Anda di halaman 1dari 16

RINGKASAN MATERI KULIAH

“RPS X Pegadaian dan Anjak Piutang”

Dosen: Dr. Ida Bagus Panji Sedana, S.E., M.M.

Oleh : Kelompok 6

1 I Putu Adi Sanjaya 1707521021


3 Lourenda Gwee 1707521024
4 Anisa Putri Nur Hidayah 1707521025
8 Putu Meliantha Kusumawati 1707521033
20 Ni Luh Diah Tantri Permatasari 1707521108

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
PEMBAHASAN MATERI

1. Pengertian Pegadaian
Pengertian gadai dan Perusahaan Umum Pegadaian di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Gadai
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai adalah hak yang
diperoleh dari seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.
b. Perusahaan Umum Pegadaian
Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang
secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan
berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum
gadai seperti dimaksud dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 di
atas. Tugas pokoknya adalah memberi pinjaman kepada masyarakat atas dasar
hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan
informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat
(Trihandaru dan Budisantoso, 2009:212).

Secara umum pengertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-


barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang
yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah
dengan lembaga gadai. Dengan usaha gadai masyarakat tidak perlu tidak perlu takut
kehilangan barang-barang berharganya dan jumlah uang yang diinginkan dapat
disesuaikan dengan harga barang yang dijaminkan. Perusahaan yang menjalankan
usaha gadai tersebut perusahaan pegadaian yang secara resmi satu-satunya di
Indonesia hanya dilakukan oleh perum pegadaian (Kasmir, 2012:233).

