Anda di halaman 1dari 22

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MAU DIBAWA KE MANA?

Hanna
Guru Besar Psikolinguistik dan Kependidikan
Universitas Haluoleo, Kepala LPMP Sulawesi Tenggara

Abstrak
Tulisan ini diilhami oleh dua orang pakar bahasa yakni pakar dialektologi Prof. Mahsun,
mencoba menawarkan fase pembelajaran bahasa sedangkan pakar linguistik fungsional Prof.
Amrin Saragih menawarkan pentingnya linguistik fungsional. Makalah ini menawarkan kepada
kita tentang konsep pembelajaran bahasa untuk mewujudkan tujuan pendidikan yakni
pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan bahasa dan
perilaku serta sikap hidup yang dimilikinya dengan mengacu pada teori Foerster. Bagi Foerster,
karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas
yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah,
kualitas seorang pribadi diukur.
Kata Kunci: pembelajaran bahasa, pembentukan karakter, kualitas pribadi

Abstract
This article was inspired by two expert linguists on the dialectology Mahsun, try to offer
language learning phase while the functional linguistic expert Amrin Saragih offer important
functional linguistics. This paper offers us about the concept of language learning to achieve
the educational goals embodied in the character building of the essential unity of the subject
with the language and the behavior and attirudes of its life with reference to the Foerster
theory. For Foerster, the character is something to qualify the person. The characters become
contingent identity that transcends experience that always berubah. Dari marurity of this
character, the quality of a person is measured.
Keywords: language learning, character building, person quality

PENDAHULUAN adalah pertama, pengakuan terhadap kesatuan,


Suatu hal yang tak dapat dipungkiri kedua adalah kedaulatan terhadap tanah air dan
bahwa peristiwa yang teramat penting bangsa, dan ketiga adalah unsur pernyataan tekad
yang menyangkut kehidupan berbangsa bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan
dan bernegara adalah peristiwa yang bangsa Indonesia.
terjadi pada 28 Oktober 1928, vang Kita dapat membayangkan apa yang akan
dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. terjadi, jika tidak ada bahasa Indonesia yang dapat
Sumpah Pemuda yang merupakan mempersatukan berbagai suku bangsa di
pernyataan kebulatan tekad itu dimaknai Indonesia yang hadir dengan berbagai macam
dengan tiga unsur ma yang saling kait- bahasa dan budaya yang satu sama lain
mengait satu sama lain. Ketiga unsur itu memperlihatkan keberbedaannya. Di tengah porak

50 BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. 1, Januari 2014
porandanya tatanan sosial kehidupan belajar bahasa yang dimulai dengan program
bernegara, sebagai dampak runtuhnya belajar bahasa Latvia pada penduduk Rusia yang
rezim Orde Baru, bahasa nasional kita pada masa lalu menggunakan bahasa Rusia sebagai
masih mampu memperlihatkan peran bahasa satu-satunya yang mereka kuasai.
pemersatunya. Coba kita bayangkan Demikian juga dengan bangkitnya generasi
bagaimana mengajak saudara-saudara kita teknologi cina yang disponsori dengan bahasa
yang hendak memisahkan diri dari NKRI: Mongolianya, bahasa jepang dan Korea yang
seperti Aceh, Papua, Maluku bersatu masuk dalam rumpun bahasa Altiac, Perancis,
tanpa kesamaan bahasa yang kita gunakan Portugis, Italia, dan Spanyol yang masuk dalam
untuk mengomunikasikan ide kebersatuan rumpun Indoeropa, semua itu menujukkan betapa
itu sendiri. suksesnya Negara ini karena bahasa nasional
Sudah cukup banyak bukti yang mereka yang menjadi pondamental.
memperlihatkan pada kita bagaimana Pertanyaan yang perlu kita jawab adalah,
bahasa memainkan peran yang sangat mengapa bahasa Indonesia dipersoalkan
penting dalam kehidupan suatu komunitas sedemikian rupa? Untuk menjawab pertanyaan ini
bangsa. Abad ke-20 telah ditandai dengan mari kita lihat dari beberapa sudat pandang yang
terjadinya banyak konflik etnik yang berbeda..Pertama, ada peran psikologis di mana
didasari penentuan hak-hak bahasa asli. bahasa bermain, dalam hal ini mengikat dalam
Seperti isu etnik lainnya, perbedaan bahasa penghargaan diri dan kebanggaan kelompok serta
tidak dapat dibiarkan begitu saja. Kasus mdividu.Kedua, bahasa sering dilihat sebagai milik
konflik etnik yang berujung pada utama yang mempunyai signifikansi kultural dan
eksodusnya sebagian besar minoritas juga nilai praktis dalam kehidupan. Itu sebabnya,
Turki ketika pemerintah komunis Bulgaria ketika suatu komunitas harus menggunakan
tahun 1970 mencoba membangun bahasa lain, bukan bahasa aslinya dalam
kekuatan Bulgarisasi dengan mengambil berinteraksi dengan komunitas lain dalam satu
nama Turki dan muslim merupakan tatanan kehidupan yang lebih luas atau
contoh persoalan bahasa ikut bermain multikultural, maka akan memengaruhi derajat
dalam membina tatanan kehidupan yang suka atau keterasingannya dari kehidupan tersebut
harmoni. Kasus lain, misalnya Latvia yang dan ketiga, karena bahasa Indonesia hampir tidak
sejak kemerdekaannya 1991, menghadapi lagi menjadi milik bangsa Indonesia.
persoalan berupa kebutuhan untuk Dengan mengamati peristiwa di atas serta
memperkenalkan kembali bahasa Latvia dampak psikologis dan sosiologis dari peran
sebagai bahasa negara dan bahasa pengan bahasa lalu bagaimana dengan bangsa Indonesia,
tar perhubungan kemasyarakatan di yang di samping terdapat bahasa Indonesia yang
samping memberi hak hidup bagi bahasa- berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa
bahasa minoritas, kelompok etnis kecil resmi kenegaraan juga tumbuh beratus-ratus
serta dengan tidak mengurangi hak hidup bahasa daerahP.Selain itu, juga tumbuh dan
bahasa Rusia yang sejak 1988 menjadi berkembang berbagai bahasa asing (Halim, 1982).
bahasa yang dominan yang mengambil Bagaimana pemerintah Indonesia termasuk di
alih bahasa Latvia. Untuk memperbaiki Sulawesi Tenggara membijaksanai kondisi
kondisi itu tahun 1989 bahasa Latvia kebahasaan yang pluralis. Akankah salah satunya
ditetapkan sebagai bahasa resmi harus dikorbankan?
kenegaraan dan secara bertahap mulai Pandangan awal menganggap bahwa bahasa
diperkenalkan kembali. Negara secara memang sesuatu yang diangap perlu namun disisi
besar-besaran mendukung program lain bahasa tidak diperlukan oleh pandangan

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 51
kapitalis. Kapitalis berpandangan bahwa dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga
bahasa tidak memberikan kontribusi pada menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat
peningkatan ekonomi.Bahkan ada kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama
anggapan bahwa linguistik berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam
dianggap'sebagai kajian extravaganza saja. menetapkan strategi pembelajaran.
Pada hal, sesungguhnya linguistik, Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar
khususnya linguistik fungsional sistemik, komunikasi.Oleh karena itu, pembelajaran bahasa
memberikan kontribusi yang banyak di diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
dalam pembangunan ekonomi, sosial, pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun
budaya, dan politik yang selama ini tulis. Hal ini relevan dengan kurikulum 2013
tampaknya dilupakan dalam proses bahwa is career of knowledge sehinggakompetensi
pembelajaran Bahasa Indonesia pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat
Khususnya, artinya perlu pemahaman subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak,
komprehensif tentang stategi. dan mendengarkan.
Untuk mendapatkan pemahaman Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa,
yang komprehensif tentang strategi menurut Basiran (1999) adalah keterampilan
pembelajaran Bahasa Indonesia dan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi.
efektivitasnya terhadap pencapaian tujuan Kemampuan yang dikembangkan adalah daya
belajar, kajian ini akan difokuskan pada (1) tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan
pembelajaran bahasa, (2) strategi mengekspresikan diri dengan berbahasa.
pembelajaran Bahasa Indonesia, meliputi Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi
metode dan teknik pembelajaran Bahasa kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan.
Indonesia, dan (3) hasil pembelajaran. Sementara itu, tujuan pembelajaran Bahasa dan
Pertama pembelajaran merupakan upaya Sastra Indonesia secara umum sebaiknya meliputi
membelajarkan siswa Degeng (1989). (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa
Kegiatan pengupayaan ini akan Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan
mengakibatkan siswa dapat mempelajari bahasa negara, (2) siswa memahami Bahasa
sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Indonesia dari segi bentuk, makna, dan
Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan
analisis tujuan dan karakteristik studi dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan,
siswa, analisis sumber belajar, menetapkan dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan
strategi pengorganisasian, isi menggunakan Bahasa Indonesia untuk
pembelajaran, menetapkan strategi meningkatkan kemampuan intelektual,
penyampaian pembelajaran, menetapkan kematangan emosional, dan kematangan sosial, (4)
strategi pengelolaan pembelajaran, dan siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan
menetapkan prosedur pengukuran hasil berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa
pembelajaran. Oleh karena itu, setiap mampu menikmati dan memanfaatkan karya
pengajar harus memiliki keterampilan sastra untuk mengembangkan kepribadian,
dalam memilih strategi pembelajaran memperluas wawasan kehidupan, serta
untuk setiap jenis kegiatan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
pembelajaran.Dengan demikian, dengan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan
memilih strategi pembelajaran yang tepat membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, budaya dan intelektual manusia Indonesia.
diharapkan pencapaian tujuan belajar

