Anda di halaman 1dari 28

SKENARIO

1
2
3
BAB I

KATA SULIT

1.1 Kata Sulit

a. Vokal Fremitus
Getaran suara dari saluran nafas
b. SIK V LMCS
Spatium interkostalis ke-5 linea mid klavikularis sinistra
c. Timpani
Bunyi bernada lebih tinggi dari resonan pada pemeriksaan abdomen
d. Osteoblastik
Peningkatan jumlah sel pembentuk tulang
e. Fluid Level
Tinggi cairan pada sudut cavum pleura, bila tinggi ditemukan sudutnya tumpul
f. Sinus Kostofrenikus
Sudut pertemuan antara diafragma dengan costae
g. SGOT
Serum Glutamit Oksaloasetat Transaminase, paling banyak ditemukan di hati dan
digunakan untuk mencerna protein dalam tubuh
h. SGPT
Serum Glutamit Piruvat Transaminase, paling ditemukan di hati dan digunakan
untuk mencerna protein dalam tubuh
i. IVFD RL 20 tpm
Intra Vena Fluid Drip Ringet Lactat 20 tetes per menit
j. Hilus Prominen
Pembengkakan hilus (pintu masuk udara ke paru-paru)
k. Fibroinfiltrat
Pada foto rontgen terlihat bercak-bercak putih
l. Scar
Bekas luka
m. Bronkovaskuler
Corakan pembuluh darah pada paru-paru
n. Kavitas

4
Keadaan patologis dengan gambaran gas atau bentuk masa yang mengisi zona
konsolidasi paru
o. Osteolitik
Peningkatan jumlah sel destruksi tulang
p. Hemidiafragma
Setengah dari diafragma (setengah bagian)

5
BAB II
DAFTAR MASALAH

2.1 Mengapa pasien mengeluh batuk berdahak dengan dahak kental dan berbau
amis?
2.2 Mengapa dada bawah kanan pasien terasa nyeri dan tertusuk-tusuk?
2.3 Apakah ada kaitan antara riwayat merokok dan keluhan pasien? Bagaimana
mekanismenya?
2.4 Mengapa pasien mengeluhkan sesak napas yang tidak dipengaruhi cuaca dan
aktivitas?
2.5 Mengapa konjungtiva pasien anemis?
2.6 Mengapa pada pemeriksaan fisik, laboratorium, rontgen, dan penunjang
didapatkan hasil tersebut?
2.7 Mengapa pasien diberikan terapi tersebut?

6
BAB III

BRAINSTORMING

3.1 Mengapa pasien mengeluh batuk berdahak dengan dahak kental dan berbau
amis?
Karena ada mikroorganisme yang masuk ke dalam saluran napas bawah. Maka,
terjadilah inflamasi yang memicu pembentukan granulasi. Lama kelamaan sel menjadi
nekrosis dan menyebabkan produksi sputum berlebih. Tubuh mengompensasi hal
tersebut melalui refleks batuk yang mengeluarkan dahak untuk membersihkan saluran
napas dari sputum
3.2 Mengapa dada bawah kanan pasien terasa nyeri dan tertusuk-tusuk?
Karena ada rangsangan pada nosiseptor yang menimbulkan persepsi nyeri
3.3 Apakah ada kaitan antara riwayat merokok dan keluhan pasien? Bagaimana
mekanismenya?
Masuknya asap rokok pada saluran napas memicu peningkatan produksi mucus
sehingga menurunkan pergerakan silia
3.4 Mengapa pasien mengeluhkan sesak napas yang tidak dipengaruhi cuaca dan
aktivitas?
Karena terjadi peningkatan produksi sputum yang menyebabkan terganggunya
proses difusi dan ventilasi (terutama proses ekspirasi)
3.5 Mengapa konjungtiva pasien anemis?
Dapat disebabkan oleh tiga penyebab, yaitu:
a. Akibat dari penurunan hemoglobin
b. Akibat penurunan kadar O2 sehingga tidak ada pengikatan heme dan oksigen
c. Bakteri yang menginfeksi bersifat hemolisis
3.6 Mengapa pada pemeriksaan fisik, laboratorium, rontgen, dan penunjang
didapatkan hasil tersebut?
a. Gerakan dinding dada tertinggal karena ada cairan yang menumpuk di salah satu
diafragma
b. Vokal fremitus turun karena terdapat cairan
c. Nyeri ketuk akibat perangsangan nosiseptor
3.7 Mengapa pasien diberikan terapi tersebut?

