Anda di halaman 1dari 16

Obstruksi Saluran Napas Atas (OSNA)

1. Anatomi Saluran Napas Atas


1.1. Hidung
Bentuk luar hidung sangat bervariasi dalam hal ukuran dan bentuk, terutama
karena perbedaan pada tulang rawan hidung. Punggung hidung yang meluas dari akar
hidung di wajah ke puncaknya (ujung hidung) . Hidung meliputi bagian eksternal yang
menonjol dari wajah dan bagian internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur
udara. Hidung bagian luar tertutup oleh kulit dan disupport oleh sepasang tulang
hidung.

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga
hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum.
Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi 3 saluran oleh penonjolan turbinasi atau
konka dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang
sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi
secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan
bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.
Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke bagian
posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi atas 2 bagian,
yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara transversal oleh konka
superior, medialis, dan inferior.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru.
Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab
terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung.
Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia.
Pendarahan dinding medial dan lateral cavitas nasi terjadi melalui cabang arteria
spheno palatina, arteria ethmoidalis anterior dan arteria ethmoidalis posterior, arteri
palatina mayor, arteri labialis superior, dan rami lateralis arteria facialis. Plexus
venosus menyalurkan darah kembali ke dalam vena sphenopalatina, vena facialis, dan
vena ophtalmica.
Persarafan bagian dua pertiga inferior membran mukosa hidung terutama terjadi
melalui nervus nasopalatinus, cabang nervus cranialis V2. Bagian anterior dipersarafi
oleh nervus ethmoidalis anteior, cabang nervus nasociliaris yang merupakan cabang
nervus cranialis V1. Dinding lateral cavitas nasi memperoleh persarafan melalui rami
nasales maxilaris (nervus cranialis V2), nervus palatinus major, dan nervus ethmoidalis
anterior.

1.2. Faring
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang
menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak. Faring
meluas dari dasar cranium sampai tepi bawah kartilago cricoidea di sebelah anterior
dan sampai tepi bawah vertebra cervicalis VI di sebelah posterior. Dinding faring
terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot faring. Lapisan otot sirkular di sebelah luar
terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapisan otot internal yang terutama teratur
longitudinal, terdiri dari muskulus palatopharyngeus, musculus stylopharingeus, dan
musculus salphingopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan laring sewaktu
menelan dan berbicara.
Arteria tonsillaris, cabang arteria facialis melintas lewat musculus constrictor
pharyng superior dan masuk ke kutub bawah tonsil. Tonsila palatina juga menerima
ranting-ranting arterial dari arteria palatina ascendens, arteria lingualis, arteria palatina
descendens, dan arteria pharyngea ascendens.
Ketiga muskulus konstriktor faring dipersyarafi oleh plexus pharyngealis (nervus
glossopharyngeus) yang terletak pada dinding lateral faring, terutama pada muskulus
konstriktor faringealis medius. Susunan secara bertumpang tindih muskulus konstriktor
menyisakan empat celah pada otot-otot tersebut untuk struktur yang memasuki faring.
1.3. Laring
Laring tersusun atas 9 Kartilago (6 Kartilago kecil dan 3 Kartilago besar).
Terbesar adalah kartilago tiroidea yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya
mengalami penonjolan membentuk jakun, dan di dalam kartilago ini ada pita suara.
Sedikit di bawah kartilago tiroid terdapat kartilago cricoid. Laring menghubungkan
Laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis tengah anterior dari leher pada
vertebrae cervical 4 sampai 6.

Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring


juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas: epiglotis, glotis, kartilago
tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, plika vokalis dan plika vestibularis.

2. Definisi
Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas (laring)
yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.

3. Etiologi
Etiologi OSNA secara garis besar dapat dibagi menjadi kongenital, inflamasi,
trauma, tumor, dan etiologi lain.
Kategori Etiologi
Kongenital  Atresia koana
 Stenosis supraglotis, glotis, dan infraglotis
 Kista duktus tireoglosus
 Kista bronkiegen ukuran besar
 Laringokel ukuran besar
Inflamasi  Laringotrakeitis
 Epiglotitis
 Hipertrofi adenotonsiler
 Angina Ludwig
 Abses parafaring atau retrofaring
Trauma  Ingesti kaustik
 Fraktur tulang wajah atau mandibula
 Trauma laringotrkeal
 Edema atau stenosis akibat intubasi lama
 Dislokasi krikoaritenoid
 Paralisis n. laringeus rekurens bilateral
Tumor  Hemangioma
 Higroma kistik
 Papiloma laring rekuren
 Limfoma
 Tumor ganas tiroid
 Karsinoma sel skuamosa laring, faring, atau
esofagus
Lain-lain  Benda asing
 Edema angioneurotik

4. Gejala Klinis
Gejala dan tanda sumbatan yang tampak adalah serak (disfoni) sampai afoni,
sesak napas (dispnea), stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu inspirasi.
Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium,
supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot
pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat. Gelisah karena pasien haus
udara (air hunger). Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia.