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 52
Untuk mencapai tujuan di atas, dalam yaitu penyajian pelajaran dalam kelas tertentu
proses pembelajaran bahasa harus dalam jam dan mated tertentu pula. Teknik
mengaplikasikan prinsip-prinsip belajar mengajar berupa berbagai macam cara, kegiatan,
Bahasa, serta menjadikan aspek-aspek dan kiat (trik) untuk menyajikan pelajaran dalam
tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan rangka mencapai tujuan pembelajaran.Teknik
pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar pembelajaran bersifat implementasi, individual,
bahasa dapat disarikan sebagai berikut: dan situasional.
Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik Saksomo (1983) menyebutkan teknik dalam
bila (1) diperlakukan sebagai individu yang pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain (1)
memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi ceramah, (2) Tanya-jawab, (3) diskusi, (4)
kesempatan berapstisipasi dalam pemeberian tugas dan resitasi, (5) demonstrasi dan
penggunaan bahasa secara komunikatif eksperimen, (6) meramu pendapat (brainstorming),
dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila ia (7) mengajar di laboratorium, (8) induktif, inkuiri,
secara sengaja memfokuskan dan diskoveri, (9) peragaan, dramatisasi, dan
pembelajarannya kepada bentuk, ostensif, (10) simulasi, main peran, dan sosio-
keterampilan, dan strategi untuk drama, (11) karya wisata dan bermain-main, dan
mendukung proses pemerolehan bahasa, (12) eklektik, campuran, dan (c) Pendekatan
(4) ia disebarkan dalam data sosiokultural Pembelajaran mengacu pada teori-teori bahasa
dan pengalaman langsung dengan budaya dan pembelajaran Bahasa. Teori tentang hakikat
menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) bahasa mengemukakan asumsi-asumsi tentang
jika menyadari akan peran dan hakikat hakikat bahasa, karakteristik bahasa, unsur-unsur
bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan bahasa, serta fungsi dan pemakaiannya sebagai
balik yang tepat menyangkut kemajuan media komunikasi dalam masyarakat bahasa. Teori
mereka, dan (7) jika diberi kesempatan belajar bahasa mengemukakan proses psikologis
untuk mengatur pembelajaran mereka dalam belajar bahasa sebagaimana dikemukakan
sendiri (Aminuddin, 1994). Kedua, Strategi dalam psikolinguistik. Pendekatan pembelajaran
Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak terlepas lebih bersifat aksiomatis. Dari pendekatan ini
dari pembicaraan mengenai, metode, dan diturunkan metode pembelajaran bahasa. Misalnya
teknik mengajar dan pendekatan. dari pendekatan berdasarkan teori ilmu bahasa
Machfudz (2002) mengutip penjelasan struktural yang mengemukakan tesis-tesis
Edward M. Anthony (dalam H. Allen and linguistik menurut pandangan kaum strukturalis
Robert, 1972) antara lain (a) Metode dan pendekatan teori belajar bahasa menganut
Pembelajaran berarti perencanaan secara aliran behavioerisme.
menyeluruh untuk menyajikan mated Pendekatan bersifat aksioma yang secara
pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini umum dapat menjadi pertimbangan untuk
bersifat prosedural dalam arti penerapan menguatkan kompetensi pebelajara bahasa.
suatu metode dalam pembelajaran bahasa Pendekatan yang saya maksudkan adalah
dikerjakan dengan melalui langkah- pendekatan teritis antara lain:
langkah yang teratur dan secara bertahap,
dimulai dari penyusunan perencanaan Pendekatan Linguistik
pengajaran, penyajian pengajaran, proses
belajar mengajar, dan penilaian hasil Linguistik adalah kajian ilmiah tentang
belajar, (b) Teknik Pembelajaran mengacu bahasa.Sesuatu kajian didasarkan pada satu
pada pengertian implementasi pendekatan (approach). Pendekatan terhadap kajian
perencanaan pengajaran di depan kelas, bahasa didasarkan atas nilai dan anggapan dasar.

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 53
Berbagai mahzab dan pendekatan dalam terlengkap dan dapat digunakan untuk
kajian bahasa telah menghasilkan banyak menyelesaikan segala masalah kebahasaan. Dalam
teori tentang bahasa, seperti tata bahasa sejarah perkembangannya, timbulnya satu
tradisional, tata bahasa preskriptif, tata pendekatan atau teori linguistik merupakan reaksi
bahasa deskriptif, tata bahasa transformasi atau kritik terhadap kelemahan pendekatan yang
generatif, tagmemik, tata bahasa mendahuluinya. Dengan kata lain, terjadi
stratifikasional, tata bahasa relasional, tata perubahan paradigma sepanjang zaman dalam
bahasa kata, kesemestaan dan tipelogi (Saragih)
bahasa, tata bahasa fungsional, tata bahasa Berbagai ragam pendekatan linguistik atau
leksikofungsional, dan lain-lain. Dalam teori kebahasaan, pada prinsipnya, dapat
perkembangan dan kejayaannya pelopor dikelompokkan ke dalam dua kubu, yaitu (1) kubu
atau pengikut suatu pendekatan atau logical-philosophical dan (2) kubu ethnographic-
mahzab mengakui dan mendakwakan descriptive (Halliday 1984: 4-8). Pandangan atau
keunggulan pendekatan linguisti tertentu teori dalam satu kubu merupakan perbedaan atau
dibanding dengan teori linguistik lain. pertentangan dari pandangan atau teori di kubu
Sesungguhnya, masing-masing teori yang lain. Berbagai perbedaan pandangan
bahasa ini memiliki keunggulan dan terhadap kajian bahasa oleh kedua kubu itu
kelemahan atau keterbatasan. Tidak satu menurut Martin (1992: 3) dan Kress (1990) dalam
pun teori bahasa yang terbaik atau Saragih diringkas dalam tabel berikut.

Perbedaan Pendekatan Logical-Philosophical dan Ethnographic-Descriptive

Aspek Logical-Philosophical Ethnographic-Descriptive


dari bentuk ke arti (form-meaning), dari ard ke bentuk (meaning—form),
pendekatan
formal fungsional
Anggapan bahasa sebagai kaidah (rules) bahasa sebagai sumber daya (resources)
lebih dekat ke sosial budaya,
Kajian bahasa lebih dekat ke logic
antropologi
Bahasa erat dengan pikiran (neurology, dengan gejala dan konteks sosial
terkait psychology) (sociology, social contexts)
science, hampir ddak mengkaji semiotic, menekankan konteks
Metode
konteks sosial (pemakaian) bahasa sosial (pemakaian) bahasa
Modistae, Bloomfield, Chomsky,
Beberapa pelopor Hjelmslev, Matesius, Firth, HaUiday ...
Pike...
umumnya
di Amerika di Eropah
unggulan

PENDEKATAN FORMAL ilmu alam dan eksakta, kemudian diadopsi


oleh ilmuan dalam bidang ilmu-ilmu sosial
Pendekatan formal, yang juga dikenal dan humaniora termasuk dalam penelidan
sebagai pendekatan bentuk—ard, mengkaji bahasa. Dalam ilmu pengetahuan alam,
bentuk bahasa lebih dahulu, kemudian misalnya, para ilmuwan (pada saat itu)
mencari ard bentuk bahasa itu. Pendekatan ini mengatakan bahwa unsur terkecil dari suatu
digunakan olehn ilmjuan dalam bidang ilmu- benda, entitas, atau maujud adalah atom.Atom

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 54
bergabung dengan atom untuk membentuk frase atau klausa. Selanjutnya klausa dikaji
molekul dan molekul bergabung dengan sebagai unsur dalam unit linguistik yang lebih
molekul membentuk sel dan selanjutnya sel besar, misalnya wacana atau konteks sosial.
bergabung dengan sel untuk membentuk Pendekatan fungsional bervariasi dalam
benda atau makhluk hidup.Para pakar bahasa pendekatan. Makalah ini difokuskan pada satu
dalam pendekatan formal ini menganalogikan pendekatan fungsional, yaitu pendekatan
metode science dalam ilmu pengetahuan alam linguistik fungsional sistemik (LFS).
tersebut ke dalam kajian bahasa.Dengan Dalam perspektif LFS bahasa adalah
analogi analisis itu, unsur yang terkecil dalam sistem arti dan sistem lain (yakni sistem
bahasa adalah bunyi, khususnya di dalam bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti
bahasa lisan. Unsur terkecil ini bergabung tersebut. Kajian ini berdasar dua pandangan
dengan bunyi lain untuk membentuk kata, yang mendasar yang membedakan LFS dari
kata bergabung dengan kata membentuf frase, aliran linguistik (fungsional) lain, yaitu (a)
yang selanjutnya bergabung membentuk bahasa merupakan fenomena sosial yang
kalimat yang mempunyai ard. Secara teknis wujud sebagai semiotik sosial dan (b) bahasa
unsur kajian bahasa, sejalan dengan bidang merupakan teks.
atau aspek kajian adalah fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Fonologi, morfologi, Semiotik Sosial
dan sintak dikatakan sebagai inti (core) kajian
bahasa, sementara kajian semantik adalah Bahasa dan pemakaian bahasa merupakan
unsur pendukung (peripheral). Dengan kata sistem semiotik. Sebagai semiotik, bahasa
lain, kajian arti bukan merupakan unsur terjadi dari dua unsur, yakni arti dan ekspresi.
utama. Dengan dasar melihat bentuk form), Hubungan kedua unsur ini adalah hubungan
konstruksi linguistik buku saya, istri soya, realisasi, yakni arti direalisasikan atau
danhidung soya dipandang sebagai satu dikodekan oleh oleh ekspresi. Namun,
konstruksi saja karena semua bentuk itu berbeda dengan semiotik biasa atau semiotik
berdasarkan rampatan (generated) atau umum, sebagai semiotik sosial, bahasa
dirampatkan sebagai kaidah Nomina + memiliki unsur lain, yaitu bentuk. Dengan
Peubah (Modifier). Demikian juga klausa Ali demikian, bahasa yang digunakan dalam
membeli mobil, AH menyukai mangga, AH interaksi sosial terdiri atas tiga unsur, yaitu
merokok cerutu, Ali memerankan raja, daxAli arti, bentuk, dan ekspresi. Dengan tiga unsur
menceritakan kejadian itu dikatakan ini bahasa dikatakan terdiri atas tiga strata,
terstruktur sama, yakni terdiri atas Subjek + yaitu semantik atau arti, tata bahasa
Predikat + Objek. (lexicogrammary^ng terdiri atas lexis fan.
grammar), dan fonologi (dalam bahasa lisan),
Pendekatan Fungsional grafologi(dalam bahasa tulisan), atau isyarat
[signs:gestures, facial expressions) sebagai
Berbeda dengan pendekatan pertama,
ekspresi. Hubungan ketiga unsur ini dapat
pendekatan fungsional, yang dikenal sebagai
dikatakan sebagai: arti (semantik)
pendekatan arti—bentuk, bermula dari kajian
direalisasikan bentuk (tata bahasa atau
arti ke bentuk. Prinsip fungsional adalah satu
lexicogrammar), dan selanjutnya realisasi arti
aspek bahasa (misalnya kata) dikaji
di dalam bentuk itu dikodekan oleh ekspresi
berdasarkan fungsi yang dilakukan atau
(fonologi/grafologi/ isyarat). Sifat hubungan
dimainkan kata itu dalam atau sebagai
arti dan bentuk adalah alamiah (natural)
konstituen unsur yang lebih besar, misalnya
dengan pengertian hubungan itu dapat dirujuk

