Anda di halaman 1dari 40

BAB I

ANATOMI ORGAN DIGESTI

Dasar Teori
Gastro intestinal tract (GIT) adalah saluran yang dilewati makanan mulai dari mulut
sampai anus, dimana didalamnya terjadi proses pencernaan berbagai makanan. Proses
pencernaan melibatkan berbagai organ, kelenjar dan struktur lain yang berkaitan dengan
dengan pengunyahan, penelanan, pencernaan, absopsi sampai ekskresi.
Beberapa istilah yang perlu diketahui dalam sistem pencernaan :
1. Prehensi : Pengambilan pakan dan minuman
2. Mastikasi : Proses pelembutan pakan biasanya berupa pengunyahan
3. Deglutisi : Penelanan
4. Regurgitasi : Pemuntahan kembali pakan yang sudah ditelan
5. Digesti : Pelembutan (pemecahan) pakan hingga dapat diabsorbsi, terdiri dari :
- Digesti mekanik
- Aksi kimiawi
- Aktivitas enzimatis
6. Absorbsi : pemindahan substansi dari GIT ke pembuluh darah atau sistem limfa
7. Anabolisme : Proses pembentukan senyawa komplek dari elemen atau dari molekul
sederhana
8. Katabolisme : Proses pemecahan senyawa komplek menjadi sederhana
9. Metabolisme : Kombinasi reaksi anabolisme dan katabolisme dalam tubuh dengan
menghasilkan energi
10. Ekskresi : Proses pengeluaran sisa
11. Ruminansia : Hewan yang memiliki satu lambung yang terdiri dari empat
kompartemen.
12. Pseudoruminansia : Hewan yang memiliki sekum yang dapat berkembang untuk
mencerna serat kasar.
13. Omnivora : hewan yang memiliki lambung tunggal.

A. Sistem Pencernaan Non Ruminansia


Hewan non ruminansia memiliki lambung hanya satu kompartemen. Hewan non
ruminansia memiliki batas dalam mencerna pakan berserat, kecuali kuda. Hewan yang
tergolong non ruminansia adalah babi, unggas, kuda, amjimg dan kucing. Kuda mampu
mencerna pakan secara mikrobial di sekum dan usus besar.
1. Babi
a. Mulut : lidah (prehensi, pencampuran dan deglutisi). Gigi (prehensi dan
mastikasi). Kelenjar saliva (air, musin, garam bikarbonat sebagai bufer,
amilase pemecahan amilum).
b. Esofagus : saluran maskuler berperan dalam deglutisi melalui gerak peristaltik.
c. Lambung : fungsinya 1). Penyimpanan pakan yang ditelan, 2). Gerak maskuler
penyebab pemecahan pakan secara fisik, 3). Penghasil cairan digestiv yakni
asam HCl, pepsin dan renin. Pakan dari lambung disebut usus dengan pH 2.
d. Usus kecil : 1). Duodenum (bagian usus yang aktif, menerima sekresi
pankreas, empedu dari hati dan dinding usus), 2), Jejenum (bagian tengah
yang berperan dalam absorbsi). Dinding usus kecil bagian dalam (lumen)
terdapat tonjolan yang disebut villi untuk memperluas area absorbsi. Setiap
villus terdapat arteri, vena dan sistem limfa.
e. Usus besar : 1). Sekum (ukuran bervariasi antar spesies, pada babi relatif
besar), 2). Kolon (bagian tengah), 3). Rektum (bagian terakhir). Usus besar
tempat absorbsi air, sekresi beberapa mineral seperti Ca, tempat fermentasi
(pembusukan) oleh bakteri yang mensintesis vitamin larut air, bakteri pemecah
serat kasar dan sintesis protein.

Ilustrasi 1. Skema Organ Pencernaan Babi

2. Kuda
a. Mulut : prehensi menggunakan gigi, lidah dan bibir. Rahang bergerak ke arah
lateral dan vertikal. Sekresi saliva mebcapai 10 galon/perhari, namun tidak
mengandung enzim.
b. Esofagus : saluran untuk deglutisi
c. Lambung : kapasitas relatif kecil, sehingga kuda harus makan beberapa kali.
Lambung kuda tidak mempunyai gerak muskuler seperti hewan lain.
d. Usus kecil : sama dengan babi, namun kuda tidak mempunyai kantong empedu
sehingga empedu disekresikan langsung ke duodenum.
e. Usus besar : ukuran besar kapasitas lebih 60%. Terdiri dari sekum, usus besar,
kolon besar kolon kecil dan rektum. Sekum dan kolon besar berisi bakteri yang
berperan 1) memecah selulosa menjadi volatile fatty acid (VFA) yakni asetat,
propionat dan butirat, 2) mensintesis vitamin larut air, 3) mensintesis protein. VFA
diabsorbsi di sekum, sedangkan kolon kecil tempat resopsi air.

Ilustrasi 2. Skema Organ Pencernaan Kuda

3. Unggas
a. Mulut : tidak memiliki gigi, terdapat kelenjar saliva yang menghasilkan amilase.
Paruh berfungsi untuk mengecilkan pakan agar bisa ditelan.
b. Esofagus : Bagian esofagus ada yang membesar tempat untuk menyimpan pakan
yang ditelan disebut krop (tembeleh) yang berfungsi 1) menyimpan pakan dan
membasahi agar basah, 2) tempat bekerjanya amilase, 3) tempat fermentasi pakan
bagi beberapa spesies unggas tertentu.
c. Proventikulus : tempat penghasil HCl dan pepsin, pakan lewat secara cepat sekitar 14
detik.
d. Gizard (ampela/ventrikulus) : dinding muskuler sangat tebal, tempat pemecahan
pakan secara fisik dengan kontraksi setiap 20-30 detik. Biasanya gizard berisi grid
(batuan atau petikel kecil yang keras) berfungsi menggiling pakn yang melaluinya.
Gizard tidak menghasilkan enzim, namun HCl dan pepsin dari proventikulus masih
bekerja disini.
e. Usus kecil : hampir semua enxim yang ada pada mamalia juga ada di usus kecil
unggas kecuali laktase. Ph agak asam, absorbsi sama dengan mamalia, namun usus
unggas tidak menghasilkan hormon enterogastron yang berperan dalam absobsi
lemak.
f. Sekum dan usus besar : sekum mamalia hanya satu, pada unggas ada sepasang.
Sekum dan usus besar tempat absorbsi air. Terjadi pencernaan serat kasar dan sintesis
vitamin larut air di sekum namun dalam kapasitas sangat kecil. Usus besar pendek
dan kosong menyatu dengan kloaka.