5. Diagnosis
Diagnosis OSNA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta
dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui etiologi serta letak
obstruksi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah laringoskopi direk atau
indirek, nasoendoskopi, foto soft tissue servikal AP dan lateral, foto toraks, CT Scan
kepala dan leher, serta biopsi.

6. Stadium
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium. Stadium I
ditandai dengan adanya retraksi di suprasternal dan stridor, pasien tampak tenang.
Stadium II ditandai dengan retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin
dalam, ditambah lagi dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium, pasien sudah
mulai gelisah. Stadium III ditandai retraksi selain di daerah suprastrenal, epigastrium
juga terdapat di infraklavikula dan di sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea.
Stadium IV ditandai dengan retraksi bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak
sangat ketakutan dan sianosis, jika keadaan ini berlangsung terus maka penderita akan
kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pada keadaan ini
penderita tampaknya tenang dan tertidur, akhirnya penderita meninggal karena asfiksia.

7. Tatalaksana
7.1. Intubasi Endotrakea
Intubasi endotrakeal adalah memasukan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau
melalui hidung kedalam trakea.

Indikasi intubasi endotrakea:


1. Untuk mengatasi sumbatan saluran napas atas
2. Membantu ventilasi
3. Memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial
4. Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari
lambung

Kontraindikasi intubasi endotrakea adalah trauma jalan napas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan intubasi seperti pada kasus trauma servikal yang
memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servikal.

Alat untuk intubasi:


 Laringoskopi
 Pipa endotrakea
 Pipa orofaring atau nasofaring
 Plester
 Forsep intubasi
 Suction

Teknik intubasi endotrakeal


Intubasi endotrakeal merupakan tindakan penyelamat (life saving procedure) yang
dapat dilakukan tanpa atau dengan analgetika topikal dengan xylocain 10%. Posisi
pasien tidur terlentang, leher sedikit fleksi dan kepala ekstensi. Laringoskop dengan
spatel bengkok dipegang dengan tangan kiri, dimasukan melalui mulut sebelah kanan,
sehingga lidah terdorong kekiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke valekula,
lalu laringoskop diangkat keatas, sehingga pita suara dapat terlihat, dengan tangan
kanan pipa endotrakea dimasukan melalui mulut terus melalui celah antara kedua pita
suara kedalam trakea.
Pipa endotrakea dapat juga dimasukan melalui salah satu lubang hidung sampai rongga
mulut dan dengan cunan magili ujung pipa endotrakea dimasukan kedalam celah antara
kedua pita suara sampai ke trakea. Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea
difiksasi dengan baik. Apabila menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien
yang tidur terlentang itu, pundaknya harus diganjang dengan bantal pasir sehingga
kepala mudah diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan dimasukan
mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat horizontal ke atas bersama-
sama sehingga laring jelas terlihat.
Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan dimasukan melalui celah pita suara
sampai ditrakea. Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea di fiksasi dengan
plester. Memasukan pipa endotrakea harus hati-hati karena dapat menyebabkan trauma
pita suara, laserasi pita suara timbul granuloma dan stenosis laring atau trakea.

7.2. Trakeostomi
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior trakea
untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas
jalan nafas bagian atas. Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi
dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ketiga. Sedangkan
menurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi dibagi dalam 1) trakeostomi
darurat (dalam waktu yang segera dan persiapan sarana sangat kurang) 2) trakeostomi
berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.

Anatomi
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea
berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior
pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus
utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di
sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas
trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya
setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus
trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan
adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid.

