Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung koronari disebut sebagai penyakit pembunuh nomor satu di
dunia dan dianggap musuh nomor satu dalam kehidupan yang paling ditakuti.
Isu-isu yang dikaitkan dengan penyakit ini lebih banyak berkisar kepada aspek
pencegahan yang termasuk gaya hidup sehat, makanan yang seimbang,
olahraga dan sebagainya. Namun, statistik kematian mengenai penyakit jantung
tetap mencatatkan peningkatan yang membimbangkan. (Noer, Sjaifoellah,
1996).
Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat
penyakit jantung akan meningkat 137% pada laki-laki dan 120% pada wanita,
sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-
laki dan 29% pada wanita. Ditahun 2020, diperkirakan penyakit kardiovaskuler
menjadi penyebab kematian 125 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu
penyakit jantung penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia. (Vany
Yany, 2010).
Berdasarkan data pola penyakit di rumah sakit se-Jakarta tahun 2005, penyakit
jantung dan pembuluh darah menempati urutan ketiga. Kejadian kasus
penyakit jantung koroner mengalami peningkatan di Jakarta. Berdasarkan data
1
rumah sakit se-Jakarta Timur pada tahun 2007 sebanyak 24,92%, tahun 2008
sebanyak 26.85%. (Vany Yany, 2010).
Data dari RS Harapan Kita ternyata pasien penderita Penyakit Jantung Koroner
baik yang rawat jalan maupun rawat inap terjadi pengingkatan 10% setiap
tahun. Bahkan dalam setahun terdapat 500 orang pasien bedah jantung. (Novi
Herdiyani, 2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan kelompok memilih judul tersebut adalah kelompok mendapatkan
contoh kasus dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Coronary Artery Disease.
2. Tujuan Khusus
2
Setelah menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Coronary
Artery Disease maka kelompok diharapkan mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Coronary Artery
Disease.
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Coronary Artery
Disease.
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Coronary Artery
Disease.
d. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus pada
pasien dengan Coronary Artery Disease.
e. Membuat kesimpulan asuhan keperawatan pada pasien dengan Coronary
Artery Disease.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyempitan atau penyumbatan arteri
koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah
melambat, jantung tak mendapat cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini
biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih
dari arteri koroner tersumbat sama sekali, akibatnya adalah serangan jantung
(kerusakan pada otot jantung). (Brunner and Sudarth, 2001).
3
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penebalan dinding dalam pembuluh
darah jantung (pembuluh koroner). Di dalam kondisi seperti ini, darah yang
mengalir ke otot jantung berkurang, sehingga organ yang berukuran sekitar
sekepalan tangan itu kekurangan darah.
4
menutup dan membuat aliran darah dan oksigen yang dibawanya menjadi
kurang untuk disuplai ke otot jantung. Plaque terbentuk pada percabangan
arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada
arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara
permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau
penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus
yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium.
Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat
ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran
darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark)
dan obstruksi permanen (miocard infarct) (Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
Dep.kes, 1993).
B. Etiologi
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling
tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan
merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik,
faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner
adalah:
1. Berusia lebih dari 45 tahun (bagi pria)
Sangat penting bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena penyakit
jantung koroner. Pria berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak menderita
serangan jantung ketimbang pria yang berusia jauh di bawah 45 tahun.
2. Berusia lebih dari 55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai akibat
operasi (bagi wanita)
Wanita yang telah berhenti mengalami menstruasi (menopause) secara
fisiologis ataupun secara dini (pascaoperasi) lebih kerap terkena penyakit
5
jantung koroner apalagi ketika usia wanita itu telah menginjak usila (usia
lanjut).
3. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga sering merupakan akibat dari
profil kolesterol yang tidak normal, dalam artian terdapat kebiasaan yang
"buruk" dalam segi diet keluarga.
4. Diabetes
Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena meningkatnya
level gula darah, namun karena kondisi komplikasi ke jantung mereka.
5. Merokok
Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama penyakit
jantung koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak dinding
(endotel) pembuluh darah sehingga mendukung terbentuknya timbunan
lemak yang akhirnya terjadi sumbatan pembuluh darah.
6. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga
memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) yang
merupakan penyebab penyakit arteri/jantung koroner.
7. Kegemukan (obesitas)
Obesitas (kegemukan yang sangat) bisa merupakan manifestasi dari
banyaknya lemak yang terkandung di dalam tubuh. Seseorang yang obesitas
lebih menyimpan kecenderungan terbentuknya plak yang merupakan cikal
bakal terjadinya penyakit jantung koroner.
8. Gaya hidup buruk
Gaya hidup yang buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan yang
rutin serta pola makan yang tidak dijaga akan mempercepat seseorang
terkena pneyakit jantung koroner.
9. Stress
Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi situasi
yang tegang, dapat terjadi aritmia jantung yang membahayakan jiwa.
6
C. Patofisiologi
Selanjutnya lumen bertambah sempit dan aliran darah bisa terhambat. Pada
lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadinya
pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaiman terjadinya
koagulasi intravaskuler yang diikuti oleh penyakit tromboemboli.
1. CAD ditandai oleh penyempitan koroner arteri akibat
aterosklerosis, spasme atau, jarang, emboli.
