Laporan Kasus AMANDA Ortho TB Tulang
Laporan Kasus AMANDA Ortho TB Tulang
Presentan :
dr. Amanda Trilana
Pendamping :
dr. Andari Retnowati
Pembimbing:
dr. Ayu Hara Suwenda Sp.OT
Objektif Presentasi :
Nama Klinik : RSUD Dolopo, Kab. Madiun Telp : - Terdaftar sejak : 6/12/18
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan lemas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sulit makan 1 tahun terakhir. Terdapat nyeri di pergelangan tangan kiri disertai luka
bernanah dan bengkak sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak kurus dan
pucat. Buang air besar frekuensi lebih sering dan cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sebelumnya tidak berobat karena tidak mau diajak ke dokter
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes, maupun masuk rumah sakit
sebelumnya
4. Riwayat keluarga :
Tidak terdapat anggota keluarga lain yang menderita sakit yang sama dengan pasien.
5. Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun makanan.
6. Riwayat Sosial
Pasien sebelum sakit bekerja sebagai pegawai admin toko selama 2 bulan.
Tipe kepribadian pasien cenderung pesimis, cemas dan mudah bersedih
Hasil Pembelajaran:
Subjektif:
- Pasien datang ke IGD dengan keluhan lemas sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sulit makan 1 tahun terakhir. Terdapat nyeri di pergelangan tangan kiri disertai luka
bernanah dan bengkak sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak kurus dan
pucat. Buang air besar frekuensi lebih sering dan cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Objektif
Keadaan Umum Tampak Lemah
Nadi 84 kali/menit
Nafas 112x/menit
Suhu 37,9 ºC
Berat Badan 35 kg
SGOT 51 < 50
SGPT 12 < 50
Kesimpulan :
Leukositosis Lymphopenia Granulositosis
Anemia Mikrositosis Mikrosit Hipokromia Anisitosis
Trombositosis
Kesimpulan:
Lesi litik pada distal os radius kiri disertai soft tissue swelling disekitarnya dan porotik
pada tulang manus suspek brodie abscess (TB tulang) dd osteosarcoma
Pemeriksaan X Ray Lumbosacral AP/Lateral ( 28 Desember 2018)
Kesimpulan:
Lesi osteolitik corpus vertebrae
Penyempitan diskus intervertebralis
-Curcumin 3x1 t
Follow up:
6 Desember 2018 (Seruni)
S: lemas (+), nyeri pergelangan tangan kiri (+), nyeri bahu kanan (+), nafsu makan
menurun, BAB -
O: GCS: 456, TD 95/59, Nadi: 125 x/menit, nafas: 20x/menit, Tax: 37.9ºC,
SpO2 94%
Thorax: Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
A : suspect TB Tulang dd Osteosarcoma + Anorexia + Anemia (6.4) +
Hipoalbuminemia (1,86)
P:
Terapi:
-Inf.Asering : D5 (1:1) 30 tpm
-Inj.Ceftriaxone 2x1 gr
-Inj.Ceftriaxone 2x1 gr
-Inj.Ceftriaxone 2x1 gr
-Inj.Ketorolac 3x1
-Ambroxol 3x1
-Inj.Ketorolac 3x1
-Ambroxol 3x1
-Inf.Albumin 2x1 (ortho)
-Inj.Ketorolac 3x1
-Ambroxol 3x1
-Inj.Ketorolac 3x1
-Ambroxol 3x1
Terapi:
-Inf.Asering : D5 (1:1) 30 tpm
-Inj.Ketorolac 3x1
-Ambroxol 3x1
-Inj.Ketorolac 3x1
-Ambroxol 3x1
-KRS
-Inf.Asering : D5 (1:1) 30 tpm
-Inj.Ketorolac 3x1
S: Selangkangan terasa sakit , kaki kanan lemas bila dibuat jalan, nyeri
Bahu kanan (+) susah mengangkat tangan , nyeri tangan kiri + (daerah luka)
Pendidikan
Dijelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi penyakitnya, penyebab
dan penatalaksanaan serta prognosisnya.
Rujukan
Saat ini pasien belum perlu dirujuk.
TINJAUAN
PUSTAKA
1. Definisi
2. Epidemiologi
• Cara penularan
o Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
o Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
o Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
o Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
o Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
• Risiko penularan
o Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
o Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberkulosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi
TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara
1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
o ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
o Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.
o 50% meninggal
o 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
o 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
4. Patofisiologi
5. Klasifikasi
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan
secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis
spesialistik.