7
a. Oksigen 2 L diberikan karena pasien sesak napas dan diberikan dalam ukuran
normal karena melihat kondisi klinis pasien
b. IVFD RL 20 tpm sebenarnya tidak dibutuhkan karena pasien lebih butuh glukosa,
tapi penting untuk menjaga kadar elektrolit
c. Ciprofloksasin diberikan injeksi supaya cepat mengenai organ target
d. Ranitidin untuk mencegah efek samping berupa kenaikan asam lambung

8
BAB IV

PETA MASALAH

9
Laki2 usia 50 tahun

Anamnesis : Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan penunjang:

Keluhan utama : - KU : sakit sedang Laboratorium :


- RR : ↑
- batuk berdahak bau - Suhu : ↑ - Hb : ↓
amis - Kepala & leher : - Ht : : ↓
 Konjungtiva anemis - Leukosit : ↑
RPS : - SGOT/SGPT : ↑
 Inspeksi : gerakan dada
- Batuk berdahak kanan tertinggal
Foto thoraks :
amis,kental sejak 2  Palpasi : vokal fremitus
hari lalu kanan melemah - Fibroinfiltrat
- Nyeri dada kanan  Perkusi : redup & nyeri - Cevitas menebal
- Sesak nafas 1 ketok dengan air fluid
minggu SMRS dan  Auskultasi :suara nafas level
memberat 2 hari lemah - Hilus prominen
terakhir - Cor : palpasi : ictus kordis teraba
lemah di ICS V lmrs
Riwayat sosial :
- Abdomen : bising usus (+)
- Merokok (+)

DDx : SUSPECT :

- Cavitas tumor ABSES PARU DEXTRA


- Kista bronkial
- Bronkiektasa secula

Tatalaksana :

Farmakologi :

- IVFD RL 20 tpm KIE :


- Infus ciprofloksasin
- Istirahat
- Infus metronidazol 500 mg/8 jam + - Pro pada konsul ke
- Inj. Ranitidine 1 amp/8 jam
dokter spesialis
- PO : paracetamol 3x500 mg & sangobion 1x1
tab

Gawat darurat : oksigen 2L/menit BAB V

10
BAB V

TUJUAN PEMBELAJARAN

5.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan klasifikasi abses
paru
5.2 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi abses paru
5.3 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi abses paru
5.4 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor resiko abses paru
5.5 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi abses paru
5.6 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis abses paru
5.7 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang abses paru
5.8 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis abses paru
5.9 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding abses paru
5.10 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana abses paru
5.11 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis abses paru
5.12 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi abses paru
5.13 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan abses paru

11
BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

6.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan klasifikasi abses
paru
1. Definisi Abses Paru
Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisasi
sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah atau pus dalam parenkim paru pada
satu lobus atau lebih
2. Klasifikasi Abses Paru
a. Klasifikasi berdasarkan klinis
1) Abses paru akut (gejala < 2 minggu)
2) Abses paru subakut (gejala 2 minggu- < 1 bulan)
3) Abses paru kronis (gejala > 1 bulan)
4) Abses paru primer (murni)
5) Abses paru sekunder (ada faktor komorbid seperti obstruksi saluran nafas,
neoplasma, imunosupresi, dan lain-lain)
b. Klasifikasi berdasarkan penyebaran
1) Bronkogenik (penyebaran melalui jalan nafas)
2) Hematogenik (penyebaran melalui darah)
c. Klasifikasi berdasarkan lokasi lesi (radiologis)
1) Upper zone
2) Middle zone
3) Lower zone

6.2 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi abses paru


Frekuensi abses paru pada populasi umum tidak diketahui. Namun angka kejadian
abses paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000
penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The
Children’s Hospital of Eastern Ontario Canada sebesar 0,67 dari 100.000 penderita
anak2 yang masuk rumah sakit. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan
adalah 1,6 : 1.

12
6.3 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi abses paru
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses
paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri
anaerob dan aerob. Abses primer yaitu infeksi yang diakibatkan aspirasi atau
pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila
infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti
obstruksi, bronkektasis dan gangguan imunitas.