7
2. Perubahan aterosklerosis pada arteri koroner hasil kerusakan ke
lapisan dalam arteri koroner dengan kekakuan pembuluh darah dan respon
lalai berkurang.
3. Akumulasi deposit lemak dan lipid, bersama dengan
perkembangan plak fibrosa atas kawasan yang rusak di pembuluh darah,
menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sehingga mengurangi ukuran
lumen pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke jaringan miokard.
4. Penurunan pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan
menyebabkan iskemia miokard transien dan nyeri.
5. Penyebab plak arteri mengeras keras, sedangkan plak lembut dapat
menyebabkan pembentukan bekuan darah.
D. Jenis CAD
1. Stabil
a. Jenis yang paling umum, dipicu oleh aktivitas fisik, stres emosional,
paparan suhu panas atau dingin, makanan berat dan merokok.
b. Terjadi dalam pola yang teratur, biasanya berlangsung 5 menit atau
kurang dan mudah hilang dengan obat-obatan.
2. Labil
a. Mungkin onset baru nyeri dengan pengerahan tenaga atau saat istirahat,
atau percepatan terbaru dalam keparahan nyeri.
b. Terjadi pada tidak ada pola teratur, biasanya berlangsung lebih lama (30
menit), umumnya tidak lega dengan istirahat atau obat-obatan.
c. Kadang-kadang dikelompokkan dengan infark miokard (MI) di bawah
diagnosis sindrom koroner akut (ACS).
3. Variant (prinzmetal)
a. Langka , biasanya terjadi saat istirahat - tengah malam hingga dini hari
nyeri mungkin parah.
b. Elektrokardiogram (EKG) berubah karena koroner spasme arteri.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Price & Lorraine (2001) seperti:
1. Dada terasa tak enak (digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar,
dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang)
8
2. Sesak napas
3. Berdebar-debar
4. Denyut jantung lebih cepat
5. Pusing
6. Mual
7. Kelemahan yang luar biasa
F. Komplikasi
1. Aritmia
Merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Aritmia yaitu
gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
eloktrofisiologi otot-otot jantung.
Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk
potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Misalnya
perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.
2. Gagal Jantung Kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokard. Disfungsi ventrikel
kiri atau gagal jantung kiri akan menimbulkan kongesti pada vena
9
pulmonalis sedangkan pada disfungsi ventrikel kanan akan menimbulkan
kongesti pada vena sistemik.
3. Syok kardikardiogenik
Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang massif. Timbulnya lingkaran setan perubahan
hemodinamik progresif hebat yang irreversible yaitu penurunan perfusi
perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru yang bisa
berakhir dengan kematian.
4. Disfungsi Otot Papillaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran balik dari
ventrikel kiri ke atrium kiri sebagai akibat pengurangan aliran ke aorta dan
peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
5. Ventrikuler Aneurisma
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan atrium atau apek jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setipa sistolik,
teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup. Aneurisma ventrikel
dapat menimbulkan 3 masalah yaitu gagal jantung kongestif kronik,
embolisasi sistemik dari thrombus mural dan aritmia ventrikel refrakter.
6. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dengan pericardium menjadi kasar, sehingga merangsang
permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
7. Emboli Paru
Emboli paru bisa menyebabkan episode dipsnea, aritmia atau kematian
mendadak. Trombosis vena profunda lebih lazim pada pasien payah jantung
kongestif yang parah.
10
1. Analisa gas darah (AGD)
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Hb, Ht
4. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram
(EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK.
Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-
tandanya. Dapat berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau
serangan jantung yang baru terjadi, yang masing-masing memberikan
gambaran yang berbeda.
5. Foto Rontgen Dada
Dari foto rontgen dada dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya
pembesaran (Kardomegali). Di samping itu dapat juga dilihat gambaran
paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari
ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada
PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah
jantung.
6. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai factor resiko
meningkat. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya serangan
jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung
7. Treadmill
Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun
dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah
merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran
EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK.
Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada
keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat gambaran
EKG tampak normal.
8. Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang
seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi
11
(arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatanlengan atau melalui pembuluh
darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alar rontgen
langsung ke muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya, kemudian
disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembuluh koroner yang
dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau malahan
mungkin tidak ada penyumbatan.
H. Penatalaksanaan
Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri jantung. Yang
paling umum diantaranya:
1. Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin
Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mengurangi kemungkinan
gumpalan darah terbentuk pada ujung arteri jantung menyempit, maka dari
itu mengurangi resiko serangan jantung.
12
dada. Bentuk nitrat bereaksi cepat, Gliseril Trinitrat, umumnya diberikan
berupa tablet atau semprot di bawah lidah, biasa digunakan untuk
penghilang nyeri dada secara cepat.
4. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril, Perindopril)
and Angiotensin Receptor Blockers (e.g. Losartan, Valsartan)
Obatan-obatan ini memungkinkan aliran darah ke jantung lebih mudah, dan
juga membantu menurunkan tekanan darah.
5. Obatan-obatan penurun lemak (seperti Fenofibrat, Simvastatin,
Atorvastatin, Rosuvastatin)
Obatan-obatan ini menurunkan kadar kolesterol jahat (Lipoprotein Densitas-
Rendah), yang merupakan salah satu penyebab umum untuk penyakit
jantung koroner dini atau lanjut. Obat-obatan tersebut merupakan andalan
terapi penyakit jantung koroner.