6. Diagnosis
• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
bergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan
alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks, dan lain-lain.
7. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala pada penyakit TBC tulang ini pastilah ada dan akan
dirasakan oleh para penderitanya. Berbeda dengan penyakit TBC yang menyerang
paru-paru, penyakit TBC tulang, memiliki ciri khas selain ciri umum TBC, bukan
suatu hal aneh bila seseorang mengalami gejala-gejala di bawah ini, karena
memang itu adalah ciri bahwa dia sedang berada di dalam serangan penyakit TBC
tulang. Beberapa gejala tersebut ialah :
a. Pada awalnya penderita merasa pegal-pegal disertai rasa lelah pada sore hari.
Pada tingkatselanjutnya penderita mengalami penurunan berat badan , demam,
berkeringat di malam hari, kehilangan nafsu makan.
b. Pada sendi gejalanya mirip arthritis yaitu nyeri pada bagian sendi, bengkak,
mengalami keterbatasan gerak. Kulit diatas daerah yang terasa nyeri kadang terasa
panas & kadang juga terasa dingin, kulit berwarna merah kebiruan.
c. Nyeri punggung atau pinggang, abses (benjolan berisi cairan), sampai patah
tulang. Bahaya patahnya tulang belakang adalah kerusakan serabut saraf sehingga
terjadi kelumpuhan pada kedua kaki.
d.Jika tulang lutut atau tulang paha yang terkena, akan timbul sakit pada sendi,
terutama jika digerakkan, gerakan tulang menjadi terbatas, dan pembengkakan
sendi.
e Pada anak-anak gejalanya dapat ditemukan spasme otot pada saat malam hari.
f. Terkadang juga akan disertai dengan demam yang ringan. Pada kasus yang lebih
berat, kelemahan otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya yaitu badan lemah lesu, nafsu makan berkurang,
berat badan menurun, suhu sedikit meningkat ( subfebris ) terutama pada malam
hari serta sakit pada punggung. Pada tuberkulosis vertebrae servikal ditemukan
nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan
akibat adanya abses retrofaring. Kadangkala penderita datang dengan gejala abses
pada daerah paravetebral, inguinal, poplitea atau bokong, adanya sinus pada
daerah paravetebral atau penderita datang dengan gejala – gejala paraparesis,
paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang akibat spasme atau
gibus.
8.Pemeriksaan Penunjang
Paduan terapi adekuat dapat dimulai tanpa menunggu hasil biakan bila
histologi dan gambaran klinis sesuai dengan diagnosis tuberkulosis. Seluruh
pasien TB ekstraparu harus melakukan foto thoraks untuk menyingkirkan TB
paru. Paduan terapi adekuat harus diteruskan meskipun hasil biakan negative.
Tuberkulosis paru dan TB ekstraparu diterapi dengan obat yang sama namun
beberapa pakar menyarankan 9-12 bulan untuk TB meningitis karena memiliki
resiko serius pada disabilitas dan mortalitas dan 9 bulan untuk TB tulang dan
sendi karena sulitnya memonitor respons terapi. Kortikosteroid direkomendasikan
untuk TB pericardial dan TB meningitis. Pada TB meningitis etambutol diganti
streptomisin. Terapi bedah mempunyai peran kecil dalam penatalaksanaan TB
ekstraparu. Terapi bedah dilakukan pada kompikasi lanjut penyakit seperti
hidrosefalus, uropati obstruktif, pericarditis konstriktif dan keteribatan neurologis
akibat penyakit Pott (TB spinal). Apabia terdapat pembesaran kelenjar getah
bening yang cukup banyak maka drainase, aspirasi maupun insisi dapat
membantu. Pasien TB ekstra paru, paduan obat selama 6-9 bula (2 bulan
INH,RIF,PZA, dan EMB diikuti 4-7 bulan INH dan RIF). Pengecualian
rekomendasi 6-9 bulan untuk TB ekstraparu pada system saraf pusat
(tuberkuloma atau meningitis) dan TB tulang dan sendi, yaitu selama 9-12 bulan.
Terapi ajuvan kortikosteroid harus ditambahkan pada TB system saraf pusat dan
pericardial. Terapi dengan kortikosteroid dimulai secara intravena, kemudian
disulih ora tergantung perbaikan klinis. Rekomendasi kortikosteroid yang
digunakan adaah deksametason 0.3 – 0.4 mg/kg di tapering off selama 6-8 minggu
atau prednisone 1 mg/Kg selama 3 minggu, lalu tapering off selama 3-5 minggu.