Spektrum Organisme Penyebab Abses Paru


Tipe Abses Organisme
Primer Staphylococcus aureus
Haemophilus influenzae types B, C, F,
and nontypable
Streptococcus viridans, pneumoniae
Alpha-hemolytic streptococci
Neisseria sp.
Mycoplasma pneumoniae

Sekunder Aerob

Haemophilus aphropilus, parainfluenzae


Streptococcus group B, intermedius
Klebsiella penumoniae
Escherichia coli, freundii
Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa,
denitrificsns
Aerobacter aeruginosa
Candida
Rhizopus sp.
Aspergillus fumigatus
Nocardia sp
Eikenella corrodens
Serratia marcescens

Anaerob

13
Peptostreptococcus constellatus,
intermedius,
saccharolyticus
Veillonella sp., alkalenscenens
Bacteroides melaninogenicus, oralis, fragilis,
corrodens, distasonis, vulgatus, ruminicola,
asaccharolyticus
Fusobacterium necrophorum, nucleatum
Bifidobacterium sp.

Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen.Yang paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogenik akibat
aspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus
maupun tumor. Sedangkan abses paru melalui hematogen biasanya berhubungan
dengan infeksi

Organisme dan Kondisi yang Berhubungan dengan Abses Paru

Infectious Noninfectious and Predisposing


Conditions
Bacteria Anatomis
Anaerobes; Staphylococcus aureus, Fluid-filled cysts, bland
Enterbacteriaceae, Pseudomanas infraction
aeruginosa, streptocicci, Legonella
spp, Nocardia asteroides, Bronchiectasis

Burkholdaria pseudomallei
Obstruction (neoplasm, foreign

Mycobacteria (often multifocal) body)

M. tuberculosis, M. avium complex, M.


Pulmonary sequestration
kansasii, other mycobacteria

Pulmonary contusion
Fungi
Aspergillus spp, Mucoraceae,
Carcinoma
Histoplasma capsulatum,
Pneumocystis carinii, Coccidioides

14
immitis, Blastocystis hominis

Parasites
Entamoeba histolytical, Paragonimus
westermani, Stronglyoides
stercoralis (post-obstructive)
Empyema (with air-fluid level)
Septic embolism (endocarditis)

6.4 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor resiko abses paru
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses
paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor terkait, diantaranya :

Faktor Predisposisi
1. Alkoholik (50%)
2. Ca Bronkogenik (25%)
3. Karies gigi (20%)
4. Miscellaneous (tidak teridentifikasi) 23,3%
5. Penyalahgunaan obat (cth : steroid) 3,3%
6. Epilepsi (6,6%)

Penelitian lain melaporkan beberapa faktor predisposisi abses paru yang


terjadi pada anak-anak, diantaranya :

Faktor Predisposisi Abses Paru pada Anak-Anak


Kondisi Contoh
Infeksi berat Bronkopneumonia
Meningitis
Osteomyelitis
Septicemia
Abses dinding perut
Abses peritonsilar
Endocarditis
Gangguan sistem imun Measles

15
Burns
Prematur
Leukimia
Hepatitis
Disgammaglobulinemia
Sindroma nefrotik
Penyakit granulomatosa kronik
Terapi steroid
Malnutrisi
Aspirasi berulang Defisiensi mental
Perubahan kesadaran
Disfagia
Penyakit dental
Yang lain {miscellaneous Fibrosis kistik
jarang) Misplaced central nervouse catheter
Defisiensi alpha-antitrypsin
Benda asing pada saluran pernafasan
Benda asing yang bersifat erosi di esofagus

Aspirasi pada daerah orofaring merupakan penyebab utama terjadinya


abses. Faktor predisposisi yang menyebabkan aspirasi orofaring kadang-kadang satu orang
lebih dari satu faktor.
Predisposisi Aspirasi Orofaring
Predisposisi Aspirasi Orofaring
Gangguan kesadaran Alkoholisme
Penyalahgunaan obat intravena
Epilepsi
Anastesi umum
Gangguan serebrovaskular
Trauma