6. Intervensi Jantung Perkutan
Ini adalah metode invasif minimal untuk membuka arteri jantung yang
menyempit. Melalui selubung plastik ditempatkan dalam arteri baik
selangkang atau pergelangan, balon diantar ke segmen arteri jantung yang
menyempit, dimana itu kemudian dikembangkan untuk membuka
penyempitan. Kemudian, tube jala kabel kecil (cincin) disebarkan untuk
membantu menahan arteri terbuka. Cincin baik polos (logam sederhana)
atau memiliki selubung obat (berlapis obat). Metode ini seringkali
menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan jantung akut. Untuk penyakit
jantung koroner stabil penyebab nyeri dada, ini dapat meringankan gejala
angina dengan sangat efektif. Umumnya, pasien dengan penyakit pembuluh
darah single atau double mendapat keuntungan dari metode ini.
Dengan penyakit pembuluh darah triple, atau keadaan fungsi jantung buruk,
prosedur bedah dikenal dengan Bedah Bypass Arteri Jantung sering
merupakan alternatif yang baik atau pilihan pengobatan yang lebih baik.
7. Operasi
a. Bedah Bypass Arteri Jantung (CABG)
CABG melibatkan penanaman arteri atau vena lain dari dinding dada,
lengan, atau kaki untuk membangun rute baru untuk aliran darah
13
langsung ke otot jantung. Ini menyerupai membangun jalan tol parallel
ke jalan yang kecil dan sempit. Ini adalah operasi yang aman, dengan
rata-rata resiko kematian sekitar 2%. Pasien tanpa serangan jantung
sebelumnya dan melakukan CABG sebagai prosedur elektif, resiko dapat
serendah 1 persen.
b. Revaskularisasi Transmiokardia
Untuk pasien dengan pembuluh darah yang terlalu kecil untuk melakukan
CABG, prosedur disebut Revaskularisasi Transmiokardia juga tersedia di
NHCS. Pada prodesur ini, laser digunakan untuk membakar banyak
lubang kecil pada otot jantung. Beberapa lubang ini berkembang ke
pembuluh darah baru, dan ini membantu mengurangi angina.
b. Sirkulasi
1) Dilaporkan:
a) Riwayat adanya Infark Miokard Akut, tiga atau lebih penyakit
arteri koronaria, kelainan katub jantung, hipertensi.
2) Ditandai dengan:
a) Tekanan darah yang tidak stabil, irama jantung teratur
b) Disritmia / Perubahan EKG
14
c) Bunyi jantung abnormal: S3 / S4 murmur
d) Sianosis pada membrane mukosa/kulit
e) Dingin dan kulit lembab
f) Edema / JVD
g) Penurunan denyut nadi perifer
h) Perubahan status mental
c. Status Ego
1) Dilaporkan:
a) Merasa tidak berdaya atau pasrah
b) Marah atau ketakutan
c) Ketakutan akan kematian, menjalani operasi dan komplikasi yang
timbul
d) Takut akan perubahan gaya hidup atau fungsi peran
2) Ditandai dengan:
a) Kelemahan yang sangat
b) Insomnia
c) Ketegangan
d) Menghindari kontak mata
e) Menangis
f) Perubahan tekanan darah
g) Perubahan pola napas
d. Makan/Minum
1) Dilaporkan:
a) Perubahan berat badan
b) Hilangnya nafsu makan
c) Nyeri abdomen
d) Nausea atau muntah
e) Perubahan frekuensi miksi atau meningkat
2) Ditandai dengan:
a) Menurunnya berat badan
b) Kulit kering, turgor kulit menurun
c) Hipotensi postural
15
d) Bising usus menurun
e) Edema (umum/lokal)
e. Sensoris
1) Dilaporkan:
a) Sering pusing
b) Vertigo
2) Ditandai dengan:
a) Perubahan orientasi atau kadang berbicara tidak relefan
b) Mudah marah, tersinggung, apatis
f. Nyeri/kenyamanan
1) Dilaporkan:
a) Nyeri dada atau angina
b) Nyeri post operasi
c) Ketidaknyamanan karena adanya luka operasi
2) Ditandai dengan:
a) Post operatif
b) Wajah tampak kesakitan
c) Perilaku tidak tenang
d) Membatasi gerakan
e) Gelisah
f) Kelemahan
g) Perubahan tekanan darah, nadi dan pernapasan
g. Pernapasan
1) Dilaporkan:
a) Napas cepat dan pendek
b) Post operatif
c) Ketidakmampuan untuk batuk dan napas dalam
2) Ditandai dengan:
a) Post operatif
b) Penurunan pengembangan rongga dada
c) Sesak napas (normal karena torakotomi)
d) Tanpa suara napas (atelektasis)
16
e) Kecemasan
f) Perubahan pada ABGs / pulse oxymetri
h. Rasa Aman
1) Dilaporkan:
a) Periode infeksi perbaikan katub
2) Ditandai dengan:
a) Post operatif: perdarahan dari daerah dada atau berasal dari insisi
daerah donor
i. Penyuluhan
1) Dilaporkan:
a) Factor resiko seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi,
stroke
b) Penggunaan obat-obat kardiovaskuler yang bervariasi
c) Memperbaiki kegagalan atau kekurangan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Tinggi Penurunan Cardiac Output dengan faktor resiko:
1) Penurunan kontraktilitas miokardium sekunder akibat pembedahan
dinding ventrikel, Miokard Infark, respon pengobatan
2) Penurunan preload (hipovolemia)
3) Penurunan dalam konduksi elektrikal (distritmia)
b. Gangguan rasa nyaman: Nyeri (akut) sehubungan dengan:
1) Sternotomi (insisi mediastinum) dana tau insisi pada daerah donor.