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 55
atau dijelaskan berdasarfkan konteks sosial, ukkan bahwa ideologi tidak memiliki bentuk
sementara hubungan antara arti dan ekspresi dan karena itu, semiotikini meminjam budaya
adalah arbitrar. sebagai bentuknya. Dengan cara ini, ideologi
Bahasa (yang terdiri atas tiga strata: arti, direalisasikan oleh budaya, yang juga tidak
tata bahasa, dan ekspresi) dan konteks sosial memiliki bentuk. Oleh karena tidak memiliki
membentuk semiotik yang disebut semiotik bentuk sendiri, budaya direalisasikan oleh
pemakaian bahasa. Semiotik pemakaian konteks situasi. Selanjutnya, konteks situasi
bahasa menunjukkan hubungan bahasa (yang meminjam semiotik yang berada di bawahnya,
terjadi dari tiga strata) dan konteks sosial. yaitu bahasa, karena semiotik ini juga tidak
Dengan demikian, dalam semiotik pemakaian memiliki bentuk. Dengan kata lain, konteks
bahasa ini berlangsung dua jenis semiotik, situasi direalisasikan oleh bahasa.
yaitu semiotik di tingkat bahasa, yang
merupakan semiotik denotatif dan semiotik di Pendekatan Fokus pada Teks
tingkat konteks sosial, yang merupakan Teks dibatasi sebagai unit bahasa yang
semiotik konotatif. fungsional dalam konteks sosial (Halliday
Sistem semiotik denotatif memiliki arti 2004). Bahasa yang fungsional memberi arti
dan bentuk. Dalam pemakaian bahasa, kepada pemakai bahasa. Dengan demikian,
semiotik denotatif terbentuk dalam hubungan teks adalah unit arti atau unit semantik bukan
antarstrata (level) dalam bahasa. Seperti unit tata bahasa {grammaticalunit), seperti
dinyatakan terdahulu, semiotik denotatif klausa, frase, kata, dan morfem. Sebagai unit
bahasa menunjukkan bahwa arti direalisasikan arti, teks dapat direalisasikan oleh berbagai
oleh bentuk, yang selanjutnya direalisasikan unit bahasa atau unit tata bahasa. Hal ini
oleh ekspresi (fonologi/ grafologi/isyarat). berarti bahwa teks dapat berupa satu naskah
Dengan kata lain, semiotik denotatif bahasa (buku), paragraf, klausa kompleks, klausa,
menunjukkan bahwa semantik direalisasikan frase, grup, kata, morfem, atau bunyi. Yang
tata bahasa dan selanjutnya tata bahasa menjadi kajian dalam LFS adalah arti. Oleh
direalisasikan oleh fonologi (dalam bahasa karena itu, yang menjadi pertanyaan adalah
lisan), grafologi (dalam bahasa tulisan), atau "Apakah satu unit bahasa itu berarti dalam
isyarat. konteks sosial?" Jika satu unit bahasa
Semiotik konotatif berlangsung dalam konteks mempunyai arti dalam konteks sosial, unit
sosial, yang terdiri atas konteks situasi bahasa itu disebut teks.
(register), konteks budaya (genre), dan Hubungan bahasa atau teks dengan
ideologi. Berbeda dengan semiotik denotatif konteks sosial adalah hubungan konstrual;
(yang memiliki arti dan bentuk), semiotik artinya konteks sosial menentukan dan
konotatif hanya memiliki arti dan tidak ditentukan oleh teks. Dengan pengertian
memiliki bentuk. Dalam keadaan demikian konstrual ini, pada satu waktu konteks sosial
semiotik konotatif meminjam bentuk dari menentukan teks dan pada waktu berikutnya
semiotik lain, yang lazimnya berada di teks menentukan konteks sosial. LFS tidak
bawahnya. Sebagai semiotik konotatif, menentukan yang mana lebih dulu terjadi:
konteks sosial membentuk strata dengan konteks atau teks. LFS hanya mengkaji
ideologi menempati strata tertinggi (dan hubungan antara keduanya sebagai saling
dengan demikian disebut paling abstrak) yang menentukan (construal). Dalam satu konteks
diikuti oleh budaya dan konteks situasi. sosial tertentu hanya teks tertentu yang dapat
Semiotik konotatif pemakaian bahasa menunj dihasilkan. Sebaliknya, dengan teks tertentu

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 56
hanya konteks sosial tertentu pula yang menjadi medium untuk menggerakkan dan
(dapat) dirujuk. mengangkat manusia pada harkat yang lebih
tinggi. Karya sastra tersebut dapat berupa
KONTEKS KEBAHASAAN DI INDO-
prosa fiksi, puisi, maupun drama.
NESIA
Ke depan, pembelajaran sastra dikem-
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah bangkan untuk mencapai tujuan-tujuan ideal
dasar dan menengah diarahkan sebagai sarana seperti itu. Melalui pembelajaran sastra, anak
pembinaan dan kesatuan bangsa, peningkatan diharapkan menjadi warga yang menjunjung
pengetahuan dan keterampilan berbahasa tinggi nilai-nilai moral yang luhur.
Indonesia siswa, sarana penyebarluasan Lalu, dalam konteks kecenderungan
pemakaian bahasa Indonesia untuk berbagai pemikiran seperd itu, bagaimanakah
keperluan, dan sarana pengembangan seharusnya pembelajaran bahasa Indonesia
penalaran. Tujuan 'idealis' itu selanjutnya dikemas? Pendekatan pembelajaran yang
diturunkan ke dalam tujuan umum: (1) siswa bagaimanakah yang tepat untuk diterapkan?
menghargai dan membanggakan bahasa
Mengikuti pandangan di atas, pengajaran
Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional)
bahasa Indonesia seharusnya dikembalikan
dan bahasa negara; (2) siswa memahami
pada kedudukan yang sebenarnya, yaitu
bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan
melatih siswa membaca, menulis, berbicara,
fungsi, serta menggunakannya dengan tepat
mendengarkan, dan mengapresiasi sastra yang
untuk bermacam-macam tujuan, keperluan,
sesungguhnya. Tugas guru adalah melatih
dan keadaan; (3) siswa menggunakan bahasa
siswa membaca sebanyak-banyaknya, menulis
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
sebanyak-banyaknya, berdiskusi sebanyak-
intelektual (berpikir kreatif, menggunakan akal
banyaknya. Artinya, guru harus menghindari
sehat, menerapkan pengetahuan yang
pengajaran yang berisi pengetahuan tentang
berguna, dan memecahkan masalah),
bahasa Indonesia {using the language, bukan
kematangan emosional dan sosial; dan (4)
talk about the language). Apa yang diajarkan
siswa mampu menikmati, memahami, dan
seharusnya dekat dengan kebutuhan
memperluas wawasan kehidupan, serta
berbahasa Indonedia siswa.
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
Pengajaran bahasa Indonesia dijalankan
berbahasa. Demikian juga pembelajaran
melalui pendekatan komunikatif, pendekatan
sastra, secara umum akan menjadi sarana
tematis, dan pendekatan terpadu. Pendekatan
pendidikan moral. Kesadaran moral
komunikatif mengisyaratkan agar
dikembangkan dengan memanfaatkan
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
berbagai sumber. Selain berdialog dengan
dasar dan menengah diorientasikan pada
orang-orang yang sudah teruji
penguasaan bahasa Indonesia sebagai alat
kebijaksanaannya, sumber-sumber tertulis
komunikasi (bukan pembekalan pengetahuan
seperti biografi, etika, dan karya sastra dapat
kebahasaan saja). Pendekatan tematis
menjadi bahan pemikiran dan perenungan
menyarankan agar pembelajaran bahasa diikat
tentang moral. Karya sastra yang bernilai
oleh tema-tema yang dekat dengan kehidupan
tinggi di dalammnya terkandung pesan-pesan
siswa, yang digunakan sebagai sarana berlatih
moral yang tinggi. Karya ini merekam
membaca, mendengarkan, menulis, dan
semangat zaman pada suatu tempat dan waktu
berbicara. Pendekatan terpadu menyarankan
tertentu yang disajikan dengan gagasan yang
agar pengajaran bahasa Indonesia didasarkan
berisi renungan falsafi. Sastra seperti ini dapat
pada wawasan Whole Language, yaitu

