Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal yang diakibatkan oleh


peningkatan pembentukan dan atau penurunan absorpsi dari cairan di rongga
pleura. Efusi pleura mengindikasikan adanya penyakit yang mendasarinya. Efusi
pleura dapat disebabkan oleh berbagai penyakit seperti tuberkulosis, infeksi paru
non tuberkulosis, keganasan, trauma pada dinding dada, serta gagal jantung
kongestif. Efusi pleura yang disebabkan oleh proses keganasan, baik primer,
sekunder atau metastasis disebut efusi pleura ganas (EPG).1

Keganasan merupakan penyebab efusi pleura terbanyak di Indonesia


setelah tuberculosis (TB) paru. Sekitar setengah dari pasien kanker memiliki EPG.
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan terdapat 15% kasus
EPG dari 191 kasus keganasan yang diteliti. Selain itu, penelitian menyebutkan
dari 656.000 kasus kematian karena kanker, ditemukan 83.000 kasus EPG. Pada
penelitian selama 3 tahun (1994-1997) di RS Persahabatan Jakarta ditemukan 120
kasus EPG (52,4%) dari 229 kasusu efusi pleura .Sementara itu, terdapat 27,23%
kasus EPG di RS. Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 1999. Studi di RS Kanker
Dharmais menunjukkan terdapat 1.731 pasien EPG pada tahun 2015 dari 2.502
pasien. 1

Efusi pleura ganas disebabkan hampir seluruh keganasan, namun sepertiga


kasus EPG yang terjadi disebabkan oleh kanker paru sebanyak 37 %, metastasis
karsinoma payudara 25%, ovarium 10%, limfoma serta leukemia 8%.2Manajemen
yang buruk akan menambah keluhan pada pasien dan menurunkan kualitas hidup.
Hal ini menunjukkan pentingnya penanganan pasien EPG. Tujuan penantalaksaan
yaitu mengatasi keluhan akibat volume cairan, meningkatkan kualitas hidup,
meminimalisir perawatan di rumah sakit, efisiensi penggunaaan obat danm terapi
pada pasien. Pilihan penatalaksaan EPG antara lain torakosentesis, pemasangan
WSD, pleurodesis dan intervensi bedah.3

1
Penatalaksanaan paliatif pada pasien EPG dengan tindakan pemasangan
pigtail catheter merupakan pilihan penatalaksanaan yang efektif, baik dari segi
biaya, lama rawatan dengan komplikasi minimal.13 Karena itu penulis tertarik
menulis laporan kasus mengenai patogenesis, dan diagnosa efusi pleura ganas.

2
BAB II

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat pasien laki- laki usia 70 tahun dengan Ca bronkogenik jenis
adenocarcinoma stg IV TxNxM1a (efusi pleura) PS 70-80 dengan
hipoalbuminemia.

Keluhan utama : sesak napas meningkat sejak 7 hari yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

 Sesak napas meningkat sejak 7 hari yang lalu, sesak tidak menciut
meningkat dengan aktifitas, karena sesaknya pasien lebih nyaman
berbaring ke sebelah kanan. Sesak napas sudah dirasakan sejak 6 bulan
terakhir bersifat hilang timbul. Karena sesaknya pasien dirawat di RS M.
Natsir Solok, pada tanggal 5 Maret 2019, disana dilakukan rontgen torak
dan dilakukan pungsi cairan pleura kanan, keluar cairan 1.000 cc
serohemoragik. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP DR M.Djamil untuk
tatalaksana selanjutnya.
 Batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu warna putih encer sukar
dikeluarkan.
 Batuk darah tidak ada, riwayat batuk darah tidak ada.
 Nyeri dada kanan sejak 1 bulan yang lalu, tidak menjalar.
 Demam tidak ada.
 Keringat malam tidak ada.
 Penurunan nafsu makan ada.
 Penurunan berat badan 5 kg dalam 1 bulan terakhir.
 Mual , muntah , dan nyeri ulu hati tidak ada.
 BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat menderita penyakit TB paru tidak ada