2) Miokardial iskemia (MI akut angina)
3) Peradangan pada jaringan atau edema
4) Trauma saraf pada intra operatif
5) Kecemasan, gelisah, mudah tersinggung
6) Gangguan perilaku
7) Peningkatan denyut nadi
c. Perubahan Peran sehubungan dengan:
1) Sehubungan dengan:
a) Krisis Situasi atau proses penyembuhan
17
b) Ketidakpastian akan masa depan
2) Ditandai dengan:
a) Kemunduran atau perubahan kemampuan fisik untuk
mengembalikan peran
b) Perubahan peran yang sesuai atau biasanya atau tanggung jawab
c) Perubahan dalam diri atau persepsi lain terhadap perannya
d. Resiko tinggi tidak efektifnya jalan napas sehubungan dengan:
1) Ventilasi yang tidak adekuat (nyeri atau kelemahan otot)
2) Penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (kehilangan darah)
3) Penurunan pengembangan paru (atelektasis/pneumothorak/
hematotorak)
e. Aktual kerusakan integritas kulit
1) Sehubungan dengan:
a) Insisi pembedahan
b) Lokasi jahitan luka
2) Ditandai dengan:
Luka atau koyaknya permukaan kulit
f. Kurang pengetahuan tentang keadaan dan pemeliharaan post operasi
1) Sehubungan dengan:
Kurang terbuka, misalnya interprestasi informasi, kurang daya ingat.
2) Ditandai dengan:
a) Bertanya atau meminta informasi
b) Mengungkapkan tentang masalahnya
c) Adanya kesalahpahaman persepsi
d) Tidak adekuat mengikuti instruksi
3. Intervensi Keperawatan
18
3. Perubahan b. Perubahan jantung
b. Identifikasi tanda sekun
frekuensi EKG
c. Palpitasi curah jantung
jantung
c. Monitor tekanan darah
4. Perubahan irama jantung
d. Monitor intake dan ou
d. Takikardia
jantung
2. Perubahan cairan
5. Perubahan
e. Monitor BB setiap hari
preload:
preload f. Monitor saturasi oksigen
a. Penurunan
6. Perubahan g. Monitor keluhan nyeri da
tekanan vena h. Monitor EKG 12 sadapan
volume
i. Monitor aritmia.
sentral
sekuncup j. Monitor nilai laborator
b. Penurunan
jantung
PAWP
k. Monitor fungsi alat jantun
c. Oedema
l. Periksa TD dan freku
d. Keletihan
e. Murmur nadi sebelum dan sesu
jantung aktifitas
f. Peningkatan m. Periksa TD dan reku
cvp nadi sebelum pembe
g. Peningkatan
obat
PAWP
2. Terapeutik
h. Peningkatan
a. Posisikan pasien s
vena jugular
i. Peningkatan fowler/fowler dengan k
berat badan ke bawah atau po
3. Perubahan
nyaman
afterload: b. Berikan diit jantung y
a. Perubahan
sesuai
warna kulit c. Gunakan stok
yang abnormal elastis/pneumatik interm
b. Perubanhan
sesuai indikasi
tekanan darah d. Fasilitasi pasien
c. Kulit lembab
keluarga untuk modifi
d. Penurunan nadi
gaya hidup sehat
perifer
e. Berikan terapi relak
e. Penurunan
untuk mengurangi sterss
resistensi
perlu
vascular paru
f. Berikan dukungan emosi
f. Penurunan
dan spiritual
resistensi
19
vaskular g. Berikan oksigen un
sistemik mempertahankan satu
g. Dispnea
oksigen > 94 %
h. Peningkatan
3. Edukasi
PVR
i. Peningkatan a. Anjurkan beraktifitas f
SVR sesuai toleransi
j. Oliguria b. Anjurkan beraktifitas f
k. Pengisian
secara bertahap
kapiler c. Anjurkan berhenti merok
d. Ajarkan pasien dan kelua
memanjang
4. Perubahan mengukur BB/hari
e. Ajarkan pasien dankelua
kontraktilitas:
a. Bunyi nafas mengukur intake dan ou
tambahan cairan
b. Penurunan
4. Kolaborasi
indeks jantung
a. Kolaborasi pembe
c. Penurunan
aritmia jika perlu
fraksi ejeksi
b. Rujuk ke prog
d. Penurunan
rehabilitasi jantung
LVSWI
e. Penurunan
stroke volume
index (SVI)
f. Ortopnea
g. Dispnea
paroksimal
noktural
h. Ada bunyi S3
i. Ada bunyi S4
5. Perilaku/emosi
a. Ansietas
b. Gelisah
20
multipel g. Bunyi napas tambahan (mis, gurgl
c. Myasthenia
menurun mengi, wheezing, ron
gravis h. Frekuensi
kering)
d. Prosedur
napas berubah c. Monitor sputum
diagnostik i. Pola napas
2. Therapeutik
(mis. Echo, berubah
a. Pertahankan jalan na
bronkoskopi,
dengan head-tiit dan chin-
transesophage b. Posisikan semi fowler a