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 57
wawasan belajar bahasa yang intinya membaca, menulis, dan menghitung.
menyarankan agar kegiatan pembelajaran Kemudian, keberhasilan di sekolah juga
bahasa Indonesia dilaksanakan terpadu antara ditentukan oleh oleh keterampilan akademik
membaca, mendengarkan, menulis, dan dan interaksional. Ketepatan informasi harus
berbicara. Dengan konsep itu, dalam jangka disalurkan dengan menggunakan bahasa yang
panjang, target penguasaan kemahirwacanaan tepat pula. Jadi belajar membaca dan menulis
itu bisa tercapai. diperlukan untuk menyelesaikan sebagian
Prinsip yang mendasari guru mengajarkan besar tugas bagi siswa (DeStefano, 1984:156-
bahasa Indonesia sebagai sebuah 157). Pertumbuhan kognitif adalah sebuah
keterampilan, antara lain pengintegrasian fungsi literasi. Kemampuan menulis
antara bentuk dan makna, penekanan pada mendorong pertumbuhan kognitif dan
kemampuan berbahasa praktis, dan interaksi sebaliknya kognisi tumbuh bersama
yang produktif antara guru dengan siswa. kemampuan menulis.
Prinsip pertama menyarankan agar Di dalam berkolaborasi dengan guru
pengetahuan dan keterampilan berbahasa kedka merencanakan, mengerjakan, dan
yang diperoleh, berguna dalam komunikasi melaporkan pekerjaan misalnya, siswa secara
sehari-hari {meaningful). Dengan kata lain, simultan belajar berbahasa, belajar melalui
agar dihindari penyajian materi (khususnya bahasa, dan belajar tentang bahasa. Mereka
kebahasaan) yang tidak bermanfaat dalam belajar berbahasa dengan menggunakan
komunikasi sehari-hari, misalnya, pengetahuan bahasa melalui mendengar, membaca,
tata bahasa bahasa Indonesia yang sangat berdiskusi, dan membuat suatu perencanaan
linguistis. Prinsip kedua menekankan bahwa (menulis). Mereka juga belajar melalui bahasa,
melalui pengajaran bahasa Indonesia, siswa yakni ketika mempelajari dunia perkebunan
diharapkan mampu menangkap ide yang misalnya dari buku-buku atau bacaan.
diungkapkan dalam bahasa Indonesia, baik Peristiwa mengobservasi dan kemudian
lisan maupun tulis, serta mampu melaporkannya adalah contoh belajar melalui
mengungkapkan gagasan dalam bahasa bahasa.
Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Dengan belajar melalui bahasa, isi
Penilaian hanya sebagai sarana pembelajaran pelajaran dan bahasa secara simultan
bahasa, bukan sebagai tujuan. Sedangkan dipelajari. Meringkas pengalaman juga contoh
prinsip ketiga mengharapkan agar di kelas belajar melalui bahasa. Lebih lanjut, kegiatan
bahasa tercipta masyarakat pemakai bahasa merencanakan kebun misalnya, sekaligus
Indonesia yang produktif. Tidak ada peran mencakup tiga aspek belajar bahasa secara
guru yang dominan. Guru diharapkan sebagai simultan tanpa pengajaran secara langsung
'pemicu' kegiatan berbahasa lisan dan tulis. (melalui mata pelajaran bahasa). Guru
Peran guru sebagai orang yang tahu atau memberikan konteks sosial dan intelektual
pemberi informasi pengetahuan bahasa yang mendukung pembelajaran dan
Indonesia agar dihindari. penggunaan bahasa. Dalam kaitan ini,
Bahasa, di sekolah, sebagai alat untuk sesungguhnya guru merencanakan peristiwa
mengajar dan belajar. Melalui penggunaan literasi [literacy event) yang membuat siswa
bahasa, guru mengomunikasikan apa yang akrab untuk berpartisipasi secara mandiri.
diajarkan dan siswa mengekspresikan apa yang Tegasnya, dalam berbagai kesempatan, formal
mereka pelajari (DeStefano, 1984:155). Untuk atau informal, guru menciptakan situasi dan
berhasil di dalam kelas, siswa harus belajar siswa diberi pengalaman belajar berbahasa.

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 58
Mereka membangun pemahaman terhadap belajar berkomunikasi secara tertulis dalam
dunia mereka melalui menyimak dan kegiatan yang nyata. Pengalaman ini
membaca dan mempresentasikannya melalui diharapkan juga memberi sumbangan dalam
berbicara dan menulis (Piatt, 1989). pengembangan kemampuan berkomunikasi
Khusus mengenai kegiatan menulis, ia secara lisan, Kelima, menulis untuk
mempunyai posisi tersendiri dalam kaitannya meningkatan kelancaran {writing for fluency).
dengan upaya membantu siswa Kelancaran yang dimaksud mencakup
mengembangkan kegiatan berpikir dan kelancaran dalam menggunakan unsur dan
pendalaman bahan ajar. Berdasarkan kaidah bahasa serta kelancaran dalam
penyelidikannya terhadap guru, pembelajaran mengemukakan gagasan dan Terakhir,
dan kegiatan menulis, menurut Raimes (1987), menulis untuk belajar [writing for learning).
bertujuan (1) memberikan penguatan Tujuan pedagogis terakhir inilah yang sangat
[reinforcement), (2) memberikan pelatihan erat kaitannya dengan upaya pengembangan
[training), (3) membimbing siswa melakukan budaya belajar secara mandiri melalui
peniruan atau imitasi (imitation, (4) melatih membaca-berpikir-menulis. Menulis untuk
siswa berkomunikasi [communication), (5) belajar mempunyai makna yang sangat dalam
membuat siswa lebih lancar dalam berbahasa untuk membuat siswa belajar secara benar
[fluency), dan (6) menjadikan siswa lebih giat dalam arti yang seluas-luasnya.
belajar [learning). Keenam tujuan pedagogis Kegiatan menulis ternyata mempunyai
menulis itu secara berurutan dijelaskan berikut peranan penting bagi siswa dalam
ini. mengembangkan keterampilan berpikir dan
Pertama, menulis untuk memberi mendalami bahan ajar. Oleh karena itu, sudah
penguatan hasil belajar bahasa {writing for selayaknya apabila menulis menjadi aktivitas
reinforcement). Tujuan pedagogis yang penting dalam setiap pembelajaran di sekolah.
pertama ini mengarah kepada penguatan Itu berarti, perlu dikembangkan kegiatan
pemahaman unsur dan kaidah bahasa oleh menulis lintas kurikulum, mengingat: (1)
siswa melalui penggunaan bahasa secara menulis, selain membaca dan mendengar,
tertulis, Kedua, menulis untuk memberi bermanfaat untuk belajar, (2) menulis dapat
pelatihan penggunaan bahasa {writing for membantu siswa mempelajari informasi baru
training). Tujuan pemberian pelatihan melalui dalam mata pelajaran yang sedang dipelajari,
menulis ini tidak terbatas pada pelatihan (3) menulis memfasilitasi strategi-strategi
penggunaan bahasa (retorika dan struktur pemecahan masalah siswa untuk
gramatika) dengan berbagai variasinya, tetapi mengorganisasi informasi lama dan baru, (4)
juga dalam mengemukakan gagasan, Ketiga, menulis dapat mengajarkan siswa konvensi
menulis untuk melakukan peniruan (imitasi) pragmatik dan kesadaran akan mitra
penggunaan retorik dan sintaktik {writing for (tutur/tulis) dan mengembangkan proses
imitation). Tujuan pedagogis ketiga ini penting agar mampu berkomunikasi secara
mengarah pada upaya untuk meng-akrabkan berhasil, (5) menulis dapat mengajarkan siswa
siswa dengan aspek retorik dan sintaktik mengevaluasi kekritisannya terhadap
dalam menulis. Gaya pengungkapan gagasan informasi yang mereka pelajari, dan (6)
dari wacana yang dibaca juga dapat "ditiru" menulis dapat mengajarkan kepada siswa
untuk belajar, Keempat, menulis untuk bagaimana mereka menerima atau
berlatih berkomunikasi {writing for menganalisis pengalaman-pengalaman
communication). Melalui menulis siswa akan personal mereka sendiri (Beach, 1984:183-

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 59
184). Alasan-alasan tersebut sejalan dengan perlu dikembangkan. Pertama, hasil dari
upaya mengembangkan strategi heuristik pada aktivitas literasi sebagai komplemen bagi
siswa. Dengan demikian menulis merupakan pengajaran lisan dan meluaskan perspektif
kegiatan yang sangat penting untuk semua siswa. Kedua, aktivitas literasi memberikan
mata pelajaran mengingat melalui menulis sebuah tindak lanjut alamiah terhadap
siswa dapat belajar bagaimana belajar, yakni pengajaran langsung mendorong guru untuk
melalui bagaimana membuat generalisasi, melayani kebutuhan dan minat individual
definisi, dan menerapkan skematanya siswa. Ketiga, metode-metode terkini
terhadap sesuatu yang sedang dipelajari. mengenai pengajaran langsung mencakup fase
Menulis tidak hanya bergantung pada proses praktik, dalam hal ini aktivitas literasi
kognitif tetapi juga dapat memberi penguatan tampaknya sangat sesuai. Keempat, siswa
afektif terhadap proses membaca. Oleh akan mempunyai tantangan untuk
karena itu, menulis sebagai alat belajar perlu mengembangkan literasi isi lebih luas dari
mendapat perhatian serius di sekolah (Beach, pengetahuan yang diperoleh dari disiplin ilmu
1984). Guru dapat memberdayakan siswa dengan keterbatasan ruang lingkup dan waktu
menjadi berhasil dan independen dalam pelajaran. Kelas-kelas mata pelajaran
belajar dengan dua cara, (1) merupakan seting yang ideal untuk praktik
mendokumentasikan efektivitas pengajaran pengembangan keterampilan literasi. Terakhir,
yang dilakukan guru untuk memperbaiki hasil aktivitas literasi memberikan fondasi penting
belajar, dan (2) guru menjadi mitra (partner) bagi perkembangan literasi dan belajar
siswa dalam belajar (Eanes, 1997:54). Dengan sepanjang hayat (Eanes, 1997:55). Aktivitas
kata lain, siswa membaca dan menulis untuk literasi juga dapat menjadikan siswa sebagai
tujuan mencari, belajar, dan menerapkan pembaca yang efektif, penulis yang kompeten,
informasi (isi) pelajaran. Dalam waktu vang pemikir yang kritis, dan pembelajar yang
bersamaan siswa dapat mengembangkan mandiri.
keterampilan literasi, misalnya: Guru yang memberi pengajaran dan
mengembangkan strategi membaca efektif, memberi kesempatan kepada siswa untuk
kebiasaan belajar secara efisien, mengajukan pertanyaan sendiri mengenai isi
memanfaatkan kosakata secara maksimal, teks akan meningkatkan pembelajaran karena
berpikir kritis, dan percaya diri dalam menulis. guru mendorong keakrifan siswa dengan
Sebagai hasilnya, melalui aktivitas literasi akan melatih menyusun kembali teks dan
memberdayakan siswa untuk mengadakan membangun makna. Siswa yang dapat
eksplorasi, meneliti, dan menikmati isi menjawab pertanyaannya sendiri akan dapat
pengetahuan menurut kebutuhan dan minat mengecek pemahamannya mengenai teks yang
mereka sendiri sebagai pembelajar yang telah dibacanya (Palinscar, 2001). Melalui
independen (Eanes, 1997:54). serangkaian proses pembelajaran yang kaya
Dengan demikian, menurut McKenna tersebut, diharapkan siswa akan dapat
dan Robinson (1990), hal itu dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan
memaksimalkan pemerolehan isi pelajaran. sekaligus mendalami bahan ajar berbagai mata
Meskipun isi pelajaran memungkinkan pelajaran yang sedang diikuti. Kedua hal
diajarkan secara berhasil melalui pengajaran tersebut sangat penting bagi siswa untuk
lisan secara langsung, McKenna dan keberhasilan belajarnya di sekolah. Dengan
Robinson mengidentifikasi empat alasan demikian, kegiatan menulis sebagai bagian dari
penting mengapa aktivitas kemahirwacaaan aktivitas inti literasi perlu terus dikembangkan

