KAJIAN PUSTAKA
9
10
10
11
11
12
Perilaku yang diinginkan dari guru dan siswa, yang berhubungan dengan
masing-masing fase, dideskripsikan dengan lebih terperinci dibagian-bagian
berikutnya.
Pada awal pelajaran PBL, seperti semua tipe pelajaran lainnya, guru seharusnya
mengkomunikasikan dengan jelas maksud pelajarannya, membangun sikap
positif terhadap pelajaran itu, dan mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan
untuk dilakukan oleh siswa. Untuk siswa yang lebih muda atau belum pernah
terlibat dalam PBL, guru harus menjelaskan proses-proses dan prosedur-prosedur
model itu secara terperinci. Hal-hal yang perlu dielaborasikan termasuk antara
lain:
d) Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, siswa akan didorong untuk
mengekspresikan ide-idenya secara terbuka dan bebas. Tidak ada ide yang
akan ditertawakan oleh guru maupun teman sekelas. Semua siswa akan diberi
12
13
13
14
bagaimana tim siswa itu dibentuk akan bervariasi sesuai tujuan yang dimiliki
guru untuk proyek-proyek tertentu. Kadang-kadang seorang guru mungkin
memutuskan bahwa penting bagi tim-tim investigasi itu untuk mempresentasikan
berbagai tingkat kemampuan dan keanekaragaman rasial, etnis, atau gender. Bila
keanekaragaman dianggap penting, guru mungkin memutuskan untuk
mengorganisasikan siswa menurut minat yang sama atau memberikan
kesempatan untuk membentuk kelompok-kelompok diseputar pola pertemanan
yang sudah ada. Jadi, tim-tim investigasi dapat dibentuk secara sukarela. Selama
fase pelajaran ini, guru semestinya memberikan alasan yang kuat untuk
pengorganisasian tim-tim itu.
3) Perencanaan Kooperatif
16
17
17
18
4. Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik didorong untuk
mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka.
Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik menganalisis
dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan
yang mereka gunakan. Terpenting dalam fase ini peserta didik mempunyai
keterampilan berpikir sistemik berdasarkan metode penelitian yang mereka
gunakan.
18
19
berbeda dalam penyelesaian masalah, pekerjaan peserta didik, dan gerakan dan
perilaku di luar kelas.
19
20
Kelima fase PBL dan perilaku yang dibutuhkan dari guru untuk masing-
masing fasenya dirangkum dalam tabel 2.1, perilaku yang diinginkan dari guru dan
siswa, yang berhubungan dengan masing-masing fase, dideskripsikan dengan lebih
terperinci di baagian-bagian berikutnya.
Tujuan utama pelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru
tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan menjadi pelajar
mandiri.
Selama fase analisis dan penjelasan siswa didorong untuk mengekspresikan ide-
idenya secara terbuka terbuka dan bebas. Tidak ada ide yang ditertawakan oleh
guru maupun teman sekelas. Semua siswa akan diberi kesempatan untuk
berkontribusi dalam investigasi dan untuk mengekspresikan ide-idenya.
Tim-Tim Studi. Banyak saran dan isu untuk mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar kooperatif pula untuk mengorganisaikan siswa-siswa ke
dalam tim-tim berbasis-masalah.
22
23
23
24
1. Orientasi permasalahan
2. Organisasi peneliti
3. Investigasi mandiri
4. Investigasi kelompok
5. Mengembangkan artefak dan exhibit
6. Mempresentasikan artefak dan exhibit
7. Menganalisis proses mengatasi masalah
8. Mengevaluasi proses mengatasi masalah
(1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang
menemukan konsep tersebut;
(2) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan
berpikir siswa yang lebih tinggi;
(3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga
pembelajaran lebih bermakna;
(4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang
diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat
meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari;
(5) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan
menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara
siswa; dan
24
25
25
26
26
27
27
28
2. Non Tes
28
29
29
30
30
31
pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-
kisi tersebut didalamnya meliputi:
1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
2. Indikator
3. Proses berfikir (C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4
(analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi))
4. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi)
5. Bentuk instrumen
Hasil dari pengukuran tersebut dipergunakan sebagai dasar
penilaian atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa
Inggris). Stufflebeam (Fernandes,1984) mengatakan bahwa evaluasi
merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi
yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan
alternatif keputusan (judgement alternative). Sedangkan Tyler seperti
dikutip oleh Mardapi, D. (2004) menyatakan bahwa evaluasi merupakan
proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai. Wardani,
Naniek Sulistya dkk, (2010, 2.8) mengartikannya, bahwa evaluasi itu
merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil
pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut
dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil
pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau
ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa
proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau
batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja
kelompok, atau berbagai patokan yang lain.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang
Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan
minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan
31
32
oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk
kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan nilai batas ambang kompetensi.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga
dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar.
32
33
10. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat
33
34
14. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya
dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang
standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang
secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan
kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada
pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata
pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas V SD disajikan melalui tabel 2.4
berikut ini:
34
35
Tabel 2.4
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V Sekolah Dasar
Semester II Tahun Ajaran 2011/2012
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
35
36
Guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu berusaha agar
anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran dengan persentasi
waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan tanpa menggunakan teknik
yang memaksa, negatif, atau hukuman (Soemosasmito, 1988:119). Selain itu guru
yang efektif adalah orang-orang yang dapat menjalin hubungan simpatik dengan para
siswa, menciptakan lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian, memiliki
suatu rasa cinta belajar, menguasai sepenuhnya bidang studi mereka dan dapat
memotivasi siswa untuk bekerja tidak sekedar mencapai suatu prestasi namun juga
menjadi anggota masyarakat yang pengasih (Kardi dan Nur, 200a:5).
