Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Plasenta Previa


1.1.1 Definisi Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal yaitu pada segmen bawah Rahim (SBR) sehingga menutupi sebagian atau
seluruh permukaan jalan lahir Ostium Uteri Interna (OUI) dan oleh karenanya bagian
terendah sering kali terkendala memasuki Pintu Atas Panggul (PAP) atau
menimbulkan kelainan janin dalam lahir. Pada keadaan normal plasenta umumnya
terletak di corpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri
(Prawirohardjo, 2010 dalam Triana, Ani, dkk, 2015). Seiring dengan betambah
besarnya SBR kea rah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada
SBR ikut berpindah mengikuti perluasan SBR seolah plasenta tersebut berimigrasi.
Ostiun uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala I bisa
mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. (Prawirohardjo, 2010
dalam Triana, Ani, dkk, 2015).
Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting, mempunyai bentuk
bundar dengan ukuran 15x20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500
gram. Plasenta merupakan organ yang sangat aktif dan memiliki mekanisme khusus
untuk menunjang pertumbuhan dan ketahanan hidup janin. Hal ini termasuk
pertukaran gas yang efisien, transport aktif zat-zat energy, toleransi imunologis
terhadap imunitas ibu pada allograft dan akuisisi janin. Melihat pentingnya peranan
dari plasenta maka terjadi kelainan pada plasenta akan menyebabkan kelainan pada
janin ataupun mengganggu proses persalinan. Salah satu kelainan pada plasenta adlah
kelainan implantasi atau disebut dengan plasenta previa (Manuaba, 2005 dalam
Triana, Ani, dkk, 2015).
1.1.2 Klasifikasi Plasenta Previa
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, karena klasifikasi tidak didasarkan pada
keadaan anatomi melainkan pada keadaan anatomi melainkan pada keadaan
fisiologis yang dapat berubah-ubah, maka klasifikasi ini dapat berubah setiap
misalnya pada pembukaan yang masih kecil, seluruh pembukaan yang lebih besar,
keadaan ini akan menjadi plasenta previa lateralis. Ada juga penulis yang menganjur
bahwa menegakkan diagnose sewaktu “moment opname” yaitu saat penderita
diperiksa (Mochtar, 2002 dalam Triana, Ani, dkk, 2015).
1. Menurut De Snoo

1
2

Klasifikasi plasenta previa menurut De Snoo berdasarkan pembukaan 4-5 cm


dibagi mejadi dua, yaitu:
a. Plasenta previa sentralis sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba
plasenta menutupi seluruh ostium.
b. Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta dibagi menjadi:
a) Plasenta previa lateralis posterior, bila sebagian menutupi ostium bagian
belakang
b) Plasenta previa lateralis anterior, bila sebagian menutupi ostium bagian
depan
c) Plasenta previa lateralis marginalis bila sebagian kecil atau hanya pinggir
ostium yang ditutupi plasenta.
2. Menurut Browne
Klasifikasi plasenta previa menurut Browne yaitu :
a. Tingkat 1 = lateral plasenta previa
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke SBR, namun tidak sampai ke
pinggir pembukaan.
b. Tingkat 2 = marginal plasenta previa. Plasenta mencapai pinggir pembukaan
c. Tingkat 3 = Complete plasenta previa
Plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan
hampir lengkap.
d. Tingkat 4 = central plasenta previa
Plasenta menutpi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
3. Secara umum plasenta previa dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Plasenta previa totalis
Apabila jaringan plasenta menutupi seluruh OUI.
b. Plasenta previa marginalis
Yaitu apabila jaringan plasenta menutupi sebagian OUI.
c. Plasenta previa marginalis
Yaitu plasenta yang tepinya terletak pada pinggi OUI
d. Plasenta previa letak rendah
Apabila jaringan plasenta berada kira-kira 3-4 cm di atas OUI, pada
pemeriksaan dalam tidak terada (Prawirohardjo, 2010 dalam Triana, Ani, dkk,
2015).
Dari semua klasifikasi plasenta previa, frekuensi plasenta previa totalis sebesar
20-45%, plasenta previa parsialis sekitar 30% dan plasenta previa marginalis
sebesar 25-50% (Triana, Ani, dkk, 2015).
1.1.3 Etiologi Plasenta Previa
Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti. Frekuensi plasenta previa
meningkat pada grande multipara, primigravida tua, bekas aborsi, kelainan janin, dan
mioma uteri. Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas, namun menurut
beberapa ahli penyebab plasenta previa yaitu :
1. Plasenta previa merupakan implementasi plasenta di SBR yang dapat disebabkan
oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi, endometrium
3

yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan


nutrisi pada janin dan vili korealispada chorion leave yang persisten.
2. Menurut Sofian (2012) dalam Triana (2015), penyebab plasenta previa yaitu :
a. Endometrium yang inferior
b. Choiron leave yang persisten
c. Korpus luteum yang bereaksi lambat
3. Strassman mengatak n bahwa factor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang
pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan.
4. Brown menekankan bahwa factor terpenting adalah vili korealis persisten pada
kapsularis.
1.1.4 Faktor Resiko Plasenta Previa
Menurut Mochtar yang dikutip pada buku Triana (2015), ada beberapa factor
resiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya:
1. Usia > 35 tahun atau <20 tahun
2. Banyaknya jumlah kehamilan dan persalinan (parietas)
3. Endometrium cacat, seksio caesarea, kuretase,dan manual plasenta
4. Jarak persalinan yang dekat < 2 tahun
5. Hypoplasia endometrium
6. Korpus luteum bereaksi lambat
7. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
8. Kehamilan kembar
9. Riwayat plasenta previa sebelumnya
10. Terdapat jaringan parut
11. Merokok

1.1.5 Patofisiologi Plasenta Previa


Perdarahan antepartum disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada
trimester ketiga karena pada saat itu SBR lebih mengalami perubahan karena
berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan.
Menurut Manuaba 2008 yang dikutip dalam Triana 2015 implementasi plasenta di
segmen bawah Rahim dapat disebabkan:
1. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi
2. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu
memberikan nutrisi ke janin.
3. Vili korealis pada korion leave (korion yang gundul) yang persisten. Korion
gundul ini merupakan sebutan bagi korion yang memiliki sedikit pembuluh darah.
Menurut Davood yang dikutip oleh Triana, dkk sebuah penyebab utama pada
perdarahan trimester tiga yaitu plasenta previa yang memiliki tanda khas dengan
perdarahan tanpa rasa sakit. Perdarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan
perkembangan SBR pada trimester tiga. Dengan bertambah tuanya kehamilan, SBR
lebih melebar lagi dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada SBR,
pelebaran SBR dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat
disitu tanpa diikuti terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu
mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan darah
4

yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber


perdarahan adalah sinus uteri yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding
uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot SBR untuk berkontraksi
mengehntikan perdarahan itu, sebagaimana serabut otot uterus menghentikan
perdarahan pada kala tiga dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak
plasenta, makin dini perdarahan terjadi.
1.1.6 Tanda dan Gejala
Menurut Mochtar (2012) Gejala Utama Plasenta Previa yaitu : Perdarahan yang
terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah segar, tanpa alasan
dan tanpa rasa nyeri.
Gejala Klinik :
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama
kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya
hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi
pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh
adanya rasa sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
4. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang
terjadi letak janin lintang atau letak sungsang.
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan,
sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.
Perdarahan adalah gejala primer dari plasenta previa dan terjadi pada mayoritas
(70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu
ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari plasenta previa. Biasanya perdarahan tidak
menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan
nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam keparahan dari ringan sampai
parah.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar
melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada 16 akhir triwulan kedua.
Ibu dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala)
sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu
banyak dan berwarna merah segar (Chalik, 2014).
1.1.7 Diagnosa Plasenta Previa
Untuk menegakkan diagnosa pasti kejadian plasenta previa perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut yaitu:
1. Anamnesa
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan >22 minggu berlangsung tanpa nyeri,
tanpa alasan terutama pada multigravida. Perdarahan cenderung berulang pada
5

volume yang lebih banyak dari sebelumnya, perdarahan menimbulkan penyulit


pada ibu maupun janin dalam rahim.
2. Inspeks
Dapat dilihat pada perdarahan yang keluar pervaginam, banyak, sedikit atau
darah beku (stolsel). Bila terjadi perdarahan banyak maka ibu terlihat pucat atau
anemis.
3. Pemeriksaan fisik
Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal. Bila tekanan darah,
nadi dan pernapasan meningkat maka daerah akral menjadi dingin atau tampak
anemis.
4. Pemeriksaan khusus kebidanana
a. Palpasi abdomen
Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan usia
kehamilan, bagian terendah janin masih tinggi karena plasenta berada pada
SBR. Bila cukup pengalaman bisa dirasakan suatu bantalan pada SBR terutama
pada ibu yang kurus.
b. Denyut jantung janin
Denyut jantung janin bervariasi dari normal menjadi asfiksia dan
kemudian mati dalam Rahim
c. Pemeriksaan inspekulo
Dengan memakai speculum secara hati-hati dan dilihat asal perdarahan
apakah dari SBR atau kelainan serviks, vagina, atau pada varises yang pecah
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yaitu dengan melakukan ultrasonografi (USG) untuk
menegakkan diagnosa.
1.1.8 Komplikasi Plasenta Previa
Ada beberapa kompliksi yang terjadi pada ibu hamil dnegan plasneta previa
yaitu:
1. Komplikasi pada ibu
a. Dapat terjadi anemi bahkan syok
b. Dapat terjadi robekan pada serviks dan SBR yang rapuh
c. Infeksi perdarahan yang banyak
2. Komplikasi pada janin
a. Kelainan letak janin
b. Prematuritas, morbiditas dan mortalitas yang tinggi
c. Asfiksia intrauterine sampai dengan kematian di dalam Rahim (IUFD)
1.1.9 Penanganan Plasenta Previa
1. Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita dirawat
tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya diagnosis
dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik
(Mochtar, 2012 dan Chalik, 2014).
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
Penanganan pasif pada kasus kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit
6