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 60
di sekolah melalui pembelajaran setiap mata yang diajarkan, (3) keterampilan berbahasa
pelajaran. nyata kurang diperhatkan, (4) membaca dan
Agar tujuan tercapai, disarankan agar menulis sebagai sesuatu yang diajarkan, bukan
tugas-tugas (task) dan latihan dalam sebagai media berkomunikasi dan berekspresi.
pembelajaran bahasa Indonesia dijalankan Penekanan pembelajaran bahasa
secara bervariasi, berselang-seling, dan Indonesia hanya pada tata bahasa, yang
diperkaya, baik mated maupun kegiatannya. relevansinya dengan kebutuhan berbahasa
Harus disadari benar oleh guru bahwa kurang. Murid hanya menghafal jenis kata,
kegiatan berbahasa itu tak terbatas sifatnya. pengertian kalimat, fungsi-fungsi awalan, dan
Membaca artikel, buku, iklan, brosur; beragam peribahasa usang. Lalu
mendengarkan pidato, laporan, komentar, pertanyaannya, manakah kemampuan
berita; menulis surat, laporan, karya sastra, membaca dan menulis kreatif yang seharusnya
telegram, mengisi blangko; berbicara dalam dikuasai siswa melalui pengajaran bahasa
forum, mewawancarai, dan sebagainya adalah Indonesia?
contoh betapa luasnya pemakaian bahasa Sebaiknya, pengajaran bahasa Indonesia
Indonesia itu. dikembalikan pada kedudukan yang
Gambaran tujuan dan prinsip-prinsip sebenarnya, yaitu melatih siswa membaca
pengembangan pembelajaran bahasa sebanyak-banyaknya, menulis sebanyak-
Indonesia di atas sejauh ini masih jauh banyaknya, berdiskusi sebanyak-banyaknya.
terapannya di kelas riil sekolah. Harapan Misalnya, membaca berita, membaca cerpen,
bahwa dengan pembelajaran bahasa Indonesia membaca iklan, menulis surat, menulis iklan
anak-anak dapat membaca dengan baik, baris, membuat laporan, mendengarkan
menulis dengan lancar, dan berbicara dengan berita, membacakan pengumuman, dan
sopan, baik, dan berani, masih 'jauh panggang sejenisnya. Dengan demikian, PBI akan
dari api'. Sebagian besar, guru masih berkutat menjadi pelajaran yang menarik dan 'berguna'.
pada penyampaian teori yang tak relevan Jika tata bahasa harus diajarkan, sebenarnya
dengan kebutuhan berkomunikasi. hanya untuk menunjang kemampuan-
Permasalahan yang dihadapi pengajaran kemampuan tersebut. Guru disarankan agar
bahasa Indonesia masih kompleks dan perlu kembali berpegang pada sasaran tujuan
pembinaan terus-menerus. Masukan-masukan pengajaran bahasa Indonesia, yaitu melatih
yang berupa laporan yang berasal dari siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam
keadaan nyata di sekolah akan sangat berarti situasi berbahasa nyata. Materi-materi yang
bagi penentu kebijakan. tingkat kebergunaannya rendah, seperti teori
Saat ini, bahasa Indonesia sudah menjadi tata bahasa umum dan pengetahuan tentang
bahasa pertama bagi sebagian besar siswa di tata bahasa sebaiknya dikurangi.
Indonesia. Artinya, kedka masuk sekolah,
KONTEKS
siswa telah terpajani oleh lingkungan
berbahasa Indonesia. Tugas guru adalah Konteks pemakaian bahasa dibatasi
meningkatkan kemampuan itu melalui sebagai segala sesuatu yang berada di luar teks
kegiatan berbahasa Indonesia nyata, bukan atau pemakaian bahasa. Kata konteks [context]
mengajarkanilmu tentang bahasa Indonesia. dapat dirinci berasal dari kata co- yang berarti
Hanya, yang terjadi kemudian adalah (1) guru bersama atau mendampingi dan text, yakni setiap
lebih banyak menerangkan tentang bahasa unit bahasa, karena pada prinsipnya setiap
(form-focus), (2) tata bahasa sebagai bahan unit bahasa adalah teks. Dengan demikian,

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 61
konteks mengacu kepada segala sesuatu yang menunjuk peran bahasa atau topik yang
mendampingi teks. Dengan pengertian ini, dalam dibicarakan dalam interaksi sosial, tenor
perspektif LFS, konteks mencakup dua menggambarkan status (sama atau setara,
pengertian, yakni (1) konteks linguistik (yang tidak sama atau berbeda), suka atau tidak suka
disebut juga konteks internal) dan (2) konteks (affect), hubungan (biasa atau baru pertama
sosial (yang disebut juga konteks eksternal). kali) antarpemakai bahasa (addresser dan
addressee), dan mode mengurai sarana,
Konteks Linguistik medium, atau saluran pemakaian bahasa yang
Konteks linguistik mengacu kepada unit dapat berupa lisan atau tulisan. Dalam
linguistik lain yang mendampingi satu unit interaksi bahasa, ketiga aspek konteks situasi
yang sedang dibicarakan. Dengan batasan itu dapat diidentifikasi. Namun, dalam
pengertian ini, dalam klausa Saya akan pergi he beberapa situasi dapat terjadi satu aspek tidak
Jakarta besok unit Soya akan...ke Jakarta besok jelas atau tidak teridentifikasi yang dalam
merupakan konteks bagi unit pergi ketika keadaan demikian aspek situasi disebut netral.
seseorang membicarakan kata pergi itu. Unit Konteks budayamemengaruhipemakaian
linguistik lain yang mendampingi suatu unit bahasa atauteks dalam hal budaya
linguistik yang sedang dibicarakan sering juga menentukan jenis teks yang digunakan
disebut konteks internal atau koteks (cotext). pemakai bahasa. Dalam hal ini budaya dibatasi
Dikatakan konteks internal karena konteks ini sebagai aktivitas sosial bertahap untuk
berada di dalam dan merupakan bagian dari mencapai suatu tujuan. Dengan pengertian ini,
teks yang dibicarakan. konteks budaya mencakup tiga hal, yaitu (1)
batasan kemungkinan ketiga unsur konteks
Konteks Sosial situasi, (2) tahap yang harus dilalui dalam satu
interaksi sosial, dan (3) tujuan yang akan
Berbeda dengan konteks atau konteks
dicapai dalam interaksi sosial. Pada dasarnya,
linguistik, konteks sosial mengacu kepada
setiap interaksi sosial mempunyai tujuan
segala sesuatu di luar yang tertulis atau
tertentu. Tujuan ini sering juga disebut fungsi
terucap, yang mendampingi bahasa atau teks
teks tersebut.
dalam peristiwa pemakaian bahasa atau
interaksi sosial. Konteks seperti ini disebut Ideologi mengacu kepada konstruksi atau
juga konteks eksternal. Seperti diuraikan konsep sosial yang menetapkan apa
terdahulu, konteks sosial ini terbagi ke dalam seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan
tiga kategori, yaitu konteks situasi, konteks oleh seseorang dalam satu interaksi sosial.
budaya (disebut juga. genre), dan konteks Dengan batasan ini, ideologi merupakan
ideologi (Martin, 1992, 1993). Ketiga konteks konsep atau gambar ideal yang diinginkan atau
sosial ini membentuk strata dengan pengertian diidamkan oleh anggota masyarakat dalam
strata yang paling dekat ke bahasa lebih satu komunitas, yang terdiri atas apa yang
konkret daripada strata yang lebih jauh dari diinginkan atau yang tidak diinginkan terjadi.
bahasa. Berdasarkan strata kedekatan kepada Ideologi bagi pemakai bahasa merupakan
bahasa, konteks sosial secara berurut mulai panduan dalam berbuat atau memroduksi teks
dari konteks situasi, budaya, dan ideologi. dan menjadi saringan atau filter dalam
bereaksi terhadap pengaruh dari luas suatu
Konteks situasi terdiri atas apa (field) yang
komunitas. Tidak ada pembuatan atau
dibicarakan, siapa (tenor) yang membicarakan
pemahaman teks yang bebas nilai atau
sesuatu bahasan, dan bagaimana (mode)
pembicaraan itu dilakukan. Secara rinci, field

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 62
ideologi. Dengan kata lain, ideologi berada Berdasarkan rumusan fungsi ketiga jenis
secara nyata atau laten dalam setiap teks. bahasa tersebut, maka dalam konteks
Mengajar bahasa berarti mengajarkan hal- keindonesiaan, pemakaian bahasa Indonesia
hal yang berhubungan dengan bahasa seperti merupakan prioritas utama, karena selain
elemen bahasa dan komponen bahasa serta sebagai identitas nasional bahasa Indonesia
keterampilan berbahasa. Dalam penegajaran mempersatukan berbagai etnis baik secara
bahasa penekanan pada keterampilan politis, sosial, maupun ekonomis; sedangkan
bebrbahasa seperti keterampilan bahasa daerah digunakan sebagai pengantar
mendengarkan, menulis, berbiciara dan dalam hubungan intraetnis. Sebagai bahasa
membaca sangat penting. Keempat etnis, bahasa daerah mengalami marginalisasi
keterampilan tersebut perlu didukung oleh karena peran bahasa nasional yang begitu
kemampuan penguasaan komponen intens. Sementara itu, keberadaan bahasa
berbahasa. Dalam beberapa terbitan buku asing mendesak upaya maksimalisasi
pengajaran bahasa, tampaknya mated pemakaian bahasa Indonesia sehingga
pengajaran bahasa tidak menyentuh pada keberadaan bahasa Indonesia dan bahasa
aspek elemen dan koponen serta keterampilan daerah sebagai aset nasional menjadi sangat
berbahasa. mengkhawatir. Hal ini dapat dilihat dari
Kondisi kebahasaan yang digambarkan di misalnya, rendahnya mutu pemakaian bahasa
atas jelas akan memengaruhi upaya Indonesia dan bahasa daerah. Padahal,
pembinaan dan pengembangan bahasa di keberadaan bahasa daerah di Indonesia
Indonesia. Untuk itu, pemerintah melalui merupakan salah satu penanda keberagaman
institusi yang diberi legitimasi untuk bangsa Indonesia.Untuk itu, diperlukan upaya
menangani masalah kebahasaan di yang sungguh-sungguh dalam mengajarkan
SulawesiTenggara, dalam hal ini Kantor bahasa dan sastra Indonesia dan daerah.
Bahasa, telah menggariskan arah kebijakan T A N TANGAN DAN PELUANG
pembinaan bahasa (dan sastra) di Sulawesi TENAGA PENDIDIK KEBAHASAAN
Tenggara, Dalam kebijakan Politik Bahasa DI INDONESIA
Sulawesi Tengara diarahkan untuk
mendukung kebijakan bahasa nasional yang Tenaga pendidik kebahasaan yang
berisi pengarahan, perencanaan, dan dimaksud dalam seksi ini adalah tenaga
ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai pendidik bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
sebagai dasar pengelolaan keseluruhan Oleh karena itu, pembicaraan ihwal tantangan
masalah kebahasaan (dan kesastraan) di dan peluang tenaga pendidik kebahasaan yang
Indonesia. Keseluruhan masalah itu dimaksudkan adalah tantangan dan peluang
merupakan jaringan masalah yang dijalin oleh bagi tenaga pendidik bahasa dan sastra
(1) masalah bahasa dan sastra Indonesia, (2) Indonesia dan daerah.
masalah bahasa dan satra daerah, dan (3)
masalah bahasa asing di Indonesia. Relevansi kurikulum dan Metode dan
Pengelolaan keseluruhan masalah tersebut teknik pembelajaran
diperlukan adanya suatu kebijakan nasional
yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga Metode dan teknik pembelajaran bahasa
pengelolaan masalah kebahasaan itu benar- merupakan unsur yang sangat berpengaruh
benar berencana, terarah, dan menyeluruh. dalam pemerolehan bahasa.Tidak ada satu
pun metode atau teknik yang lebih baik dari
metode dan teknik yang lainnya, tergantung