Gangguan inervasi otot Faring


Laring
Esofagus
Infeksi nasal Penyakit sinus
Infeksi oral Caries gigi

16
Penyakit gingival
Infeksi faringeal Pouch
Infeksi trakeoesofagal Striktur
Fistula trakeoesofagal

6.5 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi abses paru


Proses terjadinya abses paru berawal dari masuknya bakteri seperti Staphylococcus
aureus melalui peristiwa semisal karies gigi. Bakteri tersebut masuk lalu terjebak di
saluran napas bagian bawah karena adanya gravitasi, yang membuat bakteri menuju
saluran napas bagian bawah yaitu alveoli, yang kemudian mengalami multiplikasi baik
secara aerob maupun anaerob. Akibat dari multiplikasi bakteri tersebut ialah terjadinya
inflamasi dan pada alveoli yang terjadi inflamasi dikelilingi oleh jaringan granulasi
yang mengakibatkan nekrosis sel pada jaringan parenkim paru. Nekrosis sel tersebut
adalah pemicu keluarnya pus atau nanah dan terjadilah abses paru.
Respon imun tubuh bereaksi terhadap inflamasi yang terjadi di area alveoli
sehingga membuat antibodi terbentuk lalu berikatan dengan antigen. Setelah berikatan
dengan antigen, antibodi juga langsung berikatan dengan komplemen untuk memberi
informasi terjadinya inflamasi kemudian pengaktifan kaskade komplemen terbentuk
dan membuat kemotaksis neutrophil dan makrofag serta aktivasi sel mast dan basofil.
Aktivasi sel mast dan basofil merangsang pelepasan histamine dan bradikinin yang
selanjutnya merangsang nosiseptor dan disalurkan ke medulla spinalis lalu dilanjutkan
ke hipotalamus dan thalamus. Rangsangan tadi kemudian mengenai korteks
sematosensorik yang menimbulkan persepsi nyeri, maka dari itu pasien abses paru
merasakan nyeri pada dada bagian kanan.
Pelepasan histamine dan bradikinin juga mengakibatkan vasodilatasi kapiler lalu
membuat permeabilitas kapiler meningkat serta eksudat plasma berpindah ke
interstisial yang menjadi penyebab edema paru. Saat paru terjadi edema maka
komplien paru menurun sehingga asupan oksigen juga akan menurun disaat itulah
hiperventilasi terjadi. Selain penurunan komplien paru, edema paru juga pastinya
mengakibatkan penurunan difusi oksigen dan tubuh mengompensasinya dengan
peningkatan RR. Baik penurunan difusi maupun penurunan komplien paru sama-sama
memberikan efek sesak napas. Sesak napas juga bisa didapatkan dari aktivasi proses
fagositosis oleh neutrophil dan makrofag. Perpindahan eksudatdi intersitisial
menyebabkan secret menumpuk pada bronkus lalu pembengkakan di hilus sehingga
17
obstruksi jalan napas terjadi dan menyebabkan asupan oksigen menurun dan terjadi
hipoksemia. Terjadinya hipoksemia juga memicu RR meningkat sehingga terjadi sesak
napas. Saat tubuh mengalami hipoksemia maka ada mekanisme anaerob yang terjadi.
Metabolisme anaerob menghasilkan energi berkurang dan intoleransi aktivitas pun
terjadi.
Penurunan asupan oksigen juga dapat membuat tubuh mengompensasi dengan cara
memaksimalkan oksigen yang ada untuk keperluan organ terlebih dahulu maka dari itu
terjadi vasokontriksi dan membuat konjungtiva anemis. Penumpukan fibrin, eksudat,
eritrosit serta leukosit menyebabkan pelepasan pirogen endogen yaitu IL-1 dan IL-6.
Sitokin tersebut akan merangsang saraf vagus dan menyalurkan sinyalnya ke saraf
pusat serta ke hipotalamus menyebabkan peningkatan set point dan juga peningkatan
suhu basal sehingga terjadi hipertermia.

6.6 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis abses paru
Pada kasus yang tipikal adalah gejala timbul 1 sampai 3 hari setelah aspirasi bahan
infeksius dengan malaise, demam, menggigil diikuti dengan batuk dan sering dengan
sakit dada. Bila tidak dlobati keadaan tambah buruk dengan nyeri pleural, sesak napas
dan sianosis. Pada hari ke 10 biasanya timbul batuk dengan nanah yang banyak berbau
busuk dan campur darah. Pada kasus yang tidak khas gejala seperti pneumonia dengan
batuk sputum purulen dan batuk darah berulang kali. Abses yang pecah ke dalam
kavum pleura menimbulkan nyeri pleural hebat, sesak napas dengan tanda - tanda
empiema atau piopneumotoraks.
Kuman yang paling sering menyebabkan pneumonia dengan abses paru adalah
stafilokokus aureus. Kuman lain yang dapat ditemukan antara lain haemofilus
influenza, klebsiella pneumonia dan pseudomonas aeruginosa.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penderita yanq sakit berat, anemis, toksik,
demam, sputum, purulent den busuk berwarna kecoklatan. Bila sputum diendapkan
tampak 3 lapis. busa, cairan dan bagian padat paling bawah. Pemeriksaan jasmani
paling sering dijumpai redup dangan suara napas bronkial, krepitasi dan “pleural
friction" di daerah abses.
Secara singkat dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Gejala predmoral :
a. Demam
b. Batuk (+)