36
37
sekedar tes untuk siswa, tetapi semacam refleksi, perenungan yang dilakukan oleh
guru dan siswa, serta didukung oleh data catatan guru. Hal ini sejalan dengan
kebijakan penilaian berbasis kelas atau penilaian authentic yang lebih menekankan
pada penelitian proses selain penilaian hasil belajar. Di satu sisi, guru menjadi
pengajar yang efektif, karena menguasai materi yang diajarkan; mengajar dan
mengarahkan dengan memberi contoh; menghargai siswa dan memotivasi siswa;
memahami tujuan pembelajaran; mengajarkan keterampilan pemecahan masalah;
menggunakan metode yang bervariasi; mengembangkan pengetahuan pribadi dengan
banyak membaca; mengajarkan cara mempelajari sesuatu; dan melaksanakan
penilaian dengan tepat dan benar. Di sisi lain, siswa menjadi pembelajar yang efektif
dalam arti menguasai pengetahuan dan keterampilan atau kompetensi yang
diperlukan; mendapat pengalaman baru yang berharga.
37
38
penelitian ini adalah PBL dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas
pembelajaran dengan baik. Adapun kelemahanya sampel yang digunakan di
tingkat pendidikan menengah dan membutuhkan waktu penelitian yang relatif
lama. Mendasarkan kelemahan di atas pada penelitian berikutnya dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian
selanjutnya.
masih tergolong rendah, hal ini terlihat dari kecilnya persentase pengajuan dan
pemecahan masalah matematika terselesaikan mengandung informasi baru.
Melalui penerapan pembelajaran PBL kemampuan siswa mengajukan dan
memecahkan masalah matematika mencapai kriteria hasil belajar yang baik,
secara kualitas terdapat perbedaan signifikan antara siswa yang
pembelajarannya dengan pendekatan PBL dan yang menggunakan
pembelajaran dengan pendekatan biasa. Hal ini nampak dari besarnya jumlah
respon siswa mengajukan dan memecahkan masalah matematika yang
berkualifikasi tinggi. Secara umum siswa memiliki sikap positif terhahap
pembelajaran dengan pendekatan PBL. Demikian pula sikap terhadap
pengajuan dan pemecahan masalah matematika menunjukkan sikap positif.
Sikap positif ini menjadi faktor pendukung siswa dalam upaya meningkatkan
proses dan keberhasilan dalam belajar matematika. Kelebihannya adalah siswa
dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang
diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat
meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari.
Kelemahannya adalah sulit mencari masalah yang relevan. Mendasarkan
kelemahan di atas pada penelitian berikutnya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
aktif mendengar dan mencatat penjelasan guru. Hal yang dilakukan siswa
adalah menerima, mencatat, dan menghafalkan materi yang diberikan guru serta
mengerjakan soal-soal latihan. Pembelajaran yang demikian lebih
mementingkan penguasaan akademik dan kurang memperhatikan nilai-nilai
yang terkandung dalam mata pelajaran IPA. Selain itu, pembelajaran yang
demikian belum menanamkan dan mengajarkan konsep IPA sehingga siswa
mengalami kesulitan mempraktekkan ilmunya untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan nyata. Selain itu, interaksi yang terjalin hanya satu arah, yaitu
dari guru kepada siswa karena dalam pembelajaran ini, siswa bekerja secara
individualis. Selain itu, hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA belum
memenuhi harapan guru, yaitu masih dibawah ketuntasan kriteria minimum
yang telah ditetapkan.
6. Mempresentasikan laporan
7. Refleksi
8. Evaluasi (tes formatif)
Model pembelajaran ini menggunakan pembentukan beberapa
kelompok diskusi yang anggotanya heterogen baik dari jenis kelamin maupun
kemampuan belajarnya. Dengan adanya diskusi antar siswa dalam kelompok
diharapkan para siswa saling bertanya, berinteraksi, dan membahas masalah
pada lembar diskusi yang diberikan oleh guru, pembelajaran ini menjadi
menarik karena dalam pelaksanaannya siswa dapat menunjukkan
kemampuannya kepada siswa yang lain. Selama proses diskusi dengan
kelompoknya siswa akan menjadi aktif dalam bertanya dan menyampaikan ide/
gagasannya. Siswa yang mampu menjawab soal dari guru atau kelompok yang
lain akan merasa bangga dan senang, sedangkan siswa yang belum bisa
mengerjakan soal akan merasa tertantang sehingga akan termotivasi untuk lebih
giat lagi dalam belajar, mudah menerima materi yang disampaikan dan pada
akhirnya akan meningkatkan pemahaman serta hasil belajar pada siswa.
Adapun gambar dari kerangka pemikiran ini dapat dilihat sebagai berikut:
44
45
Pembelajaran IPA
Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk
hidup dan lingkungan
Guru
menyampaikan 2. Organisasi penelitian (kajian permasalahan)
materi ceramah
45
46
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di atas,
maka dapat dirumuskan “Ada efektifitas penggunaan model pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning-PBL) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di
SD Gugus Hasanudin Salatiga pada semester II tahun ajaran 2011/2012”.
46