Evaluasi pengobatan TB ekstraparu diakukan dengan memantau klinis pasien,
tanpa melakukan pemeriksaan histopatologi.
-TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang diberikan
: RHZE / 4 RH, 2 RHZE / 4R3H3 atau 2 RHZE/ 6HE
-TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas
-TB di luar paru kasus berat Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat
diberikan selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan
alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:
o TB dengan lesi luas
o Disertai penyakit lain (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid)
o TB kasus berat (milier, dll) Bila ada fasilitas biakan
dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi TB Paru (kasus baru), BTA negatif Paduan obat
yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH, Alternatif : 2 RHZ/
4R3H3 atau 6 RHE pengobatan ini juga diberikan pada
Tb diluar paru yang masih ringan
-TB paru kasus kambuh Pada TB paru kasus kambuh minimal
menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji
resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase
lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan
obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi,
maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB).
-TB Paru kasus gagal pengobatan Pengobatan sebaiknya berdasarkanhasil uji
resistensi, dengan minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal2 OAT yang
masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan
minimal selama 1 - 2 tahun .Menunggu hasil uji resistensi dapat
diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi - Bila
tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2
RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB) - Dapat pula dipertimbangkan tindakan
bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal - Sebaiknya kasus gagal
pengobatan dirujuk ke spesialis paru
-TB Paru kasus lalai berobat Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai
pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
Terapi operatif
- Pencegahan kifosis berat pada anak dengan lesi dorsal eksentif ( kifosis > 40 derajat pada
awitan penyakit)
- Pasien dengan abses dingin pada dada
- Diagnosis tidak jelas
Kerusakan tulang atau sendi dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan jika
terapi yang tidak adekuat diberikan. Deformitas berkaitan dengan kerusakan sendi,
bentukan abses yang meluas ke tempat yang berdekatan dengan jaringan lunak, dan
bentukan sinus sering ditemukan. Paraplegia merupakan komplikasi paling serius dari
tuberkulosis tulang belakang. Sebagai bentuk penyembuhan lesi sendi yang hebat,
ankilosis tulang atau jaringan fibrosa spontan akan terjadi.
11.Prognosis
Penanda prognostis yang buruk adalah adanya komplikasi ekstra paru, adanya
imunokompresi, usia yang tua, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Dalam sebuah
studi prospektif dari 199 pasien dengan TB di Malawi, 12 (6%) meninggal. Faktor
risiko yang menyebabkan kematian adalah berkurangnya respon TNF-α dasar untuk
stimulasi, indeks massa tubuh rendah, dan pernafasan yang meningkat dalam diagnosis
TB
KASUS TEORI
Subjektif
Pasien datang dengan keluhan tubuh lemas sejak TBC tulang sulit dideteksi keberadaannya,
3 hari sebelum masuk rumah sakit (MRS sehingga membuat dokter mengalami kesulitan
6/12/2018). Pasien sulit makan selama 1 tahun untuk mendiagnosis. Selain gejala umum
terakhir (karena diputus kekasih). Pasien tuberkulosis, TBC tulang juga memiliki gejala
mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangan kiri tambahan yang mungkin dirasakan penderita
sejak 7 hari sebelum masuk rumah antara lain demam, berkeringat di malam hari,
sakit.Terdapat luka bernanah dan bengkak pada kehilangan berat badan, gangguan makan, sakit
pergelangan tangan kiri pasien. Luka timbul terlokalisir, tubuh yang terasa lebih kaku,
sejak pasien terkilir saat mengangkat galon air pembengkakan pada daerah tulang yang
mineral 1 tahun yang lalu. Pasien tampak kurus terserang, jika mengenai sistem syaraf
dan pucat. Buang air besar cair sejak 3 hari kemungkinan akan ada gangguan saraf yang
sebelum masuk rumah sakit, 2-3x/hari, memengaruhi organ tubuh.
konsistensi cair, tidak terdapat lendir maupun
darah, volume kurang lebih ½ gelas air mineral.
Objektif :
Dari pemeriksaan fisik, dapat ditemukan
GCS 456 ,TD 95/59 mmHg, N: 125x/m, RR:
20x/m, Temp: 37.9, SpO2: 94% keadaan pasien lemah dan tampak anoreksik,
Thorax: vesikuler (+/+), ronki (-/-) Abdomen: tekanan darah cenderung rendah +- 90/50 (+-
BU(+). 5 mmHg) dan suhu tinggi 37.5 – 39 C.