 Riwayat DM tidak ada

3
 Riwayat keganasan organ lain tidak ada

Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat keganasan, TB dan DM tidak ada

Riwayat sosial , pekerjaan dan kebiasaan

 Pasien seorang petani


 Merokok 24 batang per hari selama 50 tahun, mulai usia 20 tahun,
berhenti merokok sejak 3 bulan yang lalu (status: perokok dengan indeks
Brinkman berat )

Pemeriksaan fisik

KU : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 98x / menit

Pernapasan : 25x/menit

Suhu : 37,2 0C

VAS :3

Mata : Konjungtiva tidak anemis , skelra tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O,

Toraks

Inspeksi : asimetris, dada kanan cembung dari kanan (statis)

pergerakan dada kanan tertinggal dari kiri ( dinamis)

Palpasi : fremitus kanan lemah dari kiri

4
Perkusi : kanan: redup

kiri : sonor

Auskultasi : kanan : SN melemah sampai menghilang

kiri : SN bronkovesikuler Rh (-) Wh (-)

Jantung

Inspeksi : tampak ictus cordis di RIC V LMCS sinistra

Palpasi : teraba ictus cordis di RIC V LMCS sinistra

Perkusi : batas jantung atas dan kanan sukar dinilai, batas jantung
kiri 2 jari lateral LMCS RIC V

Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 reguler , murmur (-)

Rectal Toucher : anus tenang, spinkter anus menjepit, mukosa licin, tidak
teraba massa, pool atas teraba, nyeri tekan (-), ampula tidak kolap, handschoen
feses (+), darah (-)

Ektremitas :Edem (-) clubbing finger (-)

Hasil laboratorium :

 Hb : 13,8 g/dl
 Leukosit : 8.820 /mm3
 Trombosit : 296.000 /mm3
 Ht : 43 %
 GDS : 108 mg/dl
 Ur /Cr : 21mg/dl / 0,9mg/dl
 Na/K/Cl : 140/4,5/104 mmol/L
 SGOT/SGPT : 27/22 mg/dl
 Bil total : 0,7 mg/dl
 Bil direk / Bil indirek : 0,3 / 0,4 mg/dl
 Protein total /Alb/Glo : 5,1 / 2,5/ 2,6 g/dl

5
Kesan :

hipoalbuminemia

Gambar 1. Rontgen torak 4 Maret 2019

6
Gambar 2. Rontgen torak 11 Maret 2019

Diagnosis: Suspek Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui TxNxM1a (efusi


pleura) stg IV PS 70-80 dengan hipoalbuminemia.

DD/

- Efusi pleura ec TB paru


- Efusi pleura ec metastasis keganasan ke paru

Terapi

 IVFD NaCl 0,9 % 12jam/ kolf


 N-asetil sistein 2 x 200 mg p.o
 Ekstra 4 putih telur

Rencana

 Torakosentesis
 Biopsi pleura
 Cek analisa cairan pleura
 Cek BTA cairan pleura

7
 Sitologi cairan pleura
 Cek sitologi sputum
 USG torak
 Bronkoskopi
 CT scan torak dengan kontras sampai suprarenal (jika cairan sudah
minimal)

Follow up H-1 ( 12 Maret 2019)

S / sesak napas ada, tidak menciut

Batuk berdahak putih encer

Demam tidak ada

O / KU: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70 mmHg, Nadi :83x/mnt, Napas: 24 x/
menit

Paru : kanan: SN melemah - menghilang

kiri : SN Bronkovesikuler Rh (-), Wh(-)

A/ Suspek Ca bronkogenik jenis sel belum diktehui TxNxM1a (efusi pleura ) stg
IV PS 70 - 80 dengan hipoalbuminemia

P/

- IVFD NaCl 0,9% 12 jam/ kolf

- N-asetilsistein 2 x 200 mg p.o

- Diet ekstra 4 putih telur

- Pungsi cairan pleura → dilakukan proof cairan pleura di LAP RIC VIII dextra
keluar cairan 10cc serohemoragis dilanjutkan dengan pungsi cairan pleura keluar
cairan 1.500 cc.