2. Sejarah dan Organisasi Pegadaian


Usaha pegadaian di Indonesia dimulai pada zaman penjajahan belanda (VOC) dimana
pada saat itu tugas pegadaian adalah membantu masyarakat untuk membantu masyarakat
untuk meminjamkan uang dengan jaminan gadai.Pada mulanya usaha ini dijalankan oleh
pihak swasta, namun dalam perkembangan selanjutnya usaha pegadaian ini di ambil alih
oleh pemerintah Hindia Belanda. Kemudian dijadikan perusahaan negara, menurut
undang-undang pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu dengan status Dinas
Pegadaian (Kasmir, 2012: 234).
Kantor Pusat Perum Pegadaian berkedudukan di Jakarta dan dibantu oleh kantor
daerah, kantor perwakilan daerah, dan kantor cabang. Saat ini jaringan usaha Perum
Pegadaian telah meliputi lebih dari 500 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia
(Trihandaru dan Budisantoso, 2009:213).
3. Kegiatan Usaha Pegadaian Dan Mekanisme Kerja Pegadaian
a. Penghimpunan Dana
Dana yang diperlukan oleh Perum Pegadaian untuk melakukan usahanya berasal dari:
1) Pinjaman jangka pendek dari perbankan
2) Dana jangka pendek sebagian besar adalah dalam bentuk ini (sekitar 80% dari
total dana jangka pendek yang dihimpun)
3) Pinjaman jangka pendek dari pihak lainnya (utang kepada rekanan, utang
kepada nasabah, utang pajak, biaya yang masih harus dibayar, pendapatan
diterima di muka, dan lain-lain)
4) Penerbitan obligasi
5) Sampai dengan tahun 1994, Perum Pegadaian sudah 2 kali menerbitkan
obligasi yang jangka waktunya masing-masing 5 tahun. Penerbitan pertama
adalah pada tahun 1993 sebesar Rp 25 Miliar dan penerbitan yang kedua
kalinya adalah pada tahun 1994 juga sebesar Rp 25 Miliar, sehingga sampai
dengan tahun 1994 total nilai obligasi yang telah diterbitkan adalah Rp 50
Miliar.
6) Modal sendiri. Terdiri dari modal awal (kekayaan negara diluar APBN sebesar
Rp 205 miliar), penyertaan modal pemerintah, laba ditahan (merupkan
akumulasi laba sejak perusahaan pegadaian ini berdiri pada masa Hindia
Belanda).
b. Penggunaan Dana
Dana yang telah berhasil dihimpun kemudian digunakan untuk mendanai kegiatan
usaha Perum Pegadaian. Dana tersebut digunakan antara lain untuk hal-hal berikut :
1) Uang kas dan dana likuid lain. Dana likuid digunakan untuk kebutuhan seperti
kewajiban yang jatuh tempo, penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas
dasar hukum gadai, biaya operasional yang harus segera dikeluarkan,
pembayaran pajak, dan lain-lain.
2) Pembelian dan pengadaan aktiva tetap dan inventaris. Antara lain berupa
tanah, kantor atau bangunan, komputer, kendaraan, meubel, brankas, dan lain-
lain.
3) Pendanaan kegiatan operasional. Seperti gaji pegawai, honor, perawatan
peralatan, dan lain-lain
4) Penyaluran dana. Dimana ini diharapkan akan menghasilkan penerimaan dari
bunga yang dibayarkan nasabah.
5) Investasi lain. Kelebihan dana (idle fund), yang belum diperlukan untuk
mendanai kegiatan operasional maupun belum dapat disalurkan kepada
masyarakat dapat ditanamkan dalam berbagai bentuk investasi, contohnya
dibidang properti yaitu kantor dan toko.
c. Produk dan Jasa Perum Pegadaian
Berikut akan dijelaskan mengenai berbagai produk dan jasa yang ditawarkan oleh
Perum Pegadaian kepada masyarakat.
1) Pemberian pinjaman atas dasar hukum gadai. Ini berarti mensyaratkan
pemberian pinjaman atas dasar penyerahan barang bergerak oleh penerima
pinjaman.
2) Penaksiran nilai barang. Masyarakat yang memerlukan jasa ini biasanya ingin
mengetahui nila jual wajar atas barang-barang berharganya yang akan dijual.
Atas jasa penaksiran yang diberikan, Perum Pegadaian memperoleh
penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran.
3) Penitipan barang. Masyarakat menitipkan barang di pegadaian pada dasarnya
karena alas an keamanan penyimpanan, terutama bagi masyarakat yang akan
meninggalkan rumahnya untuk jangka waktu yang lama. Atas jasa penitipan
barang yang diberikan, Perum Pegadaian memperoleh penerimaan dari
pemilik barang berupa ongkos penitipan.
4) Jasa lain.
- Penjualan Koin Emas ONH. Merupakan emas yang berbentuk koin yang
bisa digunakan untuk tujuan persiapan dana pergi haji bagi pembelinya.
Selain untuk gaji, konsumen juga dapat membeli emas untuk tujuan
investasi lain.
- Krasida, merupakan Kredit Angsuran Sistem Gadai. Merupakan
pemberian pinjaman kepada para pengusaha mikro dan kecil (dalam
rangka mengembangkan usaha) atas dasar gadai yang pengembalian
pinjamannya dilakukan melalui angsuran.
- Kreasi, adalah Kredit Angsuran Fidusia. Merupakan modifikasi dari
Kredit Kelayakan Usaha (KKUP). Kreasi merupakan pemberian
pinjaman kepada para pengusaha mikro dan kecil (dalam rangka
pengembangan usaha) dengan konstruksi pinjaman secara fidusia dan
pengembalian pinjamannya dilakukan melalui angsuran.
- Kresna atau Kredit Serba Guna. Merupakan pemberian pinjaman kepada
pegawai/ karyawan dalam rangka kegiatan produktif/ konsumtif dengan
pengembalian secara angsuran.
- Galeri 24. Yaitu Toko Emas yang khusus merancang desain dan menjual
perhiasan emas dengan Sertifikat Jaminan sesuai dengan karatase
perhiasan emas. Merupakan produk yang dibuat oleh Pegadaian, jadi
bukan merupakan barang jaminan nasabah yang tidak ditebus
(Trihandaru dan Budisantoso, 2009:214-218).
d. Mekanisme Kerja Pegadaian
1) Barang yang dapat digadaikan
Pada dasarnya, hampir semua barang dapat digadaikan di penggadaian dengan
pengecualian untuk barang-barang tertentu. Namun mengingat keterbatasan
tempat penyimpanan, keterbatasan sumber daya manusia di pegadaian, ada
beberapa barang yang tidak dapat digadaikan di pegadaian, antara lain: binatang
ternak, hasil bumi, barang dagangan dalam jumlah besar, barang yang cepat
rusak/ busuk, barang yang amat kotor, kendaraan sangat besar, barang-barang
seni yang sulit ditaksir, mudah terbakar, senjata api, amunisi, dan mesin, barang
yang di sewabelikan, barang milik pemerintah, barang illegal.
2) Penaksiran
Mengingat besarnya jumlah pinjaman sangat tergantung pada nilai barang yang
akan digadaikan, maka barang yang diterima dari calon peminjam terlebih dahulu
ditaksir nilainya oleh petugas penaksir. Pedoman dasar penaksiran telah
ditetapkan oleh Perum Pegadaian agar penaksiran atas suatu barang bergerak
dapat sesuai dengan nilai yang sebenarnya. Pedoman penaksiran yang
dikelompokkan atas jenis barangnya dibagi menjadi dua, yaitu barang kantong
(emas dan permata) serta barang gudang (mobil, mesin, barang elektronik, tekstil,
dan lain-lain).
3) Pemberian Pinjaman
Setelah nilai taksiran ditentukan, maka petugas menentukan jumlah uagn
pinjaman yang dapat diberikan.Penentuan jumlah uang pinjaman ini juga
berdasarkan presentase tertentu terhadap nilai taksiran, dan presentase ini juga
telah ditentukan oleh Perum Pegadaian berdasarkan golongan yang besarnya
berkisar antara 80-90%. Nilai uang pinjaman yang diberikan lebih kecil daripada
nilai pasar dari barang yang digadaikan. Perum Pegadaian secara sengaja
mengambil kebijakan ini untuk mencegah munculnya kerugian. Apabila ternyata
nasabah pada saat jatuh tempo tidak mampu atau bersedia menebus barang yang
digadaikan, maka Perum Pegadaian akan menjual barang tersebut melalui
pelelangan.
4) Pelunasan
Sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan pada waktu pemberian
pinjaman, nasabah mempunyai kewajiban melakukan pelunasan pinjaman yang
telah diterima. Pada dasarnya, nasabah dapat melunasi kewajibannya setiap saat
tanpa harus menunggu jatuh tempo. Pelunasan pinjaman beserta sewa modalnya
(bunga) dibayarkan langsung ke kasir disertai surat gadai. Setelah adanya
pelunasan atau penebusan yang disertai dengan pemenuhan kewajiban nasabah
lain, nasabah dapat mengambil kembali barang yang digadaikan.
5) Pelelangan
Penjualan barang yang digadaikan melalui suatu pelelangan akan dilakukan oleh
Perum Pegadaian pada saat yang telah ditentukan di muka apabila hal-hal berikut
ini terjadi :
- Pada saat masa pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak bisa
menebus barang yang digadaikan dan membayar kewajiban lainnya
karena berbagai alasan
- Pada saat masa pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak
memperpanjang batas waktu pinjamannya karena berbagai alasan
Hasil pelelangan barang yang digadaikan akan digunakan untuk melunasi seluruh
kewajiban nasabah kepada Perum Pegadaian yang terdiri dari:
- Pokok pinjaman
- Sewa modal atau bunga
- Biaya lelang
Apabila barang yang digadaikan tidak laku dilelang atau terjual dengan harga
yang lebih rendah dari pada nilai taksiran yang telah dilakukan pada awal
pemberian pinjaman kepada nasabah yang bersangkutan, maka barang yang tidak
laku dilelang tersebut dibeli oleh negara dan kerugian yang timbul ditanggung
oleh Perum Pegadaian (Trihandaru dan Budisantoso, 2009:218-222).