Ilustrasi 3. Skema Organ Pencernaan Ayam

B. Sistem Pencernaan Ruminansia


Ruminansia memiliki lambung yang terdiri dari beberapa kompartemen, mampu
mencerna pakan berserat melalui bantuan mikrobia. Ternak yang tergolong ruminansia
antara lain sapi, kerbau, kambing dan domba.
1. Mulut : tidak memiliki gigi seri atas, hanya da gigi seri bawah. Prehensi
menggunakan bibir dan lidah. Gigi geraham atas dan bawah tajam dan lebar. Gerakan
rahang secara lateral. Saliva dihasilkan secara terus menerus terutama saat ruminasi
saat istirahat. Sapi menghasilkan saliva 12 galon/hari, domba 2 galon/hari. Saliva
tidak mengandung enzim, namun menyediakan sumber N (urea), P dan Na yang
digunakan oleh mikrobia rumen.
Ilustrasi 4. Skema Pencernaan Ruminansia
2. Retikulum : lambung bagian terdepan (cranial), esofagus membuka ke arah rumen
dan retikulum. Dinding membentuk pola segi enam menyerupai jala maka disebut
lambung jala. Dinding retikulum tidak menghasilkan enzim.

Ilustrasi 5. Bagian dalam retikulum

3. Rumen : ruang besar, bersifat muskuler membentang dari diafragma sampai pelvis,
memenuhi sebagian rongga perut. Dinding rumen tonjolan yang disebut papillae
menyerupai handuk maka rumen juga disebut lambung handuk. Fungsi rumen
meliputi 1) storage (penyimpanan), 2) perendaman, 3) pencampuran dan pemecahan
secara fisik, 4) ruang fermentasi (pembusukan) oleh mikroba (bakteri dan protozoa).
Berbagai bakteri terdapat dicairan rumen, mencapai 25-50 juta/ml caoran.
- Sintesis vitamin larut air dan vit K
- Sintesis asam amino dan protein. Bakteri menggunakan N dari pakan dan non
protein nitrogen (NPN) menggunakan kerangka karbon (C) dari karbohidrat untuk
membentuk protein bakteri. Bakteri terbawa ke usus dan menjadi sumber asam
amino induk semang (ruminansia)

Ilustrasi 6. Bagian dalam rumen

4. Omasum : terletak disebelah kanan rumen dan retikulum, terdapat lipatan (lapisan)
seperti buku maka disebut sebagai lambung buku. Dindingnya bersifat muskuler,
tanpa menghasilkan sekresi enzim. Fungsi omasum mereduksi partikel pakan
sebelum masuk abomasum dan tempat absorbsi air.
Iustrasi 7. Bagian dalam Omasum

5. Abomasum : disebut juga lambung sejati atau lambung glanduler. Secara umum
hampir sama dengan lambung pada non ruminansia.

Ilustrasi 8. Bagian dalam Abomasum

6. Usus kecil dan usus besar : identik dengan usus pada babi yang telah dijelaskan
sebelumnya.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM ANATOMI SALURAN PENCERNAAN

Tujuan praktikum :
1. Mengidentifikasi bagian dan ciri saluran pencernaan ternak monogastrik,
ruminansia dan pseudoruminansia.
2. Menjelaskan fungsi masing-masing bagian saluran pencernaan ternak
monogastrik, ruminansia dan pseudoruminansia.

Bahan :
1. Saluran pencernaan ternak monogastrik (ayam), ruminansia (domba awetan) dan
pseudoruminansia (kelinci).
2. Formalin
Alat :
1. Pisau bedah
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Alat tulis

Prosedur kerja :
a. Preparat awetan ruminansia
1. Letakkan preparat pada meja preparat
2. Mengidentifikasi dan susun saluran pencernaan ruminansia, lalu amati
3. Gambar dan catat hasil pengamatan. Diskripsikan perbedaan rumen,
retikulum , omasum dan abomasum.
b. Preparat baru (saluran pencernaan keinci dan ayam)
1. Memotong 3 saluran meliputi vena jugularis, esofagus dan trakea.
2. Mengeluarkan organ dalam meliputi esofagus, lambung, usus (kecil dan
besar), hati dan pankreas yang menempel pada usus kecil.
3. Menimbang saluran pencernaan beserta isi (feses) yang masih ada
didalamnya
4. Membersihkan isi saluran pencernaan dan mencucinya sampai bersih.
5. Menimbang masing-masing bagian yang dipotong (jika terbatas tidak
dilakukan)
6. Mengukur :
a. Panjang esofagus
b. Panjang dan lebar lambung (yang telah dibedah). Pada saluran
ruminansia masing-masing bagian kompartemen lambung yakni
retikulum, rumen, omasum dan abomasum
c. Panjang usus keci, usus besar dan sekum.
BAB I

ANATOMI ORGAN PERNAFASAN

Dasar Teori

Sistem pernafasan terdiri atas beberapa bagian terdiri hidung, faring, laring, trakea,
bronkeolus dan paru-paru. Secara fisiologis sistem pernafasan terbagi menjadi 2 bagian
utama:

1. Jalur keluar masuk udara – adalah bagian yang berfungsi sebagai pipa atau saluran
yang menghubungkan udara luar dengan bagian pertukaran udara. Organnya terdiri
atas Hidung – faring – laring – trakea - bronkus
2. Bagian transisi dan difusi udara – organ yang berfungsi untuk pertukaran udara antara
darah dengan organ pernafasan. Organnya terdiri Bronkeolus dan alveolus.

Struktur Pernafasan Ayam

Sama seperti sistem pernafasan burung lainnya, sistem pernafasan ayam terdiri atas:

a. Wilayah kepala – lubang hidung, rongga hidung, faring.


b. Wilayah faringeal – superior laring atau glotis  pengatur jalur masuk udara dan
makanan.
c. Trakea  tersusun atas cincin tulang rawan  menghindari tekanan negatif
d. Srynx atau kaudal laring – terletak di ujung trakea, bagian penghasil suara.
e. Bronkus – percabangan trakea.
f. Paru paru – parabronkus, kantung udara.

Gambar 1. Sistem Pernafasan Ayam Source: Public domain.

Paru – paru ayam relatif kecil, menempel pada setiap tulang rusuk. Sistem pernafasan
burung berbeda dengan hewan mamalia karena diafragma, otot dada dan tulang dada tidak
memungkinkan berkembangnya paru – paru. Paru – paru burung tersusun atas Parabronkus
dan kantung udara. Parabronkus merupakan tempat pertukaran gas pada ayam. Kantung
udara berfungsi untuk membantu pernafasan burung dan beberapa reptil. Kantung udara
terdapat sebanyak 9 buah. Sistem pernafasan disokong oleh tulang yang berongga.

