
jelas gejala klinisnya namun terkadang terjadi
dilakukan pemeriksaan perubahan patologi
perubahan komposisi air susu. Pada mastitis
anatomi dan histopatologi bila hewan telah
kronis gejalanya seperti mastitis subkinis
disembelih. Pada jaringan organ mammae yang
namun kejadiannya berlangsung lebih lama
terinfeksi akan ditemukan hifa atau spora
(MORIN, 2009). Menurut MACDONALD (2009)
mastitis subklinis sangat berbahaya, dari setiap kapang/cendawan yang menginfeksi jaringan.
1 kasus mastitis klinis terdapat 20 sampai 40
kali kejadian mastitis subklinis. Jika tidak Pengendalian
ditangani dengan baik maka kasus mastitis
subklinis pada akhirnya menjadi mastitis klinis Di dalam pengendalian mastitis mikotik
dalam waktu yang cukup lama. Mastitis mikotik lebih baik dilakukan pencegahan dibandingkan

407
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

dengan pengobatan karena lebih murah dan povidin iodine, pengobatan dilakukan setiap
praktis juga akan lebih ekonomis. hari selama 15 hari (STANOJEVIC dan
KRNJAJIC. 2009). Selain itu dapat pula dipakai
anti cendawan/fungi lainnya seperti
Pencegahan Amphotericin, Clotrimasol, Fluorocitosin,
Miconasol, Nistatin dan Polimixin
Di dalam melakukan pencegahan mastitis (MCDONALD, 1987; KRUKOWSCI dan SABA,
banyak yang dapat dilakukan dengan mudah 2003; STANOJEVIC dan KRANJAJIC, 2009).
dan sederhana oleh peternak seperti hal-hal Pengendalian melalui pencegahan akan
berikut ini: (1) Memperbaiki lingkungan yang lebih baik dari pada mengobati kasus mastitis.
kotor agar menjadi baik dan bersih; (2) Pencegahan lebih murah secara ekonomis,
Menghindari sapi digembalakan pada lebih praktis penerapannya dari pada
lingkungan yang kotor; (3) Mencuci rumput mengobati. Tidak ada efek resistensi ataupun
lebih baik dari pada membuat kandang yang sisa residu pada hewan. Pengetahuan tentang
baru untuk menjamin pemberian pakan yang mastitis mikotik dan penyebabnya harus terus
bersih; (4). Bila ada beberapa kasus mastitis dipelajari. Oleh karena itu dengan paparan ini
maka harus diperhitungkan waktu pengobatan diharapkan pengendalian mastitis mikotik
untuk proses penyembuhan; (5) Bila ada mudah diaplikasikan sehingga pada akhirnya
riwayat induk telah terkena mastitis maka kasus mastitis mikotik akan berkurang dan
keturunannya yang telah dewasa diperiksa/ musnah.
dirawat 1 bulan sekali; (6) Melakukan prosedur
pemerahan dengan baik dan benar. Hal ini
dilakukan dengan cara: (a) Mempersiapkan KESIMPULAN
sapi-sapi yang bersih dan sehat serta bebas
stress di lingkungannya; (b) Memeriksa dan Mastitis mikotik di Indonesia pada
mendesinfektan alat pemerahan dan umumnya merupakan mastitis yang bersifat
membersihkan ambing secara rutin; (c) subklinis dan kronis yang keberadaannya
Mencuci puting ambing, dan permukaan bawah belum atau kurang mendapat perhatian, namun
ambing dengan larutan sanitasi yang hangat; penyakit ini cukup berbahaya dan berdampak
(d) Melakukan dipping puting sebelum pada kerugian ekonomi. Pencegahan lebih baik
pemerahan minimal selama 1 menit; (e) dari pengobatan, maka melalui pencegahan
Mengeringkan puting secara menyeluruh; (f) yang baik, teratur dan terus menerus maka
Mengatur dan memasang mesin alat pemerah akan menekan terjadinya kasus. Diharapkan
otomastis dengan benar; (7) Dalam mengobati dengan pengetahuan tentang penyebab mastitis
harus sampai tuntas dan area pengobatan harus mikotik yang memadai maka kita akan dapat
bersih; (8) Melaksanakan metode kering mengendalikan kasus yang terjadi. Selain itu
kandang; (9) Melakukan culling untuk sapi kasus mastitis mikotik dapat dikurangi dan
penderita mastitis kronis; (10) Nutrisi harus dimusnahkan dari Indonesia.
diberikan dengan baik dan benar; (11)
Konsultasi dengan ahli nutrisi untuk
DAFTAR PUSTAKA
pengembangan rencana nutrisi; (12) Konsultasi
dengan dokter hewan untuk rencana kesehatan
AALBAEK, B., J. STENDERUP, H.E. JENSEN, J.
hewan (BLOMQUIST, 2008; MC DONALD, 2009; VALBAK, B. NYLIN and A. HUDA 1994.
RAZA, 2009). Mycotic and algae bovine mastitis in
Denmark. APMIS: 102(6): 451 – 6.
Pengobatan AHMAD, R.Z. 2008. Komunikasi Pribadi.
AHMAD, R.Z. 2009. Cemaran kapang pada pakan
Sapi penderita mastitis dapat diobati dan pengendaliannya. J. Litbang Pertanian
dengan Nistatin dengan dosis 10 g/kuartir, obat 28(1): 15 – 22.
diaplikasikan melalui puting sesudah selesai
diperah, dan didesinfektan dengan larutan AHMAD, R.Z. dan D. GHOLIB 2011. Komunikasi
Pribadi.