4. Manfaat Pegadaian
a. Bagi Nasabah
Manfaat utama yang diperoleh oleh nasabah yang meminjam dari perum pegadaian
adalah ketersediaan dana dengan prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam
waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Di
samping itu, mengingat jasa ditawarkan oleh Perum Pegadaian tidak hanya jasa
pegadaian, maka nasabah juga dapat memperoleh manfaat antara lain :
1) Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari pihak lain atau institusi yang telah
berpengalaman dan dapat dipercaya. Penaksiran atas suatu barang antara penjual
dan pembeli sering sulit sampai pada suatu kesepakatan yang sama. Untuk
mengatasi perbedaan persepsi atas nilai suatu barang, kedua belah pihak bisa
menghubungi Perum Pegadaian sebagai pihak yang netral untuk melakukan
penaksiran atas barang tersebut.
2) Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat dipercaya.
Nasabah yang akan bepergian, merasa kurang aman menempatkan barang
bergeraknya di tempat sendiri, atau tidak mempunyai sarana penyimpan suatu
barang bergerak dapat menitipkan barangnya di Perum Pegadaian.
b. Bagi Perum Pegadaian
Manfaat yang diharapkan dari Perum Pegadaian sesuai jasa yang diberikan kepada
nasabahnya adalah :
1) Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh pinjaman
dana.
2) Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah
memperoleh jasa tertentu dari Perum Pegadaian.
3) Pelaksanaan misi Perum Pegadaian sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara
yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada
masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relatif
sederhana.
4) Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990, laba yang diperoleh oleh
Perum Pegadaian digunakan untuk :
- Dana pembangunan semesta (55%)
- Cadangan umum (20%)
- Cadangan tujuan (5%)
- Dana sosial (20%) (Trihandaru dan Budisantoso, 2009:222-223).

