Anda di halaman 1dari 13

EFEKTIVITAS DARI PROGRAM TATALAKSANA PERAWATAN DIABETES SECARA

KOMPREHENSIF (CDC) PADA PASIEN PRIA USIA LANJUT DENGAN DIABETES MELLITUS
TIPE II: SEBUAH PENELITIAN RETROSPEKTIF

Rohit Sane 1, Pravin Ghadigaonkar 2, Rekha Chaure 3, Sangeeta Jain 3, Shweta Wahane 4, Aarti Nadapude
5
, Aarati Badre 3, Rahul Mandole 1,*
1
Departemen Penelitian dan Pengembangan, Klinik dan Rumah Sakit Perawatan Jantung Madhavbaug, Mumbai, India
2
Departemen Operasi Medis, Klinik dan Rumah Sakit Perawatan Jantung Madhavbaug, Mumbai, India
3
Klinik Perawatan Jantung Madhavbaug, Mumbai, India
4
Klinik Perawatan Jantung Madhavbaug, Nagpur, India
5
Klinik Perawatan Jantung Madhavbaug, Latur, India

Abstrak: Prevalensi diabetes mellitus telah menyebabkan munculnya ancaman secara global, oleh karena
penyakit ini menjadi penyebab utama meningkatnya mortalitas dan morbiditas serta pengeluaran biaya
untuk perawatan kesehatan. India merupakan negara ke-2 dengan jumlah pasien dengan diabetes mellitus
terbanyak, yaitu dengan perkiraan prevalensi sekitar 10%. Perawatan diabetes secara komprehensif (CDC)
merupakan sebuah kombinasi dari Panchakarma dan tatalaksana diet. Penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi pengaruh perawatan diabetes secara komprehensif (CDC) pada hemoglobin terglikosilasi
(HbA1c), indeks massa tubuh (IMT), berat badan, lingkar perut, dan ketergantungan terhadap terapi
konvensional pada pasien- pasien dengan diabetes mellitus. Penelitian retrospektif ini dilakukan dari bulan
Juli 2017 hingga bulan Januari 2018, di mana data dari pasien- pasien pria lanjut usia dengan diabetes
mellitus tipe 2 [hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) > 6,5%] yang datang ke klinik Madhavbaug di
Maharashtra, India diidentifikasi. Para peneliti mempertimbangkan data pasien yang diberikan perawatan
diabetes secara komprehensif (CDC) (60-75 menit) dengan minimal 6 pertemuan selama 90 hari (± 15 hari).
Variabel dibandingkan antara hari 1 dan hari 90 perawatan diabetes secara komprehensif (CDC). Dari 48
pasien pria lanjut usia yang terdaftar, 34 dimasukkan untuk analisis. Perawatan diabetes secara
komprehensif (CDC) menunjukkan peningkatan hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) yang signifikan dari
8,27 ± 0,96 menjadi 7,1 ± 1,30; p = 0,0001), indeks massa tubuh (IMT) dari 27,65 ± 3,20 hingga 25,91 ±
3,29, p < 0,0001), berat dari 73,75 ± 10,76 hingga 69,46 ± 10,39, p < 0,0001). Lingkar perut (dari 100,0 ±
9,08 menjadi 95,36 ± 9,10; p < 0,0001), juga menunjukkan penurunan yang signifikan. Ketergantungan
pada obat-obatan secara bersamaan berkurang, dengan jumlah pasien yang tidak menggunakan obat-obatan
bersamaan meningkat dari 3% menjadi 15%. Perawatan diabetes secara komprehensif (CDC) dan allopati
keduanya terbukti manjur; tetapi perawatan diabetes secara komprehensif (CDC) bekerja secara bertahap,
yaitu dengan mengurangi hemoglobin terglikosilasi (HbA1c), serta mengurangi ketergantungan pada obat-
obatan allopatik.
Kata kunci: Perawatan Diabetes secara Komprehensif, CDC, Panchakarma, HbA1C, Indeks Massa Tubuh
(IMT), Diabetes Mellitus, Pengobatan Alternatif

