Makalah Tentang
Disusun oleh:
YOGYAKARTA
2017
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa sajakah tugas dan kewenangan Mahkamah Agung terkait dengan proses
peradilan?
2. Bagaimana kedudukan Surat Edaran MA dan Putusan MK?
3. Apa sajakah keuntungan dan kerugian peninjauan kembali (PK) yang dilakukan
sekali dan peninjauan kembali (PK) yang dilakukan berkali-kali?
C. PEMBAHASAN
Apabila kita melihat kepada pasal 79 UU 14/1985 jo. UU 5/2004 jo. UU 3/2009 tentang
Mahkamah Agung, maka disebutkan bahwa: “Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut
hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang
belum cukup diatur dalam Undang-undang ini” dimana penjelasannya berbunyi: “Apabila dalam
jalannya peradilan terdapat kekurangan atau kekosongan hukum dalam suatu hal, Mahkamah
Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau
kekosongan tadi. Dengan Undang-undang ini Mahkamah Agung berwenang menentukan
pengaturan tentang cara penyelesaian suatu soal yang belum atau tidak diatur dalam Undang-
undang ini”. Dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dibedakan
dengan peraturan yang disusun oleh pembentuk Undang-undang. Penyelenggaraan peradilan
yang dimaksudkan Undang-undang ini hanya merupakan bagian dari hukum acara secara
keseluruhan. Dengan demikian Mahkamah Agung tidak akan mencampuri dan melampaui
pengaturan tentang hak dan kewajiban warga negara pada umumnya dan tidak pula mengatur
sifat, kekuatan, alat pembuktian serta penilaiannya atau- pun pembagian beban pembuktian.
Hubungan antara Undang-Undang dan SEMA sebenarnya tidak dijelaskan hierarki nya,
karena dalam pasal 7 ayat (1) UU 12 tahun 2011 hanya memasukkan UUD NRI 1945, Tap MPR,
UU/Perppu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi,
dan Peraturan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hierarki nya, sedangkan SEMA dan peraturan
lainnya seperti yang diterbitkan BI, BPK, dan lain sebagainya, disebut diakui keberadaannya dan
mengikat dengan syarat seperti yang telah dijelaskan di atas, tanpa dijelaskan hierarki nya
dimana. Namun, dalam praktik ketatanegaraan SEMA dan peraturan-peraturan lainnya tersebut
secara hierarki diletakkan dibawah UUD NRI 1945, Tap MPR, UU/Perppu, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi, dan Peraturan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sehingga, berdasarkan hal-hal ini dapat dikatakan bahwa
aturan dalam putusan MK, secara sifat, lebih tinggi dari SEMA yang dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung.
Dalam ilmu perundang-undangan, dikenal sebuah lex superior derogat inferior, yang
artinya bahwa suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengalahkan,
mengesampingkan, dan membatalkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah jika
mengatur hal yang sama. Dengan berkaca kepada teori ini, dan melihat secara sifat bahwa
SEMA, secara hierarkis berada di bawah undang-undang yang diubah dengan putusan MK, maka
sangat jelas bahwa, pada dasarnya, SEMA tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
yang telah diubah dengan putusan MK, atau dengan kata lain, SEMA tidak boleh bertentangan
dengan putusan MK.
Terkait dengan Peninjauan Kembali (PK) yang hanya dilakukan 1 kali, sesuai
dengan yang ada pada ketentuan KUHAP, Undang-undang tentang Kekuasaaan
Kehakiman serta Undang-undang tentang Mahkamah Agung, memiliki keuntungan antara
lain:
a. Sebagai panduan bagi para hakim untuk mempertimbangkan serta memutus suatu
perkara.
Yang dalam hal terkait Peninjauan Kembali (PK) sekali, tidak menimbulkan kerancuan
serta keragu-raguan terkait penjatuhan putusan maupun eksekusi putusan tersebut.
b. Meminimalizir penumpukan perkara pada Mahkamah Agung.
Terpidana yang pernah ditolak PK-nya tentu tidak lagi dapat mengajukan kembali
(Peninjauan Kembali), baik dengan alasan yang sama maupun berbeda. Selain itu juga
dikarenakan adanya asumsi bahwa terpidana akan selalu menggunakan upaya hukum
yang tersedia, merupakan faktor peningkatan penumpukan perkara pada MA.
c. Memberikan kepastian hukum.
Hal ini terkait dengan eksekusi suatu putusan.
d. Asas perkara cepat, sederhana dan biaya murah.
Dengan peninjauan kembali yang dilakukan hanya sekali maka sesuai dengan asas yang
terdapat dalam KUHAP atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa apabila Peninjauan
Kembali dilakukan hanya sekali. Maka terkait proses peradilannya jauh lebih sederhana.
Adapun kerugian dari peninjauan kembali lebih dari satu kali diantaranya:
a. Penumpukan perkara di Mahkamah Agung
Melalui adanya peninjauan kembali yang dilakukan lebih dari satu kali dapat menambah
penumpukan perkara di Mahkamah Agung karena menyebabkan terjadinya penambahan
arus perkara, terkait dengan adanya asumsi, bahwa terdakwa (dalam hal ini terpidana)
akan menempuh segala upaya terkait supaya hukuman yang dijatuhkan pada terpidana
yang bersangkutan yang harapannya dapat lebih ringan, namun tidak selalu demikian.
b. Menghilangkan kepastian hukum
Peninjauan kembali yang dilakukan lebih dari sekali ini mengesampingkan segi kepastian
hukum, dikarenakan jauh lebih condong pada keadilan, karena kepastian hukum dengan
keadilan merupakan dua kutub yang saling bertolak belakang, dan sulit untuk
diselaraskan, hal ini terkait dengan status terpidana, apakah bersalah ataupun tidak, masih
menjadi perdebatan karena adanya proses peninjauan kembali yang lebih dari satu kali
ini.
c. Tidak sesuai dengan asas hukum peradilan cepat, sederhana dan biaya murah.