Struktur Pernafasan Kelinci

Sistem pernafasan kelinci teridiri atas:


a. Rongga hidung
Rongga hidung terbagi menjadi bagian kanan dan kiri oleh tulang Mesethm. Rongga
hidung berfungsi untuk menyaring udara, mengatur suhu dan kelembapan.
b. Laring – terdapat pita suara.
c. Trakea
Trakea terdiri atas tulang rawan bersilia dan lendir untuk mencegah masuknya benda
asing ke paru – paru.
d. Bronkus
e. Paru – paru – tersusun atas sel epitel. Paru – paru kanan 4 lobus, paru – paru kiri 2
lobus.

Gambar 2. Gambar Pernafasan Kelinci Source : Biozoom

Pertukaran Gas O2 Dan CO2

System respiratori pada burung berupa paru-paru yang di lengkapi dengan sejumlah
kantong udara yang besar dan memiliki membrane tebal. Gerakan inspirasi terjadi karena
kontraksi otot-otot respiratori yang mendorong tulang-tulang iga kearah depan sehingga
menghasilkan gerakan sternum ke depan dan ke bawah. Tulang-tulang iga lainnya bergerak
ke arah lateral dan menyebabkan peningkatan volume rongga tubuh. Saat kondisi tersebut
paru-paru dan katong udara ikut mengembang. Akibatnya, tekanan pada paru-paru dan
kantong udara turun sehingga udara atmosfer masuk ke dalamnya.
Sistem respirasi mamalia, fase inspirasi merupakan proses aktif yang terjadi karena
adanya kontraksi otot inspiratori (otot diantara tulang-tulang iga dan digfragma). Kontraksi
otot tersebut akan meningkatkan volume rongga dada dan menyebabkan paru-paru
mengembang serta timbul tekanan negative di dalammya, sehingga udara atmosfer pun
segera masuk paru-paru berbeda dengan fase inspirasi yang bersifat aktif, fase ekspirasi
merupakan proses pasif. Ekspirasi terjadi karena adanya relaksasi otot inspiratori dan
pengerutan dinding alveoli.
Saluran Reproduksi Pada ternak
A. Saluran Reprodusi Pada Ternak Ruminansia
a. Organ Reproduksi Jantan
Organ reproduksi jantan secara alamiah berfungsi sebagai penghasil sel-sel kelamin
jantan atau spermatozoa yang hidup, aktif, dan potensial fertil yang dapat diletakkan
pada saluran reproduksi betina untuk dapat membuahi sel telur. Organ reproduksi
jantan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu : (a) organ kelamin primer, yaitu
gonad jantan yang disebut sebagai testis, (b) kelenjar aksesoris sebagai pelengkap,
yaitu kelenjar vesikularis, prostat, cowper dan saluran epydidymis dan vas deferens,
dan (c) alat kelamin luar atau kopulatoris yaitu penis.
Berikut akan dibahas organ-organ reproduksi jantan bagian anatomi dan fungsi.
1. Testis
Testis merupakan organ reproduksi primer pada ternak jantan yang terletak pada
daerah prebubis, yang dibungkus kantong skrotum dan digantung oleh funiculus
spermaticus. Testis pada sapi berbentuk oval serta bertekstur kenyal dan padat.
Testis memiliki tiga komponen yaitu sel leydig, tubulus seminiferus, dan sel sertoli.
Testis memiliki fungsi sebagai penghasil sel sperma dan hormon testosteron.
Bagian luar testis yang berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung di sebut
skrotum. Skrotum juga berfungsi untuk mengatur suhu testis agar tetap stabil, yaitu
lebih rendah 4°C lebih rendah dibawah suhu tubuh.
2. Epididimis
Epididimis merupakan saluran yang memanjang yang bertaut rapat dengan testis.
Epididimis memiliki tiga bagian yaitu : ciput (kepala), corpus (badan), dan cauda
(ekor). Epididimis memiliki fungsi sebagai tempat penampungan sperma sementara,
jalur transportasi sperma dari tubulus seminiferus menuju cauda, dan tempat
pematangan sperma.
3. Vas deferens
Vas deferens merupakan saluran reproduksi yang terentang dari duktus epididimis
hingga urethra, yang berdinding tebal mengandung serabut urat dan berdiamter 2
mm. Vas deferens berfungsi sebagai tempat mengangkut sperma dari epididimis
menuju uretra. Vas deferens memiliki dua saluran diatas vesica urinaria yang
lambat laun mengalami penebalan menjadi ampula yang berfungsi sebagai tempat
penampungan semen sebelum ejakulasi.
4. Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat pada sapi ada sepasang yang berbentuk bulat. Kelenjar prostat
menghasilkan cairan asam yang berfungsi memberi aroma khas bagi semen.
5. Kelenjar cowper
Kelenjar cowper merupakan sepasang kelenjar berbentuk bulat dan berdinding
tebal. Kelenjar cowper berfungsi sebagai sebagai pembersih saluran urethra.
6. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis memiliki bentuk seperti kipas bergerigi yang terdapat sepasang
kelenjar terletak diantara ampula dan prostat. Vesikula seminalis berfungsi
memberikan nutrisi bagi semen sebelum ejakulasi yang mensekresikan cairan
semen yang mengandung protein, fruktosa, asam sitrat, dan enzim lainnya.
7. Penis
Penis merupakan organ kopulatoris jantan yang berfungsi sebagai eksresi urin dan
pendeposisian semen kedalam saluran reproduksi betina. Penis pada sapi terbagi
menjadi tiga, yaitu bagian pangkal, bagian badan dan bagian ujung penis.

b. Organ Reproduksi Betina


Organ reproduksi betina memiliki fungsi primer sebagai penghasil hormon kelamin
betina dan fungsi sekunder untuk menerima dan menyalurkan sel kelamin jantan dan
betina, serta memberi pakan dan melahirkan individu baru.
1. Ovarium
Ovarium pada sapi berbentuk oval terdiri dari kortes dan medula yang terletak di
cavum abdominalis. Ovarium memiliki fungsi eksokrin menghasilkan ovum dan
endokrin menghasilkan hormon reproduksi betina yaitu estrogen dan progesteron.
2. Oviduct
Oviduct merupakan saluran sempit yang berliku-liku dengan tekstur keras yang
menghubungkan ovarium dengan uterus yang tergantung dalam mesosalpinx.
Oviduct terdiri dari tiga bagian yaitu infundibulum, ampula dan ithmus. Oviduct
berfungsi untuk menangkap sel telur yang matang dan tempat terjadinya
fertilisasi.
3. Uterus
Uterus merupakan saluran muskuler yang memanjang menghubungkan vagina
dengan oviduct yang memiliki bentuk seperti kepala bertanduk. Uterus pada jenis
ternak memiliki tipe yang berbeda pada ternak sapi, domba, dan kambing
memiliki tipe uterus bipartitus. Ternak babi memiliki tipe uterus bicornis. Uterus
memiliki tiga bagian yaitu (a) cornua utery berfungsi sebagai tempat implantasi,
(b) corpus utery berfungsi tempat pertumbuhan, perkembangan, dan pemberian
nutrisi bagi foetus, (c) servix berfungsi tempa penyeleksian sperma.
4. Vagina
Vagina merupakan tabung muskuler yang melebar dari leher rahim hingga saluran
uretra dan berdinding tipis. Vagina berfungsi sebagai tempat penerimaan deposisi
semen, sebagai alat kopulatoris betina, dan jalur keluarnya foetus ketika kelahiran.
5. Vulva
Vulva merupakan organ kelamin luar betina yang berbentuk sepeti bibir yang
terdiri dari labia mayora, labia minora, dan clistoris. Vulva berfungsi untuk
menentukan tanda-tanda birahi pada ternak.