2. Tanda mayor
al) fowler
a. Batuk tidak
c. Berikan minum hangat
e. Depresi efektif d. Lakukan fisioterapi d
b. Tidak mampu
sistem saraf jika perlu
batuk e. Lakukan penghisapan le
pusat
c. Sputum
f. Cedera kepala kurang dari 15 detik
g. Stroke berlebih f. Lakukan hiperoksige
h. Kuadriplegia d. Mengi,
sebelum penghisa
i. Sindrom
wheezing
endotrakeal
aspirasi
dan/atau ronkhi g. Keluarkan sumbatan be
mekonium
kering padat dengan forcep McG
j. Infeksi
e. Mekonium di h. Berikan oksigenasi,
saluran napas
jalan napas perlu
(pada 3. Edukasi
neonatus) a. Anjurkan asupan cairan 2
ml/hari,jika tidak
kontraindikasi
b. Ajarkan tehnik batuk efek
4. Kolaborasi
Kolaborasi pembe
bronkodilator, ekspekto
mukolitik, jika perlu
21
6. Kondisi organisme b. Monitor tanda-tanda v
penggunaan terapi patogen termasuk suhu inti tubuh
c. Monitor tanda-ta
steroid lingkungan
7. Penyalahgunaan hipertermi (mis hipercar
obat hipertermia, takikar
5. Ketidak adekuatan
8. Ketuban pecah
takipnea, asisd
pertahanan tubuh
sebelum waktunya
metabolik,aritmia,sianosi
9. Kanker primer
10. Gagal ginjal a. Gangguan kulit bengkok, kekak
11. Imunosupresi
peristaltik otot, keringat banyak,
12. Lymphedema
b. Kerusakan
13. Leukositopenia tekanan darah yang ti
14. Gangguan fungsi integritas kulit
stabil)
hati d. Monitor nilai laboratorium
e. Monitor EKG
f. Monitor tanda-ta
komplikasi
g. Monitor keluaran urine
2. Terapeutik
a. Pasang matras pendingin
bawah badan
b. Berikan kompres dingin
c. Pasang IV dua jalur
d. Berikan hiperventi
dengan oksigen 100% al
tinggi
e. Pasang NGT dan kat
urine, jika perlu
f. Minimalkan rangsan
lingkungan
g. Sediakan
kegawatdaruratan.
3. Edukasi
Jelaskan penyebab
mekanisme terjadi
hipertermia maligna
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi uji diagnosa (
22
uji kontraktur otot,
genetik molekuler) jika pe
b. Kolaborasi penggunaan a
anastesi non nitrogen (
opioid, benzodiaze
anastetik lokal, nitrous ox
dan barbiturat).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Diri Pasien Dan Penanggung Jawab
Nama Pasien : Tn. T
23
Umur : 74 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat pasien : Kp. Nusa Indah No.8 Rt 009 Rw 010
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal Masuk RS : 18-9-2017
: Diseksi Aorta Stanford A De Bakey I ,
Diagnosa Medis CAD 1 VD
Sumber Informasi : Anak Kandung
Tanggal Pengkajian : 16-9-2017
Ruang : ICU
Keluarga dekat yang dapat-
segera dihubungi (PJ) : Tn. B
Nama PJ : TN. A
Pekerjaan PJ : Pegawai swasta
Alamat PJ : Bojong Indah No.3 Rt 002 Rw 005
Telp PJ : 0895099xxx
2. Anamnesa
a. Alasan masuk RS
Post Repair Diseksi Aorta (IMH), CABG 1 x
a. Masuk dari: ICU
b. Alat yang digunakan saat masuk: Ventilasi
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama:
(Tidak dapat dikaji, pasien terintubasi dan tersedasi)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Pasien post op repair diseksi aorta (IMH) dan CABG I x (SVG-LAD)
2) Masalah Pre op:
Kardiogenik Shock.
3) Masalah intra op:
a) Post off CPB hemodinamik tidak stabil, desaturasi
b) On CPB II
c) Koreksi elektrolit
d) Off CPB
24
e) Hemodinamik tidak stabil, desaturasi
f) On CPB III
g) Maksimal support inotropik + pasang IABP
h) Off CPB
i) Hemodinamik tidak stabil, desaturasi
j) On CPB IV
k) Elekrolit terkoreksi, support inotropik sudah maksimal, IABP bocor
l) IABP di aff
m)Masuk protamine melalui kanul aorta, perdarahan di rawat,
weaning CPB lancar.
c. Riwayat Penyakit Sebelumnya
1) Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah
dialami: Tidak ada
2) Imunisasi: Tidak tahu
3) Kecelakaan yang pernah dialami: Tidak pernah
4) Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit :
AP post Angiografi dengan komplikasi diseksi aorta dan shock
kardiogenik.
