Anda di halaman 1dari 69

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim
Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan dan meminta

ampunan. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu dan keburukan amal perbuatan kita. Barang

siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannnya. Sebaliknya,

barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.
Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul“Sistem
Politik di Indonesia” sebagai analisis untuk melihat bagaimana system politik di
Indonesia.

Didalam makalah ini, saya akan membahas tentang system Politik di Indonesia dilihat dari

beberapa pendekatan teori system politik, sejarah dan pemerintahan yang sedang berjalan di Indonesia.

Saya hanya dapat berdoa, kiranya apa yang saya tulis disini bermanfaat bagi kita semua. Ucapan

terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu kami dalam menyelesaikan

makalah ini. saya sadar bahwa apa yang kami tulis masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,

kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat saya harapkan.
Akhir kata, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah
ini. Dan hanya kepada Allah swt kita berlindung dan memohon ampun.
Billahi Taufiq Walhidayah.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Medan, Oktober 2009
Andriansyah
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
iDAFTAR ISI .……………………………………………………………………..
ii
BAB I : PENDAHULUAN….……………………………………………………
1BAB II : PENDEKATAN TEORI SISTEM POLITIK …...…..……………
3
A.Teori Behavioral Sistem Politik ...……………………………………….
3
B.Teori Struktural- fungsional Sistem Politik .………………………….…
6
C.Peran Sejarah dalam Sistem Politik di Indonesia ..……………………..
9
BAB III : SISTEM POLITIK INDONESIA…………………….…………
12
A.Pengertian Sistem Politik…………………………………………………
12
B.Proses Plitik di Indonesia ………..….……………………………………
13
C.Sejarah Sistem Politik di Indonesia.……………………………….…
16
D.Perbedaan sistem Politik di berbagai Negara………………………..
2
18
BAB IV : KESIMPULAN……………………………………………………….....
20
LITERATUR
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial.1 Perspektif atau

pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu system, yakni suatu unit yang

relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen

pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan

menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai

lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat

kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-

kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka

sistem
1 Lihat kamus Politik oleh Amir Taat Nasution, Energie, 1953, hlm. 92
3
politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku
politik.

Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem

politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan

biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai

keputusan dan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan

bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk

menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.

Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi oleh elemen-

elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Pengaruh

sistem politik negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik disuatu negara.

Seperti halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan waktu, sistem politik di Indonesia selalu

mengalami perubahan.

Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik Indonesia akan

berpengaruh pada sistem politik negara tetangga maupun dalam cakupan lebih luas. Struktur kelembagaan

atau institusi khas Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi, sehingga

melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian, kekhasan sistem politik
Indonesia belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan positif struktur dan fungsinya belum

diperhitungkan sistem politik negara lain.

Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem politik Indonesia adalah melalui

pengembangan wawasan dengan melibatkan institusi- institusi nasional dan internasional. Artinya

lingkungan internal dan eksternal sebagai batasan dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami

terlebih dahulu.

Lingkungan internal akan sangat dipengaruhi oleh budaya politik bangsa Indonesia. Sedangkan

budaya politik sendiri merupakan wujud sintesa peristiwa- peristiwa sejarah yang telah mengkristal dalam

kehidupan masyarakat, diwariskan turun temurun berupa tatanan nilai dan norma perilaku. Sementara itu,

lingkungan eksternal sedikit banyak mempengaruhi lingkungan internal ketika transformasi budaya

berlangsung akibat peristiwa sejarah semisal penjajahan kolonial maupun bentuk “penjajahan” budaya pop

(pop culture) di era globalisasi.


4

Mempelajari sistem politik suatu negara tidak dapat dan tidak pernah berdiri sendiri dari sistem

politik negara lain, setidaknya itulah maksud implisit yang diutarakan David Easton melalui pendekatan

analisa sistem terhadap sistem politik. Sampai kemudian, Gabriel Almond meneruskannya ke dalam

turunan teori sistem politik yang lebih konkrit, yaitu menggabungkan teori sistem ke dalam struktural-

fungsional, barulah kita mendapatkan pemahaman bagaimana sistem politik seperti di Indonesia

berinteraksi dengan sistem politik lainnya.

Akhirnya, mengingat sebegitu luas pembicaraan mengenai sistem politik, maka layaknya suatu

sistem, kami akan ciptakan terlebih dahulu batasan-batasannya, yaitu mengenalkan kedua pendekatan

terhadap sistem politik baru kemudian menganalisis sistem politik Indonesia. Oleh karena itu terlebih

dahulu kami akan membahas pendekatan sistem politik dari teori behavioral. kemudian dilanjutkan dengan

pembahasan pendekatan sistem politik dari sudut teori struktural-fungsional, serta pembahasan pada arti

penting sejarah dalam mempelajari sistem politik Indonesia.