kemudian berhenti di maksudkan dapat memberikan kesempatan pada janin


untuk tetap tumbuh dan berkembang dalam kandungan sampai janin matur.
b. Belum ada tanda-tanda in partu. Menunda tindakan pengakhiran kehamilan
segera pada kasus plasenta previa bila tidak terdapat tanda-tanda inpartu
ditujukkan untuk mempertahankan janin dalam kandungan.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
d. Janin masih hidup
Faktor – faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang
akan dipilih adalah :
a. Jenis plasenta previa
b. Perdarahan banyak atau sedikit tetapi berulang – ulang
c. Keadaan umum ibu hamil
d. Keadaan janin hidup gawat atau meninggal
e. Pembukaan jalan lahir
f. Paritas atau jumlah anak hidup
g. Fasilitas penolong dan rumah sakit.
2. Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan
banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa (Mochtar, 2012)
a. Persalinana Abdominal dengan cara Seksio sesarea.
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan
ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup,
tindakan ini tetap dilakukan. Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa :
a) Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, semua plasenta
previa lateralis, posterior karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-
cara yang ada.
b) Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti
dengan tindakan – tindakan yang ada.
c) Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang. Perdarahan pada bekas
insersi plasenta kadang – kadang berlebihan dan tidak dapat diatasi dengan
cara-cara yang ada, jika hal ini dijumpai tindakannya adalah : bila anak belum
ada, untuk menyelamatkan alat reproduktif dilakukan ligasi rteri hipogastrika,
dan bila anak sudah ada dan cukup, yang paling baik adalah histerektomi.
b. Melahirkan pervaginam Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada
plasenta. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a) Amniotomi dan akselerasi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih
untuk melancarkan persalinan per vaginam. Indikasi amniotomi pada plasenta
previa :
1) Plasenta previa latelaris atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada
pembukaan
7

2) Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan


pembukaan 4 cm atau lebih
3) Plasenta previa lateralis/ marginalis dengan janin yang sudah meninggal.
Keuntungan amniotomi adalah :
Bagian terbawah janin yang berfungsi sebagai tampon akan menekan
plasenta yang berdarah dan perdarahan berkurang atau berhenti, partus akan
berlangsung lebih cepat, bagian plasenta yang berdarah dapat bebas
mengikuti cincin gerakan dan regangan segmen bawah rahim, sehingga tidak
ada lagi plasenta yang lepas.
Setelah ketuban dipecahkan berikan oksitosin drip 2,5 – 5 satuan dalam
500 cc dekstrosa 5%. Bila upaya diatas belum berhasil, ada 2 cara lagi yang
dapat dikerjakan terutama di daerah perifer dimana fasilitas operasi tidak ada
dari penderita tidak mau dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas operasinya.
c. Versi Braxton Hicks
Versi Baxton Hicks dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki
supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau letak kaki, menarik
kaki keluar akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol, dandiberi
beban seberat 50 -100 gr.
d. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan
perdarahan tidak aktif. Menurut Manuaba (2008) Plasenta previa dengan
perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan yang memerlukan
penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa adalah :
a) Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan
anak untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
b) Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk
dapat melakukan pertolongan lebih lanjut. Bidan yang menghadapi
perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap melakukan rujukan ke
tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang cukup.
1.2 Vaginal Toucher (VT)
1.2. 1 Definisi
Memasukkan tangan ke dalam jalan lahir ibu bersalin untuk memantau
perkembangan proses persalinan atau lazim disebut VT (vaginal toucher atau vaginal
tousse atau periksa dalam dan sejenisnya) bukanlah sesuatu yang mudah. Selain perlu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, tetapi juga butuh perasaan. Karena jari
pemeriksa masuk, maka jari itu tidak boleh dikeluarkan sebelum pemeriksaan dalam
selesai.
8