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 63
bagaimana seorang untuk memanfaatkan bahan utama bagi pendekatan pembelajaran
fungsi otak kiri dan otak kanan dalam bahasa dengan metode Grammar Translation
menerima rangsangan bahasa dan Method, Direct Method, Audiolingual Method,
memproduksi ujaran. Meskipun kegiatan Cognitive learning Theory, dan Communikative
pembelajaran bahasa telah berlangsung di Approach (Kaswanti Purwa, 1990). Hanya saja,
dunia ini kurang lebih 25 abad lamanya (lihat perbedaan di antara keempat metode tersebut
Kelly, 1976), pembelajaran bahasa di terletak pada prosedur penyajian materinya.
Indonesia belum berusia satu abad. Apabila pada pendekatan Grammar Tanslation
Pembelajaran bahasa di Indonesia, khususnya Method dan Cognitive Learning Theory
pembelajaran bahasa (dan sastra) Indonesia mendahulukan tata bahasanya diuraikan lalu
tidak lepas dari pengaruh pembelajaran bahasa diikuti struktur bahasanya (induktif), maka
yang berlangsung di dunia luar.Berbagai pada pendekatan Direct Method dan
metode dan pendekatan pembelajaran bahasa Audiolingual Method yang didahulukan
yang berkembang di dunia luar diadopsi ke adalah struktur bahasanya baru diikuti uraian
dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Secara tata bahasanya (deduktif). Adapun penekanan
gads besar ada dua tekanan substansi pada mated penguasaan penggunaan bahasa
pembelajaran bahasa di dunia yang ikut telah menjadi pusat perhatian pembelajaran
mewarnai mated pembelajaran bahasa di bahasa dengan metode Communicative
Indonesia, yaitu pembelajaran dengan fokus Approach atau sering disebut pula dengan
utamanya pada bentuk (form) bahasa dan metode Functional/Notional Approach.
pembelajaran dengan fokus utama pada fungsi Untuk pembelajaran bahasa Indonesia di
(function) bahasa. Apabila pada pembelajaran sekolah-sekolah penyajian mated yang
dengan penekanan pada bentuk bahasa lebih menekankan pada kemampuan penguasaan
difokuskan pada penguasaan struktur (tata bentuk bahasa (tata bahasa) telah mewarnai
bahasa), maka pada pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran bahasa sepanjang era
penekanan pada fungsi bahasa lebih awal kemerdekaan sampai awal tahun 1984.
difokuskan pada penguasaan penggunaan Kondisi ini menyebabkan muncul buku-buku
bahasa (dalam Mahsun, 2010). Hymes (1971) tata bahasa Indonesia yang telah menjadi
menjelaskan bahwa terdapat kaidah-kaidah buku pegangan utama pembelajaran bahasa
penggunaan bahasa yang tanpa itu kaidah- Indonesia di sekolah-sekolah. Buku tata
kaidah tata bahasa tidak akan ada gunanya. bahasa yang sangat kuat pengaruhnya dalam
Belajar bahasa lebih sekadar mempersoalkan pembelajaran bahasa Indonesia adalah
kegramatikalan, karena yang lebih penting karangan Sutan Takdir Alisyahbana (1949).
adalah kecocokan (appropriateness) Buku ini sangat luas dan panjang masa
penggunaan suatu tuturan pada konteks beredarnya. Tahun 1981 jilid pertamanya telah
sosiokulturalnya.Fokus pembelajaran dengan mengalami cetak ulang sebanyak 43 kali dan
penekanan pada mated bentuk bahasa telah tahun 1980 jilid keduanya mengalami cetak
berlangsung sepanjang periode 1880 sampai ulang sebanyak 30 kali. Disusul kemudian
dengan periode 1970-an; sedangkan oleh buku tata bahasa karangan Gorys Keraf,
pembelajaran dengan penekanan pada fungsi yang diterbitkan 1970 dan mengalami cetak
bahasa telah berlangsung mulai 1980-an. ulang sebanyak 10 kali tahun 1984.
Dari sudut pandang metodologi Dengan munculnya Kurikulum 1984,
pembelajaran, maka pembelajaran bahasa pembelajaran bahasa Indonesia di Indonesia
dengan penekanan pada bentuk telah menjadi memasuki periode baru, yaitu

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 64
pembelajarannya komunikasi, penguasaan kaidah bahasa cukup
tidaklagiditekankanpadapenguasaanpadabentu seperlunya tidak perlu bersusah payah, toh
k bahasa tetapi pada fungsi bahasa. sasaran akhir pemahaman bahasa itu adalah
Kurikulum 1984 tidak hanya menjadikan adanya kontak antara pihak yang terlibat
pragmatik sebagai pendekatan dalam dalam peristiwa berbahasa itu. Dengan kata
pembelajaran bahasa, tetapi pragmatik lain, modal itu dikukuhkan oleh kenyataan
dijadikan materi pembelajaran bahasa itu bahwa ketika mereka berbicara dengan
sendiri. Dalam pembelajaran bahasa yang menggunakan bahasa Indonesia antar mereka
menjadikan pragmatik sebagai materi satu sama lain masih dapat saling memahami.
sekaligus pendekatan dalam pembelajaran Memang perasaan "merasa sudah dapat..."
bahasa pembelajar lebih dituntut untuk tetang sesuatu menjadi kendala psikologis bagi
menguasai penggunaan bahasa bukan pada seseorang untuk menguasai lebih dalam
penguasaan kaidahdtaidah bahasa. Belajar tentang sesuatu yang dia rasakan sudah
bahasa bukan belajar tentang bahasa tetapi dikuasai tersebut.
belajar berbahasa (belajar menggunakan Selain itu, tantangan yang tidak kalah
bahasa). Dalam periode ini penekanan pada beratnya bagi pembelajaran BI pada penutur
aspek SPO (subkjek, prodekat dan objek) yang berbahasa Indonesia adalah, (a) demam
tidak mengabaikan pada penggunaan pada sesuatu yang berlabel internasional yang
fungsional. ditandai oleh banyaknya bermunculan SBI
Pola penataan materi dan metode yang indikatornya menggunakan bahasa
pembelajaran bahasa Indonesia dengan pengantar bahasa asing, (b) sikap keterjajahan
berbasis pada tujuan pembelajaran bahasa yang selalu menjadi subordinat negara asing
sebagai upaya penguasaan bahasa secara baik termasuk masalah pemakaian bahasa, dan (c)
dan benar terus diperkuat dan dipertegas kedua hal itu membawa konsekuensi pada
dengan lahirnya kurikulum baru, yaitu munculnya sikap negatif pada bahasa
Kuriklum Tingkat Satuan Pendidikan. Indonesia.
Namun, sayangnya sebegitu rapinya struktur
Relevansi Materi dengan tujuan Pembela-
KTSP yang dikembangkan sekarang ini tidak
jaran
juga membuat prestasi belajar bahasa
Indonesia para pembelajar di pendidikan Demikian juga pengajaran bahasa
formal yang menggembirakan. Indonesia lebih menekankan pada aspek
Adakah hal ini disebabkan oleh perasaan medianya dari pada aspek bahasanya. Dalam
bahwa setiap warga negara Indonesia yang buku pelajaran bahasa Indonesia untuk
belajar bahasa di dunia pendidikan formal itu SMA/MA kelas XII semester 1 tulisan
berangkat dengan modal "merasa sudah dapat Setyartiningsih, S.Pd., terbitan Pratama Mitra
berbahasa Indonesia" dengan baik, benar dan Aksara (tanpa tahun) pada standart
beretika? Dengan kata lain, tenaga pendidik kompetensi dicantumkan ada empat yang
Indonesia yang mengajar bahasa Indonesia ingin dicapai antara lain (1) memahami
pada siswa yang berbahasa Indonesia informasi, (2) mengungkapkan pendapat, (3)
merupakan tantang terberat. Tantangan ini memahami artikel dan pidato, dan (4)
menjadi sangat krusial karena siswa yang mengunkapkan infromasi dalam bentuk surat
diajar berbahasa Indonesia tersebut dinas. Sedangkan kompetensi dasarnya dalah
menempatkan bahasa pada fungsi sosialnya (1) membedakan antara fakta, (2) menagapi
sebagai sarana komunikasi saja. Sebagai sarana pembacaan puisi, menemukan ide pokok dan