18
c. Malaise
d. BB menurun
e. Sputum berbau busuk
2. Sianosis
3. Batuk berdarah
4. Anoreksia

6.7 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang abses paru
1. Anamnesis
a. Riwayat Klinis
1) Durasi gejala ( untuk mengklasifikasikan jenis abses paru)
2) Demam (>38,5◦C)
3) Jenis Batuk ; Batuk non-produktif/Batuk produktif ( sputum purulen,
dengan disertai bau yang menyengat)
4) Keluhan nyeri dada
b. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Riwayat neurological disease : stroke, disfungsi bulbar
2) Riwayat oesophageal disease : stricture, malignansi, reflux
3) Riwayat poor dentition dan gingivitis
4) Riwayat pneumonia, general anastesi, insersi NGT / insesri endotracheal
5) Riwayat penyakit ginjal dan liver
6) Riwayat Diabetes Mellitus
7) Riwayat operasi orofaring dan riwayat operasi gigi
8) Immunosupresion  kemoterapi, transplatasi organ, terapi
kortikosteroid, infeksi HIV
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan suhu aksial
b. Inspeksi
1) Kulit dan subconjunctival anemis
2) Haemorrhagic lesions pada kulit dan retina
3) Clubbing Fingers
4) Jari tabuh ( timbul dalam beberapa minggu terutama apabila drainase tidak
baik)

19
c. Tanda-tanda konsolidasi : redup pada perkusi,suara bronchial dengan ronkhi
basah atau krepitasi di tempat abses, mungkin ditambah tanda-tanda efusi
pleura
d. Pemeriksaan Bakteriologis
1) Sputum
2) Kultur bakteri
3) Darah
4) Sekresi pernafasan rendah
5) Cairan empyema
3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan thorax
b. Bronkoskopi
c. Sitologi sputum
d. Indikasi pemeriksaan dilakukan pada pasien yang tidak respon terhadap
antibiotik atau disertai dengan hemoptisis
e. Lung Ultrasound
f. Echocardiogram

6.8 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis abses paru
1. Anamnesis
Dari anamnesis ditemukan adanya faktor resiko pada pasien abses paru yaitu:
a. Predisposisi aspirasi
b. Riwayat cabut gigi
c. Imunosupresi
d. Penyakit kronis
e. Extra pulmonar sepsis
f. Pneumonia
Utamanya pasien mengeluh batuk disertai dahak yang bisa berbau busuk
ataupun amin dan biasanya dikeluarkan dalam jumlah yang cukup banyak
tergantung tingkat keparahan penyakit. Bisa juga disertai dengan sesak dan nyeri
dada.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Nyeri tekan lokal
b. Suara redup pada pemeriksaan perkusi

20
c. Suara ronkhi basah
d. Tanda-tanda efusi pleura
e. Pergerakan dinding dada tertinggal di tempat lesi
f. Fremitus vokal menghilang
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto x-ray thoraks dengan gambaran konsolidasi berwarna opaque dengan
kavitas dan air-fluid level. Dinding kavitas biasanya terbentuk tebal dan
berbentuk irreguler.
b. Tes darah lengkap biasanya menunjukkan hasil leukositosis dan anemia.
c. Kultur bakteri dari sputum untuk menentukan secara spesifik bakteri penyebab
abses.

6.9 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding abses paru

Neoplasma (primer atau kanker paru  Leukositosis (-)


metastasis, lymphoma)  Tidak ada faktor predisposisi
untuk terjadi aspirasi
 Tidak ada respon terhadap
antibiotik setelah pemberian
10 hari
 Bisa disertai batuk berdarah
Tuberculosis  Ada riwayat terpajan bakteri
TB dari pasien TB
 Disertai gejala sistemik
seperti berat badan menurun,
anoreksia, kelelahan, demam
tidak terlalu tinggi yang
berkepanjangan disertai
keringat malam.
 Mycobacterium tuberculosis
(+)

6.10 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana abses paru


1. Medika mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era
antibiotika maka tingkat kematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan penicillin pada saat ini dijumpai
peningkatan abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerob(lebih dari 35%
kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikirkan untuk memilih kombinasi
antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan
21
metronidazole atau kombinasi clindamycin dan cefoxitin. Alternatif lain adalah
kombinasi imipenem dengan ß Lactamase inhibitase pada penderita dengan
pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi abses paru. Waktu
pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis
penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau
adanya resolusi kavitas jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
2. Drainage
Drainase postural dan fisioterapi dada 2-5 kali seminggu selama 15
menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi abses paru. Pada penderita
abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu
dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap terapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.