5. Pengertian Anjak Piutang


Anjak piutang adalah suatu teknik pendanaan jangka pendek dengan memanfaatkan
piutang yang dimiliki suatu perusahaan. Perusahaan yang bersangkutan menjual atau
menyerahkan hak atas piutangnya kepada perusahaan anjak piutang (factor) (Gunawan,
2001:138).
Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi anjak piutang. Menurut
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988,
perusahaan anjak piutang adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan
jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.
Keputusan Menteri Keuangan tersebut diperbarui dengan SK Menteri Keuangan
Nomor 448/KMK.017/2000 yang menyatakan bahwa “kegiatan pembiayaan dalam
bentuk pembeian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka
pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri”. Pernyataan
ini ditegaskan dengan SK Menteri keuangan Nomor 172/KMK.06/2002 yang
menyatakan bahwa “Kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk pembelian dan atau
pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi
perdagangan dalam atau luar negeri.”
Pihak yang terkait dalam kegiatan anjak piutang meliputi :
a. Perusahaan jasa anjak piutang (factor). Factor adalah pihak yang memberikan jasa
anjak piutang.
b. Klien (client). Klien adalah pihak yang menerima jasa anjak piutang dan menjual
barang/jasa secara kredit kepada nasabah.
c. Nasabah (customer). Nasabah adalah pihak yang membeli barang dan/atau jasa dari
klien dan mempunyai kewajiban berupa utang jangka pendek kepada klien.

Anjak piutang merupakan perjanjian antara factor dengan klien yang mewajibkan :
1) Pihak factor untuk memberika jasa berupa :
a. Pembiayaan atas piutang usaha yang dimiliki oleh klien.
b. Nonpembiayaan berupa antara lain penagihan piutang, dan administrasi
penjualan
2) Pihak klien untuk:
a. Menjual atau menjaminkan piutangnya kepada pihak factor.
b. Memberikan balas jasa fiinasial kepada factor (Trihandaru dan Budisantoso,
2009:226-227).