8
Gambar 3. Cairan pleura

- Cek analisa cairan pleura

- Cek BTA cairan pleura

- Cek sitologi cairan pleura

- Biopsi pleura  alat tidak tersedia

Hasil analisa cairan pleura :

Makroskopis :

 Volume : 50 ml
 Kekeruhan : positif
 Warna : kemerahan

Mikroskopis :

 Jumlah sel : 300


 Sel PMN : 10
 Sel MN :90

Kimia

 Protein : 4,0
 Glukosa : 86
 LDH : 865
 Albumin :1,8
 Rivalta : positif

9
Kesan :

Protein cairan pleura dibanding cairan serum >0,5

LDH cairan pleura dibanding LDH serum >0,6

LDH cairan pleura > 2/3 nilai LDH serum tertinggi  Kesan : eksudat proses
kronis

Follow up H-2 ( 13 Maret 2019)

S / sesak napas berkurang

Batuk berkurang

Demam tidak ada

O / KU: sedang , Kes: CMC, TD: 110/70 mmHg, Nadi: 83x/mnt , Napas: 22 x/
menit

Paru : kanan : SN melemah - menghilang

kiri : SN Bronkovesikuler R(-), Wh(-)

A/ Suspek Ca bronkogenik jenis sel belum diktehui TxNxM1a (efusi pleura ) stg
IV PS 70-80 dengan hipoalbuminemia

P/ - IVFD NaCl 0,9 % 12 jam /kolf

- N –asetilsistein 2x 200 mg p.o

- Diet ekstra 4 putih telur

Pungsi cairan pleura →dilakukan proof cairan pleura di LAP RIC VIII dextra
kleuar cairan 10cc serohemoragis dilanjutkan dengan pungsi cairan pleura keluar
cairan 1.200 cc
Telah dilakukan pungsi cairan pleura pada LAP RIC VIII dextra keluar cairan
1200 cc serohemoragis .
Kondisi post pungsi :
S: sesak napas berkurang

10
O: KU: sedang, Kes: CMC, TD: 120/80 mmHg
A: Stabil
P: USG toraks

USG toraks follow up setelah punksi total ±5L

Gambar 4. USG torak

Kesan : Efusi pleura ganas dextra

Sikap : pasang pigtail catheter

Follow up H-3 ( 14 Maret 2019)

S / sesak napas berkurang

Batuk berkurang

Demam tidak ada

O / KU: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70 mmHg, Nadi: 83x/mnt, Napas: 22 x/
menit

Paru : kanan : SN melemah - menghilang

kiri : SN Bronkovesikuler Rh(-), Wh (-)

-BTA cairan pleura: Negatif

11
-Sitologi cairan pleura: metastatic bronchogenic carcinoma pada pleura sugestif
adenocarcinoma

A/ Suspek Ca bronkogenik jenis sel adenocarcinoma TxNxM1a (efusi pleura) stg


IV PS 70-80 dengan hipoalbuminemia

P/- IVFD NaCl 0,9% 12 jam/ kolf

- N asetil sistein 2x 200 mg p.o

- Diet ekstra 4 putih telur

- Rencana pasang pigtail catheter ( tunggu persetujuan keluarga)

Follow up H-4 ( 15 Maret 2019)

S / sesak napas berkurang

Batuk berkurang

Demam tidak ada

O / KU: sedang, Kes: CMC , TD: 110/70 mmHg, Nadi: 83x/mnt, Napas: 22 x/
menit

Paru : kanan: atas – RIC IV SN bronkovesikuler Rh- , Wh –

RIC IV – bawah SN melemah

kiri : SN Bronkovesikuler Rh(-), Wh(-)