1.2. 2 Tujuan
1. Untuk menentukan apakah pasien sudah sungguh-sungguh in partu atau belum
2. Untuk menentukan keadaan yang menjadi tolak ukur dari rencana pimpinan
persalinan.
3. Untuk menentukan ramalan persalinan dengan lebih tepat.
4. Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses persalinan
sesuai dengan yang diharapkan.
5. Sebagai bagian dalam menegakkan diagnosa kehamilan muda.
1.2. 3 Indikasi
1. Ketuban pecah sedangkan bagian depan masih tinggi.
Kejadian ini mungkin menyebabkan tali pusat menumbung yang harus
secepat-cepatnya didiagnosa, maka karena itu diperiksa dengan vaginal toucher
(pemeriksaan dalam).
2. Kita mengharapkan pembukaan lengkap
Pada keadaan ini kita melakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui
apakah persalinan maju menurut rencana waktu dan kalau memang sudah terdapat
pembukaan yang lengkap, pimpinan persalinan berubah misalnya pasien diizinkan
dan dipimpin untuk mengejan.
3. Bila ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan misalnya: Karena ibu kurang
baik atau keadaan anak yang kurang baik. Untuk menentukan caranya
menyelesaikan persalinan perlu melakukan pemeriksaan dalam terlebih dahulu.
4. Pada saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk menentukan fase persalinan dan
diagnosa letak janin.
5. Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada tidaknya prolapsus
bagian kecil janin atau talipusat.
6. Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu digunakan untuk
melakukan evaluasi kapasitas panggul (pelvimetri klinik) dan menentukan apakah
ada kelainan pada jalan lahir yang diperkirakan akan dapat mengganggu jalannya
proses persalinan pervaginam.
1.2. 4 Kontraindikasi
1. Perdarahan
2. Hymen intake
3. Infeksi vagina
4. Perdarahan
5. Plasenta previa
6. Ketuban pecah dini
7. Persalinan preterm.
1.2. 5 Komplikasi
Bahaya pemeriksaan dalam (Vaginal Toucher) :
1. Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat.
9

2. Peningkatan resiko terjadinya infeksi.


3. Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.
1.3 Sistem Rujukan
1.3.1 Definisi Sistem Rujukan
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah
dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung
jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara
vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih
mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya.
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara
unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit
yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional
dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. (Saifudin, 2014)
1.3.2 Tujuan Rujukan
Tujuan dilakukannya rujukan adalah agar setiap penderita mendapat perawatan
dan pertolongan yang sebaik-baiknya menjalin kerja sama dengan cara pengiriman
penderita atau bahan laboratorium dan unit yang kurang ke unit yang lebih lengkap,
menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan dan
pelatihan antara pusat dan daerah (Saifudin, 2014)
1.3.3 Keuntungan sistem rujukan
Sistem rujukan jika dilakukan dengan tepat mempunyai beberapa keuntungan
yaitu:
1. Pertolongan leih cepat dan murah
2. Memberikan rasa aman kepada pasien dan keluarganya ,
3. Dengan penataran yang teratur, pengetahuan dan keterampilan petugas daerah
meningkat masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli.
1.3.4 Persiapan-persiapan yang harus diperhatikan
Beberapa hal harus dilakukan persiapan sebelum bidan melakukan rujukan agar
tujuan dan manfaat rujukan dapat dilaksanakan secara optimal serta outcome dari
sistem rujukan tercapai dengan sempurna, persiapan dilakukan dengan istilah
BAKSOKU yang mempunyai kepanjangan B (bidan), A (Alat), K (Keluarga), S
(Surat), O (Obat), K (Kendaraan), U (Uang). Kesiapan untuk merujuk ibu dan
10

bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat
bagi keberhasilan upaya penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus mengetahui
lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk penatalaksanaan kasus kegawatdaruratan
Obstetri dan bayi baru lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat
rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak
tempuh ke tempat rujukan.
Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan meliputi siapa yang menemani
ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang sesuai, sarana transfortasi yang harus
tersedia, orang yang ditunjuk menjadi donor darah dan uang untuk asuhan medik,
transfortasi, obat dan bahan. Singkatan BAKSOKUDO (Bidan, Alat, Keluarga, Surat,
Obat, Kendaraan, Uang, Dokumen) dapat di gunakan untuk mengingat hal penting
dalam mempersiapkan rujukan. (Saifudin, 2014).
1.3.5 Tingkat rujukan
Menurut Saifudin (2014) tingkat rujukan ada 8 :
1. Internal antar petugas disatu rumah sakit
2. Antara PKM pembantu dan PKM
3. Antara masyarakat dan PKM
4. Antara satu PKM dengan PKM lainnya
5. Antara PKM dengan RS, Leb, dan fasilitas yankes lainnya
6. Internal antara bagian atau unit didalam satu RS
7. Antara RS , Lab, atau fasilitas pelayanan lain dan RS
8. Jenjang pelayanan kesehatan.
1.3.6 Tahapan Rujukan Maternal dan Neonatal
1. Menentukan kegawatdaruratan penderita
Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak
dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu
dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan. Pada tingkat bidan desa,
puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan
kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka
harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang
harus dirujuk.
2. Menentukan tempat rujukan
11

Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang


mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. Kaji ulang rencana
rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan
dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian (termasuk
partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak
siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang
rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal
persalinan.
3. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
4. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
5. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama
dalam perjalanan ke tempat rujukan.
6. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita
tidak mungkin dikirim.
7. Persiapan penderita (BAKSOKUDO).
8. Pengiriman Penderita
9. Tindak lanjut penderita :
a. Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan).
b. Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada tenaga
kesehatan yang melakukan kunjungan rumah
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Tanggal : 17 Maret 2017 Jam : 05.00 WIB

Nama : Ny. A Nama Suami : Tn. M

Umur : 38 tahun Umur : 40 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP

Alamat : Karawang, Jawa Barat

1. DATA SUBJEKTIF
a. Keluhan utama : pada jam 00.30 WIB mengeluarkan darah dari jalan lahir dalam
jumlah sedang dan tanpa disertai mulas. Lalu merasakan mulas pada pukul 01.00
WIB tetapi tidak mengeluarkan darah. Pada pukul 04.45 WIB kembali mengeluarkan
darah dengan jumlah banyak disertai mulas.
b. Riwayat menstruasi
Usia manarche : 12 Tahun
Lama haid : 5 – 7 hari
Fluor albus : Tidak
Keluhan saat haid : Tidak ada
HPHT : 19 Juni 2016 menurut USG
Usia Kehamilan : 39 minggu
HPL : 26 Maret 2017
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.
G4002 Ab001 Hidup 2
Keadaan
Tgl,th Tempat Umur Jenis Penolong
No Penyulit Anak JK/BB anak
partus partus kehamilan persalinan persalinan
sekarang
1. 2001 Rumah Cukup Normal Bidan Tidak Laki-laki Hidup 16
Bidan bulan ada 3500gr tahun
2. 2008 Rumah Cukup Normal Bidan Tidak Perempuan Hidup 9
Bidan bulan ada 3500gr tahun
3. 2014 Abortus
4. Hamil
ini

d. Riwayat kehamilan sekarang

12
13

a) Trimester I : 1 X di Bidan 1X di dokter SpOG


b) Trimester II : 4 X di Bidan
c) Trimester III : 4 X di Bidan
e. Riwayat kontrasepsi sebelum kehamilan dan rencana kontrasepsi setelah kehamilan
a) Metode yang pernah dipakai : Kontrasepsi suntik 3 bulan selama 2 tahun
b) Efek samping dari KB : tidak ada
c) Rencana KB selanjutnya : MOW
f. Riwayat Kesehatan Ibu
a) Riwayat kesehatan sekarang : Ibu mengatakan saat ini dalam keadaan sehat dan
tidak sedang menderita
b) Penyakit menular dan menurun seperti : Asma, DM, Hipertensi, dll.
g. Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu mengataakan tidak mempunyai penyakit menular dan menurun seperti asma,
DM, Hipertensi, TORCH, Hepatitis, tidak ada keturunan kembar.
h. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dari pihak keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit menular
dan menurun seperti : Asma, DM, Hipertensi, Paru-paru, kanker, Hepatitis, dll, tidak
ada keturunan kembar.
i. Data kebiasaan Sehari-hari
a) Pola Nutrisi Selama hamil
Frekuensi : 3 X sehari,porsi sedang, tidak ada pantangan.
Komposisi : Nasi, sayur, lauk, buah, Minum 7 – 8 gelas/hari
b) Pola Eliminasi selama hamil
BAK : 6 X / hari,bau khas,warna kuning jernih keluhan tidak ada
BAB : 1 X/hari, bau khas, warna kuning, tidak ada keluhan
c) Pola Istirahat
Selama hamil : tidur malam 7-8 jam, siang 2 jam
d) Pola kebersihan Diri
Selama hamil : mandi 2 x/hari, ganti baju + celana dalam 2x/hari, gosok
gigi 2x/hr, keramas 3x/minggu
e) Pola Kehidupan Seksual
Selama hamil : 1x seminggu, tidak ada kontak bleeding,tidak ada keluhan
j. Data psikologi
Emosional ibu stabil dan keluarga serta ibu sangat senang dengan kehamilannya
k. Riwayat Sosial Budaya
Ibu tidak mempunyai pantangan dalam makanan/alergi dalam makanan dan obat.
Ibu juga tidak minum jamu.
l. Data Spiritual
Ibu mengatakan taat menjalankan ibadah sesuai agamanya.
2. DATA OBJEKTIF
14

1) PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Comphosmentis
BB : 62 kg
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86x per menit
Suhu : 37oC
RR : 22x per menit
b. Pemeriksaan sistematis
a) Inspeksi
Kepala : Rambut Bersih, tidak rontok.
Muka : Cloasma tidak ada , tidak pucat.
Mata : Pandangan tidak kabur,konjungtiva tidak anemis,sclera
tidak ikterik.
Hidung : Bersih tidak ada polip
Telinga : Bersih ,tidak ada serumen.
Mulut : Tidak sariawan , tidak ada caries dentis.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
Dada : Simetris , tidak ada retraksi interkostal.
Payudara : payudara simetris, puting susu menonjol kanan kiri,
terdapat hiperpigmentasi pada aerola mamae. Kolostrum
belum keluar.
Abdomen : tampak membesar sesuai dengan umur kehamilan, terdapat
linea agra, terapat striae lividae.
Genetalia : Ada pengeluaran darah pervaginam banyaknya 100cc
c. Pemeriksaan abdomen

- Leopold I : TFU 3 jari di bawah PX Mc Donald 30 cm


- Leopold II : pada bagian kiri ibu teraba datar, memanjang dan keras
seperti papan. Punggung janin berada di bagian kiri ibu.
Pada bagian kanan ibu teraba bagian-bagian kecil janin,
ekstremitas berada di bagian kanan.
- Leopold III : Teraba bantalan pada segmen bawah rahim, bagian terbawah
janin belum masuk PAP
- Leopold IV : tidak dilakukan
Keadaan janin : baik, ibu masih bisa merasakan gerakan janinnya.
DJJ : 132x/ menit
d. Pemeriksaan dalam: didapatkan keadaan vulva vagina normal, pembukaan serviks
1cm, portio tebal, ketuban belum pecah.
15

e. Pemeriksaan Laboratorium
- HB : 10,4 gr%
- Protein Urine : negatif (-)
- Reduksi Urine : negatif (-)
f. Pemeriksaan penunjang
USG : Terlihat ada bagian yang menutupi jalan lahir yaitu placenta
B. ANALISIS/INTERPRETASI DATA
a) Diagnosa Kebidanan
G4002 Ab001 UK 39 minggu inpartu kala I fase laten dengan plasenta letak rendah.
Janin tunggal/hidup/intrauterine

Data Subyektif Data Obyektif Masalah Kebutuhan


Mengeluarkan darah TD: 120/80 mmHg Ibu merasa cemas Memberikan
dari jalan lahir dalam karena mengalami motivasi kepada ibu
RR: 22x per menit
jumlah sedang tanpa perdarahan. agar tetap rileks.
disertai mulas. Lalu N : 86x per menit
Melakukan cek HB
merasakan mulas o
S : 37 C ulang
setengah jam
L1 : TFU 3 jari
berikutnya lalu
dibawah PX,
mereda.
L2 : punggung di
Mengeluarkan darah
sebelah kiri
dengan jumlah
banyak disertai L3 : Teraba bantalan
mulas 3 jam pada segmen bawah
setelahnya. rahim bagian
terbawah janin
belum masuk PAP
DJJ : 132x per menit

Genetalia : terdapat
pengeluaran
pervaginam yaitu
darah ± 100 cc.

Pemeriksaan
dalam :didapatkan
keadaan vulva
vagina normal,
pembukaan serviks
1cm, portio tebal,
16

ketuban belum
pecah.

Pemeriksaan
Laboratorium : Hb
10,4 gr%

Protein dan reduksi


urine : negative (-)

USG : terlihat ada


bagian yang
menutupi jalan lahir.

C. DIAGNOSA POTENSIAL
Inpartu kala I fase laten dengan plasenta letak rendah
D. ANTISIPASI ATAU TINDAKAN SEGERA
Melakukan rujukan karena tidak bisa dilakukan pertolongan persalinan normal.
E. INTEPRETASI DATA
No Perencanaan Rasional
1. Jelaskan pada ibu tentang Agar ibu mengerti tentang keadaannya
keadaannya saat ini dan janin serta
pemeriksaan yang telah dilakukan
2. Melakukan pemeriksaan HB ulang Untuk mengetahui HB ibu saat ini,
dikarenakan terjadi perdarahan
3. Beritahu ibu dan keluarga bahwa Karena terdapat tanda-tanda penyulit
harus segera dirujuk persalinan yang tidak dapat ditolong
oleh bidan.

