Para ahli sejarah mengatakan bahwa Suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat
itu hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi
persinggungan antara Islam dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit
yang merasa terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah Bali dan
pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di sekitar pedalaman Gunung
Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya diambil dari akhiran nama pemimpin mereka
yaitu Roro Anteng dan Joko Seger, yaitu Suku Tengger. Suku Tengger sendiri didominasi oleh agama
Hindu. Berikut ini kita akan mengenal lebih dekat dengan kehidupan Suku Tengger:
1. Sistem Kasta
2. Upacara Ngaben
Selain itu, alasan lain juga diungkapkan mengenai upacara Ngaben di Tengger, "Jasad kembali kepada ibu
Pertiwi dahulu, baru setelah itu kembali ke Dewa Brahma," kata Haryono (11/4).
3. Toleransi Beragama
Suku Tengger didominasi oleh agama Hindu, tetapi bukan berarti tak ada agama lain. Di Suku Tengger
sendiri ada yang beragama Islam, Kristen, Budha, dan lainnya.
Setiap hari raya Nyepi, umat Hindu tidak disarankan melakukan aktivitas apapun di luar rumah. Dengan
kondisi Suku Tengger yang didominasi umat Hindu, maka dapat dibayangkan sunyinya suku ini ketika hari
raya Nyepi tiba. Umat Islam dan lainnya pun turut menghormati, dengan mengurangi aktivitas di luar
rumah.
Berbanding terbalik dengan sehari sebelum Nyepi, dilakukan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan
masyarakat dengan mengambil salah satu macam jenis cari (semacam sesajen). Kemudian mecaru ini
diikuti dengan upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan
seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda
apa saja (biasanya kentongan)
hingga bersuara ramai/gaduh.
Tahapan ini dilakukan untuk
mengusir Buta Kala dari
lingkungan rumah, pekarangan,
dan lingkungan sekitar.
Mereka benar-benar menghargai kepercayaan umat-umat yang berada dalam suku Tengger, sekalipun
berbeda hal yang dianut. Umat beragama yang tinggal di Suku Tengger ini hidup dengan damai dan
rukun.