BAB II - Tugas Dari Pak Aji Fiks
BAB II - Tugas Dari Pak Aji Fiks
KAJIAN TEORI
Berdasar elaborasi pada bagian pendahuluan, maka dalam kajian teori ini
akan dibahas tentang administrasi publik dan pelayanan publik, yang akan
membahas tentang perkembangan administrasi publik dan keterkaitannya dengan
ilmu yang mendasari administrasi pelayan publik, pada sub bab berikutnya akan
membahas tentang bagaimana ilmu-ilmu tentang kebijakan publik tersebut perlu
diformulasikan dengan dasar-dasar yang melandasi serta membahas bagaimana
peran aktor dalam memformulasikan kebijakan publik, serta membahas bahwa
kebijakan publik sebagai ilmu yang mengatur ketatanegaraan, sangat diperlukan
sebelum proses implementasi dilaksanakan. Pada sub bab berikutnya membahas
tentang teori-teori implementasi kebijakan layanan [pendidikan nonformal
sebagai substansi kebijakan dalam penelitian ini.
Dalam new public menurut Hood dalam Vigoda (2003:813) terdapat tujuh
komponen doktrin yaitu: (1) pemanfaatan manajemen profesional, (2)
penggunaan indikator kinerja, (3)penekanan yang lebih besar pada kontrol ouput,
(4) pergeseran yang lebih besar pada unit-unit yang lebih kecil, (5) kompetisi
yang lebih tinggi, (6) penekanan gaya sektor swasta dalam praktik manajemen, (7)
penekanan pada disiplin dan [enghematan dalam penggunaan sumber daya.
Disamping proses dan dampak implementasi, Van Meter and Van Horn
(1974) membedakan secara tegas antara konsep implementasi, kinerja (proses),
dan dampak. Definisi selegkapnya adalah:
Setelah itu, kebijakan alokasi sumber dana yang tepat merupakan salah
satu faktor penentu dalam program pelayanan. Pengambil kebijakan
menetapkan tingkat batas ambang penyediaan dana. Tingkat ambang yang
tidak memadai akan menyebabkan suatu program gagal sebelum dimulai.
Sebaliknya, tingkat batas ambang pendanaan program yang memadai
memang dapat menunjang, sekalipun tidak menjamin bahwa suatu program
akan dapat segera dimulai dengan cepat dan lancer.
Kedua, berasal dari apa yang mereka kemudian dikenal dengan sebutan
pendekatan adaptif atau interaktif dalam implementasi, yang menekankan
adanya penyesuaian-penyesuaian terhadap tujuan dan strategi yang dilakukan
oleh para aktor selama proses implementasi berlangsung, sehingga pembedaan
yang tegas antara rumus dan implementasi itu tidak lagi bermakna Rondinelli
(dalam Wahab; 2005).
Disamping itu, perlu disadari bahwa apa yang terjadi pada tahap
implementasi akan mempengaruhi hasil akhir kebijakan. Sebaliknya, peluang
keberhasilan dalam mewujudkan hasil akhir yang diinginkan akan semakin
besar jika sejak merancang bangun kebijakan telah dipikirkan masak-masak
berbagai kendala yang mungkin muncul pada saat implementasinya.
Selanjutnya perlu dicermati terlebih dahulu pendapat para pakar apa yang
dimaksud dengan dampak tersebut. Menurut Cook dan Sciolo (1975) serta
Dolbeare (1975)dalam Pearsons (1995) berpendapat: policy impact analysys
entails an extension of this research area while, at the same time, shifting
attention toward the measurement of the consequences of public policy. In other
word, as opposed to the study of what causes policy, impact analysis on the
question of what policy causes. Menurut pendapat ini secara singkat bahwa
analisis dampak kebijakan memusatkan pada masalah what policy causes sebagai
lawan dari kajian what causes policy. Menurut Thomas R. Dye (2005) yang
termasuk dampak kebijakan adalah: (1) The impact on target situationsor group;
(2) the impact on as well asimmediate conditions, (4) Its direct cost in term of
resources devote to the program, and (5) its indirect cost, including loss of
opportunities to do other things. Islamy (2003) membedakan dampak kebijakan
ke dalam policy impact/outcomes dan policy output. Policy impact/outcomes
merupakan akibat-akibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan
dilaksanakan suatu kegiatan kebijakan. Sedangkan yang dimaksud dengan policy
output adalah sesuatu yang telah dihasilkan dengan adanya program perumusan
kebijakan. Dari Pengertian tersebut, dampak mengacu pada adanya
perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh suatu implementasi kebijakan.
