Anda di halaman 1dari 9

Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal


tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari
suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole kontriksi. Kontriksi
arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan
dinding arteri. Hipertensi juga menambah kerja jantung dan arteri yang bila
berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah.
(Udjianti, 2010). Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap
normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥ 160/95 mmHg
dinyatakan sebgai Hipertensi (Udjianti, 2010).

Klasifikasi Hipertensi
1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer.
Hipertensi esensial yang dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah tinggi yang tidak diketahui penyebabnya (Udjianti, 2010).
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau
gangguan tiroid. (Udjianti, 2010).

Etiologi Hipertensi
1) Hipertensi esensial (primer)
Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial sendiri belum diketahui secara
pasti. Namun, sejumlah interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait.
Defek awal diperkirakan pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan
tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan penting bilamana
ketidakmampuan genetik dalam mengelola natrium normal. Kelebihan
intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah
jantung. Pembuluh darah memberikan raksi atas peningkatan aliran darah
melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer (Udjianti, 2010).

7
2) Hipertensi Sekunder
Menurut Muttqin (2009) hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa hal
berikut:
a) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kotrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme Renin-aldisteron-mediated-volume ekspansion.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renpvaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri
besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Penyakit
parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan
struktur, serta fungsi ginjal.
c) Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-meiated hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan ketokolamin. Pada
aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi
dan hipokalemia.
d) Coartation aorta
Merupakan penyempitan aorta konginetal yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
e) Neurogenik.
Tumor otak, enchepalitis, dan ganguan enchepalitis, dan gangguan
psikiatrik.
f) Kehamilan.
Hipertensi pada ibu hamil dan juga merupakan salah satu tanda dari
penyakit pre-eklampsia. Hipertensi pada kehamilan masih merupakan
penyebab utama kematian maternal dan perinatal.
g) Luka bakar.
Pada luka bakar menyebabkan banyak cairan tubuh hilang sehingga
menyebabkan pengentalan darah, darah yang mengental akan membuat
naiknya tekanan darah.
h) peningkatan volume intravaskular.
Pola konsumsi makanan yang mengandung natrium akan menyebabkan
retensi cairan sehingga volume intravaskular akan meningkat.
i) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamiin menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut
jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada akhirnya
meningkatkan tekanan darah.

Manfestasi Klinis Hipertensi


Pada hipertensi tanda gejala dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Tanpa gejala, maksudnya tidak memiliki gejala spesifik yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan
tekanan darah arteri tidak diukur.
2) Gejala yang lazim diantaranya yaitu sakit kepala, pusing, lemas,
kelelahan, gelisah, mual dan muntah, epitaksis, kesadaran menurun, rasa
berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang. (Ibrahim, 2009).

Patofisiologi Hipertensi
Tekanan arteri stemik adalah hasil dari perkalian cardiac ouput (curah
jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output diperoleh dari
perkalian antara stroke volume dengan heart rate. Pengaturan tahanan
perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi otonom dan
sirkulasi hormon.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah
antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh,
sistem renin angiotensin dan sutoregulasi vaskular. Baroreseptor arteri
terutama ditemukan di sinus carotis, tapi juga dalam aorta dan ventrikel kiri.
Baroreseptor ini memonitor derajad tekanan arteri. Sistem baroreseptor
meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan
tekanan jantung oleh respon vagal dan vasodilatasi dengan penurunan tonus
simpatis. karena itu, refleks kontrol situasi meningkatkan arteri sistemik bila
tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila
tekanan baroreseptor menigkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditunjukan untuk menaikan re-setting
sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat,
sekalipun penurunan tekanan tidak ada.
Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh
mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui
mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung
dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara
adekuat, peningkatan arteri mengakibatkan diuresis dan peningkatan
tekanan darah. Kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada
ginjal dalam mengsekreikan garam dan air akan meningkatkan tekanan
arteri sistemik.
Renin dan angeotensin memegang peranan dalam mengatur tekanan darah.
Ginjal memproduksi renin enzim yang bertindak pada sustrat protein plasma
untuk memisahkan angeotensin I, yang kemudian diubah oleh converting
enzym dalam paru menjadi bentuk angeotensin II kemudian menjadi
angeotensin III. Angeotensin II dan III mempunyai vasokonstriktor yang
kuat dalam pembuluh darah dan merupakan mekanisme kontrol terhadap
pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna pada hipertensi terutama
pada aldosteron primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis,
angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau penghambatan
pada ekskresi natrium dengan akibat peningkatan tekanan darah.
Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya
tahanan perifer vaskuler pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi,
kadar renin harus diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal
mungkin menghambat sekresi renin. Namun demikian, sebagian besar orang
dengan hipertensi esensial mempunyai kadar renin normal. (udjianti, 2010).

Pemeriksaan Diagnostik
1) Hitung darah lengkap (Complete Blood cells Count) meliputi
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan
indikator faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) Hitung darah.
a) BUN (Blood Urea Nitrogen), kreatinin: peningkatan kadar
menandakan penurunan perfusi atau faal renal.
b) Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah
presipitator hipertensi) akibat dari peningkatan kadar
katekolamin.
c) Kadar kolestrol atau trigliserida: peningkatan mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
d) Kadar serum aldosteron: menilai adanya aldostreonisme primer.
e) Studi tiroid (T3 dan T4): menilai adanya hipertiroidisme yang
berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
f) Asam urat: hiperuricemia merupakan implikasi faktor resiko
hipertensi.
3) Elektrolit.
a) Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan
adanya aldosteronisme atau efek samping terapi deuretik).
b) Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap
hipertensi.
4) Urine.
a) Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine
mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes.
b) Urine VMA (Vanillylmandelic Acid): peningkatan kadar
mengindikasikan adanya pheochromacytoma.
c) Steroid urine: peningkatan kadar mengindikasikan
hiperadrenalisme, pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary,
syndrome chusing’s, kadar renin juga meningkat.

5) Radiologi.
a) Intra Venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasi penyebab
hipertensi seperti renal pharenchymal disease, urolimiasis,
benign prostate hyperplasia (BPH).
b) Rontgen toraks: menilai adanya klasifikasi obstruktif katup
jantung, deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.
6) EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan
konduksi atau disritmia (udjianti, 2010).

Komplikasi Hipertensi
Menurut Triyanto (2014) klien yang mengalami Hipertensi rentan terhadap
komplikasi seperti :
1) stroke
2) aneurisma
3) infark miokard
4) gagal ginjal
5) ensefalopati

Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan umum pada klien Hipertensi menurut Kuswardhani (2012)
sebagai berikut:
1) Modifikasi pola hidup
a) Menurunkan berat badan bila ada kegemukan.
b) Mengurangi konsumsi alkohol.
c) Meningkatkan aktivitas fisik.
d) Mengurangi asupan garam.
e) Mempertahankan asupan kalium dan magnesium yang adekuat.
f) Mengurangi konsumsi rokok.
g) Mengurangi asupan lemak jenuh dan kolestrol.
2) Terapi farmakologis
Menurut Nuraini (2015) terapi farmakologis menggunakan obat
antihipertensi yaitu obat deuretika terutama jenis thiazide atau
aldosteron antagonis, beta bloker, calcium chanel blocker atau calcium
antagonist, angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI),
angiotensin II receptor blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker
(ARB) diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid). Adapun contoh
obat hipertensi antaralain yaitu:
a) Beta bloker, (misalnya propanolol, atenolol).
b) Penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril,
enalapril).
c) Antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan).
d) Calcium channel bloker (misalnya amlodipin, nifedipin).
e) Alpha bloker (misalnya doksasozin).

Anda mungkin juga menyukai