B. Saluran Reproduksi Ternak Unggas


Secara umum saluran reproduksi pada ternak unggas dan ruminansia memiliki
perbedaan morfologi.
a. Organ Reproduksi Jantan
Anatomi organ reproduksi jantan yaitu testis, vas deferens, cloaca dan vent. Adapun
fungsinya secara umum sama seperti

b. Organ Reproduksi Betina


1. Ovarium
Ovarium adalah tempat sintesis hormon steroid seksual, gametogenesis, dan
perkembangan serta pemasakan kuning telur (folikel). Ovarium pada unggas
terdiri dari folikel dan sintesis yolk.
2. Oviduct
Oviduct adalah tempat menerima kuning telur masak, sekresi putih telur dan
pembentukan kerabang telur. Oviduct pada unggas terdiri dari infundibulum,
magnum, ithmus.
3. Uterus atau kelenjar kerabang
4. Vagina
5. Kloaka
6. Vent
BAB II
FISIOLOGI DARAH
Dasar Teori
Darah merupakan suatu medium untuk menjaga keseimbangan lingkungan sel. Untuk
melakukan hal ini organisme yang lebih tinggi derajatnya, darahnya harus berfungsi sebagai
sistem transportasi pembawa nutrient ke sel dan membuang sisa metabolisme dan karbon
dioksida dari cairan interstitial sekitar sel. Sistem transportasi juga berperan dalam sinergi
berbagai organ tubuh secara bersama-sama mengintegrasikannya melalui kerja hormon.
Terdapat beberapa fungsi lain darah, antara lain misalnya menjaga keseimbangan asam basa
(sebagai buffer), menghancurkan organism easing melalui sistem fagositosis (penelanan) dan
sistem kekebalan, menyebarkan panas tubuh (dan sebaliknya), dan melindungi diri dari
hilangnya darah melalui mekanisme homeostatis (koagulasi atau penggumpalan).
Dalam eksperimen akan diukur sifat-sifat darah dan fungsinya, namun dalam kondisi
normal, tidak membandingkan darah kondisi normal dengan kondisi abnormal pada saat
kondisi sakit. Sebelum pelaksanaan percobaan, akan disajikan cara-cara preparasi sediaan
darah.
Darah terdiri atas komponen seluler (sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih
atau leukosit, dan keeping darah atau trombosit), serta serum (cairan darah). Apabila darah
dalam tabung disentrifuge, akan terpisah komponen selulernya dan komponen cairnya.
Komponen seluler dinyatakan dalam persen (%) dan disebut hematokrit. Fungsi sel-sel darah
adalah untuk mengangkut oksigen dan karbon dioksida (oleh eritrosit), melawan infeksi dan
membunuh organism easing (oleh leukosit), dan menjaga agar darah tidak hilang atau
berkurang atau agar membeku (oleh trombosit). Berkenaan dengan fungsi-fungsi penting
tersebut, jumlah sel-sel darah harus cukup. Oleh karena itu, mengetahui jumlah sel darah
sangat penting untuk menentukan status kesehatan.
Eritosit atau keeping darah bukanlah sel dalam arti yang sebenarnya sebagaimana
definisi tentang sel. Keduanya tidak mempunyai inti dan tidak mampu melakukan mitosis
untuk membentuk sel anak. Keduanya tidak lebih sebagai sebuah kantong untuk membawa
bahan kimia tertentu yaitu hemoglobin dalam eritrosit dan faktor 3 dalam keeping darah.
Darah berwarna merah karena mengandung hemoglobin di dalam eritrosit. Kadar Hb
menunjukkan kemampuan darah mengangkut oksigen. Semakin tinggi kadar Hb semakin
tinggi pula oksigen yang dapat diangkutnya. Jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah
berhubungan langsung dengan kadar Hb darah. Setiap gram Hb mampu membawa 1,34 ml
oksigen apabila dalam keadaan jenuh sempurna. Normalnya setiap 100 ml darah mengandung
sekitar 15 g Hb yang terikat pada 500 juta sel darah merah. Sel darah merah berfungsi
sebagai kantong pembawa Hb, sampai lebih dari 34% berat sel darah merah merupakan
hemoglobin. Kadar Hb pada orang laki-laki adalah 15,4 gm/100 ml darah (13,6-17,2 gm/100
ml darah), wanita 13,3 g/ 100 ml darah (11,5-15 gm/100 ml darah). Apabila kadar Hb
dibawah 10 gm/100 ml darah, menunjukkan adanya anemia. Pengukuran kadar Hb dapat
dilakukan dengan metode Tallquist, metode Sahli dan metode Cyanmethemoglobin, namun
yang dilakukan dalam praktikum hanya metode Sahli.
a. Metode Tallquist
Metode Tallquist yakni menggunakan buku pedoman yang berisi gambar berwarna
standard. Kadar Hb ditentukan berdasarkan kesamaan warna darah dengan warna
standard yang tertera pada buku pedoman. Setetes darah diletakkan pada kertas
penggumpal. Sebelum darah mongering atau menggumpal, bandingkan warna darah
dengan warna yang paling cocok pada chart. Angka pada masing-masing warna
standard menunjukkan presentase Hb darah. Angka ini kemudian dikalikan dengan
standard Tallquist sebesar 16,5 gram untuk memperoleh gram Hb per 100 ml darah.
b. Metode Sahli
Pengukuran Hb dilakukan berdasarkan prinsip perubahan Hb darah sehingga
diperoleh warna yang sama dengan standard Sahli. Hb akan diubah menjadi hematin
berwarna keunguan oleh pengaruh asam hipoklorat. Semakin tinggi kadar Hb, maka
semakin nyata warna hematin.

