Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi hidup manusia menurut
WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial
serta bukan saja keadaan terhindar dari sakit maupun kecacatan. Kesehatan jiwa
menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Teguh, 2009). Kesehatan jiwa
merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan selaras dengan orang lain,
sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan
lingkungan (Suliswati, 2005).

Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan


bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu dan terjangkau. Disebutkan pula bahwa penderita gangguan jiwa yang
terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan orang lain,
mengganggu ketertiban keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan
perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia
mencapai 245 jiwa per 1000 penduduk hal ini merupakan kondisi yang sangat serius
karena lebih tinggi 2,6 kali dari ketentuan WHO. Prevalensi penderita di Indonesia
adalah 0,3-1% dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang
baru berusia 11-12 tahun sudah menderita gangguan jiwa. Apabila penduduk
Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta mengalami skizofrenia.
Tingginya angka gangguan kesehatan jiwa tersebut penyebabnya multifaktorial bisa
diakibatkan masalah sosial, ekonomi, maupun gizi yang kurang dimana sekitar 99%
pasien di Rumah Sakit Jiwa adalah penderita skizofrenia (Yosep, 2007). Skizofrenia
adalah penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran,
persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak
dapat di definisikan sebagai penyakit tersendiri melainkan diduga sebagai suatu
sindrom gangguan jiwa (Videbeck, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan dan fenomena diatas, maka dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut: bagaimana asuhan keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa
keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran?
1.3 Tujuan

Untuk memberikan gambaran nyata tentang pemberian asuhan keperawatan


pada pasien dengan masalah utama gangguan persepsi sensori : halusinasi

1.4 Manfaat Penelitian

Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penderita agar mempercepat


penyembuhan.

Bagi Petugas Kesehatan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam


mengambil keputusan atau kebijaksanaan untuk mengatasi masalah-masalah
yang berkaitan dengan kejiwaan khususnya dalam memberikan tindakan pada
pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan khususnya


tentang asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi Pendengaran.

Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan


mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
BAB II
KONSEP DASAR HALUSINASI

1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan
atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006)
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses
diterimanya, stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke
otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi
(Yosep, 2009)

2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien
maupun keluarganya. Factor predisposisi dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural,
biokimia, psikologis, dan genetic. (Yosep, 2009)
1) Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka
individu akan mengalami stress dan kecemasan.
2) Faktor sosiokultural
Berbagai factor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga
orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang membesarkannya.
3) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami
stress yang berlebihan, maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytrenferase (DMP).
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan
zat adiktif. Berpengaruh pada ketidakmampuanklien dalam mengambil keputusan demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam
hayal.
5) Faktor genetic
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan
bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Factor presipitasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, penasaran, tidak aman,
gelisah, bingung, dan lainnya.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penyalahgunaan
obat, demam, kesulitan tidur.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab
halusinasi berupa perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan implus yang menekan merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahyakan. Klien asyik dengan halusinasinya seolah merupakan temapat memenuhi
kebutuhan dan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan di dunia
nyata.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual halusinasi mulai denga kehampaan hidup, ritinitas tidak bermakna,
hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Yosep, 2009 tanda dan gejala halusinasi adalah :
a. Melihat bayangan yang menyuruh melakukan sesuatu berbahaya.
b. Melihat seseorang yang sudah meninggal.
c. Melihat orang yang mengancam diri klien atau orang lain
d. Bicara atau tertawa sendiri.
e. Marah-marah tanpa sebab.
f. Menutup mata.
g. Mulut komat-kamit
h. Ada gerakan tangan
i. Tersenyum
j. Gelisah
k. Menyendiri, melamun

4. Proses terjadinya halusinasi


Menurut Yosep, 2009 proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap yaitu:
a. Tahap pertama
Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan tingkat ansietas sedang,
secara umum halusinasi bersifat menyenangkan. Adapun karakteristik yang tampak pada
individu adalah orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa takut serta mencoba memusatkan penenangan pikiran untuk mengurangi
ansietas.
b. Tahap kedua
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan tingkat kecemasan yang
berat. Adapun karakteristik yang tampak pada individu yaitu individu merasa kehilangan
kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersiapkan,
individu mungkin merasa malu dengan pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang
lain.
c. Tahap ketiga
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan tingkat ansietas berat,
pengalaman sensori yang dirasakan individu menjadi penguasa. Adapun karakteristik yang
tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasinya dan membiarkan halusinasi tersebut menguasai dirinya, individu mungkin
mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir.
d. Tahap keempat
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat ansietas panic.
Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah pengalaman sensori mungkin
menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, dimana halusinasi bisa berlangsung
beberapa jam atau beberapa hari, apabila tidak ada intervensi terapeutik.

5. Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang
digunakan melindungi diri. Mekanisme koping menurut Yosep, 2009 meliputi cerita dengan
orang lain (asertif), diam (represi/supresi), menyalahkan orang lain (sublimasi), mengamuk
(displacement), mengalihkan kegiatan yang bermanfaat (konversi), memberikan alasan yang
logis (rasionalisme), mundur ke tahap perkembangan sebelumnya (regresi), dialihkan ke
objek lain, memarahi tanaman atau binatang (proyeksi).

6. Penatalaksanaan (Yosep, 2009)


a. Medis (Psikofarmako)
1) Chlorpromazine
a) Indikasi
Indikasi obat ini utnuk sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma social dan tilik diri terganggu. Berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental seperti: waham dan halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari seperti
tidak mampu bekerja, hubungan social dan melakukan kegiatan rutin.
b) Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak, khususnya system ekstra
pyramidal.
c) Efek samping
- Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-layang antar sadar atau tidak sadar.
- Gangguan otonomi (hipotensi) antikolinergik atau parasimpatik, seperti mulut kering,
kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekana intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung.
- Gangguan ektrapiramidal seperti : distonia akut, akathsia syndrome parkinsontren, atau
bradikinesia regiditas.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi (kejang, perubahan
kesadaran), kelainan jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf
pusat), gangguan kesadaran disebabkan oleh depresan.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di berikan 3x100mg. Apabila kondisi klien
sudah stabil dosisnya di kurangi menjadi 1x100mg pada malam hari saja.
2) Haloperidol (HLP)
a) Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, baik dalam fungsi mental dan dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
b) Mekanisme kerja
Obat anti psikis ini dapat memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak,
khususnya system limbic dan system pyramidal.
c) Efek samping
- Sedasi dan inhibisi psikomotor
- Gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi (kejang, perubahan
kesadaran), kelainan jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf
pusat), gangguan kesadaran.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut biasanya dalam bentuk injeksi 3x5mg IM
pemberian ini dilakukan 3x24 jam. Sedangkan pemberian peroral di berikan 3x1,5mg atau
3x5 mg.
3) Trihexyphenidil (THP)
a) Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit parkinson, termasuk pasca
encephalitis (infeksi obat yang disebabkan oleh virus atau bakteri) dan idiopatik (tanpa
penyebab yang jelas). Sindrom Parkinson akibat obat, misalnya reserpina dan fenotiazine.
b) Mekanisme kerja
Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan obat kiniden; obat depreson, dan antikolinergik
lainnya.
c) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi (gerakan motorik
yang menunjukkan kegelisahan), konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasinya seperti hipersensitif terhadap trihexypenidil (THP), glaucoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis, hipertropi prostat, dan obstruksi saluran edema.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat ini di berikan pada klien dengan dosis 3x2 mg sebagai anti parkinson.
b. Keperawatan
Tindakan keperawatan dapat dilakukan secara individual dan terapi berkelompok (TAK)
Terapi Aktifitas Kelompok.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
RUANG RAWAT : Ruang Kabela
TANGGAL DIRAWAT : 18 Mei 2013

1. IDENTITAS PASIEN
Inisial : Nn.R.M
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Liningan Lingkungan III, Tondano
Pendidikan : SD Tidak Tamat
Status pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Pengkajian : 18 Juni 2013 Jam : 09.00 WITA
No. Rekam Medik : 14918

2. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT

Pasien bicara-bicara sendiri, minum obat tidak teratur

3. FAKTOR PREDISPOSISI dan PRESIPITASI

Pasien pernah masuk Rumah Sakit Jiwa Prof Dr. V.L Ratumbuysang. Pertama kali masuk
pada bulan September tahun 2008 dan masuk keluar RSJ sebanyak 2 kali, dan terakhir pasien
kembali masuk RSJ pada bulan Mei 2013. Pasien pernah diberikan pengobatan tapi kurang
berhasil karena pasien berobat tidak teratur. Pasien pernah putus dengan pacarnya dahulu.
Disebabkan karena pacarnya sudah punya kekasih lain. Dalam anggota keluarga pasien tidak
ada yang menderita sakit jiwa.
4. PSIKOSOSIAL
a. Genogram

Keterangan

: Laki-Laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal

b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Pasien mengatakan bahwa dirinya menyukai semua anggota tubuhnya
2) Identitas diri
Pasien mampu menyebut identitasnya dengan baik, yaitu nama, umur, agama, alamat, status
perkawinan
3) Peran
Pasien berperan sebagai anak didalam keluarganya. Sedangkan di rumah sakit pasien
berperan sebagai pasien.
4) Ideal diri
Pasien ingin cepat sembuh serta berkumpul bersama keluarga.
5) Harga diri
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga terutama dengan orang tuanya dalam keadaan
baik. Pasien menyadari bahwa dirinya sakit.
c. Hubungan Sosial
Dalam kehidupan pasien orang yang paling berarti adalah orangtua. Namun di tempat pasien
dirawat, orang yang paling berarti adalah teman.
d. Kehidupan Spiritual
Pasien menganut agama Kristen Protestan. Menurut pasien sebelum dirawat di RSJ
Ratumbuysang, pasien hampir tiap hari minggu beribadah di gereja. Saat masuk rumah sakit
pasien rutin mengikuti ibadah tiap hari rabu bersama pasien lain.

5. STATUS MENTAL
a. Penampilan
Penampilan pasien tidak rapi, gigi kotor, rambut jarang disisir, kuku kotor
b. Pembicaraan
Saat pengkajian pasien bisa menjawab pertanyaan yang diajukan
c. Aktivitas motorik
Aktivitas pasien tenang
d. Alam perasaan
Takut, karena pasien melihat bayangan laki-laki yang ingin memeluknya
e. Afek pasien
Tidak ada gangguan
f. Interaksi selama wawancara
Pasien kooperatif, mendengar apa yang ditanyakan dan menjawabnya sesuai dengan
pertanyaan yang ditanyakan serta kontak mata baik
g. Gangguan persepsi
Saat pengkajian pasien mengalami halusinasi penglihatan dengan waktu selalu muncul pada
malam hari sebelum pasien tidur. Frekuensi 1-2 jam, isinya adalah melihat seorang hantu
laki-laki yang ingin memeluknya. Sedangkan responnya, pasien memanggil perawat yang
bertugas di ruangan tapi mereka tidak mendengarkannya dan pasien pun merasa kesepian dan
menyendiri.
h. Proses pikir
Proses pikir pasien sampai pada tujuan pembicaraan.
i. Tingkat kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang jelas.
j. Memori
Gangguan pada memori jangka panjang
k. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pasien mudah beralih yaitu saat bertanya, pasien menjawab diluar pertanyaan
l. Kemampuan penilaian
Pasien mengalami gangguan kemampuan penilaian ringan, yaitu dapat mengambil keputusan
sederhana dengan bantuan orang lain.
m. Daya tilik diri
Pasien menyadari dengan penyakit yang dideritanya.

6. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


a. Makan dan minum
Pasien makan 3x/hr, yaitu pagi, sore, dan malam secara mandiri
b. BAB/BAK
Pasien BAB 1x/hr, BAK ±4x/hr, secara mandiri
c. Mandi
Pasien mandi 2x/hr, yaitu pagi dan sore, hanya memakai sabun
d. Berpakain dan berhias
Pasien mampu berpakaian tanpa bantuan orang lain
e. Istiraht dan tidur
Tidur siang ±½ jam, tidur malam ± 8 jam, tidak mengalami gannguan tidur
f. Penggunaan obat
Pasien minum obat 3x/hr, setelah makan THP 2mg ( 2 x ½ ), Vit C (2 x 1), Diasepam (0-0-1),
Haloperidol (2 x 1)