Setiap kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak
tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang positif (intended) maupun yang
negatif (anintended) selanjutnya Islami (2003) mengemukakan beberapa bentuk
konsekuensi kebijakan, yaitu: (1) Kebijakan dari kebijakan yang diharapkan atau
tidak diharapkan; (2) Limbah kebijakan terhadap mereka yang bukan dari sasaran
kebijakan; (3) Dampak kebijakan terhadap kondisi sekarang atau kondisi
mendatang; (4) Dampak kebijakan terhadap biaya langsung; dan (5) Dampak
kebijakan terhadap biaya tidak langsung.
“in our view both actors and institution play a crucial role in the policy
process, even though one may be more important than the other in specific
intances. Individuals, group, classes, and states participating in the policy
process no doubt have their own interest, and the outcomes of their effort,
are shaped by institutional factors”
para aktor dan institusi atau organisasi berperan penting dalam proses
kebijakan, walaupun tergantung pada isu kebijakan. keterkaitan para aktor dan
institusi digambarkan pada gambar 2.3. berikut
Kebijakan dibuat oleh subsistem kebijakan yang terdiri dari para aktor yang
terkait dengan masalah kebijakan. Subsistem kebijakan merupakan forum di
mana melakukan persuasif dan negosiasi untuk memenuhi kepentingannya.
Adapun istilah “aktor” tersebut meliputi aktor sosial dan aktor pemerintahan yang
terlibat dalam proses kebijakan titik keterlibatan tersebut dapat secara langsung
sehingga disebut anggota jaringan kebijakan (policy network) dan keterlibatan
secara tidak langsung, yakni keterlibatan dalam konteks yang lebih umum
sehingga disebut anggota komunitas kebijakan (policy communities).
Berdasarkan pendapat tersebut menyiratkan pentingnya identifikasi para
aktor kebijakan publik. Untuk mengidentifikasi aktor kebijakan, Wahab (1999)
mengemukakan perlunya perumusan secara cermat ruang kebijakan (Policy
Space) yang kemudian mengaitkan dengan wilayah kebijakan (Policy Area).
Ruang kebijakan diindikasikan dengan adanya sejumlah aktor yang kehadirannya
relatif stabil dan kepentingannya terhadap suatu kebijakan mudah dilihat.
Sedangkan wilayah kebijakan merupakan bagian dari lingkungan politik yang
langsung berhubungan dengan kebijakan yang akan dianalisis.
2.5.2 Alec Ian Gersberg, Ben Meade Dan Sven Anderson, 2004
Dalam providing better education services to the poor: accountability
and contekxt in the case Guatemalan decentralization dibahas bagaimana model
reformasi berbasis masyarakat dapat sejajar dengan world development report
2004 yang merupakan kerangka kerja akuntabilitas bank dunia. Penelitian ini
menggunakan studi kasus kualitatif sekolah dasar pedesaan di Guatemala.
Mereka mengkaji tata pemerintahan daerah melalui wawancara dengan berbagai
pejabat sementara menurut world bank kerangka akuntabilitas kedua muncul
tepat ketika dilakukan reformasi, khususnya model yang memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada orang tua, baik dalam menghadapi
tantangan tantangan yang terkait dengan – masalah praktek desain model
terutama manajemen sumber daya manusia yang melibatkan baik dukungan
memadai dan kompensasi yang lebih rendah untuk guru – dan kesulitan dalam
mengadaptasi model informasi untuk konteks local. Secara keseluruhan,
kerangka akuntabilitas menyediakan heuristik yang berguna dan lensa untuk
melihat desain dan pelaksanaan proyek, tetapi, seperti halnya generalisasi
berasal dari “praktik terbaik” rincian masalah. Kami membahas pentingnya
menyoroti tantangan umum reformasi seperti desentralisasi, sambil memperoleh
pengakuan global, melibatkan masyarakat setempat dalam pengelolaan
pendidikan dan urgensi konteks lokal dalam menentukan keberhasilan
reformasi.