1. Pendahuluan

Prevalensi diabetes mellitus tipe II telah mencapai tingkat epidemi dalam skala global. Federasi
diabetes internasional mengutip bahwa jumlah penderita diabetes pada tahun 2030 akan meningkat sekitar
200 juta dalam jumlah kasus, dibandingkan dengan prevalensi pada tahun 2011 [1]. Ini jauh lebih
memprihatinkan di India, di mana diperkirakan sekitar 1/10 dari populasi yang ditimbulkan oleh diabetes
mellitus, dengan tingkat kematian yang sangat tinggi [2, 3]. Secara historis, kadar gula darah puasa > 126
mg/dl dan kadar gula darah pasca makan > 140 mg/dl, yang bersama-sama merupakan tes toleransi glukosa
oral digunakan untuk diagnosis diabetes mellitus. Saat ini, hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) digunakan
untuk diagnosis diabetes mellitus, karena menggambarkan kadar glukosa darah selama 2-3 bulan
sebelumnya. Tingkat hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) > 6,5% merupakan diagnosis diabetes mellitus,
sementara tingkat kurang dari 6,5 tetapi lebih dari 5,7% dianggap sebagai pradiabetik. Sebagian besar
pedoman menyarankan target hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) sebagai ≤ 6,5% [4]. Banyaknya
komplikasi diabetes mellitus, dikelompokkan sebagai makrovaskuler dan mikrovaskuler, jangka pendek dan
jangka panjang, membuat penyakit ini lebih berbahaya. Stroke, infark miokard, penyakit pembuluh darah
perifer adalah beberapa komplikasi makrovaskular, sedangkan retinopati, neuropati, dan nefropati
dikelompokkan dalam komplikasi mikrovaskular. Namun, penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
pasien- pasien dengan diabetes adalah penyakit penyakit kardiovaskular (CVD) [5]. Ulkus pedis dan
amputasi adalah beberapa pengaruh setelah neuropati diabetik, sedangkan nefropati diabetik adalah salah
satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien- pasien dengan diabetes setelah penyakit
kardiovaskular (CVD) [6-9]. Saat ini diabetes ditangani dengan mengadvokasi koreksi diet dan latihan fisik
secara teratur bersama dengan pengobatan dengan obat antidiabetik oral / agen hipoglikemik oral (OAD).
Disarankan untuk memulai obat antidiabetik oral / agen hipoglikemik oral (OAD) ketika tatalaksana diet
dan tindakan lain tidak dapat menurunkan kadar hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) menjadi < 6,5% setelah
2 bulan. Mayoritas obat antidiabetik oral / agen hipoglikemik oral (OAD) bertindak dengan cara baik,
mengurangi produksi glukosa intrinsik, meningkatkan penyerapan jaringan atau meningkatkan ekskresi.
Sulphonylureas, thiazolidinedione, biguanides, dan lain- lain. Adalah beberapa contoh obat antidiabetes
kelas konvensional. Ketika 1 obat antidiabetik oral / agen hipoglikemik oral (OAD) tidak dapat mengurangi
hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) di bawah 7,5% atau jika nilai awal hemoglobin terglikosilasi (HbA1c)
terlalu tinggi, disarankan untuk menggunakan kombinasi obat antidiabetik oral / agen hipoglikemik oral
(OAD) dari kelas yang berbeda [10]. Namun, masalah utama yang dihadapi dengan penggunaan obat
antidiabetik oral / agen hipoglikemik oral (OAD) adalah sejumlah besar efek samping yang meliputi
hipoglikemia, pankreatitis, anemia, dan lain- lain [11]. Efek samping ini seiring dengan peningkatan biaya
terapi telah ditemukan secara drastis mengurangi kepatuhan pengobatan pada pasien- pasien dengan
diabetes mellitus [12]. Meskipun ketersediaan berbagai kelas obat antidiabetik oral / agen hipoglikemik oral
(OAD) dan pedoman yang ditetapkan secara luas, jumlah kasus diabetes mellitus secara konsisten
meningkat [12]. Dengan demikian, diperlukan terapi alternatif yang efektif, yang akan menangkal dampak
buruk dari obat-obatan konvensional dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap obat-obatan untuk hasil
yang optimal. obat antidiabetik oral / agen hipoglikemik oral (OAD) bertindak dengan mengurangi kadar
gula darah dalam tubuh. Berbagai obat herbal telah menunjukkan pengaruh yang serupa dalam penelitian
klinis, termasuk pengurangan hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) [13-15] yang signifikan. Ini menjadikan
Ayurveda alternatif terapi potensial pada pasien- pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Dokter Ayurvedic
menganjurkan Panchakarma - proses detoksifikasi tubuh multi-langkah dalam fase kronis penyakit.
Panchakarma dan terapi diet digabungkan dalam program perawatan diabetes secara komprehensif (CDC).
Tiga teknik digunakan di Panchakarma pada perawatan diabetes secara komprehensif (CDC)-Snehana
yaitu, terapi panas pasif dan Basti yaitu pemberian obat per rektal. Panchakarma adalah prosedur yang
terkenal untuk detoksifikasi internal tubuh [16-17]. Depresi dikaitkan dengan diabetes mellitus oleh karena
penurunan kualitas hidup, sehingga kami merencanakan penelitian retrospektif ini pada pasien pria lanjut
usia diabetes mellitus tipe 2, yaitu dengan tujuan untuk menilai kemanjuran perawatan diabetes secara
komprehensif (CDC) pada berbagai parameter seperti hemoglobin terglikosilasi (HbA1c), indeks massa
tubuh (IMT), pengurangan berat badan, lingkar perut, dan reduksi ketergantungan pada pengobatan
konvensional setelah perawatan diabetes secara komprehensif (CDC) selesai.