Dengan sentrifugasi, sel darah merah akan terpisah dengan komponen darah lainnya.
Hasil pengukuran yang menyatakan perbandingan sel darah merah terhadap volum darah
disebut dengan hematokrit. Presentase perbandingan tersebut ditunjukkan dengan tingginya
warna merah pada tabung dibandingkan tinggi seluruh darah dalam tabung. Pengukuran ini
dilakukan bila ada kecurigaan penyakit yang mengganggu sel darah merah, baik berlebihan
ataupun kekurangan. Kadar hematokrit normal pada laki-laki dewasa adalah 46 % (43-49%),
sedangkan pada wanita 41% (36-45%). Pada kasus anemia, kadar hematokrit dapat menurun
sampai dibawah 15% atau bisa meingkat sampai 70% pada kasus polycythemia.
Trombosit atau keping sel darah merupakan salah satu komponen darah yang
mempunyai fungsi utama dalam pembekuan darah. Trombosit akan bekerja dengan
menutupi pembuluh darah yang rusak dan membentuk benang-benang fibrin seperti jaring-
jaring yang akan menutup kerusakan tersebut. Selain itu, ternyata trombosit juga mempunyai
peran dalam melawan infeksi virus dan bakteri dengan memakan virus dan bakteri yang
masuk dalam tubuh kemudian dengan bantuan sel-sel kekebalan tubuh lainnya
menghancurkan virus dan bakteri di dalam trombosit tersebut.
Anemia merupakan kondisi kekurangan sel darah merah. Anemia dapat disebebkan
oleh beberapa faktor seperti aplastic bone marrow, kerusakan eritrosit, kurang matang,
hemorrhage dsb. Masing-masing berpengaruh terhadap ukuran sel dan kandungan
hemoglobin. Dengan mengetahui jumlah eritrosit dan kadar Hb kita dapat mencari penyebab
anemia, yang dinyatakan dalam Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentrate (MCHC). Kisaran normal MCV adalah 87 + 2 mikron kubik.
Darah juga mengandung sel darah putih (SDP). Jumlah rata-rata sel darah putih
sebanyak 7.500/mm3 merupakan indikasi penting untuk ukuran kesehatan, namun akan lebih
lengkap apabila diketahui perbedaan jumlah sel darah putih. Masing-masing tipe sel darah
putih mempunyai peran yang berbeda dalam melawan infeksi kuman dan setiap jenis
penyakit akan menyebabkan perbedaan jumlah tipe sel darah putih yang terbentuk. Berikut
ini contoh beberapa hal yang menyebabkan meningkatnya jumlah sel darah putih.
Infeksi protozoa, malnutrisi, aplastic anemia Neutriphilic leukopenia
Strenuous axercise, rheumatic fever, severe burn Neutriphilic leukocytosis
Gondok, German measles, batuk Lymphocytosis
Scarlet fever, infeksi parasite, reaksi alergi Eosinophilia
Sakit kronis seperti TBC dan leukemia Monocytosis
Pemberian obat glukokortikoid Lymphocytopenia
Berikut ini disampaikan gambaran tipe leukosit secara singkat. Warna dan gambaran lebih
jelas dapat dilihat pada buku Physiology yang menampilkan keeping dan leukosit darah
dengan pewarnaan Wright’s.
Preparasi darah
Melakukan percobaan pengamatan darah harus melakuan preparasi darah dengan cara
mengambil sampel darah dari ternak terlebih dahulu. Jumlah darah yang diambil sangat
tergantung pada obyek pengamatan apa yang akan dilakukan. Selain itu, juga tergantung pada
jenis hewan. Pengambilan darah dalam jumlah sedikit pada manusia cukup menggunakan
lanset untuk ditusukkan pada ujung jari, namun jumlah darah yang cukup banyak
diperlukanpengambilan melalui vena dengan menggunakan venoject.
Darah yang berada di luar tubuh akan segera membeku, oleh karena itu pada
umumnya alat penyedot darah (venoject) sudah dilengkapi anti pembekuan darah
(antikoagulan). Untuk memudahkan teknik pengambilan darah, venoject dibuat hampa udara,
sehingga pada saat ditusukkan ke vena secara otomatis akan menyedot darah dengan
sendirinya.
Pemeriksaan darah yang diberi antikoagulan, adalah untuk memeriksa plasma (kadar
dalam plasma). Namun demikian, apabila pemeriksaan darah yang tidak disertai antikoagulan
adalah memeriksa serum (kadar dalam serum). Perbedaan plasma dengan serum ini
diterangkan dalam bab lain.
Pengambilan darah menggunakan venoject, pada hewan berkaki 4 dilakukan pada
vena jugularis dengan cara menekan vena tersebut untuk membendung aliran darah ke
jantung dan untuk memudahkan memasukkan jarum. Hewan-hewan kecil seperti tikus dan
hewan yang seukuran dengannya perlu ketelitian dan pengalaman untuk mengambil darah
dengan cara ini karena ukuran vena sangat kecil. Pengambilan darah pada unggas dilakukan
pada vena brachialis pada sayap, namun juga perlu ketelitian dan kehati-hatian karena pada
unggas sangat mudah terjadi abses (pembengkakan) pada vena yang tertusuk jarum.
Darah yang berada di luar tubuh beberapa saat akan segera membeku. Apabila
didiamkan bekuan akan mengkerut dan serum terperas keluar. Untuk menghindarkan
pembekuan harus ditambahkan antikoagulan. Ada beberapa antikoagulan antara lain adalah
oksalat Wintrobe (Heller), ethylene diamine tetra acetate (EDTA), tri natrium sitrat, natrium
sitrat, heparin, dan natrium flourida.
1. Oksalat Wintrobe
Jenis antikoagulan ini berupa Kristal ammonium dan kalium oksalat dengan
perbandingan 3:2, larutan pokoknya adalah : Ammonium oksalat 12 g, kalium oksalat
8 g dan air suling sampai 1.000 ml.
Untuk 2 ml contoh darah diperlukan 0,2 ml larutan pokok diatas (perbandingan 10:1).
Botol penampung setelah diisi dengan larutan pokok dimasukkan ke dalam oven
bersuhu 70°C untuk menguapkan cairannya sehingga terbentuk Kristal. Oksalat
Wintrobe bersifat isotonic terhadap eritrosit pada konsentrasi diatas. Antikoagulan ini
tidak cocok untuk pembuatan sediaan apus karena mempengaruhi bentuk leukosit.
2. Ethylene diamine tetra acetate (EDTA)
Antikoagulan ini dapat digunakan dalam bentuk garam natrium, kalium atau lithium.
Pemakaian setiap ml darah diperlukan 1,25 – 1,75 mg di-kalium EDTA. Cara
pembuatan sama dengan antikoagulan Wintrobe, dan cairan pelarutnya juga diuapkan
dalam oven untuk memperoleh bentuk kristal. Antikoagulan ini tidak mempengaruhi
bentuk eritrosit dan leukosit serta tidak mempercepat pecahnya trombosit. Apabila
kadar EDTA melampaui batas ini maka eritrosit dapat mengkerut dan mengakibatkan
nilai MCV di-natrium EDTA agak lambat melarut. Antikoagulan ini tidak dapat
digunakan untuk test masa protombin dan test koagulasi lain.
3. Tri Natrium Sitrat
Antikoagulan ini berupa larutan 0,106 M (3,13%) tri natrium sitrat merupakan
antikoagulan yang baik untuk pemeriksaan koagulasi darah. Penggunaan adalah
dengan perbandingan volume darah : volume sitrat = 9 : 1.
4. Natrium sitrat
Antikoagulan ini berupa larutan 3,8% natrium sitrat. Natrium sitrat bersifat isotonik
terhadap eritrosit pada perbandingan volume darah dengan volume 14 antikoagulan
sebesar 4:1. Untuk 10 ml darah diperlukan 2,5 ml antikoagulan.
Penggabunagn terutama untuk test LED cara Westergren dan tidak dapat digunakan
untuk menghitung eritrosit, leukosit dan trombosit. Kelemahan antikoagulan ini pada
besarnya kesalahan teknik karena adanya faktor pengenceran.
5. Heparin
Heparin merupakan antikoagulan berbentuk cairan yang diperlukan untuk mencegah
koagulasi darah pada pemakaian dengan perbandingan volume darah dengan berat
heparin sebesar 10 : 1. Untuk 10 ml darah diperlukan 1 mg heparin. 1 mg heparin
volume sangat sedikit sehingga faktor pengenceran dapat diabaikan. Heparin bersifat
tidak mempengaruhi volume eritrosit, namun menyebabkan leukosit menggumpal.
Heparin tidak digunakan untuk membuat sediaan apus darah karena memberikan latar
belakang warna biru pada sediaan apus setelah diwarnakan.
6. Natrium flourida
Antikoagulan natrium flourida (NaF) berupa bubuk dan digunakan pada perbandingan
10 mg NaF untuk setiap 1 ml darah. Antikoagulan ini khusus digunakan untuk
penentuan kadar gula karena disamping NaF mencegah pembekuan darah juga
menghambat glikolisis.