2 Alec Ian Gesberg, Ben Meade Providing better education services to the
dan Sven Adersson (2004) poor : Accountability ang Context in the
Case of Guatemalan Decentralization
Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi kasus kualitatif dari sekolah dasar pedesaan
di Guatemala, yang mengkaji tata pemerintahan daerah melalui wawancara
berbagai pejabat. Menurut World Bank akuntabilitas muncul tepat ketika
dilakukan reformasi, terutama pemberian kewenangan lebih besar kepada
orangtua, baik dalam menghadapi tantangan tantangan terkait dengan masalah
praktek model -terutama manajemen sumber daya manusia dan kompensasi
untuk guru- dan kesulitan menghadapi mengadaptasi model reformasi untuk
konteks local. Secara keseluruhan, kerangka akuntabilitas menyediakan
heuristik yang berguna dan pandangan untuk melihat model dan pelaksanaan
proyek, tetapi, generalisasi berasal dari “praktek terbaik”. Tantangan umum
reformasi seperti desentralisasi, dan pengakuan global diatasi dengan
melibatkan masyarakat setempat mengelola pendidikan dan memperhatikan
konteks lokal dalam menentukan keberhasilan reformasi tersebut.
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian
Dijelaskan: anggaran propinsi digunakan sebagai sarana ekonomi produktif
dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang meliputi kegiatan a) ekonomi
mencakup budidaya perikanan program pertanian kelompok tani program
pembinaan dan peningkatan mutu sumber daya, b) Pendidikan dan
Kebudayaan mencakup beasiswa partisipasi hari besar keagamaan, c) bidang
kesehatan, d) bidang pembangunan fasilitas sosial proses pemberdayaan
masyarakat meliputi perencanaan pelaksanaan monitoring dan evaluasi
sedangkan bentuk pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa adalah: 1)
kontribusi dalam formulasi 2) implementasi kebijakan, 3) monitoring dan
evaluasi. Lebih lanjut, model yang direkomendasikan untuk perayaan
masyarakat adalah model kemitraan produktif dimana pemerintah daerah dan
perusahaan swasta maupun masyarakat bersama-sama memberikan dukungan
kegiatan pemberdayaan berdasarkan prinsip simbiosis mutualisme.
HasilPenelitian
Birokrasi publik bisa lebih unggul dalam suatu situasi atau buruk dalam situasi
lain, sehingga tidak dapat dipakai untuk jenis pelayanan yang sama dalam
kondisi yang sama. Dengan melihat aspek transaksi, Ouchi (1980)
mengidentifikasi empat variable penentu apakah organisasi pelayanan publik
dikelola oleh swasta atau Negara (organisasi publik). Empat variable tersebut:
1) jenis dan karakteristik pelayanan, 2) persyaratan informasi, 3) persyaratan
normative, dan 4) tingkat kepercayaan organisasi jaringan. Jenis dan
karakteristik pelayanan adalah derajat tersulit dalam mengukur layanan.
Semakin sulit melakukan pengukuran terhadap pelayanan maka birokrasi
publik semakin berperan didalamnya, dan semakin mudah pengukuran,
organisasi swasta yang cocok untuk pelayanan publik. Dalam suatu situasi
pengukuran kualitas sulit dilakukan maka birokrasi publik yang harus
melakukan pemantauan. Selain pemantauan ini memerlukan biaya tinggi,
dalam kondisi seperti ini birokrasi publik dapat bekerja lebih efektif.
Sebaliknya ketika pengukuran kualitas pelayanan publik mudah dilakukan,
mekanisme pasar lebih cocok karena kualitas pelayanan mudah diukur dan
pemerintah lebih mudah memantau apakah pelayanan sektor swasta sudah
dilakukan sesuai dengan ketentuan tanpa merugikan masyarakat. Informasi
mengenai harga pelayanan merupakan variabel kedua yang mempengaruhi
efektivitas pelayanan publik, apakah dilakukan sektor swasta atau birokrasi
publik. Dalam situasi di mana informasi mengenai hargapelayanan tidak
tersedia maka sector swasta kesulitan untuk menentukan atau menghitung rugi
labanya. Dalam situasi semacam ini maka birokrasi publik menjadi alternatif
yang lebih baik dalam melakukan pelayanan publik.