F. IMPLEMENTASI/ PENATALAKSANAAN
1. Menjelaskan kepada ibu tentang keadaanya saat ini dan janinnya serta pemeriksaan
yang telah dilakukan.
2. Melakukan pemeriksaan ulang HB, hasilnya Hb = 9 gr%
3. Memberitahukan kepada ibu dan keluarga bahwa akan segera dirujuk.
4. Meminta persetujuan kepada ibu dan keluarga untuk dilakukan rujukan
5. Melakukan informed consent kepada keluarga
6. Melakukan persiapan rujukan dengan memperhatikan BAKSOKUDA ( bidan, Alat,
Keluarga, surat, obat, kendaraan, uang, dan darah)
7. Memasang infus RL 500ml 20tpm
8. Melakukan rujukan ke RSUD.
G. EVALUASI
S : ibu merasa cemas karena mengeluarkan darah dari jalan lahir
O :TD 120/80 mmHg, S: 37oC, N: 88x/menit, RR: 22x/menit, Hb : 9 gr%. Terdapat
pengeluaran pervaginam yaitu darah, kurang lebih 100cc
A : G4002 Ab001 UK 39 minggu inpartu kala I fase laten dengan plasenta letak
rendah. Janin tunggal/hidup/intrauterine
17

P : sudah dilakukan rujukan.


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Kasus
Ny “A” usia 38 tahun datang ke PMB pada tanggal 17 maret 2017 pukul 05.00
WIB. Dari data subjektif hasil anamnese keluhan utama ibu mengatakan mengeluarkan
darah dari jalan lahir dalam jumlah sedang dan tanpa disertai mulas pada pukul 00.30
WIB. Lalu merasakan mulas pada pukul 01.00 WIB tetapi tidak mengeluarkan darah.
Pada pukul 04.45 WIB kembali mengeluarkan darah dengan jumlah banyak disertai
mulas. HPHT menurut USG pada tanggal 19 juni 2016 dan TPL 26 maret 2017. Ibu
mengatakan bahwa ini kehamilan yang keempat pernah abortus satu kali dan memiliki
anak hidup 2 orang. Ibu rutin memeriksakan kehamilannya di dokter SpOG sebanyak 1
kali pada trimester 1, 4 kali di bidan pada trimester 2 dan pada trimester 3 sebanyak 4
kali di tempat bidan.
Dari data objektif di dapatkan hasil Keadaan Umum : baik, Kesadaran:
comphosmentis, Tanda Vital TD: 120/80 mmHg, Nadi: 86 x/ menit, Pernapasan: 22
x/menit, Suhu : 37° C. Dari hasil pemeriksaan fisik Leopold I : TFU 3 jari dibawah PX,
Mc Donald 30 cm, teraba bulat, lunak dan tidak melenting (bokong), Leopold II : : pada
bagian kiri ibu teraba datar, memanjang dan keras seperti papan. Punggung janin berada
di bagian kiri ibu. Pada bagian kanan ibu teraba bagian-bagian kecil janin, ekstremitas
berada di bagian kanan DJJ:132x/ menit, Leopold III: teraba bantalan pada segmen
bawah rahim, bagian terbawah janin belum masuk PAP, Leopold IV: tidak dilakukan.
Genetalia: terdapat pengeluaran pervaginam sebanyak 100 cc. pada pemeriksaan dalam
didapatkan keadaan vulva vagina normal, pembukaan serviks 1 cm, portio tebal,
ketuban belum pecah. Pemeriksaan laboratorium: Hb 10,4%, protein dan reduksi urine
(negative) dan pemeriksaan USG: terlihat ada bagian yang menutupi jalan lahir. Dari
hasil pemeriksaan tersebut diagnosa Ny”A” usia 38 tahun G4002 Ab001 usia
kehamilan 39 minggu dengan plasenta letak rendah. Janin tunggal/hidup/intrauterine.
Penatalaksanaan yang diberikan pada kasus tersebut antara lain Menjelaskan kepada
ibu tentang keadaanya saat ini dan janinnya serta pemeriksaan yang telah dilakukan,
Melakukan pemeriksaan ulang HB, hasilnya Hb = 9 gr%, Memberitahukan kepada ibu
dan keluarga bahwa akan segera dirujuk, Meminta persetujuan kepada ibu dan keluarga
untuk dilakukan rujukan, Melakukan informed consent kepada keluarga, Melakukan
persiapan rujukan dengan memperhatikan BAKSOKUDA ( bidan, Alat, Keluarga, surat,
obat, kendaraan, uang, dan darah), Memasang infus RL 500ml 20tpm, dan melakukan
rujukan ke RSUD.
3.2 Ketimpangan Dengan Teori Dan Opini
Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus diatas. Pada kasus diatas Bidan
melakukan vaginal toucher/VT (memasukkan tangan ke dalam jalan lahir ibu bersalin
untuk memantau perkembangan proses persalinan), dengan hasil data objektif
Pemeriksaan dalam :didapatkan keadaan vulva vagina normal, pembukaan serviks 1cm,
portio tebal, ketuban belum pecah. Pemeriksaan Laboratorium : Hb 10,4 gr% Protein