Penjelasan tentang peralatan pengamatan darah (Hemositometer) :

Hemocytometer adalah Alat ini digunakan untuk menghitung jumlah sel darah,
leukosit, trombosit, dan eritrosit. yang terdiri dari beberapa alat yaitu: kamar hitung dan dua
macam pipet yaitu pipet thoma erytrosit dan pipet thoma lekosit.

Kamar hitung
Kamar hitung yang sebaiknya dipakai adalah yang mempunyai garis bagi.Luas dari
pada seluruh yang dibagi ialah 9mm2 dan dibagi menjadi 9 bidang besar yang luasnya
masing-masing 1mm2. Bidang besar dibagi lagi menjadi 16 bidang sedang yang luasnya
masing-masing ¼ x ¼ mm2 .bidang yang di tengah dibagi lagi menjadi 25 bidang dan tiap
bidang dibagi menjadi 16 bidang kecil, jadi seluruh bidang kecil jumlahnya 400 buah, yang
masing-masing luasnya 1/20 1/20 mm2.
Tinggi kamar hitung yaitu jarak antara permukaan yang bergaris-garis dan kaca
penutup yang terpasang adalah 1/10 mm. volum dalam kamar hitung dapat dirinci sebagai
berikut :
1 bidangkecil =1/20 x 1/20 x 1/10 = 1/4000 mm3
· 1 bidangsedang =1/4 x1/4 x 1/10 = 1/160 mm3
· 1 bidangbesar = 1 x 1 x 1/10 =1/10 mm3
· Seluruhbidang yang dibagi = 3 x 3 x 1/10 =9/10 mm3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM FISIOLOGI DARAH
Tujuan praktikum :
1. Mengukur kadar hematokrit
2. Menghitung jumlah eritrosit dan leukosit
3. Mengukur kadar hemoglobin
4. Menghitung diferensial leukosit pada preparat apus darah
Prosedur Kerja Preparasi Darah :
1. Siapkan tabung 5 ml, isilah tabung tersebut dengan antikoagulan
2. Ambil darah ayam dengan menggunakan spuit melalui vena brachialis
3. Masukkan darah tersebut kedalam tabung reaksi yang telah disiapkan
4. Kocok pelan-pelan agar antikoagulan bercampur
5. Gunakan darah untuk observasi
Parameter yang diukur dan Prosedur kerja :
1. Mengukur kadar hematokrit
Bahan :
1. Darah
2. Kapas
3. Sealing compound (malam/lilin) penutup
Alat :
1. Pipa mikrokapiler
2. Centrifuge
3. Tabel jenetsky
Cara kerja pengukuran kadar hematokrit :
a. Isilah tabung mikropipet dengan darah tiga perempatnya
b. Tutuplah ujung tabung dengan cara menekankan pada sealing compound (bahan
penutup) dan putarlah hingga membentuk lubang
c. Letakkan tabung mikrokapiler tersebut pada sentrifuge pada posisi ujung yang berisi
darah di luar, kemudian sentrifuge selama 3 menit pada kecepatan 2000-4000 rpm.
d. Setelah selesai sentrifuge, kadar hematokrit diukur menggunakan tabel Jenetsky.
Caranya yaitu :
Tinggi sel warna merah (mm)
Hct (%) = × 100%
Tinggi seluruh darah dalam tabung

2. Mengukur kadar hemoglobin (Hb)


Bahan :
1. Darah
2. Larutan HCl (asam hipoklorat) 0,1 N
3. Aquadest
Alat :
1. Hemometer sahli
2. Pipet hisap
Cara kerja mengukur kadar Hemoglobin :
a. Isilah tabung Sahli dengan HCl sampai 10% (sampai angka 2)
b. Hisaplah darah menggunakan pipet hemoglobin sampai batas skala 20, dengan cepat
segera pindahkan ke tabung Sahli dengan cara meniupnya
c. Aduk sampai merata dan tunggu 3-10 menit (agar terbentuk asam hematin yang
berwarna coklat)
d. Tambahkan tetes demi tetes aquadest (air suling) ke dalam larutan hematin (aduk
tiap kali meneteskan) sampai diperoleh warna hematin dalam tabungsama dengan
warna tabung standard pada comparator block
e. Bacalah skala pada tabung Sahli untuk memperoleh presentase Hb dan gram Hb/100
ml darah
Catatan : pada langkah 2, apabila terlalu lama darah dalam tabung maka akan
menggumpal. Bila terlanjur menggumpal bersihkan berulang kali menggunakan : air
suling – alcohol – eter atau aseton. Apabila tidak bersih dapat digunakan serabut
logam dari kabel bekas.