408
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

AINSWORTH, G.C. and P.K.C. AUSTWICK. 1959. HILLERTON, J.E. 2000. Detecting Mastitis Cow-side.
Chapter 13: Mycotic Mastitis (Yeasts, moulds, National Mastitis Council Annual Meeting
actinomycetes, colourless algae). Proc. p. 48 – 53.
Commonwealth Mycological Institute, Kew,
Surrey, England. Fungal Diseases of Animals. HURLEY, W.L. and D.E. MORIN. 2000. Mastitis
Review Series. No: 6. The Common Wealth Lesson A. Lactation Biology. ANSCI 308.
Bureau of animal Health, F.L.S. Central http://classes aces.uiuc.edu/Ansci 308/.
Veterinary Laboratory, Weybridge, Surrey, (20-12-2002).
England. http:// www. Aspergillus HURLEY, W.L. 2009. Mastitis Cases Studies.
rg.uk/secure/veterinary/Fung disanim 13.htm. Resource Library. Mastitis Detective Cass.
(9-12-2009). University of Illinois-Urbana-Champaign.
BLOMQUIST, N. 2008. Mastitis in Beef Cows- http: // www. mastitis.htm. (13-7-2009).
Frequently asked question. Alberta. JAVIE, K. and C. NIKKI. 2003. Miscellaneous
Agricultural and Rural development. http: pathogen Mastitis. New Bolton Center Filed
www 1. agric. gov.ab.ca/$ department/ Service Departement. http://w.w.w.
deptdocs.nsf/ all/faq8106 (5-1-2010). Miscellaneous pathogen./mastitis. Html.
BRAMLEY, A.J. 1991. Mastitis. Physiology or (9-11-2009).
Pathology? Flem.Vet. J(62): Suppl. 1: 3 – 11. KRUKOWSKI, H. and L. SABA. 2003. Bovine Mycotic
CHAHOTA, R., R. KATOCH, A. MAHAJAN and Mastitis (A Review) Folia Veterinaria, 47(1):
S. VERMA. 2001. Clinical bovine mastitis 3 – 7.
caused by Geotrichum candidum. Vet. Archiv. KRUKOWSKI, H., A. LISOWSKI, P. RÓZAŃSKI, A.
71: 197 – 201. KÓRKA 2006. Yeasts and algae isolated from
CHAMBERS, J.V. 2009. The infection process of cows with mastitis in the south-eastern part of
mastitis: understanding and managing the Poland. Pol. J. Vet. Sci..9(3): 181 – 4.
host-parasite relationship. http: MCDONALD. 2009. Mastitis in cow. Dairy Cattle
//www.dfamilik. com/pathlab/pdfs/the Production 342 – 480. A McDonald Campus
infection-process-of-mastitis pdf.: 1 – 10. of McGill University. Faculty of Agricultural
COSTA, E.O., C.R. GANDRA, M.F. PIRES, S.D. & Environmental Sciences. Departement of
COUTINHO, W. CASTILHO and C.M. TEIXEIRA. Animal Science 1 – 12.
1993. Survey of bovine mycotic mastitis in MORIN, D. 2009. Mastitis Case Studies. Mastitis
dairy herds in the State of São Paulo, Brazil. Clinical Syndromes. Mastitis Detective Cases.
Mycopathologia 124(1): 13 – 7. University of Illinois. http;//www.Mastitis
DUVAL, J. 1997. Treating mastitis without detective cases. Mastitis.resources 2017.htm
antibiotics. Ecological Agriculture Projects. (10-9-2009).
http://www.eap.mcgill.ca/Publications/EAP69. NATALIA, L. dan S. HASTIONO. 1985. Candida
htm. (15-11-2001). albicans salah satu penyebab mastitis mikotik
ELAD, D., N.Y. SHPIGEL, M. WINKLER, I. KLINGER, berhasil diisolasi dari air susu. Penyakit
V. FUCHS, A. SARAH and D. FAINGOLD. 1995. Hewan XVII. 30: 71 – 74.
Feed contamination with Candida krusei as a OVERGOOR, G.H. and A.J. VOS. 1983. (The litter -
probable source of mycotic mastitis in dairy Aspergillus - mastitis) Tijdschr Diergeneeskd.
cows. J. Am. Vet. Med. Assoc. 1; 207(5): 1983 Feb. 1;108(3): 103 – 6.
620 – 2.
RAZA, S.H. 2009. Mastitis: A. Monster Treath to
FARNSWORTH, R.J. and D.K. SORENSEN. 1972 Dairy Industry. Pakistan. Com. http:// w.w.w.
Prevalence and Species Distribution of Yeast mastitis monster treath to dairy Industry 5
in Mammary Glands of Dairy Cows in html.(10-11-2009).
Minnesota. Can. J. Comp. Med. 36 (October),
329 – 323 SPANAMBERG, A., E.A. SANCHES, J.M. CAVALLINI,
E. SANTURIO, L. FEREIRO. 2009. Mycotic
HASTIONO, S., D. GHOLIB, SUDARISMAN, P. ZAHARI mastitis in ruminants caused by yeasts. Cienc.
dan L. NATALIA. 1983. Mastitis mikotik pada Rural (online). 39(1): 282 – 290.
sapi perah. Penelitian pendahuluan. Pros.
pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar, Cisarua,
6 – 9 Desember 1982: 193 – 201.