25
4) Anggota keluarga lain : Tidak tahu
5) Penyakit yang sedang diderita:
a) Orang tua : Tidak tahu
b) Saudara kandung : Tidak tahu
c) Anggota keluarga lain : Tidak tahu
6) Riwayat penyakit genetik/keturunan/herediter : Tidak tahu
7) Genogram: (gambarkan silsilah keluarga 3 generasi)
Keterangan:
26
4) Perlindungan terhadap kesehatan: program skrining, kunjungan ke
pusat pelayanan kesehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen
stress, faktor ekonomi: Anak pasien mengatakan pasien malas untuk
pergi ke dokter, pasien tidak memperhatikan pola makan, pasien tidak
pernah olah raga karena sering merasa lelah, semua kebutuhan pasien
terpenuhi.
5) Pemeriksaan diri sendiri: payudara, riwayat medis keluarga,
pengobatan yang sudah dilakukan: sesekali pasien pergi ke apotik
untuk tes gula darah.
6) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan:
27
g) Ketidaknyamanan: Tidak dapat terkaji
h) Rasa dan bau Tidak dapat terkaji
i) Gigi caries: Tidak ada
j) Mukosa mulut: Lembab
k) Mual atau muntah: Pasien terpasang NGT tertutup
l) Pembatasan makanan pasien hanya mendapatkan diet cair
m)Alergi makanan: Anak pasien mengatakan pasien tidak ada alergi
makanan.
3) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini dan
SMRS):
Diet/Suplemen Khusus:
Tidak ada, Diit rendah lemak pasien mendapat diet cair susu
Instruksi Diet Sebelumnya : ( )Ya ( √)Tidak
Nafsu makan : ( ) Normal ( )Meningkat ( ) Menurun ( ) diet cair melallui NGT (√)
Penurunan Sensasi Kecap (√ ) tidak ada ( ) Mual ( ) Muntah ( ) Stomatitis
TB 165 Cm. BB 55 Kg ...... .... .... .... ....
IMT 20,2
Perubahan BB 6 bulan terakhir : (√ )Tak
ada ( )Ada ___ kg (Peningkatan / Penurunan)
Kesulitan Menelan (Disfagia) : ( ) Tidak ( ) Makanan Padat (√) Makanan Cair
Gigi : Atas (Parsial) Bawah ( √Parsial ___Lengkap)
Riwayat Masalah Kulit / Penyembuhan (√) Tak ada ( ) Penyembuhan
abnormal ( ) Ruam Kering ( ) Keringat Berlebihan ( saat sesak )
Gambaran diet pasien dalam sehari: Pasien mendapatkan diet cair susu
Jumlah = 4x200ml
Makan pagi : Diet cair susu 200ml
Makan siang : Diet cair susu 200ml
Makan malam : Diet cair susu 200ml
Pantangan/Alergi : Diet nasi biasa, diet saring/tidak ada alergi
c. Pola Eliminasi
28
1) Kebiasaan pola buang air kecil: Pasien terpasang dower catheter no:
14, produksi urine 50-80 ml/jam, wama urine kuning jernih, tanda
infeksi (-).
2) Kebiasaan pola buang air besar: Frekuensi, 1 x sehari jumlah (± 50
cc), warna kuning kecoklatan, adanya perubahan lain (√) Tgl
defekasi terakhir 18-9-17 Konstipasi (-), Diare (-) penggunaan obat
pencahar (-).
e. Endokrin
Palpasi: Tidak teraba pembesaran hepar dan tidak teraba pembesaran
limpa.
f. Sistem Integumen
29
Terdapat luka operasi di sternum panjang ± 10 cm, dan luka di sekitar
femoralis kanan ± 3 cm, tanda infeksi (-) tertutup dengan kasa.
30
c) Perkusi:
Perkusi didapat redup pada ICS Dextra 2 linea sternalis, ICS
sinistra 2 linea sternalis, ICS sinistra 5 diantara linea midclavicula
dan axila.
d) Auskultasi:
S1 dan S2 normal, S3 (-), S4 (-).
2) Sistem Respirasi (inspeksi, palpasi, auskultasi):
a) Inspeksi:
Pasien terpasang ETT no 8 (tip 20 cm) yang dihubungkan dengan
ventilator, modus PCV Fi02 50 %, PEEP 7, P control 15, RR 16
x/m, TV 445 ml, MV 7,2 ml, saturasi O2 100 %. Pergerakan dada
simetris, suara nafas vesicular (+), whezing (-), Ronchi (+), Slem
jumlah banyak, kental dan merah.
Terpasang drain substernal dan intrapericard, produksi drain 10-20
ml/jam, seruse, tanda infeksi (-).
b) Palpasi:
Tidak teraba krepitasi diseluruh lapang dada.
c) Auskultasi:
Suara nafas vesicular (+), wheezhing (-), Ronchi (+)
3) Sistem Muskuloskeletal (inspeksi, palpasi, perkusi):
a) Tonus Otot: 1
b) Menggunakan alat bantu: Pasien tampak bedrest total
c) Kekuatan otot:
1 1
1 1
d) Keluhan Saat Beraktivitas: Tidak dapat dikaji
4) Sistem Neurologi (saraf kranial, refleks):
a) Ku lemah, kesadaran SAS 3 ( 2/4/ETT), pasien gelisah dan dalam
kondisi tersedasi miloz 1 mg /jam dan dipasang restrain.
b) Pupil 2++/2++.
c) Skala nyeri BPS 4/12
d) Kemampuan perawatan diri:
31
Aspek Dinilai Score
0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
32
k. Pola Seksualitas / Reproduksi
1) Pemeriksaan payudara/testis mandiri bulanan: ( ) Ya (√) Tidak
2) Jumlah anak 9, jumlah istri: 1 (Istri pasien sudah meninggal)
3) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi:
Tidak dapat dikaji.
4) Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi:
Anak pasien mengatakan sebelumnya tidak mengeluh masalah fisik
maupun psikologi.
5) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (Genetalia, rektum)
a) Genetalia: Terlihat bersih, kedua testis tidak teraba masa pasien
terpasang dower kateter dan tidak terlihat tanda infeksi.
b) Rektum: Terlihat bersih dan tidak terdapat benjolan.
l. Pola Keyakinan-Nilai
1) Latar belakang budaya/etnik: Pasien berasal dari suku jawa.
2) Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok
budaya/etnik: Anak pasien mengatakan semua kebutuhan pasien
terpenuhi.
3) Tujuan kehidupan bagi pasien: Tidak dapat terkaji.
4) Pentingnya agama/spiritualitas: Anak pasien mengatakan pasien
merupakan muslim yang taat.
5) Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, larangan, adat) yang
dapat mempengaruhi kesehatan: Anak pasien mengatakan pasien
pantang mandi saat sakit.
6) Agama: Islam.
7) Pantangan Keagamaan: Tidak ada.
8) Pengaruh agama dalam kehidupan: Tidak dapat dikaji.
9) Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini: Tidak.
m. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher Kepala nampak simetris.
33
Pada palpasi kelenjar tiroid tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
maupun kelenjar paratiroid. Penulis tidak melihat distensi/peningkatan
jugularis vena preasure (JVP), palpasi arteri karotis kekuatan nadi
teraba kuat dengan frekuensi 140 kali/menit. Pada palpasi trachea
tidak teraba deviasi, trachea teraba ditengah leher dan tidak terdapat
masa.
2) Mata (bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, pupil,
lapang pandang, ketajaman penglihatan)
Pada kedua conjungtiva nampak merah muda, palpasi kedua kedua
bola mata sama besar, reflek kedua pupil pasien terhadap sinar
penlight positif (mengecil), besar kedua pupil nampak isokor.
3) Telinga (daun telinga, lubang, membran tympani, fungsi pendengaran)
a) Daun telinga terlihat bersih dan tidak terdapat masa
b) Lubang telinga terlihat sedikit serumenn tidak terdapat cairan
maupun massa
c) Membran tympani saat dikaji terlihat dapat memantulkan cahaya
dari pen light
d) Fungsi pendengaran tidak dapat terkaji
4) Hidung dan sinus
Bentuk hidung pasien nampak simetris, tidak terlihat pernapasan
cuping hidung. Rongga hidung; mukosa kedua lubang hidung nampak
lembab, tidak ditemukan sekret di kedua lubang hidung, tes kepatenan
kedua lubang hidung kuat, tes penciuman pasien dapat
mengidentifikasi bau minyak kayu putih tanpa melihat objek. Sinus;
tidak didapat nyeri tekan pada sinus.
5) Mulut, lidah, dan tonsil
Bibir pasien terlihat lembab, warna bibir merah muda, tidak terdapat
lesi dan tidak nampak cyanosis. Pada cavum oris terlihat bersih,
lembab, nampak merah muda, tidak ditemukan lesi, tidak terlihat
pucat maupun cyanosis. Pharyng: terlihat merah, tidak nampak pucat,
tidak terdapat pembesaran tonsil, tidak terdapat oedema.
6) Payudara
34
Nampak terlihat simetris dan tidak teraba massa.
7) Imunologi
Tidak teradapat pembesaran kelenjar limfe maupun kelenjar limpa.
35
APTT/NK 31,8/30,8
PT/INR 13,4/11,0/1,21
Fibrinogen 297
Alburnin 2,4
36
Intrepretasi Data dan Masalah
Data
Kemungkinan Penyebab Keperawatan
DS : Tidak dapat dikaji Penyempitan pembuluh darah Penurunan curah
DO : jantung jantung
1. TD: 110/60 mmHg, N:
140 x/menit; irama: Hilangnya jaringan
teratur ; kekuatan: teraba kontraktil
kuat
2. CRT: >2 detik
Kontraktilitas miokard
3. Akral teraba dingin
4. EKG: Gelombang T
inverted di V I,V2,V3 Penurunan curah jantung
5. Hasil sementara CT scan
cito menunjukan adanya
disesksi aorta di asendens.
37
infeksi (-) Resiko infeksi
4. Wire ventrikel 2 buah,
tanda infeksi (-).