Indikasi trakeostomi
Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan gangguan non
obstruksi yang mengubah ventilasi dan pasien dengan crtical ill yang memerlukan
intubasi cukup lama (7-21 hari).
Gangguan yang mengindikasikan perlunya trakeostomi:
1. Untuk mengatasi obstruksi laring yang menghambat jalan nafas.
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) disaluran nafas atas seperti daerah rongga
mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang
masuk kedalam paru, tidak ada yang tertinggal diruang rugi itu. Hal ini berguna
pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
3. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam keadaan koma.
4. Untuk memasang alat bantu nafas (respirator)
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas
untuk bronkoskopi.
6. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig), epiglotitis
dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme serupa
Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan nafas yang progresif,
dibagi 4 stadium menurut Jackson:
1. Cekungan tampak pada waktu inspirasi disuprasternal, stridor pada waktu inspirasi
dan pasien masih tenang.
2. Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalan, ditambah lagi
dengan timbulnya cekungan di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah.
Stridor terdengar saat inspirasi.
3. Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di Infrakalvikula
dan sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor saat inspirasi dan
ekspirasi
4. Cekungan-cekungan di-atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah dan tampak
sangat ketakutan serta sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus, maka pasien
akan kehabisan tenaga, pusat pernafasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah
dan tertidur dan akhirnya meninggal karena asfiksia.

Tindakan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan laring stdium 2 dan 3.
Tindakan ini akan menurunkan jumlah udara residu anatomis paru hingga 50 % nya.
Sebagai hasilnya, pasien hanya memerlukan sedikit tenaga yang dibutuhkan untuk
bernafas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tetapi hal ini juga sangat tergantung
pada ukuran dan jenis pipa trakeostomi.
Indikasi lain yaitu:
1. Cedera parah pada wajah dan leher
2. Setelah pembedahan wajah dan leher
3. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan
sehinggamengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi

Syarat dan Kontra Indikasi


Perkutaneus trakeostomi memerlukan penahan rasa sakit, sedasi dan penghambat neuro
muscular pada pasien yang dipasang intubasi dan ventilator mekanik.Perkutaneus
Trakeostomi tidak dapat dilakukan pada pasien kegawat daruratan jalan nafas terutama
pada trauma suprglotis atau orofasial.Staf medik yang ada dirumah sakit harus terlatih
dan berpengalaman dalam menajemen jalan nafas, PT, bronkoskopi dan surgical
tracheostomy jika PT gagal atau terjadi komplikasi.Pasien umur dibawah 16 tahun
terutama umur 12 tahun tidak dapat dilakukan PT.
Deformitas yang tampak jelas pada jalan nafas, jaringan parut yang sebelumnya
didapatkan dari operasi seperti trakeostostomi atau sternotomi, udem leher, obesitas,
gondok, atau tumor pada leher yang menyulitkan untuk palpasi lokasi lapangan operasi
seperti kartilago krikoid.Pada keadaan seperti ini dapat dianjurkan untuk
SST.Pembuluh darah yang tampak di bawah kulit, inflamasi, dan/ atau ruam pada
lokasi operasi juga merupakan kontra indikasi PDT.
Kesulitan untuk mengoptimalkan regangan leher pasien akibat trauma servical atau
arthritis, adanya leher yang pendek atau akibat kifosis yang berat adalah kontra indikasi
PDT.PDT harus ditunda jika hemodinamik pasien tidak stabil.Untuk melakukan PDT
pada pasien yang telah diketahui mengalami gangguan jalan nafas bergantung pada
opini dan pengalaman operator.
Pendarahan diathesis yang tidak teratasi merupakan risiko mutlak yang dapat
menimbulkan pendarahan yang tidak dapat dikontrol selama prosedur.

Pembagian Trakeostomi
Pembagian trakeotomi dipandang dari kesulitan dan kedaruratannya adalah sebagai
berikut:
1. Trakeotomi biasa
Trakeotomi pada penderita yang tidak sesak dan trakea mudah dicari, indikasinya :
a) Tumor laring yang belum lanjut (belum sesak), persiapan biopsi.
b) Tumor pangkal lidah/tonsil, persiapan radiasi atau operasi (untuk anestesi).
2. Trakeotomi sulit
Di sini trakea sulit teraba, dapat terjadi karena :
a) Trakea letaknya “dalam”, sulit dicapai; hal ini karena ada tumor koli.
b) Kepala sulit ekstensi karena adanya tumor koli.
c) Ada jaringan kelenjar tiroid besar di atasnya.
d) Ada pembuluh vena besar karena bendungan disebabkan oleh tumor koli.
e) Lubang operasi tidak konsisten di garis tengah, karena asisten memegang haak
(pengait) tidak di garis tengah secara konsisten.
f) Insisi terlalu pendek, lapangan operasi sempit sehingga sulit meraba trakea.
g) Trakea terdorong ke lateral karena terdesak oleh tumor koli.
h) Trakea tak teraba karena ada sikatrik bekas trakeotomi dahulu.
3. Trakeotomi darurat
Darurat karena penderita sesak bahkan mungkin sudah sianosis; sesak karena lumen
sudah menutup jalan napas lebih dari 90%.
4. Trakeotomi darurat dan sulit
Kombinasi ini bisa terjadi yang sangat membahayakan jiwa penderita.