6.11 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis abses paru


Prognosis bergantung pada faktor risiko, penyakit dasar, dan kecepatan
terapi. Bila pemberian antibiotik adekuat dan kondisi imun pasien bagus, proses
infeksi dan inflamasi akan berkurang. Sebaliknya, bila pemberian antibiotik
inadekuat atau terlambat, proses infeksi dan inflamasi akan menyebar sehingga
menimbulkan sepsis dan meninggalkan scar di jaringan.

6.12 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi abses paru


1. Empiema dengan/tanpa fistula bronkopleura
2. Asfiksia akibat terapi drainase yang kurang hati-hati
3. Kerusakan jaringan paru permanen
4. Septikemia
5. Pecahnya abses yang menyebabkan pus menyebar lebih luas sehingga infeksi
bertambah bahkan bisa menyebabkan asfiksia

6.13 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan abses paru

22
1. Menjaga kebersihan, terutama mulut
2. Membiasakan hidup sehat
3. Meminimalisasi kontak dekat dengan penderita penyakit pernapasan saat
kondisi tubuh lemah
4. Menghindari faktor risiko eksternal

23
BAB VII

PETA KONSEP

24
SOAP

Identitas

Nama :-

Jenis kelamin : Lak-laki

Usia : 50 tahun

Subjective

Keluhan utama : batuk berdahak sejak 3 hari lalu

Riwayat peny. lain : dahak kental bau amis, nanah (-), darah (-)

dahak banyak (3 sendok/batuk)

nyeri dada kanan bawah setiap batuk, nyeri seperti ditusuk, tidak
menyebar.

Sesak napas (sejak 1 minggu) memberat 2 hari terakhir

Riwayat peny. dahulu : -

Riwayat peny. keluarga: -

Riwayat sosial : Merokok (+)

Objective

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis

TTV : TD: 130/70 mmHg RR: 29x/menit

HR: 88x/m reguler kuat angkat T: 38,5°c

Kepala & Leher : konjungtiva anemis (+/+)

Sklera ikrerik (-/-)

KGB membesar (-)

Thoraks

25
Pulmo : Inspeksi: gerakan dada sebelah kanan tertinggal dari yang sebelah kiri.

Palpasi : Vokal fremitus kanan bawah lemah dibanding yang kiri.

Perkusi : Redup pada paru kanan, nyeri ketok paru kanan setinggi SIC V.

Auskultasi: vesikuler, suara napas melemah pada kanan bawah, ronkhi (-/-
), wheezing (-/-).

Cor : Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : ictus cordis teraba lemah di SIV V LMCS

Perkusi : Batas jantung normal.


Auskultasi: S1S2 normal, gallop (-), murmur (-)

Abdomen:Inspeksi: tampak datar, scar (-).


Palpasi : supel, hepar, lien tidak teraba.

Perkusi : timpani.

Auskultasi: bising usus (+), normal.

Ekstermitas : Akral hangat, edema (-/-)

Asessment

Wdx : Abses Paru Akut

DDx : Neoplasma, tuberkulosis, hematom paru.

Planning

Pdx : Rontgen, cek darah lengkap, kultur bakteri sputum, cek elektrolit.

Ptx :

 Bed rest (istirahat)

 Oksigen 2L/menit

 IVFD RL 20 tpm

 Infus ciprofloksasin 200mg/12 jam

26
 Infus metronidazol 500mg/8 jam

 Paracetamol 3x500 mg peroral

 Sangobion 1x1 tab

PKIE :

 Banyak istirahat

 Menjaga kebersihan, terutama mulut

 Makan-makanan bergizi dan pola hidup sehat

 Menutup mulut saat batuk dan memakai masker

 Saat batuk dahak dikeluarkan dan jangan dibuang sembarangan

27
BAB VIII

DAFTAR PUSTAKA

Kuhadja, Ivan, et al. Lung abcess-etiology, diagnostic and treatment options. Annals of
Translational Medicine Journal. 2015;3(13):183. DOI: 10.3978/j.issn.2305-
5839.2015.07.08

Alsagaff,H., dkk. 2006. Abses Paru dalam Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru: Airlangga University
Press, Surabaya. Halaman 136-140

Stauffer, John L. Lung. Dalam: McPhee S, penyunting. Current Medical Diagnosis and
Treatment. Edisi ke-37. Stamford: Appleton &amp

28

Anda mungkin juga menyukai