3. Menghitung sel darah merah (Eritrosit)


Bahan :
1. Darah
2. Larutan Hayem
Alat :
1. Bilik hitung improve neubauer
2. Mikroskop
3. Hand counter
4. Pipet hisap eritrosit
Prosedur kerja menghitung Red Blood Cell (RBC) (Eritrosit)
a. Siapkan pipet RBC (Red Blood Cell) dan bilik hitung hemocytometer.
b. Pasanglah karet penghisap pada pipet RBC, persiapkan pada bibir anda untuk
menghisap. Usahakan pipet pada posisi horizontal, dan masukkan ujung pipet pada
darah. Hisaplah darah kedalam pipet sampai pada angka 0,5.
c. Tempatkan ujung pipet pada cairan larutan Hayem dan isaplah larutan tersebut ke
pipet sampai mencapai tanda 101.
d. Lepaskan karet penghisap, tutup kedua ujung pipet dengan ibu jari dan jari tengah,
kocok (goyang) pipet mengikuti angka 8 selama 2 menit.
e. Setelah sel-sel terlarut (tercampur), buanglah 2-3 tetes dari ujung pipet. Tempelkan
ujung pipet pada coverslip yang telah disiapkan pada hemocytometer dan biarkan
selama 2 menit
f. Teteskan larutan sel darah merah dalam bilik hitung dan tutup dengan cover glass.
g. Amatilah dan hitunglah jumlah eritrosit pada bilik hitung di bawah mikroskop pada
5 kotak kecil (4 kotak di pojok, 1 ditengah)
h. Catat jumlah eritrosit yang anda hitung.
Catatan :
a. Jika belum terlatih menggunakan bilik hitung, cobalah sebelum kerja dengan cara
menempatkan hemocytometer pada mikroskop dan periksalah apakah anda dapat
menemukan ruang hitung. Gunakan pebesaran ringan untuk menemukan ruang
tengah 1 mm2 dan gunakan pebesaran kuat untuk menemukan ruang 1/25 mm2 yang
lebih kecil.
b. Setelah selesai, bersihkan dan keringkan pipet sebelum dan sesudah digunakan
dengan larutan :
1. Air suling
2. Alcohol 95%
3. Ether atau aseton
Biarkan eter mengalir secara gravitasi dari ujung atas pipet, kemudian alirkan udara pada
pipet menggunakan aspirator. Jangan ditiup karena dapat meninggalkan droplet air
pada pipet yang dapat mengacaukan hitungan.Bersihkan pula bilik hitung
hemocytometer dengan air suling dan keringkan dengan kertas tissue.
c. Apabila dalam menghisap pipet ada gelembung udara masuk ke pipet, maka tiuplah
keluar, bersihkan dan cobalah lagi menghisapnya. Letakkan ujung lidah pada karet
penghisap untuk menjaga agar darah tidak menetes keluar dari pipet. Bersihkan sisa
darah pada ujung pipet dengan tissue. Apabila kelebihan dari angka 0,5, isap dengan
kertas tissue sampai darah tepat pada angka 0,5.
d. Dalam menghitung eritrosit, fokuskan melihat yang tengah menggunakan perbesaran
kuat, hitunglah jumlah eritrosit pada 5 ruang (yang masing-masing luasnya 1/25
mm2) dan ambil rata-rata. Pada umumnya digunakan 4 ruang pojok luar dan 1 ruang
paling tengah. Dalam melakukan perhitungan biasanya ditemukan sel-sel yang tepat
berada pada garis ruang. Hitunglah sel apabila ada di posisi dalam dan jangan
dihitung apabila ada di sisi luar garis ganda.
e. Hitunglah jumlah eritrosit per mm3 dengan faktor perkalian sebagaimana
diterangkan berikut ini. Darah diencerkan 200 kali pada pipet sehingga jumlah sel
rata-rata per ruang harus dikalikan 200. Kedalaman ruang hitung adalah 0,1 mm
sehingga jumlah sel harus dikalikan 10. Ruang yang terhitung hanyalah 1/25 area di
tengah (1 mm2) sehingga harus dikalikan 25.
Faktor perkalian = 200 × 10 × 25 = 50.000
Sebagai contoh, apabila anda menghitung jumlah eritrosit sebanyak 120 sel, berarti
jumlah eritrosit sebenarnya adalah 120 × 50.000 = 6 juta sel per mm3.

4. Menghitung MCV dan MCHC

Setelah diperoleh kadar hemoglobin, kadar hematokrit dan jumlah eritrosit, MCV dan MCHC
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a. MCV (Mean Corpuscular Volume)
Hematokrit (% sel darah merah) ×10
MCV (μ3) =
Jumlah eritrocite (juta/mm3)
b. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)
Hemoglobin (gr/100 ml darah)
MCHC (%) = × 100
Hematokrit (%)
Darah juga mengandung sel darah putih (leukosit). Jumlah rata rata sel darah putih
sebanyak 7500/mm3 merupakan indikasi penting untuk ukuran kesehatan, namun akan lebih
lengkap apabila diketahui perbedaan jumlah sel darah putih. Masing masing tipe sel darah
putih mempunyai peran yang berbeda dalam melawan infeksi kuman dan setiap jenis
penyakit akan menyebabkan perbedaan jumlah tipe sel darah putih yang terbentuk. Berikut
ini contoh beberapa hal yang menyebabkan meningkatnya jumlah sel darah putih.
Infeksi protozoa, malnutrisi, aplastik anemia → Neutrophilic leucopenia
Strenous axercia, rheumatic fever, severe burn →Neutrophilic lucocytosis
Gondok, german measles, batuk, → Limfositosis
Scarlet fever, infeksi parasit, reaksi alergi →eosinophilia

Sakit kronis seperti TBC dan leukemia →monositosis


Pemberian obat glukokortikoid →limfositopenia
Berikut ini disampaikan gambaran tipe leukosit secara singkat. Warna dan gambaran lebih
jelas dapat dilihat pada buku teks fisiologi yang menampilkan keping dan leukosit darah
dengan perwarnaan wright’s.