2. Subjek dan Metode

2.1. Desain Penelitian

Penelitian berbasis catatan retrospektif.

2.2. Lokasi Penelitian

Klinik Madhavbaug dari seluruh Maharashtra.

2.2.1. Periode Penelitian

Juli 2017 hingga Januari 2018.

2.2.2. Partisipan Penelitian

Laki-laki lanjut usia (> 60 tahun), menderita diabetes mellitus tipe 2 [hemoglobin terglikosilasi
(HbA1c) > 6,5%], [4] yang datang ke klinik Madhavbaug di seluruh Maharashtra.
2.2.3. Metodologi

Data pasien yang telah diberikan perawatan diabetes secara komprehensif (CDC) dengan minimal 6
pertemuan selama kurun waktu 90 hari (± 15 hari) dipertimbangkan untuk penelitian ini, di mana 4
pertemuan dilakukan pada bulan 1, dan 1 duduk per bulan untuk selanjutnya 2 bulan. Pasien-pasien ini
dirawat dengan diet 800-1.000 kalori per hari, menurut catatan medis pasien. Rencana diet terdiri dari
karbohidrat rendah, protein sedang, dan lemak rendah. Kasus diidentifikasi, dan data dinilai dari catatan
klinik Madhavbaug di Maharashtra. Pemilihan didasarkan pada ketersediaan data dasar yang relevan
lengkap [hari 1 perawatan diabetes secara komprehensif (CDC)] dan data hari terakhir [hari 90 perawatan
diabetes secara komprehensif (CDC)]. Informasi tentang obat yang diresepkan bersamaan, jika ada, juga
dicatat. Pada hari 1 perawatan diabetes secara komprehensif (CDC), pasien telah menjalani hemoglobin
terglikosilasi (HbA1c), berat badan, indeks massa tubuh (IMT), pengukuran lingkar perut sesuai pedoman
[18]. Bacaan ini dianggap sebagai bacaan dasar. Proses ini diulangi pada hari ke 90 perawatan diabetes
secara komprehensif (CDC) untuk menghitung perubahan dari pembacaan nilai awal. indeks massa tubuh
(IMT) untuk hari 1 dan hari 90 pasien dihitung dengan memeriksa berat dan tinggi dari lembar data medis
pasien dan menggunakan rumus: berat dalam kilogram / (tinggi dalam meter) 2. Ketergantungan pada
pengobatan standar dihitung baik pada hari 1 dan hari 90 perawatan diabetes secara komprehensif (CDC)
sebagai persentase pasien dari total yang terdaftar yang membutuhkan agen terapi allopatik konvensional
selama masa penelitian 90 hari.