A/ Suspek Ca bronkogenik jenis sel adenocarcinoma TxNxM1a (efusi pleura) stg


IV PS 70-80 dengan hipoalbuminemia

DD/ Metastasis keganasan ke paru

P/- IVFD NaCl 0,9 % 12 jam /kolf

- N asetil sistein 2x 200 mg

- Diet ekstra 4 putih telur

12
Hasil lab 15 Maret 2019 :

Total protein : 5,9 g/dl

Albumin : 2,9 g/dl

Globulin : 3,0 g/dl

- Pasang pigtail catheter  belum setuju pasang pigtail


- Renacana bronkoskopi  pasien dan keluarga menolak bronkoskopi

Follow up H-5 ( 16 Maret 2019)

S / sesak napas berkurang

Batuk tidak ada

Demam tidak ada

O / KU: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70 mmHg, Nadi: 83x/mnt, Napas: 22 x/
menit

Paru : kanan : atas – RIC IV SN bronkovesikuler Rh(-) , Wh (–)

RIC IV – bawah SN melemah

kiri : SN Bronkovesikuler Rh(-), Wh(-)

A/ Suspek Ca bronkogenik jenis sel belum diktehui TxNxM1a (efusi pleura ) stg
IV PS 70-80 dengan hipoalbuminemia ( perbaikan )

P/- IVFD NaCl 0,9% 12 jam /kolf

- Jadwalkan CT scan dengan kontras

Follow up H-6 ( 17 Maret 2019)

S / sesak napas berkurang

Batuk berkurang

13
Demam tidak ada

O / KU: sedang , Kes: CMC, TD: 110/70 mmHg, Nadi: 83x/mnt, Napas: 22 x/
menit

Paru : kanan : atas – RIC IV SN bronkovesikuler Rh(-) , Wh (-)

RIC IV – bawah SN melemah

kiri : SN Bronkovesikuler Rh(-), Wh( -)

A/ Suspek Ca bronkogenik jenis sel adenocarcinoma TxNxM1a (efusi pleura) stg


IV PS 70-80 hipoalbuminemia ( perbaikan )

P/- IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/ kolf

- Pasang pigtail catheter

Telah dilakukan pemasangan pigtail pada LAP RIC VIII dextra, keluar cairan
1.000cc serohemoragis

Kondisi post pemasangan pigtail :

S: sesak napas berkurang

0: KU: sedang, Kes: CMC , TD 110/80mmHg

A: Stabil

P: keluarkan cairan 500 cc pagi dan 500 cc malam .

Follow up H-7 ( 18 Maret 2019)

S / sesak napas berkurang

Batuk berkurang

Demam tidak ada

Nyeri derah terpasang pigtail ada

14
O / KU: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70 mmHg, Nadi: 83x/mnt , Napas: 22 x/
menit

Paru : kanan : atas – RIC IV SN bronkovesikuler Rh(-) , Wh (-)

RIC IV – bawah SN melemah

kiri : SN Bronkovesikuler Rh(-), Wh( -)

A/ Ca Bronkogenik jenis sel belum diktehui TxNxM1a (Efusi pleura ) Stg IV PS


70-80 terpasang pigtail catheter H-1 + Hipoalbuminemia ( perbaikan )

P/

- IVFD NaCl 0,9 % 12 jam/ kolf

-Asam mefenamat 3 x 500 mg

- Jadwal CT scan 8 April 2019

- Rencana pulang

15
BAB III

DISKUSI KASUS

Telah dirawat pasien laki - laki 70 tahun dengan Suspek Ca bronkogenik


jenis sel adenocarcinoma stg IV TxNxM1a (efusi pleura) PS 70-80. Diagnosa
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pasien mengeluhkan sesak napas yang tidak menciut, meningkat dengan


aktifitas serta pasien lebih nyaman berbaring pada sisi yang sakit. Dari hasil
pemeriksaan tanda - tanda vital didapatkan semua dalam batas normal. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi dada kanan cembung dari dada kiri,
pada pemeriksaan palpasi fremitus dada kanan lemah dari dada kiri, pada perkusi
didapatkan redup pada dada kanan dan dari auskultasi suara napas pada dada
kanan melemah sampai menghilang. Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan
kesan perselubungan homogen di hemitorak kanan, sela iga melebar, serta
pendorongan organ trakea dan jantung ke arah kiri.

Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal yang diakibatkan oleh


peningkatan pembentukan dan atau penurunan absorpsi dari cairan di rongga
pleura. Efusi pleura mengindikasikan adanya penyakit yang mendasarinya. Pada
kondisi normal, volume cairan pleura berisi sekitar 10 -20 ml.3 Produksinya
sekitar 0,01 mg/kgBB / jam.3

Tabel 1. Komposisi cairan pleura


Volume 0,1- 0,2 ml /kgBB
Jumlah sel /mm3 1.000 - 5.000
1.Sel mesotelial 3-70%
2.Monosit 30 - 75%
3.Limfosit 2 - 30 %
4.Granulosit 10%
Protein 1 - 2 g/dl
Glukosa ⁓ kadar dalam plasma
LDH < 50 % kadar dalam plasma
pH > plasma
Dikutip dari (1)

16
Terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh1 :

1. Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah bening


2. Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskular
3. Menurunnya tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskular
4. Perembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura
5. Meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura

Gambar 5. Patogenesis efusi pleura


Dikutip dari (3)

Pada pasien dilakukan pemeriksaan analisa cairan pleura, berdasarkan


kriteria Light didapatkan eksudat proses kronis. Untuk membedakan antara
transudat dan eksudat biasanya dengan melihat jumlah sel, jumlah protein, LDH
dan pH cairan pleura berdasarkan kriteria Light yang dapat dilihat pada Tabel 2.

17
Tabel 2. Kriteria Light untuk diagnosa efusi pleura

Kriteria Transudat Eksudat

Keganasan Negatif Positif


sel
Rendah Tinggi
Jumlah sel
Rasio cairan pleura terhadap serum Rasio cairan pleura terhadap serum
Jumlah < 0,5 >0,5
protein
Rasio cairan pleura terhadap serum Rasio cairan pleura terhadap serum
LDH < 0,6 >0,6 Kadar LDH cairan pleura >2/3
batas normal LDH serum .

<7,3
pH >7,3

Dikutip dari (1)

Efusi pleura ganas didefinisikan sebagai efusi yang terjadi berhubungan


dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada
pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Pada beberapa kasus,
diagnosis EPG didasarkan pada sifat keganasan secara klinis, yaitu cairan
eksudat yang serohemoragik atau hemoragik, berulang, masif, tidak respons
terhadap antiinfeksi atau sangat produktif meskipun telah dilakukan
torakosentesis untuk mengurangi volume cairan intrapleura.4

Patofisiologi EPG belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis


untuk menjelaskan mekanisme EPG itu. Akumulasi efusi di rongga pleura terjadi
akibat peningkatan permeabiliti pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang
ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan atau viseral.
Pendapat lain dikemukakan oleh Rodriguez-Panadero dkk,5 setelah meneliti 55
kasus postmortem tumor pleura. Ditemukan tumor di pleura viseral pada 51 kasus
sedangkan di pleura parietal pada 31 kasus. Hanya pada kasus tumor dengan
perluasan langsung tumor ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada
viseral. Berdasarkan hasil itu disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura
viseral terjadi akibat emboli tumor ke paru sedangkan pada pleura parietal adalah
akibat kelanjutan proses yang terjadi di pleura visceral.5

18
Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang
berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen
atau tumor primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh
pembuluh limfe pada pleura parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi
penyebab akumulasi cairan di rongga pleura5. Teori lain menyebutkan terjadi
peningkatan permeabiliti yang disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin
antara lain tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor-β (TGF-β) dan
vascular endothelial growth factor (VEGF). Penulis lain mengaitkan EPG dengan
gangguan metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan
osmotik yang memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura.7,8

Gambar 6. Pedoman diagnosis efusi pleura


Dikutip dari (1)

Beberapa efusi pleura ganas mempunyai respon terhadap pemberian


kemoterapi sistemik, tetapi banyak juga penderita yang memerlukan tindakan
intervensi lokal untuk menghilangkan gejala seperti torakosintesis, pleurodesis,
shunt peritonial dan pleurektomi. Jika proses keganasan tersebut sensitif dengan
kemoterapi seperti limfoma dan karsinoma sel kecil, pengobatan akan dapat
mengontrol efusi pleura. Livingstone dkk. melaporkan 36% penderita dengan

19
karsinoma sel kecil yang dilakukan kemoterapi dapat mencegah berulangnya
pembentukan cairan dengan pemberian kemoterapi sistemik. 9,10,11

Penatalaksanaan efusi pleura ganas tergantung dari beberapa faktor antara


lain penyakit dasar, jenis sel, stadium, luas penyakit, tampilan dan angka harapan
hidup. Banyak penderita yang memerlukan penatalaksanaan invasif untuk
menghilangkan gejala seperti toraksentesis, pleurodesis, bedah pintas
pleuroperitonial dan pleurektomi. 9,10

1.Torakosentesis

Pasien dengan efusi pleura masif harus selalu dilakukan pengeluaran


cairan karena cairan pleura akan menekan organ intratoraks. Tindakan tersebut
dilakukan pada sela iga ke enam atau ke tujuh pada garis mid axilaris atau
aksilaris posterior. Chest tube atau kateter dimasukkan ke dalam rongga pleura
yang dihubungkan dengan sistem WSD atau negatif continuous suction dengan
tekanan -15 sampai -20 cmH2O. Pengeluaran cairan pleura dianjurkan tidak
sekaligus (maksimal 1,5 liter) karena akan terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan edema paru re-ekspansif. Komplikasi lain adalah ,
hematotoraks, pneumotoraks, emfisema sub-kutis, reflek vasovagal, hipotensi,
gagal jantung dan infeksi sekunder.8

Pada pasien telah dilakukan torakosentesis sebanyak 4 kali dengan total


cairan yang keluar sekitar 6.000 cc serohemoragis, hal ini menunjukkan efusi
pleura yang masif dan produktif. Selain menggunakan chest tube untuk
mengevakuasi cairan pleura bisa dilakukan pemasangan pigtail catheter. Pigtail
catheter merupakan teknik sederahana untuk mengeluarkan cairan pleura , dengan
ukuran yang kecil (12-14 Fr) disertai dengan lobang disampingnya,bermanfaat
untuk mengeluarkan cairan yang tidak kental dan bisa mengendap.11

20
Tabel 3 . Perbandingan Pigtail catheter dan Chest tube drainage

2.Pleurodesis
Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis

Dikutip dari (12)

3.Pleurodesis

Baik secara kimiawi, mineral, ataupun mekanik, secara permanen untuk


mencegah akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura. Pleurodesis telah
diterima sebagai terapi paliatif pada efusi pleura ganas yang berulang dengan
memasukkan bahan tertentu ke dalam rongga pleura. Banyak penelitian tentang
keberhasilan penggunaan berbagai bahan kimia, anti kanker, talk, bakteri, steroid
dan bahan lain.12 Keberhasilan terapi didapat dengan cara mengukur pengurangan
produksi cairan dan menilai reakumulasi cairan. 12

- Pleurodesis dengan tetrasiklin, dosisiklin dan minosiklin.


- Pleurodesis dengan providon Iodine
- Pleurodesis dengan talk
- Pleurodesis dengan anti kanker
- Pleurodesis dengan bahan lain

21
Gambar : Bagan tatalaksana efusi pleura ganas

Dikutip dari (1)

3.Bedah Pintas Pleuro-Peritoneal

Tindakan ini merupakan pilihan pada pasien dengan efusi yang menetap
setelah dilakukan tindakan pleurodesis. Pintas pleuroperitoneal dengan pompa
Denver dilakukan dengan bantuan torakoskopi atau torakotomi mini. Komplikasi
prosedur ini yaitu infeksi dan penyebaran tumor ke peritonium walaupun jarang
terjadi. 13