Peninjauan kembali yang dilakukan lebih dari sekali tidak sesuai dengan asas tersebut
karena suatu persidangan seharusnya dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan biaya
ringan, hal ini bertalian dengan apabila peninjauan kembali dilakukan lebih dari satu kali,
maka prosesnya jauh lebih panjang dan kompleks, hal ini tentu saja mengeluarkan biaya
yang lebih, ketimbang peninjauan kembali hanya dilakukan sekali.
d. Membuat eksekutor ragu untuk mengeksekusi
Hal ini dikarenakan, dengan adanya peninjauan kembali yang dilakukan lebih dari satu
kali akan membuka kemungkinan bahwa terpidana yang diputus berdasarkan putusan PK
sebelumnya bisa saja sebenarnya tidak bersalah begitupun sebaliknya.
D. Penutup
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari tugas dan wewenang Mahkamah Agung yaitu
tugas kasasi, tugas peninjauan kembali, tugas memutuskan sengketa, dan tugas menguji
sedangkan kewenangan dari Mahkamah Agung adalah kewenangan mengadili pada
tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang
terhadap Undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
Undang-undang.
Peninjauan kembali lebih dari satu kali pengaturannya didasarkan pada putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 Tanggal 6 Maret Tahun 2014. Dengan
putusan Mahkamah Konstitusi ini maka Peninjauan Kembali dalam perkara pidana dapat
dilakukan lebih dari 1 kali (berkali-kali) tanpa batasan. Mahkamah Konstitusi dalam hal
ini hanya menghapus ketentuan Peninjauan Kembali dalam pasal 268 ayat (3) KUHAP.
Keuntungan peninjauan kembali lebih dari satu kali adalah membuka peluang
terungkapnya kebenaran materiil, pulihnya hak-hak orang yang sebenarnya tidak
bersalah, menegakkan keadilan bagi terdakwa, melindungi kepentingan terdakwa,
menyatukan putusan pada perkara yang obyeknya sama tetapi diputus berbeda, membuka
kesempatan untuk ditemukannya novum. Sementara itu, kerugian dari peninjauan
kembali lebih dari sekali yaitu menambah tumpukan perkara di Mahkamah Agung,
menghilangkan kepastian hukum, tidak sesuai dengan asas hukum Contente Justice and
Fair Trial (cepat, sederhana, ringan), menimbulkan ketidakpastian hukum atas terpidana
dan membuat eksekutor ragu mengeksekusi.
SARAN
Dalam kasus ini, yang menjadi titik perhatian adalah bagaimana menegakan
keadilan atau kepastian hukum dalam waktu yang bersamaan. Menurut kelompok kami,
keadilan dan kepastian hukum adalah dua hal yang berlawanan satu sama lain, jika
keadilan di tegakan, maka kepastian hukumnya tidak tercapai, begitu juga jika kepastian
hukumnya tercapai, keadilannya tidak dapat terpenuhi. PK satu kali menitik beratkan
pada kepastian hukum, dan PK lebih dari sekali menitik beratkan pada mengejar
keadilan.
Menurut kelompok kami peninjauan kembali boleh dilakukan lebih dari satu kali
tetapi tetap harus ada batasannya. Batasan yang tepat terhadap peninjauan kembali
tersebut hanya sebanyak 2 kali (dua kali) dan tidak lebih dari itu. Hal itu berdasarkan
pada keuntungan yang dimiliki peninjauan kembali yang lebih dari sekali dan kekurangan
yang dimiliki peninjauan kembali satu kali. Batasan tersebut juga berdasarkan pada
SEMA Nomor 10 tahun 2009.
E. Daftar Pustaka
Undang-undang Dasar 1945
http://icjr.or.id/berdasarkan-tiga-putusan-mahkamah-konstitusi-mahkamah-agung-
harus-segera-mencabut-sema-no-7-tahun-2014/
http://www.edukasippkn.com/2015/09/tugas-dan-wewenang-ma-mahkamah-agung.html
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170125130329-12-188837/antasari-
akanajukan-peninjauan-kembali-dan-bongkar-rekaman/
http://nasional.kompas.com/read/2016/11/10/05300091/antasari.azhar.bebas.bersyarat.i
ni.perjalanan.kasusnya
http://news.okezone.com/read/2014/03/06/339/950979/gugatan-dikabulkan-antasari-
menangis
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl6102/kekuatan-hukum-produk-produk-hukum-
ma-(perma,-sema,-fatwa,-sk-kma)
http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/prosedur-berperkara/prosedur-peninjauan-
kembali
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt54ae37fc15e14/menguji-efektivitas-sema-nomor-
7-tahun-2014-broleh--albert-aries-sh--mh-
https://www.mahkamahagung.go.id/id/tugas-pokok-dan-fungsi