Perawatan diabetes secara komprehensif (CDC) adalah prosedur 3 langkah yang dilakukan pada
pasien- pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 setelah sarapan ringan. Satu langkah prosedur memakan
waktu 65-75 menit, seperti yang dijelaskan dalam tabel 1 [19-20].

2.2.4. Analisis Statistik

Data dikumpulkan dan diberi kode dalam lembar kerja Microsoft Excel. R Versi 3.4.1 perangkat
lunak digunakan untuk menganalisis data. Data kategorikal disajikan dalam bentuk frekuensi dan data
kontinu disajikan sebagai Rata- rata ± deviasi standar. Uji t-berpasangan digunakan untuk menilai
perbedaan antara nilai-nilai dasar dan hari ke-90 setelah pengobatan. Histogram digunakan untuk mewakili
grafik.

Table 1. Study Treatment: Comprehensive Diabetes Care (CDC).

Step of CDC Type of Therapy Herbs used for therapy Duration of Therapy
Massage or external oleation 100 ml Azadirechta indica (neem) extract
Snehana 25-30 minutes
(centripetal upper strokes on the processed in sesame oil
body)
Swedana Passive heat therapy to the body Dashmoola (group of ten herbal roots) with steam at <40 15-20 minutes
+ 3-4 minutes
Step of Type of Therapy Herbs used for therapy Duration of
CDC Per-rectal drug degrees Celsius) Therapy
of relaxation
administration should be after
Basti in body for > 15 Daruharidra (Berberis aristate) 10 minutes
kadha minutes for maximum and 40%of
Mixture Yashtimadhu
40% Gudmaar
absorption (Glycyrrhiza glabra) 20%
(Gymnema sylvestre),

3. Hasil procedure

Populasi penelitian:

Sebanyak 48 data pasien disaring untuk dimasukkan dalam penelitian. Namun,


berdasarkan ketersediaan data (Hari 1 dan Hari 90) dan kriteria inklusi, 34 pasien
dipilih, dan data mereka dipertimbangkan untuk analisis. Penelitian ini melibatkan
total 34 pasien pria dengan usia lebih dari 60 tahun yang memiliki riwayat diabetes
dan hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) ≥ 6,5. Usia rata-rata pasien adalah 66,32 ±
4,86 tahun dan tinggi rata-rata adalah 163,34 ± 6,53 cm.
Table 2. Comparison of clinical parameters between baseline values and 90th
day.
Variable (n=34) Baseline After 90 t statistic p-value
days

HbA1c 8.27 ± 0.96 7.1 ± 1.30 4.71 0.0001

Weight (Kg) 73.75 ± 10.76 69.46 ± 10.964 <0.0001


10.39
BMI 27.65 ± 3.20 25.91 ± 3.29 7.35 <0.0001
Abdomen girth 100.0 ± 9.08 95.36 ± 9.10 8.1 <0.0001
(n=25)

Table 3. Correlation of BMI and Abdomen girth with HbA1c at 1st


day and after 90 day
Baseline After 90 days
Correlation between

R p-value r p-value

BMI and HbA1c 0.05 0.76 0.07 0.69


Abdomen girth and HbA1c -0.049 0.82 0.05 0.81

6
Figure 1. Comparison of HbA1c at baseline and after 90 days.

Figure 2. Comparison of weight of the patients at baseline and after


90 days.

7
Figure 3. Comparison of BMI of the patients at baseline and after 90
days.

Figure 4. Comparison of Abdomen girth of the patients at baseline and


after 90 days.
Parameter klinis dibandingkan antara nilai-nilai awal dan setelah 90 hari
adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Setelah 90 hari pengobatan ada
penurunan yang signifikan dalam hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) (P = 0,0001;
Gambar 1). Ada penurunan yang signifikan dalam berat badan (P < 0,001; Gambar
2), indeks massa tubuh (IMT) (P < 0,0001; Gambar 3) dan lingkar perut (P < 0,0001;
Gambar 4) pasca perawatan selama 90 hari.

Kami juga menilai korelasi antara indeks massa tubuh (IMT) dan hemoglobin
terglikosilasi (HbA1c), lingkar perut dan hemoglobin terglikosilasi (HbA1c)b (tabel
3). Ada korelasi positif yang lemah antara indeks massa tubuh (IMT) dan hemoglobin
terglikosilasi (HbA1c) (r = 0,05) pada hari pertama pengobatan dan itu tidak
signifikan secara statistik (p = 0,06), hal yang sama ditunjukkan pada Gambar 5a.

Setelah 90 hari pengobatan, kami menemukan hubungan positif yang hampir


sama antara indeks massa tubuh (IMT) dan hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) (r =

8
0,07, p = 0,70) yang ditunjukkan pada gambar 5b. Kami menemukan hubungan
negatif antara hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) dan lingkar perut (r = -0,049) pada
hari pertama pengobatan yang tidak signifikan secara statistik (p = 0,82) (gambar 5c).
Kami menemukan hubungan positif yang lemah di antara mereka setelah perawatan (r
= 0,051) pada hari 90, dan itu tidak signifikan secara statistik (p = 0,81) (gambar 5d).

Konsumsi obat-obatan allopatik pada hari 1 dan setelah 90 hari terapi adalah
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Sebagian besar peserta yang terdaftar diobati
dengan biguanides (58,82%), sulfonylurea (38,24%), obat antiinflamasi nonsteroid
(35,29%), statin (29,41%). Semua subjek yang merupakan obat allopatik sebelum
terapi menurun setelah hari ke-90. Namun, subjek dengan obat antiinflamasi
nonsteroid tidak bervariasi setelah terapi. Ilustrasi diberikan pada gambar 6.

Table 4. Consumption of allopathic medicines on day 1 and after 90 days.

9
Medicine Day 1 After 90 days
Sulfonylurea 13 (38.24) 10 (29.41)
Biguanide 20 (58.82) 13 (38.24)
Thiazolidinedione 4 (11.76) 2 (5.88)
DPP-4 inhibitor 8 (23.53) 5 (14.71)
Alpha-glucosidases inhibitors 5 (14.71) 3 (8.82)
Insulin 3 (8.82) 3 (8.82)
NSAID 12 (35.29) 12 (35.29)
Statin 10 (29.41) 6 (17.65)
ARB 8 (23.53) 6 (17.65)
Beta blocker 5 (14.71) 2 (5.88)
CCB 6 (17.65) 5 (14.71)
Antiplatelet 7 (20.59) 7 (20.59)
Nitrate 1 (2.94) 1 (2.94)
No medicine 1 (2.94) 5 (14.71)

10
4. Diskusi

Meskipun ketersediaan sejumlah besar opsi terapi untuk pengobatan diabetes


mellitus tipe II, prevalensi dan kontribusinya terhadap morbiditas dan mortalitas
global tetap tinggi secara signifikan dan terus meningkat. Oleh karena itu, pilihan
terapi alternatif untuk mengekang ancaman diabetes mellitus adalah kebutuhan
mendesak saat ini. Obat allopatik konvensional digunakan dalam pengobatan diabetes
mellitus tipe II bertindak dengan mengurangi kadar gula darah. Obat-obatan
Ayurvedic berfungsi sebagai opsi terapi alternatif yang potensial untuk pengelolaan
diabetes mellitus tipe II, karena banyak obat-obatan herbal telah ditemukan secara
signifikan menurunkan kadar glukosa darah dalam penelitian klinis. Dokter
Ayurvedic memberikan Panchakarma kepada pasien- pasien dengan diabetes
mellitus [16]. Panchakarma bersama dengan terapi diet yang terdiri dari karbohidrat
rendah dan lemak dengan jumlah protein sedang diberikan dalam perawatan diabetes
secara komprehensif (CDC). Mekanisme yang mungkin, dimana perawatan diabetes
secara komprehensif (CDC) mungkin bermanfaat bagi pasien dengan diabetes
mellitus tipe II adalah:

1. Mengurangi produksi glukosa di hati dengan menghambat stimulasi


simpatik pada glukoneogenesis,

2. Mengurangi tegangan geser endotel pembuluh darah dengan


mempromosikan kehilangan air melalui keringat. Ini dapat membantu dalam
mengurangi komplikasi vaskular secara signifikan [16].

Dalam penelitian ini, perawatan diabetes secara komprehensif (CDC)


ditemukan secara signifikan mengurangi (p < 0,001) hemoglobin terglikosilasi
(HbA1c), indeks massa tubuh (IMT), berat badan, lingkar perut, pada akhir periode
penelitian yaitu hari ke-90. Temuan penting lain dari penelitian kami adalah bahwa

11
ada pengurangan yang signifikan dalam ketergantungan pasien pada obat antidiabetik
allopatik konvensional pada akhir periode penelitian.

Nilai hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) adalah salah satu parameter yang


paling penting pada pasien- pasien dengan diabetes karena menggemakan kontrol
kadar gula darah selama 2-3 bulan sebelumnya [4]. Fitur penting lainnya dari
hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) adalah nilai prognostikatornya pada diabetes
mellitus tipe 2, karena telah ditemukan bahwa morbiditas dan mortalitas berhubungan
langsung dengan peningkatan hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) yang berkelanjutan
[21]. Dengan demikian dapat diantisipasi dari temuan penelitian kami bahwa
perawatan diabetes secara komprehensif (CDC) membawa prognosis yang baik pada
pasien- pasien dengan diabetes karena secara signifikan mengurangi hemoglobin
terglikosilasi (HbA1c). Obesitas dan gaya hidup yang tidak bergerak berkontribusi
terhadap perkembangan diabetes mellitus, yang ditandai dengan peningkatan indeks
massa tubuh (IMT) [22]. Selain diabetes mellitus, indeks massa tubuh (IMT) tinggi
memiliki keterkaitan epidemiologis dengan banyak penyakit kronis seperti hipertensi
(HTN) dan penyakit kardiovaskular (CVD) lainnya [23]. Kontrol berkelanjutan kadar
gula darah adalah faktor terpenting pada pasien- pasien dengan diabetes, karena telah
ditetapkan bahwa kontrol kadar gula darah yang buruk dikaitkan dengan peningkatan
kejadian komplikasi [24]. Perawatan diabetes secara komprehensif (CDC) dapat
membantu mengurangi komplikasi diabetes mellitus karena menunjukkan
pengurangan berkelanjutan pada semua parameter seperti hemoglobin terglikosilasi
(HbA1c), indeks massa tubuh (IMT), berat badan, dan lain- lain.

Masalah utama lainnya dengan penggunaan obat konvensional adalah


meningkatnya biaya terapi seiring dengan peningkatan insiden efek samping yang
terkait dengan penggunaan obat-obatan ini [25]. Oleh karena itu, kami menilai
pengaruh perawatan diabetes secara komprehensif (CDC) pada ketergantungan pada
obat konvensional. Dalam penelitian kami saat ini, kami menemukan bahwa ada
pengurangan keseluruhan dalam ketergantungan pasien pada pengobatan

12
konvensional pada akhir periode penelitian. Juga, jumlah pasien yang menggunakan
obat konvensional meningkat pada akhir hari ke-90.

Untuk menggeneralisasi temuan penelitian kami ke populasi yang lebih besar,


kami merekomendasikan konduksi penelitian serupa dengan dua lengan, untuk
memungkinkan perbandingan langsung dengan terapi konvensional, desain
prospektif, dan periode tindak lanjut yang panjang dengan ukuran sampel yang lebih
besar.

5. Kesimpulan

Parameter utama tubuh yang mengalami diabetes mellitus adalah indeks


massa tubuh (IMT), berat badan, lingkar perut yang semuanya memperburuk tingkat
komplikasi. Meskipun konvensional memperbaiki parameter ini sampai batas
tertentu, biaya terapi dan efek samping mengimbangi efek menguntungkan mereka
dan mengurangi kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat. Perawatan diabetes
secara komprehensif (CDC) mengoreksi semua parameter ini secara efektif dan juga
mengurangi ketergantungan pada obat konvensional, di mana semuanya memiliki
pengaruh kontribusi positif pada peningkatan kepatuhan pasien. Dengan demikian,
adalah tepat untuk menyimpulkan bahwa perawatan diabetes secara komprehensif
(CDC) dapat dianggap sebagai pilihan terapi yang efektif dan aman untuk pengobatan
diabetes mellitus.

13

Anda mungkin juga menyukai