Hb : 6.4 (<) Data laboratorium yang dijumpai pada
HCT : 22.4 (<) pasien TBC Tulang antara lain:
PLT : 808 (>) - Angka hemoglobin yang cenderung rendah
WBC : 17.9 (>) dikarenakan intake nutrisi yang kurang juga
Alb : 1.86 (<) dikarenakan perjalanan penyakit.
Xray Thorax (6/12/18) - Terjadi penurunan hematokrit yang
berkaitan intake nutrisi pasien yang kurang
Susp. Lung TB dengan cavitas I paru kanan dan
(anorexia)
limfadenopathy mediastinum kanan - Angka leukosit pada pasien meningkat
Xray Wrist S (6/12/18) disebabkan infeksi yang terjadi pada pasien
Lesi litik pada distal os radius kiri disertai soft -Penurunan kadar albumin pada pasien
tissue swelling disekitarnya dan porotik pada disebabkan pula oleh sedikitnya intake
tulang manus suspek brodie abcess (TB tulang) nutrisi yang terjadi pada pasien. Pasien juga
dd osteosarcoma memiliki riwayat sulit makan selama 1
Biosy Wrist S (12/12/2018) tahun terakhir ini.
Radang tuberculosa Dari pemeriksaan penunjang lain yakni Xray
Thorax , X ray wrist S dan Biopsy wrist S
juga mendukung pasien kearah TBC
Tulang.
Perihal untuk memajukan RSUD Dolopo dalam pengembangan kualitas yang lebih baik, maka
saran yang dapat penulis berikan adalah :
- Perpanjangan rawat inap apabila pasien memerlukan antibiotik akan tetapi resistensi
terhadap antibiotic tersebut
2. Feedback secara langsung setelah perawatan yang didapatkan oleh pasien baik di Poli/Ruangan
Misal berupa pengisian kertas kepuasan pasien dan saran yang diberikan untuk rumah sakit.
Penilaian tersebut segera setalah pasien mendapatkan pelayanan di Poli/ KRS dari ruangan.
Sehingga bisa dijadikan bahan koreksi dan peningkatan kualitas mutu rumah sakit dalam hal
Pelayanan pasien.
3.Penyeragaman SOP dalam hal administrasi pelayanan pasien diseluruh lini bagian rumah sakit
missal tata letak urutan kertas rekam medik poli dan ruangan sehingga menghindari human error,
timbang terima yang baik antar perawat dan dokter, pelayanan pasien yang baik dan hal lainnya
Abebe, D. S., Biffa, D., Bjune, G., Ameni, G., & Abebe, F. (2011). Assessment of
knowledge and practice about tuberkulosis among eastern Ethiopian prisoners.
International Journal of Tuberkulosis and Lung Disease, 15(2),
228-233.
American Thoracic Society and Centers for Disease Control and Prevention.
Diagnostic standards and classification of tuberkulosis in adults and
children.Am J Respir Crit Care Med. 2000;161(4 pt 1):1376-1395
Berhe, G., Enquselassie, F., & Aseffa, A. (2012). Treatment outcome of smear-
positive pulmonary tuberkulosis patients in Tigray Region , Northern Ethiopia.
BMC Public Health, 12, 9. https://doi.org/10.1186/1471-2458-12-537. Diakses
Gebrezgabiher, G., Romha, G., Ejeta, E., Asebe, G., Zemene, E., & Ameni, G.
(2016). Treatment outcome of tuberkulosis patients under directly observed
treatment short course and factors affecting outcome in southern Ethiopia: A
five-year retrospective study. PLoS ONE, 11(2), 1-10.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0150560
Hall, John E. 2011. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Elsevier:
Singapore.
Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip - prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih
bahasa Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC
Jameson, J. L., & Weetman, A. P. (2012). Part 16. Section 1. Disorders of
the Thyroid Gland. Harrison`s Principles of Internal Medicine,
18th Edition.
LONGO DL, FAUCI AS, KASPER DL et al.
Lippincot William dan Wilkins. 2007. Atlas Histologi difiore. EGC: Jakarta.
86(1):39-46.
Wang, X., Yang, Z., Fu, Y., Zhang, G., Wang, X., Zhang, Y., & Wang, X.
PLoS ONE,9(12),1-12.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0112213
Weiss, M. G., Ph, D., Auer, C., Ph, D., Somma, D. B., Abouihia, A., Arias, N.
L. (n.d.). Gender and tuberkulosis : Cross-site analysis and
implications of a multi-country study in Bangladesh , India , (3).