6. Sejarah Anjak Piutang


Kegiatan anjak piutang mulai dikenal ketika perusahaan-perusahaan manufaktur di
Inggris berusaha menjual produknya ke Amerika. Amerika pada waktu itu, sekitar tahun
1880-an merupakan benua baru yang banyak didatangi oleh orang-orang dari Eropa
terutama dari Inggris. Ketika perusahaan-perusahaan di Inggris akan memasarkan atau
menjual produknya ke orang-orang di Amerika, timbul masalah karena ternyata mereka
tidak saling mengenal. Risiko tidak terbayarnya penjualan secara kredit semakin besar
bukan hanya karena mereka tidak saling mengenal tetapi juga karena jarak yang sangat
jauh.Kondisi ini mendorong perusahaan-perusahaan di Inggris untuk menemukan suatu
solusi mengenai sistem penjualan yang sesuai. Perusahaan-perusahaan tertentu mulai
tertarik untuk menjembatani atau sebagai perantara antara pihak penjual di Inggris
dengan pihak pembeli di Amerika. Perusahaan-perusahaan ini selanjutnya dikenal
sebagai factor atau agen. Jasa yang ditawarkan oleh factor pada waktu itu masih berkisar
terutama pada pengurusan dan penagihan piutang saja.
Usaha factor ini menjadi semakin berkembang ketika perusahaan-perusahaan terkait
Inggris memerlukan jasa penilaian kelayakan atas kredit dagang kepada pembeli di
Amerika. Tugas factor dalam hal ini adalah menentukan kelayakan suatu pembeli untuk
memperoleh fasilitas pembelian dengan cara kredit (credit worthness) dan juga
menentukan tingkat atau kemungkinan terbayarnya suatu piutang dari penjualan tekstil
secara kredit. Lama-kelamaan, factor tidak hanya memberikan jasa investigasi kredit saja
tetapi sekaligus membeli faktur-faktur penjualan tekstil dari perusahaan tekstil. Factor
kemudian menguangkan atau menagih faktur tersebut pada pembeli saat jatuh
tempo.Dalam perkembangannya, kegiatan pemberian jasa anjak piutang ini tidak hanya
diberikan oleh suatu perusahaan sebagai salah satu dari kegiatan usahanya, tetapi juga
oleh suatu perusahaan yang secara khusus bergerak dalam bidang anjak piutang.Usaha
berkembang mulai dari Amerika Utara, kemudian berkembang di bagian Amerika yang
lain, lalu berkembang di Eropa, dan akhirnya ke seluruh dunia. Bidang usaha yang
dilayani jasa anjak piutang berkembang dari semula tekstil ke bidang-bidang usaha yang
lain termasuk jasa.
Kegiatan anjak piutang di Indonesia mulai berkembang sejak adanya Keputusan
Presiden No. 61 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.13/1988 tanggal 20
Desember 1988.Peraturan ini terutama diterapkan untuk memberikan alternatif
pembiayaan usaha dari berbagai macam jenis lembaga keuangan, termasuk perusahaan
anjak piutang.Pembiayaan usaha diberikan keleluasaan untuk mengembangkan usaha
dengan modal yang hanya tidak bersumber dari lembaga perbankan saja. Jasa anjak
piutang dapat diberikan oleh suatu lembaga keuangan sebagai salah satu kegiatan
usahanya, dapat diberikan oleh suatu bank, dan dapat diberikan oleh suatu lembaga
keuangan yang secara khusus memberikan jasa anjak piutang (Trihandaru dan
Budisantoso, 2009:227-228).

7. Struktur Organisasi
Atas dasar struktur organisasinya, perusahaan anjak piutang dapat dibedakan menjadi
struktur organisasi perusahaan anjak piutang berskala kecil dengan struktur organisasi.
Perusahaan anjak piutang berskala kecil biasanya hanya memberikan jasa-jasa
pembiayaan dan jarang sekali yang juga memberikan jasa-jasa non pembiayaan seperti
administrasi penjualan dan lain-lain. Perusahaan jasa anjak piutang berskala besar
biasanya mampu memberikan kedua jenis jasa tersebut.

a. Perusahaan Anjak Piutang Kecil


Struktur organisasinya disesuaikan dengan jenis jasa yang ditawarkan, yaitu terutama
hanya jasa pembiayaan. Mengingat proses dasar dari kegiatan pembiayaan adalah :
1) Analisis terhadap bonafiditas calon klien
2) Analisis terhadap kolektibilitas piutang
3) Pembayaran pembiayaan kepada klien
4) Administrasi faktur dan bukti piutang
5) Administrasi hak dan kewajiban pihak-pihak terkait
6) Penagihan piutang
7) Pembayaran kepada klien

