Laporan Parasit
Laporan Parasit
NIM : O11116512
KELOMPOK : VI (ENAM)
NIM :O11116512
Kelompok :6
Asisten, Praktikan,
Pada praktikum parasitologi ini dilakukan pengawetan basah dan kering pada
jenis parasit ekto yang bertujuan untuk:
A. Pengawetan Kering:
Mengidentifikasi bentuk dan morfologi (mikroektoparasit).
B. Pengawetan Basah:
Mengidentifikasi bentuk fisik serangga (makroektoparasit) untuk kepentingan
penelitian yang berkaitan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Parasit
Fenomena parasitisme dalam konsep ekologi menggambarkan hubungan
antara dua organisme, salah satu organisme tersebut merugikan yang lain sehingga
dapat menimbulkan gejala-gejala sakit. Berdasarkan tempat manifestasinya, parasit
dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit merupakan parasit yang
terdapat di permukaan luar tubuh inang misalnya di rambut, kepala atau di sekitar
inangnya). Infestasi ektoparasit dapat menyebabkan dampak yang sangat luas, tidak
hanya berdampak negatif bagi inang tetapi juga dapat menimbulkan masalah pada
lingkungan (Saputra, 2013).
Parasit adalah organisme yang hidup menumpang pada tubuh organisme lain
sehingga menimbulkan efek negatif pada organisme yang ditempati tersebut
(Agitsnissalimah, 2014).
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya pada bagian luar tubuh atau
permukaan tubuh inangnya (Saputra, 2013).
2. Pengawetan
Pada suatu proses pengawetan vertebrata, tahapan yang akan dilalui antara
lain fiksasi, dehidrasi dan pengeringan. Fiksasi merupakan suatu proses untuk
mematikan, mengeraskan atau mencegah kerusakan organ-organ tubuh akibat dari
proses autolisis dan pembusukan oleh mikroba. Oleh sebab itu cairan yang digunakan
untuk mengawetkan spesimen harus dapat menonaktifkan enzim pelisis dan
mencegah pertumbuhan mikroba pada spesimen yang diawetkan. Dehidrasi
merupakan proses penghilangan air (cairan) dari dalam spesimen. Jika di dalam
spesimen tadi tidak mengandung air, maka organisme pengurai tidak dapat
melakukan aktivitasnya didalam spesimen tadi. Pengeringan ini khusus dilakukan
pada awetan kering (Suprapto, 2014).
Kerugian dari ektoparasit itu sendiri, adalah (Wall& david, 2008):
a) Kekurangan darah: meskipun masing-masing ektoparasit individu hanya
mengeluarkan sejumlah kecil darah dari inang, dalam jumlah besar darah yang
dikeluarkan dengan pemberian makan dapat menjadi debilisasi langsung dan
anemia sering terjadi pada inang yang sangat terinfestasi.
b) Myiasis: infestasi jaringan hidup dengan larva lalat menyebabkan kerusakan
langsung pada karkas atau kulit.
c) Peradangan kulit dan pruritus: berbagai kulit infestasi yang disebabkan oleh
aktivitas arthropoda menyebabkan pruritus (gatal), sering disertai dengan rambut
dan kehilangan wol (alopecia) dan kadang-kadang oleh penebalan kulit
(likenifikasi).
d) Respons beracun dan alergi: disebabkan oleh antigen dan antikoagulan dalam
saliva artropoda pengumpanan darah.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengawetan Kering
1. Kecoa
A. Kasifikasi
Menurut Erviana (2014), Klasifikasi kecoa amerika, yaitu:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Blatodae
Famili : Blattidae
Genus : Periplaneta
Species : Periplaneta americana
B. Morfologi
Periplaneta americana atau yang lebih dikenal dengan kecoa amerika
berwarna merah gelap dengan noda kuning pada dorsum dan panjang tubuh kira-kira
4 cm. Kecoa amerika memiliki dua pasang sayap, tiga pasang kaki, sepasang sungut
dan serci (Erviana, 2014).