Jenis Tindakan Trakeostomi


1. Surgical trakeostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2. Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena
lubang yang dibuat lebih kecil,
3. Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini
dimasukan menggunakan kawat dan dilator.

Alat-Alat Trakeostomi
A. Jenis Pipa Trakeostomi
1. Cuffed Tubes Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi
2. Uncuffed Tubes Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak
mempunyai risiko aspirasi.
3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam) Dua bagian trakeostomi ini dapat
dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti
untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes Terdiri dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi
jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat
sendiri.
5. Fenestrated Tubes Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah
posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernapas melewati hidungnya.
Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara.
Teknik Trakeostomi
Pasien tidur terlentang, bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan
kepala untuk diekstensikan pada persendian atalantooksipital. Dengan posisi seperti ini
leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. Kulit
leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kain
steril. Obat anestetikum dengan 10%-15% Lidokain dengan 1;200.000 disuntikkan
dikartilago tarakeal 1 dan 2 atau 2 dan 3 secara infiltrasi.
Dimulai pada insisi transversal 2-3 mm pada midline subkrikoid dibuat pada kulit yang
ditandai. Pasang curved mosquito forceps dapat digunakan untuk diseksi tumpul secara
vertikal dan tranversal pada fasia pretrakea. Dengan ujung jari, trakea bagian depan
yang telah dipotong dibebaskan dari semua jaringan sampai terasa area interkartilago.
Jika terdapat isthmus, isthmus dipisahkan dari area interkartilago yang akan ditusuk.
Jarum pertama bersama kateter dimasukkan melalui semprit yang berisi larutan saline
untuk suction continous diarahkan pada midline trakea, posterior dan kaudal. Jarum
insersi paramedian akan terpasang benar dengan percobaan berulang dituntun dengan
bronkoskopik. Tanda telah masuknya jarum pada jalan udara di trakea dibuktikan
dengan adanya gelembung udara pada aspirasi semprit. Pengatur jalan nafas dipastikan
dengan jarum yang dimasukkan dari pipa translaringeal dengan melihat pergerakan
jarum yang pelan dari pipa. Selanjutnya jarum ditarik perlahan ketika memasukkan
kateter beberapa milimeter ke dalam trakea, dan diperiksa pengaturan jalan nafas
dengan bronkoskopi.
Saat jarum dan semprit sepenuhnya telah dilepaskan, kawat penuntun telah terpasang
beberapa sentimeter ke dalam trakea. Kateter kemudian sepenuhnya dicabut jika kawat
penuntun telah masuk ke lumen trakea.Untuk menjaga kawat penuntun tetap pada kulit
yang telah ditandai, kawat tadi dimasukkan pada dilator yang telah dilubrikasi untuk
melebarkan jalan masuk ke trakea dengan gerakan memutar pelan. Dilator ini
dilepaskan jika kawat penuntun ini telah tepat pada posisi yang telah ditandai. Selama
menjaga posisi kawat penuntun pada kateter dan dilator yang digunakan akan