Bagian-bagian terdapat dalam perusahaan jasa anjak piutang tidak jauh berbeda
dengan proses tersebut.
1. Departement Kredit adalah bagian dari perusahaan yang bertugas melakukan
analisis terhadap bonafiditas calon klien dan kolektibilitas atau kualitas piutang
yang akan dibiayai.
2. Departement Faktur adalah bagian perusahaan yang bertugas melakukan
administrasi dokumen piutang agar dapat secara tepat dan cepat digunakan untuk
perhitungan biaya, diskonto atau bunga dan jatuh tempo.
3. Departement Penyesuaian (Adjustment Departement) adalah bagian perusahaan
yang bertugas melakukan administrasi dan pengelolaan perubahan-perubahan
terhadap persyaratan perjanjian, jumlah piutang, dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban pihak-pihak terkait dalam anjak piutang.
4. Departement Penagihan adalah bagian perusahaan yang bertugas untuk
melakukan penagihan terhadap piutang yang jatuh tempo.
5. Departement Rekening Klien adalah bagian dari perusahaan yang bertugas
melakukan seluruh pencatatan terhadap semua transaksi atau kegiatan yang
memengaruhi kewajiban dan hak klien.
6. Departement Legal adalah bagian dari perusahaan yang bertugas memberikan
pertimbangan dan saran yuridis mengenai kegiatan-kegiatan perusahaan.

Struktur Organisasi Perusahaan Anjak Piutang Berskala Kecil


Sumber: Trihandaru dan Budisantoso, 2009:235

b. Perusahaan Anjak Piutang Besar


Di samping memberikan jasa pembiayaan, perusahaan anjak piutang berskala
besar juga menawarkan jasa pembiayaan, sehingga selain bagian-bagian di atas,
perusahaan anjak piutang juga memiliki bagian-bagian lain seperti bagian umum,
bagian komputer, bagia treasury, bagian relasi, bagian pengelolaan kredit, dan lain-
lain. Tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing bagian cenderung lebih
spesifik, sehingga secara umum jumlah bagian-bagiannya menjadi lebih banyak.
Bagian atau departemen yang menjadi sangat banyak biasanya dikelompokkan
menjadi hanya 3 sampai 5 divisi saja (Trihandaru dan Budisansoto, 2009:234-235).

Gambar 2.2 Diagram Organisasi Anjak Piutang Berskala Besar


Sumber: Trihandaru dan Budisantoso, 2009:236

8. Jenis Dan Mekanisme Serta Manfaat Anjak Piutang


Pada pelaksanaannya, jenis dari jasa anjak piutang yang diberikan oleh factor dan
yang akan diterima klien sangat bergantung pada formulasi dari perjanjian yang dibuat
oleh kedua pihak. Atas dasar hal terseut jasa anjak piuntang dapat dibedakan atas dasar
hal-hal berikut :
a. Jasa yang Ditawarkan
Atas dasar jasa yang diberikan oleh factor, anjak piutang dapat dibedakan menjadi:
1) Full-service Factoring
Anjak piutang jenis ini memberikan jasa secara menyeluruh, baik jasa pembiayaan
maupun nonpembiayaan.

2) Bulk Factoring
Anjak piutang jenis ini memberikan jasa pembiayaan dan pemberitahuan saat
jatuh tempo pada nasabah, tanpa memberikan jasa lain seperti proteksi risiko
piutang, administrasi penjualan, dan penagihan.
3) Maturity Factoring
Anjak piutang jenis ini memberikan jasa proteksi risiko piutang, administrasi
penjualan secara menyeluruh, dan penagihan.
4) Invoice Discounting
Anjak piutang jenis ini hanya memberikan jasa pembiayaan saja, sedangkan jasa
nonpembiayaan sama sekali tidak diberikan.