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 65
permasalahan dalama artikel, dan (4) menulis Untuk itu, materi pembelajaran bahasa
surat lamaran. Dari standart kompetensi dan Indonesia paling tidak memuat tentang fase
kompetensi dasar tersebut sama sekali ddak antara lain sejarah BI hendaknya
terakomodir dalam perumusan soal-soal yang memperlihatkan peran BI dalam tiga fase
membicarakan perihal bahasa. Demikian juga historis terbentuknya nasionalitas, bangsa, dan
pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas 2 negara Indonesia, seperti dikemukakan Anwar
terbitan Yudistira tahun 2010, pelajaran (2008) berikut ini, (1) fase pembentukan
pertama sampai terakhir saya tidak konsep kebangsaan, (b) fase pergerakan
menemukan penggunaan huruf kapital, kemerdekaan, dan, (c) fase penanaman
apakah memang sudah seperti itu? identitas.
Tantangan bagi tenaga pendidik bahasa Tantangan Bahasa Asing dan Bahasa
Indonesia di atas sekaligus menjadi peluang Daerah
yang sangat strategis bagi tenaga pendidik
untuk menemukan materi atau metode Seperti halnya tantangan dan peluang
pembelajaran bahasa pada penutur yang sudah yang dihadapi tenaga pendidik bahasa dan
"dapat" menggunakan bahasa tersebut. Dalam sastra Indonesia, tantangan dan peluang yang
tataran ini, tenaga pendidik bahasa Indonesia dihadapi oleh pendidik bahasa daerah pun
dituntut untuk mencurahkan pikirannya untuk relatif sama, yaitu untuk tingkat permulaan
merumuskan dan memformulasikan materi pembelajaran bahasa daerah dilakukan pada
pembelajaran bahasa Indonesia yang dapat siswa yang memiliki bahasa daerah tersebut.
memotivasi mereka untuk belajar sungguh- Sehingga di sini dituntut pendidik untuk dapat
sungguh serta menemukan cara-cara yang berkreasi meramu materi dan menetapkan
menarik untuk penyajian materi itu. metode yang cocok bagi pembelajaran bahasa
Apabila kita menelaah secara seksama daerah pada penuturnya sendiri. SeFain
materi pembelajaran bahasa Indonesia dari tantangan di atas, tenaga pendidik bahasa dan
tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan sastra daerah memilik tantangan lain seperti,
tinggi, tidak ada satu pun pokok bahasan yang (a) Otonomi daerah menuntut identitas
mencoba memotivasi pembelajar agar mau kedaerahan, (b) Kehendak memunculkan
belajar bahasa Indonesia dengan sungguh- mulok bahasa daerah, (c) Desakan agar
sungguh. Dengan kata lain, dalam materi menggunakan bahasa pengantar bahasa ibu
pembelajaran bahasa Indonesia tersebut tidak dan (d) Kondisi ini (b dan c) bagai gayung
ditemukan satu materi pembelajaran yang bersambut dengan kondisi (a), sehingga
dapat memotivasi agar siswa mau dituntut guru yang mampu mendesain
menanggalkan perasaan "merasa sudah dapat pembelajaran bahasa daerah yang tidak
berabahasa Indonesia" itu. Untuk itu, menur membentuk semangat etnosentris yang
ut hemat saya ada satu materi pembelajaran berlebihan.
bahasa Indonesia yang dilupakan untuk Apabila kewenangan daerah yang
disajikan sebagai upaya menciptakan dimaksudkan dalam Undang-undang Nomor
prakondisi sebelum belajar menggunakan 22 tahun 1999 dikaitkan dengan kebijakan
bahasa Indonesia secara baik dan benar politik bahasa nasional yang dirumuskan
diberikan. Materi itu adalah materi "Sejarah tahun 2000, sebagai jabaran dari penjelasan
Bahasa Indonesia", yang secara umum pasal 36 UUD 1945, maka dapatlah dikatakan
substansi isinya digambarkan berikut ini. bahwa kewenangan untuk memelihara dan
mengembangkan bahasa-bahasa daerah

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 66
sebagai bagian dari unsur kebudayaan merupakan bentuk ekstrim dari kondisi
Indonesia dilakukan oleh masing-masing otonomi daerah yang justeru akan
daerah yang memiliki bahasa itu sendiri. menggoyahkan persatuan bangsa.
Apresiasi terhadap konsep pemeliharaan dan Kemungkinan akan terwujudnya kekhawadran
pembinaan bahasa bahasa daerah oleh ini semakin didukung oleh angin reformasi
masing-masing daerah dapat muncul dalam yang mulai terhembus dalam satu dasawarsa
bentuk yang beranekaragam. Hal ini lebih- terakhir ini dan arus globalisasi yang
lebih jika dikaitkan dengan spirit yang cenderung menuntut sedap komunitas, baik
terkandung dalam Undang-Undang Nomor dalam lingkup kedaerahan maupun nasional
22 tahun 1999 itu adalah pemberian untuk memiliki jati did yang kuat demi
wewenang seluas-luasnya bagi daerah untuk memenangkan persaingan yang begitu ketat.
berkembang dengan memanfaatkan potensi Kiranya masih segar dalam ingatan kita,
yang ada di daerah itu sendiri secara beberapa kasus yang mengarah pada
maksimal. Keadaan ini akan memunculkan disintegrasi nasional, seperti kasus Maluku
kondisi saling menyaingi antardaerah dalam dan Papua masih menjadi ancaman bagi
mengembangkan potensi yang ada di masing- keutuhan NKRI.
masing wilayah (daerah). Persaingan itu, Namun, sebenarnya kekhawatiran dan
termasuk pula persaingan dalam upaya kasus-kasus di atas tidak harus terjadi selama
merealisasikan apresiasi mereka terhadap potensi keanekaragaman budaya yang
pemeliharaan dan pengembangan kebudayaan tercermin pada daerah-daerah yang
daerah, yang di dalamnya termasuk bahasa membentuk negara Kesatuan Republik
(daerah) seperti yang diamanatkan dalam Indonesia ini dapat dikelola secara baik.
UUD 1945 tersebut. Pengelolan yang dimaksud salah satunya
Seiring dengan itu, suasana yang semakin dalam bentuk memperkuat rasa kebersamaan
memberi ruang gerak bagi berkembangnya dalam perbedaan melalui penumbuhan
semangat kedaerahan akan semakin terbuka. kesadaran secara suka rela berdasarkan
Itu artinya, bahwa apabila kondisi yang pemahaman yang tidak bersifat memaksa,
memberi otonomi yang seluas-luasnya pada tetapi berdasarkan perenungan yang intens
daerah untuk mengatur dirinya sendiri ddak melalui justifikasi empirik yang memang
difahami dalam konteks hidup berbangsa dan dapat dicerna akal sehat (rasional) .Pengelolan
bernegara, maka dapat menjadi ancaman bagi yang demikian itu haruslah menjadi kebijakan
kelangsungan hidup Negara Kesatuan nasional yang dimungkinkan untuk
Republik Indonesia. Kasus pengakuan diterapkan di daerah-daerah. Untuk itu
penutur isolek Adonara Timur dan Adonara diperlukan titik tolak yang sama, yang
Barat yang mengklaim bahwa mereka menjadi komitmen bersama.
menggunakan isolek yang bersatatus bahasa Dalam konteks itu, keberadaan bahasa-
yang berbeda hanya karena keinginan bahasa daerah di Indonesia, yang tidak kurang
Adonara Timur membentuk daerah otonom dari 471 buah (Identifikasi Pusat Bahasa,
baru (kabupaten) yang terpisah dari Adonara 2009), dapat membantu menyediakan bukti
Barat, atau kehendak masyarakat di Wilayah empirik guna memberi inspirasi bagi
Kabupaten Sumbawa Barat membentuk perenungan yang intens serta menjadi titik
Lembaga Adat sendiri yang terpisah dari pijak yang sama untuk menumbuhkan
Lembaga Adat Sumbawa setelah mereka komitmen bersama. Bukti yang dimaksud
berhasil membentuk daerah otonom baru berupa data-data yang menunjukkan

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 67
kekerabatan antarbahasa yang ada berupa tingkat pendidikan siswa.Untuk tingkat
kesepadanan kaidah-kaidah kebahasaan, baik sekolah dasar pembelajaran bentuk berkerabat
kesepadanan pada tataran bunyi, maupun dapat diprioritaskan pada bentuk berkerabat
kesepadanan pada tataran gramatika dalam bahasa yang diajarkan, jadi berupa
(morfologi dan sintaksis), dan tataran makna bentuk berkerabat dalam dialek-dialek bahasa
(semantik). Dengan memanfaatkan kajian itu disamping mengajarakan bahasa untuk
linguistik, khususnya linguistik historis pengembangan logika, etika, dan estetika.
komparatif dan dialektologi diakronis, Pada skala yang lebih luas model yang
bentuk-bentuk yang berkesepadanan dikembangkan pada level daerah itu dapat
(berkorespondensi) itu dapat dijelaskan ditingkatkan menjadi model yang dapat
sebagai bentuk yang berbeda tetapi berasal berlaku pada lintas daerah, misalnya setelah
dari satu bentuk yang sama, yang diwujudkan peserta didik mencapai jenjang pendidikan
melalui pengembangan materi muatan lokal yang lebih tinggi, misal ketika mulai memasuki
bahasa daerah yang berdimensi kebhinnekaan jenjang SLTP ke atas, dapat mengambil
untuk diajarkan di sekolah-sekolah (termasuk perbandingan pada lintas bahasa, bukan lagi
perguruan tinggi). lintas dialek dalam satu bahasa. Bahkan lebih
Untuk materi yang mengandung dimensi jauh dari itu dapat dijadikan model untuk level
kebhinnekaan akan dititipkan pada nasional, dalam arti sistem pengajarannya yang
pembahasan aspek kebahasaan, khususnya bersifat kekerabatan-kontrastif tersebut dapat
pada subtopik pembahasan kosakata. Materi diambil pada bahan-bahan bahasa lain yang
tersusun berupa teks bacaan dalam dialek penuturnya lebih banyak dan memiliki tradisi
bahasa Standar yang di dalamnya sengaja tulis yang kuat, misalnya ketika mengajarkan
dimasukkan unsur-unsur leksikal yang materi muatan lokal bahasa Sasak di daerah
memiliki relasi kekerabatan dengan unsur- yang berpenutur bahasa Sasak, bentuk yang
unsur leksikal dialek-dialek atau bahasa-bahasa berkerabat dapat dicarikan pada tingkat
lainnya. kekerabatan bahasa yang yang lebih tinggi
Pada pembahasan subtopik kosa kata, misalnya, tingkat Autronesia seperti bahasa
unsur leksikal dialek standar yang memiliki Sasak, Sumbawa, Melayu, Jawa, dan bahasa
relasi kekerabatan tersebut diangkat kembali Tarpia di Papua, karena bahasa-bahasa itu
untuk ditunjukkan padanannya dalam dialek- merupakan bahasa-bahasa yang berkerabat
dialek lain dari bahasa yang diajarkan atau pada level tersebut. Semakin tinggi tingkat
dengan bentuk berkerabat dalam bahasa lain pendidikan seseorangmaka semakin banyak
sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Pada bahasa daerah lain yang diketahui berkerabat
saat itulah guru menjelaskan hakekat dengan bahasa daerahnya, dan dalam pada itu
perbedaan dari unsur-unsur leksikal tersebut akan semakin luaslah pemahamannya tentang
dengan mengaitkannya pada sebuah bentuk makna yang terkandung dalam semboyan
asal yang sama. Bersamaan dengan itu pula, Bhinneka Tunggal Ika.
pesan keanekaragaman dalam ketunggalikaan HASIL
dapat disampaikan. Mengingat bahwa
banyaknya bahasa daerah yang tumbuh dan Hasil pembelajaran adalah semua efek
berkembang di Indonesia maka sungguh amat yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang
banyak bentuk berkerabat yang akan nilai dari penggunaan metode pembelajaran
ditemukan di antara bahasa-bahasa itu. Untuk (Salamun, 2002).Variabel hasil pembelajaran
itu, penataan materi disesuaikan dengan dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian,