7. MEKANISME KOPING
Asertif yaitu cerita dengan orang lain

8. ASPEK MEDIS
a. Diagnosa medis : Skisofrenia
b. Terapis Medis : Triheksipenidile 2 mg 2x1 kap
Haloperidol 5 mg 2x1 tab
Diazepam 5 mg 0-0-1 tab
Vit. B Complex 2x1 tab

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

ANALISA DATA

NO DATA MASALAH
1. DS : Gangguan persepsi sensorik : halusinasi
- Pasien mengatakan melihat bayangan penglihatan
hantu laki-laki yang ingin
memeluknya
DO :
- Pasien pernah dirawat sebelumnya
namun kurang berhasil karena putus
obat
- Pasien takut
2. DS : Defisit perawatan diri
- Pasien mengatakan merasa lemah
- Pasien mengatakan lelah untuk
beraktifitas
DO :
- Penampilan kurang Rapi
- Rambut jarang disisir
- Gigi tampak kotor dan bau
- Kuku kaki kotor
3. DS : Isolasi sosial
- Pasien mengatakan sendiri pada
malam hari
- Pasien mengatakan kesepian pada
malam hari
DO :
- Pasien tampak sedih dan murung
POHON MASALAH

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan


2. Isolasi sosial
3. Defisit perawatan diri
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Saat memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Halusinasi ditemukan


adanya perilaku menarik diri sehingga perlu melakukan pendekatan secara terus menerus,
membina hubungan saling percaya yang menciptakan suasana yang terapiutik dalam
melaksanakan Asuhan Keperawatan

Dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien khususnya dengan halusinasi,


pasien dapat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang mengerti
keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat atau petugas kesehatan juga
membutuhkan kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina
kerjasama memberi Asuhan Keperawatan pada pasien.

4.2 Saran

Dalam memberikan Asuhan Keperawatan hendaknya perawat mengikuti langkah-


langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar
tindakan berhasil dan optimal.

Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan pendekatan secara


bertahap dan terus-menerus untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan
klien sehingga tercipta suasana terapiutik dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang
diberikan.

Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien di rumah sakit, sehingga
keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat membantu perawat
bekerjasama dalam pemberian Asuhan Keperawatan kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.

TSusilo,Warjoyosusilo.2014.Asuhan Keperawatan
Halusinasi.(http://warjoyosusilo.blogspot.sg/2014/09/asuhan-keperawatan-pada-nya-
dengan.html, Diakses 7 Januari 2017)

Ciel.2014.Asuhan Keperawatan Jiwa


Halusinasi.(http://apd273.blogspot.co.id/2014/04/asuhan-keperawatan-jiwa-
halusinasi_6.html, Diakses 7 Januari 2017)

Amez.2015.Asuhan Keperawatan Jiwa pada


Tn.S.(http://amezkoplak.blogspot.co.id/2015/03/asuhan-keperawatan-jiwa-pada-tn-s.html,
Diakses 7 Januari 2017)

Erko, Liane.2014. Asuhan Keperawatan Jiwa


Halusinasi.(http://lianerako.blogspot.sg/2014/09/asuhan-keperawatan-jiwa-halusinasi.html,
Diakses 7 Januari 2017)
KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN HALUSINASI PENGLIHATAN

Disusun Oleh :

Nama : Fevi apriana


Tingkat : 2.A

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, ridho dan
karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ’’ Konsep Dan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Penglihatan’’.

Selama penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada Dosen, Teman-teman dan berbagai pihak yang telah memberi masukan dan saran
kepada penulis.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha sebaik-baiknya, namun penulis
menyadari atas segala kekurangan itu, kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih atas segala
bantuan dari semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini. Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Palembang, 7 januari 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 3
BAB II Pembahasan ( Konsep Dasar Halusinasi )
2.1 Pengertian 3
2.2 Etiologi 3
2.3 Tanda dan Gejala 4
2.4 Proses terjadinya halusinasi 5
2.5 Mekanisme koping 5
2.6 Penatalaksanaan 6
BAB III Tinjauan kasus
3.1 Pengkajian 9
3.2 Diagnosa Keperawatan 13
3.3 Intervensi 15
3.4 Implementasi dan Evaluasi 19
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan 30
4.2 Saran 30

Daftar Pustaka 31

Anda mungkin juga menyukai