mencegah trauma pada dinding posterior.
Menurut arah dari tuntunan kateter dan menjaga ujungnya dengan safety ridge
mengarah pada pasien agar kawat penuntun tetap pada kulit yang telah ditandai. Kateter
dengan kawat penuntun dimasukkan sebagai satu unit ke dalam trakea sampai safety
ridge pada kateter tepat pada kulit yang ditandai. Ujung proximal dari kateter dan kawat
dijaga agar tetap lurus, ini dapat dipastikan ujung distal dari kateter telah diposisiskan
dengan baik dibelakang kawat untuk mencegah trauma dinding posterior trakea selam
tindakan berikutnya.
Dilator serial yang telah dilubrikasi seluruhnya dan pelebaran dimulai pada jalan masuk
ke trakea. Tindakan ini dimulai dengan terlebih dahulu memasukkan kateter dan kawat
penuntun pada dilator curved biru secara serentak. Untuk meletakkan alat tadi secara
tepat, ujung proximal dari dilator ditempatkan pada tanda posisi tunggal di kateter
penuntun. Penempatan ujung distal dilator tepat pada safety ridge dalam kateter
penuntun. Perhatikan posisi amam, dimana tiga uniut tersebut dimasukkan dengan
gerakan memutar. Ketiga alat tadi dimasukkan dan ditarik sewaktu-waktu,saat
memutar, untuk melakukan dilatasi yang efektif pada tempat masuk trakea. Kemudian
dilator tadi dilepaskan dan kawat serta kateter tetap pada tempatnya.
Pelebaran pada trakeostomi ini dilanjutkan dengan menggunakan dilator yang lebih
besar. Jalan masuk trakea tadi telah dilebarkan sedikit sampai ukuran yang muat untuk
pipa trakeostomi yang dipilih. Pelebaran ini memudahkan untuk memasukkan bagian
balon dari pipa ke dalam trakea. Tabel 1 memuat ukuran dilator yang digunakan untuk
melebarkan stoma sesuai dengan pipa trakeostomi yang dimasukkan.
Pipa trakeostomi yang akan dimasukkan sebelumnya diisi pada dilator biru yang telah
dilubrikasi dengan ukuran yang sesuai. Pipa dengan balon yang kempis dimasukkan ke
dalam dilator, sehingga ujungnya kira-kira 2 cm dari dilator. Sistim ini dimasukkan
mengikuti kateter penuntun sampai ke safety ridge dan selanjutnya dimasukkan sebagai
satu unit ke dalam trakea. Segera setelah balon memasuki trakea, dilator biru, kateter
dan kawat penuntun dikeluarkan. Untuk memasukkan pipa trakeostomi dual kanul,
kanul yang lebih dalam dikeluarkan lebih dulu untuk insersi dan kemudian prosedur
selanjutnya dapat dijalankan. Pipa trakeostomi kemudian dimasukkan pada cincinnya.
Jika menggunakan pipa dengan dual kanul, kanul yang lebih dalam dimasukkan pada
titik ini. Sekarang pipa telah terhubung dengan ventilator, balon dikembangkan dan
pipa translaringeal dikeluarkan setelah dipastikan ventilasi telah dapat melewati pipa
baru yang dimasukkan. AM melihat trakea melalui pipa trakeostomi dengan
menggunakan bronkoskopi, untuk mencari daerah yang terluka pada dinding trakea
posterior dan menghisap darah jika ada.
Pipa trakeostomi difiksasi dengan sutura dan dibalut dengan sebaik-baiknya Pasien
dihindari dari ektensi leher dan alas kepala dinaikkan 30-40 derajat selama satu
jam.Pemeriksaan rontgen dada segera setelah tindakan diperlukan untuk menilai
pemasangan yang benar dari pipa trakeostomi dan untuk mencegah terjadinya
pneumotorak. Pemberian analgetik jika diperlukan.