b. Distribusi Risiko
Pada mekanisme penjualan tanpa adanya perusahaan anjak piutang, risiko tidak
terbayarnya piutang milik klien sepenuhnya ditanggung oleh klien sendiri. Dengan
adanya perusahaan anjak piutang, risiko tersebut tidak harus selalu secara penuh
ditangguh oleh klien. Atas dasar distribusi risiko tidak terbayarnya pitutang oleh
nasabah, anjak pituang dapat dibedakan menjadi :
1) With resource factoring
Pada tahap awal factor memberikan uang muka proporsi tertentu kepada klien atas
piutang/faktur yang diserahkan. Pada saat piutang jatuh tempo, apabila nasabah
sama sekali tidak melunasi utangnya, maka klien berkewajiban untuk
mengembalikan sejumlah uang muka yang telah diterimanya dari factor.
2) Without resource factoring
Pada tahap awal factor memberikan uang muka sejumlah proporsi tertentu kepada
klien atas piutang/faktur yang diserahkan. Pada saat piutang jatuh tempo, apabila
nasabah sama sekali tidak melunasi utangnya, maka klien tidak berkewajiban
untuk mengmebalikan sejumlah uang muka yang telah diterimaya dari factor.
3) Keterlibatan Nasabah dalam Perjanjian
Perjanjian utama yang dibuat untuk pelaksanaan kegiatan anjak piutang adalah
antara pihak klien dengan pihak factor. Perjanjian tersebut dapat dibuat dengan
atau tanpa persetujuan pihak nasabah.
4) Lingkup Pelayanan
Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses anjak piutang dapat berlokasi dalam
suatu wilayah negara yang sama dan dapat juga berlokasi dalam wilayah yang
berbeda. Apabila ditinjau atas dasar kedudukan geografis dari pihak-pihak yang
terlibat dalam proses anjak piutang tersebut, maka anjak piutang dapat dibedakan
menjadi :
- Domestic factoring
Pihak-pihak yang terlibat dalam domestic factoring berkedudukan dalam
satu wilayah negara.

Skema Domesctic Factoring


Sumber: Trihandaru dan Budisantoso, 2009:231
Keterangan Skema:
1) Perjanjian
2) Jual beli barang secara kredit
3) Pengalihan/penjualan piutang (dengan penyerahan dokumen
penjualan)
4) Pembayaran (uang muka sejumlah x % dari nilai piutang)
5) Penagihan
6) Pelunasan (100%)
7) Pelunasan piutang (100% - uang muka x %)
- International factoring.
Pihak-pihak yang terlibat dalam international factoring berkedudukan
dalam wilayah negara yang berbeda, terutama perbedaan kedudukan
antara klien atau pemasok dengan kedudukan nasabah.

Keterangan Gambar.
1) Perjanjian anjak piutang yang melibatkan klien, export factor,
import factor, dan pembeli.
2) Jual beli secara kredit
3) Pengalihan piutang (dengan penyerahan dokumen penjualan dan
pengiriman barang)
4) Pembayaran (uang muka x %)
5) Pelimpahan penagihan (dengan penyerahan dokumen penjualan
dan pengiriman)
6) Penagihan saat jatuh tempo (menggunakan dokumen penjualan
dan pengiriman)
7) Pelunasan (100%)
8) Pelunasan (100%)
9) Pelunasan (100% - uang muka x %)
5) Tipe Tagihan atau Piutang
Transaksi jual beli secara kredit antara penjual dengan pembeli menimbulkan
piutang atau tagihan bagi penjual dan menimbulkan kewajiba atau utang bagi
pihak pembeli. Hak dan kewajiban dari penjual-pembeli tersebut dapat
diformalkan dalam bentuk piutang dagang biasa dan dapat juga dalam bentuk
promes.
- Anjak piutang untuk tagihan biasa
Anjak piutang untuk tagihan biasa pada dasarnya hanya melibatkan pihak
klien, nasabah, dan factor. Pihak lain, biasanya bank, tidak ikut serta
secara langsung dalam proses anjak piutang ini. Pengalihan tagihanya
hanya sebatas dari pihak klien kepada pihak factor, dan pada saat jatuh
tempo factor dapat melakukan penagihan kepada nasabah atau debitor.
- Anjak piutang untuk promes
Anjak piutang untuk promes melibatkan pihak lain, biasnya bank, dalam
proses penagihan piutang. Mekanismenya menjadi sedikit lebih panjang
karena bukti piutang dikonversikan menjadi promes untuk kemudian
didiskontokan ke pihak lain (bank).