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 68
yaitu kefektifav, (2) efisiensi, dan (3) daya yang ingin dicapai yang sering mempengaruhi
tarik. keputusan perancang pembelajaran dalam
Hasil pembelajaran dapat berupa hasil melakukan pilihan metode sebaiknya
nyata (actual outcomes), yaitu hasil nyata yang digunakan klasifikasi variabel-variabel
dicapai dari penggunaan suatu metode di pembelajaran tersebut secara keseluruhan
bawah kondisi tertentu, dan hasil yang ditunjukkan dalam diagram berikut.
diinginkan (desired outcomes), yaitu tujuan

Kondisi Tujuan dan karakteristik Kendala dan Karakteristik siswa


bidang studi karakteristik bidang
studi

Metode Strategi Strategi Strategi pengelolaan


pengorganisasian penyampaian pembelajaran
pembelajaran: strategi pembelajaran
makro dan strategi mikro

Hasil Keefektifan, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran


Diagram 1: Taksonomi variabel pembelajaran (diadaptasi dari Reigeluth dan Stein: 1983)

Keefektifan pembelajaran dapat diukur pada penutur bahasa itu sendiri. Sebagai
dengan tingkat pencapaian pebelajar. pengajar bahasa pada penutur bahasa itu
Efisiensi pembelajaran biasanya diukur rasio sendiri, maka tantangan yang paling berat
antara keefektifan dan jumlah waktu yang dihadapi adalah menghilangkan perasaan
dipakai pebelajar dan atau jumlah biaya "sudah dapat menggunakan bahasa yang
pembelajaran yang digunakan.Daya tatik diajarkan itu" yang menyelimuti did
pembelajaran biasanya juga dapat diukur pembelajar/siswa. Perasaan ini muncul
dengan mengamati kecenderungan siswa sebagai akibat dari pemahaman akan fungsi
untun tetap terus belajar. Adapaun daya tarik bahasa sebagai sarana komunikasi.
pembelajaran erat sekali dengan daya tarik Selain tantangan di atas, tenaga pendidik
bidang ,studi.Keduanya dipengaruhi kualitas BI menghadapi pula tantangan yang tidak
belajar. kalah beratnya, yaitu: (a) demam pada
sesuatu yang beriabel internasional yang
CATATAN PENUTUP ditandai oleh banyaknya bermunculan SB1
Pada dasarnya, bahwa pembelajaran yang indikatornya menggunakan bahasa
bahasa tidak hanya memfokuskan pada spo pengantar bahasa asing,
semata tetapi linguistic funsionalpun dapat (b) sikap keterjajahan yang selalu menjadi
dijadikan pertimbangan. Tantangan subordinat negara asing termasuk masalah
pembelajaran bahasa Indonesia ada pada pemakaian bahasa, dan (c) kedua hal itu
tenaga pendidik, baik sebagai tenaga pendidik membawa konsekunsi pada munculnya sikap
BI maupun BD memiliki tantangan yang negatif pada bahasa Indonesia. Adapun
relatif sama yaitu men j adi pengaj ar bahasa untuk

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 69
tenaga pendidik BD selain tantangan di atas mengaktualisasikan dirinya secara maksimal.
juga masih harus menghadapi tantangan Anak yang sedang mengalami pertumbuhan
lainnya yaitu: (a) otonomi daerah menuntut perlu dididik untuk dapat mengembangkan
identitas kedaerahan, (b) kehendak berbagai potensi dan kepribadiannya melalui bahasa.
wilayah di Indonesia memunculkan mulok Anak ddak lagi dipaksakan untuk menurud
bahasa daerah, (c) desakan (internasional) keinginan orang tua (dalam batas-batas
agar menggunakan bahasa pengantar bahasa tertentu), sebaliknya orang tua hanya sebagai
ibu dalam pendidikan formal di Indonesia. fasilitator untuk menolong anak menemukan
Untuk tenaga pendidik BI tantangan di bakat atau minatnya. Antara orang tua
atas sekaligus menjadi peluang untuk lebih dengan anak atau antara guru dengan murid
berkreasi dalam menemukan materi dan perlu dibangun dialog )rang dinamis, bukan
model pembelajaran BI yang tidak hanya dialog yang bersifat otoriter dan searah.
mengajarkan bahasa sebagai sarana
komunikasi tetapi materi pembalajaran BI
DAPTAR PUSTAKA
sebagai identitas keindonesiaan. Materi
dimaksud dapat diracik dari rajutan sejarah
bahasa Indonesia dalam fase pembentukan Anwar, Ahyar. 2008. "Bahasa Indonesia dan
konsep kebangsaan, fase pergerakan Realitas Indonesia".Makalah Kongres
kemerdekaan, dan fase penanaman idendtas. Bahasa Indonesia ke-IX, di Jakarta.
Adapun untuk guru BD tantangan (b dan Alisjahbana, Sutan Takdir. 1981. Tatabahasa
c) bagai gayung bersambut dengan tantangan Baru Bahasa Indonesia I. Jakarta: Dian
(a), yang menuntut tanaga pendidik BD Rakyat (Cetakan pertama 1949).
mampu mendesain pembelajaran BD yang Basiran, Mokh. 1999. Apakahyang Dituntut
ddak hanya bertujuan untuk pengembangan GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum
logika, etika, dan estetika, tetapi juga materi 1994?. Yogyakarta: Depdikbud
pembelajaran yang bertujuan untuk mengikis
Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir
semangat etnosentris yang berlebihan. Dalam
Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia
hal ini materi bahasa daerah yang berdimensi
sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan
kebhinekaan dengan memanfaatkan variasi
dalam Konferensi Internasional
bahasa yang berkerabat.
Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai
Dalam UUD 1945 dan UU No. 20 tahun Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas
2003 tentang Sisdiknas telah dijelaskan secara Kristen Satya Wacana
mendasar ihwal landasan filosofis yang
menjadi prinsip dasar pembangunan Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran
pendidikan di Indonesia. Salah satu landasan Mengorganisasi Isi dengan Model
filosofis tersebut menegaskan bahwa Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI
pendidikan pada hakikatnya merupakan Hyme, Dell. 1972. "On Communicadve
upaya pemberdayaan manusia seutuhnya. Competence". Pride dan Holmes (ed.).
Sebagai upaya pemberdayaan manusia 1972. Inhelder, B. dan J. Peaget.
seutuhnya, maka pendidikan menganut Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pengantar
paradigmaa penempatan manusia sebagai Sejarah Indonesia Baru: Sejarah
subjek bukan objek pendidikan.Suatu Pergerakan Nasional dari Kolonialisme
paradigma yang memperlakukan anak sebagai Sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia
manusia yang utuh, yang memiliki hak untuk Pustaka Utama

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 70
Kaswanti Purwa, Bambang. 1990. Pragmatik Berkerabat (Bahasa Sasak Stnadar: Kajian
dan Pengajaran Bahasa: Menyibak dari Aspek Sosiolinguistik)". Laporan
Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius. Penelitian tahun II, RUT V, Dewan Riset
Kelly, L.G. 1976. 25 Centuries of Language Nasional.
Teaching. Rowley (Mass.): Newbury Mahsun. 2010 Menggagas Pembelajaran
House Publishers. bahasa yang bernuansa Keindonesiaan:
Keraf, Gorys. 1984. Tatabahasa Indonesia tantangan dan peluangnya bagi tenaga
untuk Sekolah lanjutan Atas. Ende: Nusa pendidik bahasa dan sastra Indonesia dan
Indah. daerah. Makalah disampaikan pada
seminar Nasional di Palu.
Kroskrity, Paul. 2000. Identity. Journal of
Linguistic Antrophology.Volume 9(1-2). Moeleong, Lexy J. 2000Metodologi
Penelitian Kualitatij. Bandung: PT.
Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Remaja Rosyda Karya.
Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi. Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran
Mahsun. 1998. "Pengembangan Materi Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang
Muatan Lokal yang Berdimensi Salamun, M. 2002J'trategi Pembelajaran
Kebhinnekatunggalikaan dan Bahasa Arab di Pondok Pesantren. Tesis..
Pengajarannya: Penyusunan Bahan Tidak diterbitkan
pelajaran Bahasa Sasak dengan
Saragih, Amrin. 2010. Kontribsu linguistic
Memanfaatkan Variasi Bahasa yang
Fungsional Sistemik dalam
Berkerabat (Variasi Dialektal Bahasa
Pembangunan. Makalah disampaikan
Sasak)". Laporan Penelitian tahun I, RUT
pada seminar Nasional di Palu.
V, Dewan Riset Nasional.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun
Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran
2005 tentang Standar Nasional
Bahasa IndonesiaKomunikatif. Jurnal
Pendidikan
Bahasa dan Sastra UM
Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen ke
Mahsun. 1999. "Pengembangan Materi
Empat 2002.
Muatan Lokal yang Berdimensi
Kebhinnekatunggalikaan dan Undang-Undang Rl Nomor 20 Tahun 2003
Pengajarannya: Penyusunan Bahan tentang Sistem Pendidikan Nasional.
pelajaran Bahasa Sasak dengan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahu 2005
Memanfaatkan Variasi Bahasa yang tentang Guru dan Dosen.

BAHTERA : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Tahun 13, No. ljanuari 2014 71

Anda mungkin juga menyukai