C. Siklus Hidup
Kecoa adalah serangga dengan metamorfosa tidak lengkap, hanya melalui tiga
stadia (tingkatan perkembangan), yaitu stadium telur, stadium nimfa, dan stadium
dewasa yang dapat dibedakan jenis jantan dan betinanya. Stadium telur kecoa
membutuhkan waktu 30-40 hari untuk menetas. Telur kecoa tidak diletakkan sendiri-
sendiri melainkan secara berkelompok. Kelompok telur ini dilindungi oleh selaput
keras yang disebut kapsul telur atau ootheca. Kapsul telur dihasilkan oleh kecoa
betina dan diletakkan pada tempat tersembunyi atau pada sudut-sudut dan pemukaan
sekatan kayu hingga menetas dalam waktu tertentu yang disebut sebagai masa
inkubasi kapsul telur, tetapi pada spesies kecoa lainnya kapsul telur tetap menempel
pada ujung abdomen hingga menetas. Jumlah telur maupun masa inkubasinya tiap
kapsul telur berbeda menurut spesiesnya. Dari kapsul telur yang telah dibuahi akan
menetas menjadi nimfa yang hidup bebas dan bergerak aktif. Nimfa yang baru keluar
dari kapsul telur berwarna putih seperti butiran beras, kemudian berangsur-angsur
berubah menjadi berwarna coklat dan tidak bersayap. Nimfa tersebut berkembang
melalui beberapa instar (1-6 instar) sebelum mencapai stadium dewasa, lamanya
stadium nimfa berkisar 5-6 bulan. Periplanetta americana dewasa dapat diketahui
dengan adanya dua pasang sayap baik pada kecoa jantan maupun kecoa betina
(Erviana, 2014).
D. Habitat
Habitat kecoa adalah tempat-tempat yang lembab, hangat, dan gelap. Tempat-
tempat tersebut dapat berupa celah-celah disekitar tempat pembuangan di dapur,
tempat pembuangan sampah, gudang, lemari makanan, toilet, dan septic tank. Kecoa
amerika menyukai tempat-tempat yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi
yaitu di dalam bangunan, basement, saluran air, dan pipa-pipa (Erviana, 2014).
E. Kerugian
Kecoa dapat menularkan patogen-patogen yang merugikan kesehatan manusia
seperti salmonella sp yaitu patogen yang menyebabkan penyakit salmonellosis,
Mycobacterium tuberculosis yaitu patogen yang dapat menyebabkan penyakit TBC,
Entamoeba histolytica yaitu patogen yang menyebabkan penyakit disentri, dan
Escherichia coli yaitu patogen yang dapat memyebabkan penyakit gastroenteritis.
Kecoa dapat menimbulkan kerugian secara materi karena kecoa bersifat omnivore
yaitu menyukai berbagai macam makanan jadi kecoa dapat memakan dan merusak
segala hal yang berada disekitar tempat hidupnya (Erviana, 2014).
2. Musca domestica
A. Klasifikasi
Menurut Hastutiek et Fitri, (2007), Kasifikasi Musca domestica, yaitu:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Muscidae
Genus : Musca
Spesiess : Musca domestica
B. Morfologi
C. Siklus hidup
Lalat ini mempunyai metamorfosis lengkap (complete metamorfosis
holometabolous) mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Perkembangan dari telur
sampai dewasa memerlukan waktu 7-21 hari. Pada temperatur 25-35ºC telur menetas
dalam kurun waktu 8-12 jam. Telur akan menetas dan berkembang menjadi larva
dalam waktu 3-7 hari tergantung suhu lingkungan (Hastutiek et Fitri, 2007).
Larva instar 1 mempunyai panjang 2 mm, stadia ini berlangsung selama 24-36
jam tergantung temperatur dan tempat yang cocok. Larva instar 2 berlangsung selama
24 jam pada temperatur 25-35ºC, yang kemudian dilanjutkan dengan instar 3 yang
berlangsung selama 3-4 hari pada temperatur 35ºC dengan ukuran 12 mm. Segera
setelah stadia larva selesai, larva bermigrasi ke daerah yang lebih kering untuk
menjadi pupa dan setelah mengalami 3 kali pergantian kulit, larva akan berkembang
menjadi pupa. Stadia pupa berlangsung antara 3-26 hari tergantung temperatur
lingkungan dan akhirnya segera berkembang menjadi lalat dewasa (Hastutiek et Fitri,
2007).
D. Habitat
M. domestica umumnya berkembang dalam jumlah besar pada tempat-tempat
kotor dan sekitar kandang (Hastutiek et Fitri, 2007)..