Proses Anjak Piutang Promes


Sumber: Trihandaru dan Budisantoso, 2009:233
Keterangan skema.
1) Perjanjian anjak piutang
2) Jual beli secara kredit yang diikuti dengan penyerahan promes oleh pembeli
kepada penjual (pernyataan akan membayar sejumlah uang tertentu pada
waktu tertentu)
3) Pengalihan piutang (dengan penyerahan promes)
4) Pembayaran (atas dasar diskonto)
5) Pendiskontoan promes ke bank
6) Pembayaran atas dasar dikonto
7) Penagihan pada saat jatuh tempo (menggunakan promes)
8) Pelunasan (100%) (Trihandaru dan Budisantoso, 2009:228-234).

Manfaat anjak piutang yaitu :


a. Bagi Klien
Manfaat yang diterima klien terdiri dari manfaat karena menerima jasa pembiayaan
dan manfaat yang diterima karena menerima jasa nonpembiayaan.
1) Jasa Pembiayaan
a) Peningkatan penjualan
b) Kelancaran modal kerja
c) Pengurangan risiko tidak tertagihnya piutang.
2) Jasa Nonpembiayaan
a) Memudahkan penagihan piutang
b) Efisiensi usaha
c) Peningkatan kualitas piutang
d) Memudahkan perencanaan arus kas (cash-flow)

a. Bagi Factor
Manfaat utama yang diterima factor adalah penerimaan dalam bentuk fee dari pihak
klien. Fee tersebut terdiri dari:
1) Discount feel/charge
Fee ini dibayarkan oleh klien karena factor memberikan jasa pembiayaan (uang
muka) atas piutang yang diberikan oleh factor.
2) Service charge
Fee ini dibayarkan oleh klien kepada factor karena factor memberikan jasa
nonpembiayaan yang nilainya ditentukan sebesar persentase tertentu dari piutang
atas dasar beba kerja yang dilakukan oleh factor.
b. Bagi Nasabah
Nasabah memperoleh manfaat berupa:
1) Kesempatan untuk melakukan pembelian secara kredit.
2) Layanan penjualan yang lebih baik (Trihandaru dan Budisantoso, 2009:236-238).

9. Diskusi: Pegadaian Syariah


Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak
terkecuali pegadaian. Perum Pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang
disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah
memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba,
menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan
melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa atau bagi hasil. Pegadaian syariah
atau dikenal dengan istilah Rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Free
Based Income (FBI) dan Mudharobah (bagi hasil). Karena nasabah dalam
mempergunakan marhum bih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya
untuk konsumsi, membayaruang sekolah, atau tambahan modal kerja, penggunaan
metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian
menggunakan metode Free Based Income (FBI).
Sebagai penerima gadai atau disebut Mutahim, penggadaian akan mendapatkan Surat
bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam-meminjam yang disebut Akad Gadai
Syariah dan Akad Sewa Tempat (Ijarah). Dalam akad gadai syariah disebutkan bila
jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadaian menyetujui agunan (marhum)
miliknya dijual oleh murtahin guna melunasi pinjaman. Sedangkan Akad Sewa Tempat
(Ijarah) merupakan kesepakatan antara penggadai dengan penerima gadai untuk
menyewa tempat untuk penyimpanan dan penerima gadai akan mengenakan jasa
simpanan (Trihandaru dan Budisantoso, 2009:223-224).
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Barbara. 2001. Anjak Piutang Sebuah Alternatif Memperoleh Dana Usaha. Jurnal
Akuntansi dan Investari Vol. 2 No. 2.
Herfika, Cahyusha Desmutya. 2013. Analisis Komparasi Mekanisme Produk Kredit Pada
Pegadaian Konvensional dan Pembiayaan Pada Pegadaian Syariah.
Kasmir. 2012. Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Pranayasa, I Gusti Bagus Gede. 2014. Tinjauan Yuridis Mengenai Perjanjian Pembiayaan
Factoring (Anjak Piutang).
Supriyadi, Ahmad. 2010. Struktur Hukum Pegadaian Syariah Dalam Perspektif Hukum
Islam Dan Hukum Positif. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam Vol. 3, No. 2.
Trihandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta:
Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai