Anda di halaman 1dari 8

Pembaruan Terbaru Mengenai Manajemen Epistaksis Saat Ini

ABSTRAK

Epistaksis adalah salah satu kegawatdaruratan dibidang THT yang paling sering ditemukan.
Meskipun sebagian besar pasien dapat dirawat diruang gawat darurat, namun beberapa pasien
mengalami epsitaksis yang berisfat kompleks dan mungkin memerlukan intervensi khusus.
Ada beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya epistaksis dan epistaksis sendiri
dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi pada populasi lansia terkait dengan
morbiditas yang lebih tinggi, sering membutuhkan perawatan yang lebih intensif. Strategi
pengobatan serupa secara luas selama beberapa dekade. Namun, dengan evolusi teknologi
endoskopi, cara baru dalam mengelola epistaksis sekarang telah tersedia. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa cara tersebut, dikombinasi dengan penggunaan rencana manajemen
stepwise, harusnya dapat membatasi komplikasi dan kebutuhan rawat inap pada pasien.
Ulasan ini membahas berbagai opsi perawatan dan mengintegrasikan metode tradisional
dengan teknik modern.

PENDAHULUAN

Epistaksis dialami hingga 60% orang disepanjang hidup mereka, dimana 6% dari mereka
membutuhkan perhatian medis.1 Walaupun pemahaman kami mengenai kondisi ini telah
berkembang dengan pesat, prinsipnya melakukan tampon pada hidung yang mengalami
epsitaksis berubah sedikit sejak Hippocrates menggunakan wol dari domba pada zaman
Yunani kuno.

EPIDEMIOLOGI

Insiden epistaksis sangat bervariasi bergantung pada usia. Ada distribusi bimodal dimana
puncaknya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda dan dewasa tua (45-65 tahun).2
Bukti anekdotal menunjukkan bahwa kelompok stereotip tertentu lebih rentan (Misalnya,
wanita lanjut usia atau anak laki-laki).

ANATOMI

Salah satu fungsi utama hidung adalah untuk menghangatkan dan melembabkan udara.
Karena itu hidung memiliki suplai darah berlimpah yang berasal dari arteri karotis interna
dan eksterna.

Epistaksis biasanya diklasifikasikan menjadi epistaksis anterior atau posterior, tetapi juga
dapat digolongkan sebagai superior atau inferior tergantung pada suplai karotis. Secara luas,
karotid interna (melalui arteri ethmoidalis) memberikan vaskularisasi daerah di atas konka
media sementara area yang tersisa divaskularisasi oleh cabang-cabang dari arteri karotis
eksterna. Termasuk juga arteri sphenopalatine, yang memberikan vaskularisasi pada sebagian
besar septum dan konka didinding lateral. Ada juga persilangan antara sistem arteri kanan
dan kiri, yang dapat menyebabkan perdarahan hidung persisten meskipun telah dilakukan
ligasi arteri unilateral.

Epistaksis anterior bertanggung jawab untuk sekitar 80% dari seleuruh kejadian epistaksis.
Epistaksis anterior ini terjadi pada anastomosis yang disebut sebagai Pleksus Kiesselbach di
bagian bawah septum anterior yang dikenal sebagai Little area. Epistaksis posterior terjadi
terutama berasal dari arteri nasalis septum posterior (cabang dari arteri sphenopalatine), yang
merupakan bagian dari pleksus Woodruff.

ETIOLOGI

Etiologi epistaksis dapat dibagi menjadi lokal dan general (kotak 1), namun sebagian besar
(80% -90%) sebenarnya idiopatik. Faktor penting lain yang berperan, selain vaskularisasi
yang menonjol dan suplai darah ganda ke hidung, adalah bahwa pembuluh darah di dalam
mukosa hidung bersifat superfisial dan karena itu relatif tak terlindung. Dalam kebanyakan
kasus, kerusakan pada mukosa dan dinding pembuluh yang menyebabkan perdarahan. Ruptur
spontan pembuluh darah dapat terjadi kadang-kadang pada saat valsalva ekstrem akibat
mengangkat besi. Meskipun tidak biasa, penting untuk menyingkirkan adanya kemungkinan
neoplasia sebagai penyebab epistaksis unilateral berulang yang tidak dapat dijelaskan.

TATALAKSANA

Manajemen tradisional epistaksis akut memerlukan identifikasi titik perdarahan dengan


menggunakan head mirror atau sumber cahaya lainnya. Jika sumber pendarahan telah
ditemukan, maka dilakukan dilakukan chemical atau elektrokauter adalah. Jika tidak berhasil,
manajemen lebih lanjut mengambil pendekatan stepwise— dilakukan packing anterior
dengan menggunakan kain kasa atau spons dan kemudian jika gagal, maka dilakukan teknik
lain seperti balon kompresif atau posterior packing. Akhirnya, ligasi atau embolisasi arteri
dapat digunakan untuk perdarahan yang sulit diatasi. Gambar 1 menguraikan rencana
manajemen yang disarankan.

Resusitasi

Epistaksis adalah peristiwa yang berpotensi mengancam jiwa. Semua pasien yang sedang
mengalami perdarahan aktif memerlukan pemeriksaan penuh dan resusitasi jika perlukan.
Keadaan klinis pada pasien dengan usia lanjut dapat memburuk dengan cepat sehingga
resusitasi yang cepat hingga agresif sangat penting. Kewaspadaan universal harus dipakai
sebelum memulai perawatan apa pun termasuk penggunaan masker wajah dan perlindungan
mata. Tanda vital harus dipantau secara teratur. Pemeriksaan darah lengkap dan golongan
darah harus dilakukan. Penelitian menunjukkan pemeriksaan pembekuan darah, rutin
dilakukan hanya jika ada dugaan diatesis pembekuan atau pasien diberi antikoagulan.3
Pemberian cairan harus dilakukan jika ada tanda-tanda hipovolemia. Selama resusitasi,
perdarahan biasanya dapat dikontrol dengan melakukan penekanan pada kartilago bagian
bawah dari hidung. Hal ini paling baik dilakukan oleh asisten (perawat atau asisten
kesehatan) dan dapat ditambah dengan kompres dingin atau dengan pasien mengisap es.
Membungkuk ke depan akan mengurangi aliran darah nasofaring, dan mungkin kurang
nyaman bagi pasien dan akan membantu pasien untuk mengurangi tertelannya darah dan
sehingga dapat mengurangi mual.

Nasal Preparation

Nasal preparation yang baik sangat penting untuk menjelaskan dan mengobati penyebab
epistaksis. Rongga hidung sering tertutup oleh gumpalan darah. Jadi segera sebelum
pemeriksaan dilakukan hidung pasien dapat dibersihkan dari gumpalan ini. Meskipun
tindakan ini dapat memulai kembali pendarahan namun akan memungkinkan peningkatan
akses untuk obat-obat anaestesi. Seharusnya untuk melihat rongga hidung dilakukan dengan
rhinoskopi anterior menggunakan spekulum Thudicum; sehingga gumpalan yang membandel
dapat diambil dengan suction dan kita dapat melakukan penilaian awal titik perdarahan.

Anestesi lokal, idealnya termasuk vasokonstriktor, harus diberikan pada mukosa hidung di
atas Little area (kotak 2). Metode pemberian obat bervariasi pada persiapan, tetapi sebagian
besar memerlukan cairan yang diaplikasikan pada kapas atau sebagai semprotan hidung.
Dibutuhkan waktu untuk menunggu obat dapat bekerja.

Secara umum, analgesia sistemik tidak diperlukan saat memeriksa atau melakukan tampon
hidung, meski sedasi ringan (dengan diazepam dosis kecil) sering digunakan pada pasien
hipertensi atau cemas. Setelah anestesi lokal yang memadai tercapai, rongga hidung dapat
diperiksa dan pengobatan dilakukan untuk menghentikan pendarahan. Little Area harus
dilihat terlebih dahulu.

Kauterisasi

Kauterisasi kimia dilakukan dengan menggunakan stick silver nitrat (75% silver nitrat, 25%
kalium nitrat BP ) yang bereaksi terhadap lapisan mukosa untuk menghasilkan kerusakan
lokal. Teknik ini memerlukan penekanan stick pada titik perdarahan dengan tekanan kuat
selama 5-10 detik. Efeknya bervariasi sesuai dengan konsentrasi dan paparan. Membuang
sisa perak nitrat membantu mencegah pewarnaan pada vestibulum hidung atau bibir atas. Jika
pewarnaan memang terjadi, seharusnya segera dinetralkan dengan normal salin. Hanya satu
sisi septum harus diwaspadai, karena ada risiko perforasi septum akibat penurunan
vaskularisasi ke kartilago septum. Untuk alasan ini, kami sarankan diberikan interval empat
hingga enam minggu diantara perawatan kauterisasi.

Electrocauter biasanya dilakukan di klinik oleh ahli THT di bawah anestesi lokal; terdiri dari
rangkaian listrik yang memanaskan loop logam. Dengan teknik ini energi panas menutup
pembuluh darah yang bermasalah dengan radiasi, bukan dengan kontak langsung. Sebuah
komplikasi potensial yang mungkin muncul adalah kerusakan akibat panas pada nares
anterior dan konka inferior. Risiko ini dapat dikurangi dengan menggunakan spekulum aural
yang besar dalam pemeriksaan mikroskopis.
Packing anterior

Hidung harus segera dipasang tampon jika perdarahan berlanjut atau jika tidak ada
perdarahan yang terlihat. Ada banyak bentuk kemasan tampon anterior meskipun spons
hidung menjadi dominan karena mereka mekanismenya sederhana dan efektif untuk
memberikan tekanan pada pembuluh darah yang berdarah.

Tampon hidung

Ada beberapa jenis yang tersedia.

Merocel terbuat dari alkohol polivinil, busa polimer terkompresi yang dimasukkan ke dalam
hidung (gambar 2) dan akan mengembang dnegan pemberian air. Ini menyebabkan tampon
membengkak dan mengisi rongga hidung, memberikan tekanan pada titik perdarahan.
Mungkin juga memungkinkan faktor pembekuan untuk melokalisasi dan mencapai tingkat
kritis, dengan demikian memfasilitasi koagulasi. Merocels mudah dimasukkan oleh pasien
sendiri atau pasien dengan pelatihan yang minimal. Mereka efektif pada 85% kasus, tanpa
perbedaan keberhasilan bila dibandingkan dengan kasa pita tradisional.4

Rapid Rhino adalah contoh tampon karboksimetilselulosa. Rapid Rhino adalah bahan
hidrokoloid, yang bertindak sebagai agregator trombosit.Tidak seperti Merocel, Rapid Rhino
memiliki manset yang dipompa oleh udara dan hydrocolloid atau Gel-Knit yang mencegah
terbentuknya bekuan darah baru selama proses pembersihan bekuan.

Packing anterior formal

Jika tampon hidung gagal menghentikan epistaksis, maka harus dipertimbangkan penggunaan
packing formal dengan kasa pita. Sekali lagi ada banyak jenis yang dijual dipasaran, tetapi
yang paling sering digunakan telah dilapisi pasta parafin Vaseline atau bismuth-iodoform.
Kasa ini harus dimasukkan ke dalam rongga hidung yang telah dianestesi secara lokal.
Setelah pemasangannya selesai, pasien diperiksa untuk melihat adakah perdarahan yang
sedang berlangsung dari nares kontralateral atau posterior. Ini dilakukan dengan
menggunakan penekan lidah untuk mendapatkan tampilan orofaring yang baik. Jika muncul
perdarahan, pemasangan packing formal dibagian lain harus dipertimbangkan sebelum
packing formal yang sudah dimasukkan ini diambil. Hal ini mungkin dapat meningkatkan
tekanan tamponade pada septum dan menghentikan pendarahan. Karena risiko yang ada
terkait dengan packing formal (kotak 3), sebagian besar pasien harus dirawat di rumah sakit.
Pada beberapa unit akan memulangkan pasien jika secara hemodinamik stabil, untuk
diperiksa ulang dalam 24-48 jam, meskipun ini merupakan kontroversi karena potensi
komplikasi. Jika packing formal dibiarkan selama lebih dari 48 jam, maka antibiotik harus
mulai diberikan untuk mencegah sindrom syok toksik. packing formal dilepas dalam tiga
hari.
Packing posterior

Packing anterior sering tidak cukup untuk mengendalikan perdarahan dari rongga hidung
posterior. Pendarahan ini sulit untuk diobati dan mungkin membutuhkan insersi balon atau
packing posterior formal.

Insersi balon

Ini bergantung pada tekanan langsung atau yang lebih umum akumulasi darah dalam rongga
hidung yang menyebabkan tamponade. Ada beberapa jenis yang bisa digunakan; beberapa
telah dirancang khusus untuk manajemen epistaksis. Ada dua jenis yang dibahas.

Kateter Foley

Ini menggunakan kateter urin standar yang dimasukkan melalui nares anterior dan melewati
kembali sampai ujungnya terlihat diorofaring. Kemudian dipompa dengan 3-4 ml air atau
udara. Kateter ditarik ke depan sampai balon mengenai choana posterior. Rongga hidung
pada bagian anterior ditutup dengan kasa pita atau spons hidung. Balon kateter diletakkan di
nares anterior. Penting dalam hal ini untuk melindungi columella karena rentan terhadap
tekanan nekrosis. Komplikasi lain termasuk perpindahan balon kearah posterior yang dapat
mengganggu jalan napas potensial, deflasi in situ (yang lebih mungkin terjadi dengan inflasi
udara) dan pecahnya balon, yang bila mengandung air, bisa mengakibatkan aspirasi. Bukti
terbaru menunjukkan bahwa balon yang pecah lebih mungkin dengan penggunaan pasta
parafin.5 Sangat penting untuk diingat bahwa kateter Foley sebenarnya tidak berlisensi untuk
digunakan dihidung.

Balon Brighton

Ini dibuat khusus untuk pengobatan epistaksis. Memiliki balon postnasal dan balon anterior
amobile (gambar 3). Balon khusus lainnya termasuk Simpson plug dan kateter hidung Epistat.

Packing posterior formal

Dalam prosedur yang agak tidak nyaman ini (maka dilakukan di bawah anestesi umum), kain
kasa dijahit ke kateter dimasukkan melalui hidung dan menggunakan kateter, bermanuver
melalui rongga mulut kedalam nasofaring sampai choana. Penting untuk melindungi
columella agar tidak terjadi nekrosis tekanan. Pasien harus selalu dirawat dirumah sakit dan
dipertimbangan untuk menempatkan pasien lanjut usia atau annak-anak kecil dalam kete
perawatan intensif untuk pemantauan.

Operasi

Setiap perdarahan yang gagal berhenti meskipun telah dilakukan manajemen eskalasi
memerlukan intervensi bedah. Termasuk pendarahan yang berlanjut setelah dilepasnya
packing. Sebelum dilakukan, pasien harus stabil secara hemodinamik. Pada kebanyakan
kasus manajemen bedah membutuhkan anestesi umum, meskipun pada pasien lanjut usia
yang lemah, anestesi lokal dengan sedasi dapat digunakan. Intervensi bedah bisa dibagi
menjadi diatermi, operasi septum, atau ligasi arteri.
Diathermy

Lokalisasi titik perdarahan di bawah anestesi umum lebih mudah dilakukan karena
peningkatan akses dan instrumentasi hidung. Penggunaan diatermi bipolar daripada diatermi
monopolar direkomendasikan, karena ada laporan kerusakan saraf optik atau okulomotor
setelah penggunaan diatermi monopolar.7

Operasi septum

Operasi septum kadang dilakukan untuk memungkinkan akses kerongga hidung. Karena
sebagian besar perdarahan terjadi dari septum, membuat flap mukoperichondral selama
operasi septum bisa bermanfaat karena akan mengurangi aliran darah ke mukosa, yang sering
menjadi penyebab perdarahan. Operasi juga digunakan untuk memperbaiki septum yang
menyimpang atau menghapus septal spur, yang mungkin menjadi penyebab epistaksis. Hla
tersebut terjadi karena perubahan aliran udara melalui hidung atau deformitas kartilago yang
berat, oleh iritasi mukosa persisten.

Ligasi arteri sphenopalatine

Dalam kasus perdarahan yang sedang berlangsung,prosedur ini biasanya dicoba terlebih
dahulu. Prosedur ini dilakukan di bawah endoskopi langsung yang berisfat rigid dan
pembuluh darah biasanya dipotong atau dikoagulasi menggunakan diatermi bipolar. Tingkat
keberhasilannya dilaporkan mungkin lebih baik daripada bentuk ligasi arteri lainnya karena
merupakan arteri ujung dengan sedikit aliran kolateral.8

Ligasi arteri etmoidalis anterior/posterior

Ligasi ini kadang-kadang diperlukan untuk pendarahan hebat dari wilayah etmoidal dan
secara tradisional dilakukan melalui insisi ethmoidectomy eksternal, melalui subperiosteal di
dinding orbital medial. Tekni endoskopi telah diuraikan dan juga, baru-baru ini, pendekatan
luar juga dibantu melalui endoskopi.10

Ligasi arteri maksila

Ini jarang dilakukan sekarang sejak diperkenalkannya endoskopi, tetapi telah terbukti efektif
dalam 87% kasus.11 Pendekatan ini memodifikasi Operasi Caldwell-Luc, melalui dinding
posterior sinus maksila ke dalam fossa pterigopalatina. Pembuluh darah maksilla dapat
dipotong atau dilakukan diatermi. Komplikasi dari tindakan ini termasuk gusi dan gigi yang
mengalami devitalisasi, sinusitis, dan perdarahan intraoperatif yang bermasalah.

Ligasi arteri karotis eksterna

Ligasi arteri karotis untuk epistaksis yang pertama dilaporkan oleh Pilz pada tahun 1869
(dilakukan pada arteri karotis komunis). Ini adalah metode penurunan non-spesifik aliran
darah ke hidung dan, penelitian telah menunjukkan tingkat kegagalan 45%. Terjadi karena
suplai darah yang dimiliki hidung memiliki aliran dari arteri karotis eksterna kontralateral.12
Secara umum, ini harus dianggap sebagai opsi terakhir, berguna dalam perdarahan tak
terkendali, ketika semua metode di atas gagal.
OPSI MANAJEMEN LAINNYA

Embolisasi angiografis

Sokoloff pertama kali melakukan embolisasi angiografi epistaksis pada tahun 1972.13
Embolisasi dilakukan secara rutin di beberapa pusat kesehatan sebagai sarana untuk
mengobati epistaksis yang tidak bisa diobati. Teknik ini mensyaratkan kanulasi arteri karotis
eksternal dan lokasi titik perdarahan dengan kontras yang larut dalam air. Kumparan, busa
gel, dan alkohol polivinil kemudian dapat membentuk emboli pada arteri kausatif. Tingkat
keberhasilan telah dilaporkan setinggi 87%, yang mirip dengan ligasi arteri.14 Faktor
pembatas teknik meliputi; kurangnya ahli radiologi dan peralatan yang digunakan, tidak bisa
digunakan untuk melakukan embolisai pada arteri ethmoid karena risiko kebutaan, false
aneurisma karena membengkaknya tempat insersi, insiden serebrovaskular, dan kesulitan
pencitraan setelah dilakukan packing. Studi telah melaporkan tingkat komplikasi mencapai
17% -27%.15

Lem fibrin

Lem fibrin dikembangkan dari cryoprecipitate plasma manusia dan mengikat dirinya pada
pembuluh darah yang rusak. Teknik ini mencakup penyemprotan lapisan tipis lem di atas
tempat yang berdarah dan bisa diulangi sesuai kebutuhan. Percobaan acak terbaru telah
dilaporkan bahwa komplikasi pembengkakan lokal, atrofi mukosa hidung, dan keluarnya
cairan hidung lebih rendah dari pada electrocauter, perak nitrat, dan kelompok packing nasal
lainnya. Tingkat perdarahan ulang mencapai 15%, sebanding dengan electrocauter.16

Endoskopi Electrocauter

Penemuan Hopkins pada 1960-an telah merevolusi operasi hidung. Hanya baru saja teknologi
baru ini diadaptasi untuk pengobatan epistaksis (gbr 4).17-19 Hidung harus disiapkan seperti
yang dijelaskan sebelumnya.

Pemeriksaan rongga hidung dilakukan menggunakan endoskop rigid Hopkin (0˚ atau
30˚angle). Gumpalan dihilangkan menggunakan suction, yang juga akan menimbulkan titik
perdarahan. Praktik yang baik untuk ditiru secara rutin ketika memeriksa rongga hidung
adalah melihat septum terlebih dahulu. Di lokasi perdarahan, electrocauter digunakan untuk
menutup pembuluh darah. Penulis merekomendasikan perangkat kauter bipolar dengan
suction terintegrasi untuk memperbaiki lapang pandang dan meningkatkan efisiensi
kauterisasi. Nasal Packing hanya digunakan jika perdarahan gagal berhenti setelah prosedur
atau jika titik perdarahan tidak bisa diidentifikasi. Pasien harus diobservasi dua jam dan bisa
dipulangkan ke rumah jika tidak ada pendarahan kembali. Sebuah penelitian terbaru
menunjukkan bahwa prosedur ini berhasil mengobati 89% pasien dengan epistaksis dengan
74% tidak memerlukan rawat inap.19 Pengurangan kebutuhan rawat inap ini, menjadikannya
prosedur yang bermanfaat dan hemat biaya.

\
Irigasi air panas

Penggunaan irigasi air panas adalah strategi manajemen alternatif untuk epistaksis posterior.
Tekniknya bervariasi, tetapi pada dasarnya kateter balon digunakan untuk menutup choana
posterior dan air pada suhu 45˚C – 50˚C dimasukkan ke dalam rongga hidung. Selain untuk
membantu membersihkan bekuan darah dari hidung, mungkin juga mengurangi aliran darah
lokal dengan menyebabkan oedema mukosa.20

Laser

Laser telah terbukti sangat berguna dalam kasus epistaksis berulang, seperti yang terjadi pada
perdarahan herediter telangiectasia (penyakit Osler-Weber-Rendu). Neodymium Laser
yttrium-aluminium-garnet (Nd: YAG) umumnya digunakan (Melalui endoskopi), meskipun
aplikasi laser lain seperti argon atau karbon dioksida juga telah dijelaskan

Follow-up

Semua pasien dengan riwayat epistaksis berat memerlukan pemeriksaan rongga hidung untuk
menyingkirkan lesi neoplastik. Ini dapat dilakukan sebelum keluar atau di klinik dikemudian
hari. Pasien harus diberi leaflet yang menunjukkan prosedur pertolongan pertama untuk
mengurangi epistaksis dan tindakan pencegahan sederhana saat terjadi kekambuhan termasuk
menahan diri dari kegiatan yang mungkin merangsang pendarahan (meniup, angkat berat,
olahraga berat) dan pantangan untuk mengkonsumsi alkohol atau minuman panas yang bisa
membuat vasodilatasi pembuluh darah hidung. Untuk membatasi perdarahan berulang, krim
antiseptik topikal (Naseptin) atau petroleum jelly (Vaseline) dapat diresepkan, meskipun
efektivitasnya dipertanyakan.22

Pasien dengan tekanan darah tinggi jika perlu masuk dalam pemeriksaan dokter umum
mereka saat akan keluar dari RS. Obat pasien, terutama antikoagulan, meskipun studi
prospektif menunjukkan warfarin tidak perlu dihentikan jika levelnya berada dalam kisaran
terapeutik.23 Aspirin telah terbukti berhubungan secara independen dengan rawat inap karena
epistaksis.24 Namun, penghentian terapi aspirin harus mempertimbangkan resiko komplikasi
tromboemboli dan penundaan waktu antara menghentikan aspirin dan mengembalikan fungsi
trombosit normal.

KESIMPULAN

Selama 10 tahun terakhir, telah terjadi perluasan yang signifikan dalam opsi yang tersedia
untuk pengelolaan epistaksis. Strategi tradisional seperti nasal packing telah bertambah
dnegan adanya teknologi modern menggunakan optik terbaru dan alat listrik. Perawatan
idealnya harus menggunakan protokol yang sistematis, seperti yang dijelaskan dalam ulasan
ini; dimulai dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di klinik dan kemudian lanjut
ke teknik endoskopi untuk kasus yang lebih sulit.
....................................

Anda mungkin juga menyukai