E. Kerugian
M. domestica merupakan vektor dari berbagai penyakit, seperti (Hastutiek et
Fitri, 2007):
1. M. domestica sebagai vektor pembawa Giardia lamblia
2. M. domestica sebagai vektor pembawa Yersinia pseudotuberculosis.
3. M. domestica sebagai vektor pembawa Campylobacter spp., dan Escherichia
coli.
4. M. domestica sebagai vektor pembawa Cryptosporidium parvum.
5. M. domestica sebagai vektor pembawa H. pylori.
3. Laba-Laba
A. Klasifikasi
Menurut Nurlaela (2017)., klasifikasi Sceliphron, yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Araneae
Famili : Araneidae
Genus : Araneus
Spesies : Araneus Sp.
B. Morfologi
Laba-laba memiliki 8 kaki sedangkan serangga hanya memiliki 6. Laba-laba
memiliki mata tunggal dengan lensa dan serangga memiliki mata majemuk.
Labalaba tidak memiliki antena dan mempunyai sangga. Laba-laba memiliki
kombinasi kepala dan dada yang disebut cephalothorax, dan perut, dan serangga
memiliki tubuh dengan tiga bagian tubuh, kepala, dada, dan perut (Nurlaela, 2017).
C. Siklus hidup
Setelah fertilisasi (pembuahan), labah-labah betina menghasilkan kantung
telur, yang ukuran dan bentuknya berbeda-beda tergantung spesies. Kantung telur
umumnya terdiri atas kumpulan benang sutera yang membungkus telur. Beberapa
spesies meninggalkan kantung ini di dekat habitatnya atau di dalam galian. Telur
menetas di dalam kantung, dan labah labah muda berganti kulit sekali sebulum
muncul. Labah-labah muda ini disebut spiderling atau nimfa, dan sudah mencari
makanan sendiri. Nimfa ini adalah bentuk miniatur labah-labah dewasa, yang
mempunyai spineret dan kelenjar racun yang sudah berfungsi. Nimfa mengalami
molting 2-12 kali sebagai juvenil, tergantung jenis laba-labah, sebelum mencapai
dewasa kelamin. Labah-labah ini bisa memencar dengan mengembangkan
benangbenang suteranya dan terbawa angin (Mullen et Durden, 2010).
D. Habitat
Laba-laba merupakan kelompok Arthropoda yang mampu beradaptasi di
berbagai habitat namun sangat sensitif terhadap gangguan yang terjadi di
lingkungannya. Laba-laba menyukai habitat yang terlindung dari suhu ekstrim,
kelembaban tinggi, intensitas cahaya rendah, kecepatan angin rendah, dan
menghindari areal perkebunan yang menggunakan pestisida (Nurlaela, 2017).
E. Kerugian
Ketika terancam, laba-laba seringkali melindungi dirinya dengan mengigit,
dengan cara demikian ia mengeluarkan toksin ke kulit vertebrata (Mullen et Durden,
2010).
B. Pengawetan Basah
1. Ctenocephalides felis
A. Klasifikasi (Serbiana, 2012):
Kingdom :Animalia
Phylum :Arthropoda
Class :Insecta
Ordo :Shiponaptera
Family :Pulicidae
Genus :Ctenophalides
Species :C. Felis
B. Morfologi
Pinjal merupakan insekta yang tidak memiliki sayap dengan tubuh berbentuk
pipih bilateral dengan panjang 1,5-4,0 mm, yang jantan biasanya lebih kecil dari yang
betina. Kedua jenis kelamin yang dewasa menghisap darah. Pinjal mempunyai kritin
yang tebal. Tiga segmen thoraks dikenal sebagai pronotum, mesonotum dan
metanotum (metathoraks). Segmen yang terakhir tersebut berkembang, baik untuk
menunjang kaki belakang yang mendorong pinjal tersebut saat meloncat. Di belakang
pronotum pada beberapa jenis terdapat sebaris duri yang kuat berbentuk sisir, yaitu
ktenedium pronotal. Sedangkan tepat diatas alat mulut pada beberapa jenis terdapat
sebaris duri kuat berbentuk sisir lainnya, yaitu ktenedium genal. Duri-duri tersebut
sangat berguna untuk membedakan jenis pinjal (Serbiana, 2012).