4.Pleurektomi

Pleurektomi adalah tindakan dengan membuang pleura parietal yang


menutupi daerah iga dan mediastinum. Pleurektomi dengan VATS lebih aman
walaupun belum banyak digunakan. Perhimpunan dokter paru indonesia telah
merumuskan alur diagnosis dan penatalaksanaan efusi pleura ganas. 10,13

22
BAB IV

Kesimpulan

1. Pleura ganas adalah efusi yang terjadi berhubungan dengan keganasan


yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan sitologi
cairan pleura atau biopsi pleura.
2. Pada kasus ini didapatkan pasien laki 70 tahun dengan keluhan sesak tidak
menciut meningkat dengan aktifitas, pasien lebih nyaman berbaring ke
arah kanan, disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik didapatkan dada kanan
cembung saat statis serta pergerakan dada kanan tertinggal dari kiri saat
dinamis. Palpasi didapatkan fremitus kanan lemah dari kiri, pada perkusi
dada kanan redup, kiri sonor. Auskultasi dadapatkan suara napas melemah
sampai menghilang di dada kanan, pada dada kiri suara napas
bronkovesikuler. Gambaran rontgen torak dengan kesan perselubungan
homogen pada hemitorak kanan dengan sela iga melebar, pendorongan
trakea dan jantung kontralateral . Dari hasil torakosentesis didapatkan
cairan pleura serohemoragis dengan kesan eksudat berdasarkan kirteria
Light.
3. Pilihan tatalaksana pada pasien ini dengan pigtail catheter . Dibandingkan
dengan chest tube, pada pigtail catheter luka sayatan yang lebih kecil
sehingga nyeri yang dirasakan pasien lebih minimal.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Soeratman Eddy . Efusi Pleura Ganas. Dalam Rasmin M, Jusuf A, Yunus


F,dkk. Buku Ajar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi , Edisi 2. Jakarta
: Kolegium Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi UI. Publisher; 2018.
Hal 65-79
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . Kanker Paru (kanker paru bukan sel
kecil): Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia .
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia :2001:4
3. Syahruddin E, Hudoyo A, Arief N . Efusi pleura ganas pada kanker paru
. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RS Persahabatan Jakarta:1-
9
4. Light RW . Clinical practice . Pleural effusion . N.Engl J Med. 2002 ; 346
(25) :1971-7
5. Rodriguez-Panadero F, Borderas Naranjo F, Lopez Menjias J.Pleural
metastatic tumors and effusions: Frequency and pathogenic mechanism in
a post-mortem series. Eur Respir. 2010
6. Mangunnegoro H. Masalah efusi pleura di Indonesia. J Respir Indo 1998;
18:48-50
7. Thinkett DR, Amstrong L, Miller AB.Vascular endhotelial growth factor
(VEGF) in inflammatory and malignant pleural effusions. Thorax 1999;
54:707-10.
8. Cheng D, Rodriguesz RM, Parkett EA. Vascular endhotelial growth
factor in pleural fluid. Chest 1999; 116:760-5.
9. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI. “Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam”. Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam : Jakarta.
2006.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Cabang Banten. “Diagnosis dan
Tatalaksana Kegawatdaruratan Paru”. Hal 55-63. CV Sagung Seto :
Jakarta. 2008
11. Elsayed A, Alkhalifa R, Alodayni M, Alanazi R, Alkhelaiwy L, Zalah M,
et al. Implication of pigtail catheter vs chest tube drainage. 2018;5(9):5–9.

24
12. Bouros, Demosthenes. “Pleural Diesase-Lung Biology in Health and
Disease”. Volume 186. Halaman 406-407. Marcel Dekker : New York.
2004
13. Thabrani Rab, Prof. Dr. H. “Penyakit Pleura”. Edisi Pertama. Hal 142-144.
Trans InfoMedia : Jakarta. 2010

25

Anda mungkin juga menyukai