Perawatan Pasca Trakeostomi segera setelah trakeostomi dilakukan:


1. Rontgen dada untuk menilai posisi tuba dan melihat timbul atau tidaknya komplikasi
2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi
3. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa trakeostomi
Perawatan pasca trakeostomi sangat penting karena sekret dapat menyumbat dan
menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan kanul harus sering diisap ke
luar dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya dua kali sehari lalu segera dimasukkan
lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul harus dipasang dalam jangka waktu lama, maka
kanul harus dibersihkan dua minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti
untuk menghindari timbulnya dermatitis. Gunakan kompres hangat untuk mengurangi
rasa nyeri pada daerah insisi.

Komplikasi
Komplikasi trakeostomi dibagi menjadi:
1. Segera
a. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernapasan
b. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya pembuluh darah utama di leher terutama di
bawah cincin trakea ke-4. Untuk mencegah dapat dilakukan palpasi pada regio
substernal terlebih dahulu untuk mengetahui daerah yang terdapat pulsasi sebelum
melakukan tindakan pembedahan.
c. Pneumothoraks dan pneumomediastinum
d. Trauma kartilago krikoid
2. Menengah
a. Trakeitis dan trakeobronkitis
b. Erosi trakea dan perdarahan
c. Hiperkapnea
d. Atelektasis
e. Pergeseran pipa trakeostomi
Pasien trakeostomi membutuhkan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya
komplikasi, terutama dalam beberapa hari post-operasi. Salah satu komplikasi yang
paling berbahaya dari trakeostomi adalah dekanulasi tidak sengaja yang berlangsung
sebelum saluran udara antara kulit dan trakea matang, kira-kira 5 sampai 6 hari setelah
prosedur. jika stoma belum cukup matang, maka jaringan akan saling tumpang tindih
saat tabung trakeostomi dilepaskan. dekanulasi tidak sengaja sebelum keadaan saluran
stabil terbentuk dapat menyebabkan hilangnya saluran udara. Beberapa yang dapat
mempengaruhi pasien untuk pelepasan tabung secara paksa, termasuk : (a)
melonggarkan tali/ jahitan pengaman tabung trakeostomi. (b) penggunaan tabung
trakeostomi yang panjangnya bisa diatur. (c) batuk yang berlebihan.(d) seorang pasien
yang lebih berat badan dengan saluran memanjang dari kulit trakea menyebabkan posisi
tabung tidak pada semestinya.
f. Obstruksi pipa trakeostomi
g. Emfisema subkutan
h. Aspirasi dan abses paru
3. Lanjut
a. Fistel trakeokutan menetap
b. Stenosis laring atau trakea
c. Granulasi trakea
d. Trakeomalasia
e. Kesukaran dekanulasi
f. Fistel trakeoesofagus
g. Masalah jaringan parut trakeostomi.
h. Infeksi stoma
7.3. Krikotiroidotomi
Definisi
Krikotiroidotomi merupakan tindakan penyelamat pada pasien dalam keadaan gawat
napas. Dengan cara membelah membrane krikotiroid untuk dipasang kanul. Membrane
ini terletak dekat kulit, tidak terlalu kaya darah sehingga lebih mudah dicapai. Tindakan
ini harus dikerjakan cepat walaupun persiapannya darurat.

Klasifikasi
Krikotiroidotomi dibagi menjadi 2 macam yaitu needle cricothyroidotomy dan surgical
cricothyroidotomy.
Needle cricothyroidotomy
Pada needle cricothyroidotomy,sebuah semprit dengan jarum digunakan untuk
melubangi melewati membran krikoid yang berada sepanjang trakea. Setelah jarum
menjangkau trakea, kateter dilepaskan dari jarumnya dan dimasukkan ke tenggorokan
dan dilekatkan pada sebuah kantung berkatup.
Surgical cricothyroidotomy
Pada surgical cricothyroidotomy, dokter dan tim medis lainnya membuat insisi
melewati membran krikoid sampai ke trakea dengan tujuan memasukkan pipa untuk
ventilasi pasien.

Teknik Krikotirodotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasio atlanto
oksipitalis.Puncak tulang rawan tiroid mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan
kiri.Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai
ditemukan kartilago krikoid.Membrane krikotiroid terdapat diantara kedua tulang
rawan ini.Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian dibuat sayatan
horizontal pada kulit.Jaringan dibawah sayatan dipisahkan tepat pada garis
tengah.Setelah tepi bawah kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke
bawah. Kemudian masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak dapat dipakai pipa plastic
untuk sementara.
Krikotirodotomi merupakan kontraindikasi pada anak dibawah 12 tahun, demikian juga
pada tumor laring yang sudah meluas ke subglotik dan terdapat laryngitis. Stenosis
subglotik akan timbul bila kanul dibiarkan terlalu lama karena kanul yang letaknya
tinggi akan mengiritasi jaringan-jaringan disekitar subglotis, sehingga terbentuk
jaringan granulasi dan sebaiknya segera diganti dengan trakeostomi dalam waktu 48
jam.

Indikasi dan kontraindikasi


Indikasi Absolut krikotiroidotomi :
 vgagal intubasi, tidak terjadi ventilasi, atau pasien tidak bias tenang terhadap
pemasangan alat bantu nafas.
Indikasi relative krikotiroidotomi :
 trauma wajah atau orofaringeal yang massif
 pembengkakan wajah atau orofaringeal yang masif
Kontraindikasi
Kontraindikasi absolute:
Tidak ada kontraindikasi absolute untuk dilakukan krikotiroidotomi
Kontrainsokasi relative :
- Transeksi trakea dengan retraksi trakea ke mediastinum
- Fraktur laring atau trauma pada kartilago krikoid
- Tumor laring
- Anak usia < 8 tahun karena anatomi kecil dan jaringannya sangat lembut
- Gangguan perdarahan
- Edema leher yang massif
- Inflamasi laring yang berat (laringotrakeitis, difteri, inflamasi kimia, TB)

Anda mungkin juga menyukai