409
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

SPANAMBERG, A., E.A. WÜNDER, D.I.B. PEREIRA, J. TARFAROSH, M.A. and S.K. PUROHIT. 2008.
ARGENTA, E.M.C. SANCHES, P. VALENTE, L. Isolation of Candida spp. from Mastitic cows
FERREIRO. 2008. Mastitis in Southern Brazil and Milkers. Vet. Scan. (3): 28.
Diversity of yeasts from bovine. Rev. Iberoam
Micol. 25: 154 – 156. THOMPSON, K.G., M.E. DI MENNA, M.E. CARTER and
M.G. CARMAN. 1978. Mycotic Mastitis in two
STANOJEVIC, S. and D. KRANJAJIC. 2009. YEAST Cows. N.Z. Vet. J. 26: 176 – 177.
MASTITIS IN COWS Internet J. Food Safety
V.1. 8 – 10 http://www.foodhaccp. UNIVERSITY OF READING. 2009. Mastitis disease of
com/internetjournal IJFSv1-3.pdf. cattle from the cattle site. The cattle site.com.
jttp://.w.w.w. mastitis. Univ. Reading.
SUDARWANTO, M. 1987. Mastitis mikotik pada sapi- Html.(10-10-2009).
sapi perah di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan
Cianjur JawaBarat. Penyakit Hewan XIX (34) VEEN, V.H.S. and W.D. KREMER 1992. (Mycotic
II; 70 – 73. mastitis in cattle) Tijdschr Diergeneeskd. 15;
117(14): 414 – 6.

410

Anda mungkin juga menyukai