18
19

dan reduksi urine : negative (-). Yang dimana dalam teori di jelaskan bahwa
kontraindikasi VT adalah pada klien dengan plasenta previa.
Menurut kami, dalam kasus Ny’A” tersebut seharusnya petugas harus lebih teliti
dalam melakukan tindakan . Ny”A” tersebut dating dengan keluhan utama
mengeluarkan darah dari jalan lahir dalam jumlah sedang dan tanpa disertai mulas pada
pukul 00.30 WIB dan terdapat pengeluaran pervaginam yaitu darah ± 100 cc.. Sebagai
petugas kesehatan terutama Bidan diharapkan lebih teliti dalam melakukan diagnosa
awal dan menentukan tindakan guna menurunkan AKI dan AKB di Indonesia yang saat
ini masih menjadi peringkat tertinggi didunia.
3.3 Telaah Jurnal
Judul: Plasenta previa dan hemoragik morbiditas ibu
Penulis: Karen J. Gibbins, Brett D. Einerson, Michael W. Varner & Robert M. Perak.
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Divisi Ibu Fetal Medicine, University of Utah
School of Medicine, Salt Lake City, UT, USA
Abstrak:
Abstrak pada jurnal ini mencakup latar belakang, menggambarkan latar belakang,
tujuan penelitian, cara mendiagnosis dan hasil serta kesimpulan serta kata kunci.
PICO
P: wanita yang menjalani sesar dengan dan tanpa plasenta previa
I: menggunakan analisis kohort wanita dengan plasenta previa dengan menggunakan
kelompok control.
C: pada jurnal ini terdapat kelompok pembanding yaitu wanita yang sesar tanpa
plasenta previa
O: hasil didapatkan bahwa ibu lebih banyak melakukan operasi sesar dengan plasenta
previa disebabkan faktor Usia ibu, Banyaknya jumlah kehamilan dan persalinan
(parietas), seksio caesarea, Riwayat plasenta previa sebelumnya dan Merokok.

1. Apakah terdapat kesamaan dengan baku emas? Ya


2. Apakah sampel subyek penelitian meliputi spektrum Tidak, pada jurnal hanya
penyakit dari yang ringan sampai yang berat, dijelaskan subjek
penyakit yang terobati dan tidak diobati penelitian adalah wanita
yang melakukan sesar
dengan plasenta previa dan
yang tidak sebagai
kelompok control
3. Apakah lokasi penelitian disebutkan dengan jelas Ya, tetapi tidak dijelaskan
secara terperinci lokasi
hanya menyebutkan di
Australia.
4. Apakah presisi uji diagnostik dan variaisi Ya, menggunakan analisis
pengamatan dijelaskan? kohort wanita dengan
plasenta previa dengan
menggunakan kelompok
20

control.
5. Apakah istilah normal dijelaskan? Tidak
6. Apabila uji diagnostik yang diteliti nerupakan Ya, yaitu dijelaskan pada
bagian dari suatu kelompok uji diagnostik, apakah hasil penelitian dari faktor
kontribusinya pada kelompok uji diagnostik maternal.
tersebut dijelaskan?
7. Apakah cara dan teknik melakukan uji diagnostik analisis kohort sekunder
yang sedang diteliti dijelaskan,sehingga dapat dari NICHD Ibu, dan
direplikasikan? menggunakan kelompok
kontrol.
8. Apakah kegunaan uji diagnostik yang sedang diteliti Ya, yaitu mencari faktor
disebutkan? yang bisa menyebabkan
terjadinya plasenta previa.
21

DAFTAR PUSTAKA
Ani Triana, dkk, 2015, Buku Ajar Kebidanan Kegawatdaruratan MaternalDan Neonatal, cet
ke-1, Yogyakarta: Deepublish

Chalik, T.M.A .2014. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan dalam Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Editor Ketua Saifudin, Abdul Bari. Cetakan Keempat.
Penerbit : P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 369/MENKES/SKIII/2007


tentang Standar Profesi Bidan

Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. Ilmu, Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Mochtar, Rustam (2011). Sinopsis Obsetri Fisiologis dan Patologis. Jakarta : EGC

Peraturan Menteri Kesehatan RI No 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan. Diakses dari http://www.bpjskesehatan.go.id tanggal 29
Februari 2019
Karen J. Gibbins, Et Al. 2017. Placenta Previa And Maternal Hemorrhagic Morbidity.
Department of Obstetrics and Gynecology, Division of Maternal Fetal Medicine,
University of Utah School of Medicine, Salt Lake City, UT, USA. Diakses pada
tanggal 11 Maret 2019
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/14767058.2017.1289163?
journalCode=ijmf20

Anda mungkin juga menyukai