5. Pasien terpasang ETT no
8 (tip 20 cm)
6. Drain substernal ICS 6
dan intrapericard di ICS 5
7. Leukosit 11.560
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang timbul dari kasus diatas antara lain:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan bersihan jalan nafas
3. Resiko infeksi
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Observasi: Identifikasi tanda gejala
jantung tindakan keperwatan primer penurunan curah jantung
selama 2x24 jam 2. Identifikasi tanda sekunder curah
Efektifitas pemompaan jantung:
jantung adekuat, status a. Monitor tekanan darah
b. Monitor intake dan output cairan
sirkulasi adekuat.
c. Monitor BB setiap hari
Ditandai dengan: d. Monitor saturasi oksigen
e. Monitor keluhan nyeri dada
f. Monitor EKG 12 sadapan
1. Tekanan darah dan g. Monitor aritmia.
h. Monitor nilai laboratorium jantung
nadi dalam batas
i. Monitor fungsi alat jantung
normal j. Periksa TD dan frekuensi nadi
2. Akral teraba hangat
sebelum dan sesudah aktifitas
k. Periksa TD dan rekuensi nadi
sebelum pemberian obat
3. Posisikan pasien semi fowler/fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi
nyaman
4. Kolaborasi pemberian aritmia jika
38
perlu
39
dalam batas normal 3. Monitor nilai laboratorium
3.Tidak ada tanda- 4. Monitor EKG
5. Monitor tanda-tanda komplikasi
tanda infeksi seperti
6. Monitor keluaran urine
tumor, rubor, dolor, 7. Terapeutik
a. Berikan hiperventilasi dengan
kalor dan
oksigen 100% aliran tinggi
fungsiolaesa
b. Pasang NGT dan kateter urine, jika
perlu
c. Minimalkan rangsangan
lingkungan
d. Sediakan alat kegawatdaruratan
8. Kolaborasi penggunaan agen
antimikroba jika perlu
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini kelompok ingin menguraikan kesenjangan antara kasus Tn. T dan
teori yang dihubungkan berdasarkan konsep mulai dari pengkajian, perumusan
masalah dan perencanaan.
Namun ada data-data yang ada pada teori namun tidak ada pada kasus seperti
bunyi jantung abnormal: S3/S4 murmur, kecemasan, perubahan pada ABGs /
pulse oxymetri dan status ego tidak dapat dikaji karena pasien dibawah
pengaruh obat (DPO).
40
efektifnya jalan napas, Aktual kerusakan integritas kulit, Kurang pengetahuan
tentang keadaan dan pemeliharaan post operasi.
Diagnosa yang diangkat pada kasus Tn. T sudah sesuai dengan teori yang ada,
namun ada 1 diagnosa yang ada pada kasus namun tidak ada pada teori yaitu
diagnosa resiko infeksi mengingat pasien post operasi dan terdapat luka.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyempitan atau penyumbatan arteri
koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah
41
melambat, jantung tak mendapat cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini
biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih
dari arteri koroner tersumbat sama sekali, akibatnya adalah serangan jantung
(kerusakan pada otot jantung). (Brunner and Sudarth, 2001).
Penyakit arteri koroner (CAD) atau Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah
penyakit yang menyerang organ jantung. Gejala dan keluhan dari PJK hampir
sama dengan gejala yang dimiliki oleh penyakit jantung secara umum.
Penyakit jantung koroner juga salah satu penyakit yang tidak menular.
Kejadian PJK terjadi karena adanya faktor resiko yang antara lain adalah
tekanan darah tinggi (hipertensi), tingginya kolesterol, gaya hidup yang kurang
aktivitas fisik (olahraga), diabetes, riwayat PJK pada keluarga, merokok,
konsumsi alkohol dan faktor sosial ekonomi lainnya. Penyakit jantung koroner
ini dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat dan menghindari fakto-
faktor resiko. seperti pola makan yang sehat, menurunkan kolesterol,
melakukan aktivitas fisik dan olehraga secara teratur, menghindari stress kerja.
B. Saran
Kelompok berharap makalah ini dapat digunakan oleh perawat untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan intervensi
keperawatan pada pasien CAD sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan dan perbaikan kondisi pasien.
42
DAFTAR PUSTAKA
Adam Sagan, 2009. Coronary Heart Disease Risk Factors and Cardiovascular
Risk in Physical Workers and Managers.
43
Davidson Christopher. (2003), Penyakit Jantung Koroner. Penerbit Dian Rakyat,
Jakarta.
Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. (1999). Panduan Mencegah & Mengobati
Penyakit Jantung. Jakarta: Pustaka Swara
Hariadi, Ali Arsad Rahim, (2005). Hubungan Obesitas dengan Beberapa Faktor
Risiko Penyakit Jantung Koroner.
Marianna Virtanen, (2012). Long Working Hours and Coronary Heart Disease: A
Systematic Review and Meta-Analysis.
Mika Kivimäki, (2013). Associations of job strain and lifestyle risk factors with
risk of coronary artery disease: a meta-analysis of individual participant data.
44
Sivaramakrishna, R., Nancy A., William, A., Gilda, C., dan Kimerly, A.
2000. Powell American Journal of Roentgenology, 175, 45-51
Kuswadji, S. 2009. Kadar Lemak Darah pada Pekerja Bergilir di Suatu Instalasi
Pengeboran Minyak dan Gas Bumi.www.cerminduniakedokteran.com [diakses 18
Mei 2014].
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 1987.
Marylin Doenges, Nursing Care Plans, F.A Davis Company, Philadelpia, 1984.
45
https://kumpulan-askep-ari.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan-cad.html
46