Sel darah putih dapat digolongkan menjadi dua yaitu granulosit yang memiliki butiran dan
agranulosit yang tidak memiliki butiran di sitoplasmanya. Ciri ciri sel darah putih adalah
sebagai berikut :
Gambar 9. Beberapa karakteristik sel sel leukosit.

a. Granulosit (polimorfonuklear leukosit)


1. Neutrofil
65% dari sel darah merah
Diameter 10 -12 mikron
Nucleus 3 lobus
Granula sitoplasmik merah muda kecil, nucleus ungu
2. Eosinofil
2-4% total sel darah merah
Diameter 13 mikron
Nucleus 2 lobus
Granula sitoplasmik kasar jingga kemerahan, nucleus biru keunguan
3. Basofil
0,5% total sel darah merah
Diameter 14 mikron
Nucleus 2 lobus
Nucleus besar, granula sitoplasmik biru atau ungu kemerahan
b. Agranulosit
1. Limfosit kecil
20-25% total sel darah merah
Diameter 7 mikron
Nucleus sangat besar, dikelilingi oleh sitoplasma sedikit
Sitoplasma buru muda, nukleus biru atau ungu
2. Limfosit besar
3% total sel darah merah
Diameter 7 mikron
Nucleus oval, besar
Sitoplasma agak biru, nucleus ungu gelap
3. Monosit
3-7% total sel darah merah
Diameter 15 mikron
Nucleus besar seperti tapal kuda
Sitoplasma agak abu abu, nukleus biru atau ungu
Penjelasan tentang peralatan pengamatan darah :

Laboratorium sekarang sudah banyak yang menggunakan peralatan otomatis untuk


menghitung sel darah, namun peralatan standard yang paling banyak digunakan adalah bilik
hitung improve neubauer (bilik hitung hemicytometer).

Gambar 10. Slide hemositometer.


Hemositometer memiliki dua kamar hitung, masing masing luasnya 9 mm2 dan dibagi
menjadi 9 ruang persegi dimana setiap ruang berukuran 1 mm2. Empat ruang paling pojok
digunakan untuk menghitung leukosit dan dibagi menjadi 16 ruang kecil agar perhitungan
lebih mudah. Ruang tengah 1 mm2 dibagi menjadi 25 ruang kecil (1/25 mm2) dan masing
masing ruang dibagi menjadi 16 ruang untuk memudahkan penghitungan. Ruang 1/25 mm2
dibatasi oleh garis ganda dan digunkan untuk menghitung eritrosit.

Gambar 11. Pipet eritrosit, pipet leukosit, dan bilik hitung improve neubauer.
Pelaksanaan praktikum fisiologi darah
5. menghitung sel darah putih

Bahan:
1. Darah ayam
2. Larutan turk
Alat :
1. Hand counter
2. Pipet hisap leukosit

Prosedur kerha menghitung leukosit:


a. Hisaplah darah menggunakan pipet lsukosit sampai skala 0,5
b. Bersihkanlah ujung pipet menggunakan kertas saring atau tisu
c. Letakkan ujung pipet ke larutan tuek dan hisaplah dengan cepat sampai skala 11
d. Lepaskan karet penghisap, kemudian tutuplah kedua ujung pipet menggunakan jari
telunjuk atau jari tengah dan ibu jari, kemudian kocoklah dengan memutar pipet
membentuk angka 8 selama 3 menit.
e. Teteskan larutan sel darah putih ke bilik hitung dan tutuplah dengan kaca penutup
f. Amati dan hitunglah jumlah leukosit di bilik hitung pada 4 kotak besar
g. Catat dan amati semua leukosit yang berhasil anda hitung

Catatan :
Prosedur menghitung sel darah putih pada dasarnya sama dengan menghitung sel darah
merah, namun ada beberapa pengecualian.
a. Pipet hitung sel darah putih yang digunakan kelarutannya 20 kali (karena diisi darah
0,5 ml ditambah larutan turk menjadi 11).
b. Larutan turk yang terdiri dari :
1. Asam asetat glacial violet 1% sebanyak 1 ml
2. Larutan gention violet 1% sebanyak 1 ml
3. Air suling sebanyak 100 ml
Larutan asam ini akan menghancurkan membrane sel eritrosit dan mengubah
hemoglobin menjadi hematin. Pewarnaan gention violet pada sel darah putih
untuk memudahkan identifikasi.
c. Jumlah sel darah merah dihitung masing masing pada 4 ruang besar yakni 1 mm2
pada 4 pojol area, dan diambil rata rata. Pengamatan dengan mikroskop menggunakan
perbesaran ringan.
d. Factor perkalian berikut digunakan untuk menghitung sel darah merah per mm3
sel dilarutkan 20 kali, sehingga dikalikan 20
kedalaman ruang hitung adalah 0,1 mm sehingga dikalikan 10
jumlah sel rata rata yang terhitung dalam 1 mm2 dikalikan 1
factor perkalian adalah = 20 x 10 x 1 = 200

6. membuat preparat apus darah (pewarnaan darah)


1. Siapkan 2 buah kaca objek
2. Teteskan darah pada ujung tepi kaca objek pertama
3. Pegang kaca slide kedua membentuk sudut 45 derajat terhadap slide pertama dan
tempelkan ujungnya pada tetesan darah tersebut. Biarkan darah menyebar pada ujung
tepi kaca spreader. Kemudian tariklah spreader dengan lembut namun cepat. Gesekan
ini akan menimbulkan selapis tipis darah pada slide pertama, biarkan kering dengan
sendirinya (pada susu ruang)
4. Setelah apus darah kering, fiksasi menggunakan methanol
5. Keringkan dengan tisu dan lakukan pewarnaan menggunakan giemsa dan tunggu 2 –
5 menit
6. Bilaskan dengan air, lalu biarkan kering udara
7. Amati di bawah mikroskop
8. Gambarlah jenis leukosit yang anda temukan
9. Hitung sampai 100 leukosit kemudian buatlah persentase masing masing jenis
leukosit

Catatan :
a. Pembilasan menggunakan air suling akan lebih baik jika pada air suling ditambahkan
larutan buffer yaitu 1,63 gm kh2po4 dan 3,2 gm nahpo4 dalam 1000 ml air suling.
Campur secara perlahan. Biarkan selama 4 menit.
Lembar PengamataSistem Reproduksi Ruminansia
Lembar Pengamatan Sistem Reproduksi Non Ruminansia
Lembar Pengamatan Sistem Reproduksi Pseudoruminansia
Lembar Pengamatan Sistem Pernapasan Ruminansia
Lembar Pengamatan Sistem Pernapasan Non Ruminansia
Lembar Pengamatan Sistem Pernapasan Pseudoruminansia
Lembar Pengamatan Sistem Pencernaan Non Ruminansia
Lembar Pengamatan Sistem Pencernaan Pseudoruminansia
Lembar Pengamatan Sel Darah Merah
Lembar Pengamatan Sel Darah Putih

Anda mungkin juga menyukai