Pinjal betina mempunyai sebuah spermateka seperti kantung dekat ujung
posterior abdomen sebagai tempat untuk menyimpan sperma, dan yang jantan
mempunyai alat seperti per melengkung, yaitu aedagus atau penis berkitin di lokasi
yang sama. Kedua jenis kelamin memiliki struktur seperti jarum kasur yang terletak
di sebelah dorsal, yaitu pigidium pada tergit yang kesembilan. Fungsinya tidak
diketahui, tetapi barangkali sebagai alat sensorik. Mulut pinjal bertipe penghisap
dengan tiga silet penusuk (epifaring dan stilet maksila). Pinjal memiliki antena yang
pendek, terdiri atas tiga ruas yang tersembunyi ke dalam lekuk kepala (Serbiana,
2012).
C. Siklus Hidup
Telur berukuran panjang 0,5 mm, oval dan berwarna keputih-putihan.
Perkembangan telur bervariasi tergantung suhu dan kelembaban. Telur menetas
menjaga larva dalam waktu 2 hari atau lebih. Larva yang muncul bentuknya
memanjang, langsing seperti ulat, terdiri atas 3 ruas toraks dan 10 ruas abdomen yang
masing-masing dilengkapi dengan beberapa bulu-bulu yang panjang. Ruas abdomen
terakhir mempunyai dua tonjolan kait yang disebut anal struts, berfungsi untuk
memegang pada substrat atau untuk lokomosi (Serbiana, 2012).
Larva berwarna kuning krem dan sangat aktif, dan menghindari cahaya. Larva
mempunyai mulut untuk menggigit dan mengunyah makanan yang bisa berupa darah
kering, feses dan bahan organic lain yang jumlahnya cukup sedikit. Larva dapat
ditemukan di celah dan retakkan lantai, dibawah karpet dan tempat-tempat serupa
lainnya. Larva ini mengalami tiga kali pergantian kulit sebelum menjadi pupa.
Periode larva berlangsung selama 7-10 hari atau lebih tergantung suhu dan
kelembaban (Serbiana, 2012).
Larva dewasa panjangnya sekitar 6 mm. Larva ini akan menggulung hingga
berukuran sekitar 4x2 mm dan berubah menjadi pupa. Stadium pupa berlangsung
dalam waktu 10-17 hari pada suhu yang sesuai, tetapi bisa berbulan-bulan pada suhu
yang kurang optimal, dan pada suhu yang rendah bisa menyebabkan pinjal tetap
terbungkus di dalam kokon (Serbiana,2012).
D. Hospes
C.felis merupakan pinjal yang umum pada kucing dan anjing, mereka juga
menggigit hewan lain termasuk sapi dan manusia dan sebagai induk semang cacing
pita anjing Dipylidium caninum dan Filaria anjing Dipetalonema reconditum. Cacing
pita Dipylidium caninum dapat ditularkan ketika kutu dewasa ditelan oleh hewan
peliharaan atau manusia (Serbiana, 2012).
BAB IV
KESIMPULAN
Amalia, Herma dan Idham Sakti Harahap. 2010. Prefensi Kecoa Amerika Periplaneta
Americana (L.) (Blattaria: Blattidae) Terhadap Berbagai Kombinasi Umpan.
Jurnal Entomologi Indonesia. Vol. 7, No.2, Hal. 67:77
Arifah, Farah Ghina., Retno Hestiningsih, dan Rully Rahadian. 2016. Prefensi
Kecoak Amerika Periplaneta Americana (L.) (Blattaria: Blattidae) Terhadap
Baiting Gel. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.4, No. 4, Hal. 289:298
Erviana, Rika. 2014. Uji Potensi Kulit Buah Duku (Lansium domesticum) Terhadap
Mortalitas Kecoa Amerika (Periplaneta americana) Dewasa. [Skripsi].
Lampung: Universitas Lampung Press
Hastutiek, P. dan L. E. Fitri. 2007. Potensi Musca domestica linn. Sebagai Vektor
Beberapa Penyakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol.23, No. 3, Hal.
125:136
Mullen G. dan L. Durden. 2002. Medical and Veterinary Entomology. San Fransisco:
Academic Press.
Saputra, Joni Prasetya Saputra. 2013. Studi Kasus Infestasi Pinjal Kucing
(Ctenocephalides felis) Pada Manusia di Desa Cangkurawok kabupaten
Bogor. [Skripsi]. Bogor: IPB press
Serbiana, Resi. 2012. Pinjal yang Menyerang Kucing [skripsi]. Universitas Ahmad
Dahlan.Yogyakarta