BAB II
PENDEKATAN TEORI SISTEM POLITIK
A. Pendekatan Teori Behavioral Sistem Politik

Adalah David Easton (1953)2, seorang ilmuwan politik dari Harvard University, memperkenalkan

pendekatan analisa sistem sebagai metode terbaik dalam memahami politik. Di kalangan ilmuwanpolitik
yang menganut tradisi pluralis, teori Easton yang bersifat abstrak berpengaruh sampai akhir tahun 1960-an.

Kaum pluralis mengingkari berbicara dengan konteks spesifik.

Sedangkan ilmuwanpolitik

kontemporer berkeinginan untuk menciptakan teori umum dengan melihat masalah lebih konstekstual.
Sebagai pendukung setia aliran behavioralisme, Easton berusaha keras
mengantarkan politik menjadi ilmu setara dengan ilmu alam dengan
2 Easton “The Political system” (1964), hlm. 52-54
5

mengembalikannya ke dalam kaidah-kaidah saintifik seperti generalisasi, abstrak, validitas, dan sebagainya

untuk mengukur tingkah laku politik seseorang. Hasrat kuat untuk memunculkan politik sebagai ilmu

pengetahuan (science) ditempuh dengan cara menciptakan model abstrak, mempolakan rutinitas dan proses

politik secara umum. Model seperti ini menurut Easton, memiliki tingkat abstraksi saintifik sangat tinggi,

sehingga generalisasi politik sebagai ilmu akan tercapai. Menurut Easton, politik harus dilihat secara

keseluruhan, bukan hanya berdasarkan kumpulan dari beberapa masalah yang harus dipecahkan.

Easton menganggap politik sebagai organisme, memperlakukannya sebagai mahluk hidup. Teori

Easton berisi pernyataan tentang apa yang membuat sistem politik beradaptasi, bertahan dan bereproduksi,

dan terutama, berubah. Easton menggambarkan politik dalam keadaan selalu bergejolak, menolak ide

“equilibrium,” yang mempengaruhi teori politik masa kini (lihat teori institusionalisme).3

Lebih

jauh, Easton menolak ide bahwa politik dapat dipelajari dengan melihat berbagai tingkatan analisis. Oleh

karena itu, abstraksi Easton dapat diterapkan untuk kelompok apapun pada waktu kapanpun.

Fokus perhatian Easton bersumber pada pertanyaan mengenai bagaimana mengelola sistem

politik agar tetap utuh dalam situasi dunia yang penuh gejolak dan rentan pada perubahan. Dalam

menjawab pertanyaan ini, Easton meyakini akan pentingnya melakukan penelitian akan bagaimana sistem

politik berinteraksi dengan lingkungannya, baik di dalam maupun di luar lingkup masyarakat.,
Secara sederhana Easton mengungkapkan bahwa memahami sistem politik sama seperti halnya

memahami sistem lain seperti ekonomi, yang kesemuanya merupakan subsistem dari sistem yang lebih

besar. Namun demikian, sistem politik menurut pandangan Easton bersifat khusus, karena memiliki

kekuatan membuat keputusan yang mengikat semua anggota dalam sistem.


3 Easton “A System Analisys Of Political Life” (1979), hlm. 118-119
6

Perbedaan satu sistem politik dengan sistem politik lainnya dapat dipisahkan melalui tiga

dimensi: polity,4 politik,5 dan policy (kebijakan).6 Easton berpendapat bahwa definisi politik dari ketiga

dimensi ini terbukti lebih efektif, terutama untuk memahami realitas politik dalam upaya memberikan

pendidikan politik.

Fokus pendekatan sistem berawal pada adanya tuntutan, harapan, dan dukungan, sebagai

prasyarat sebelum memasuki proses konversi dalam sistem politik. Setelah melalui proses konversi barulah

keluar keputusan mengikat seluruh anggota masyarakat dalam bentuk hukum ataupun perundangan.

Hukum dan perundangan tersebut, pada gilirannya, akan menciptakan reaksi berupa opini dalam

masyarakat, menghasilkan masukan baru, dan kembali menciptakan tuntutan dan atau dukungan baru.

Easton memandang sistem politik sebagai tahapan pembuatan keputusan yang memiliki batasan

dan sangat luwes (berubah sesuai kebutuhan). Model sistem politik terdiri dari fungsi input, berupa

tuntutan dan dukungan; fungsi pengolahan (conversion); dan fungsi output sebagai hasil dari proses sistem

politik, lebih jelasnya seperti berikut ini:

Tahap 1 : Di dalam sistem politik akan terdapat “tuntutan” untuk “output” tertentu (misal: kebijakan), dan adanya orang

atau kelompok mendukung tuntutan tersebut.


Tahap 2 : Tuntutan-tuntutan dan kelompok akan berkompetisi (“diproses dalam
sistem”), memberikan jalan untuk pengambilan keputusan itu sendiri.
Tahap 3 : Setiap keputusan yang dibuat (misal: kebijakan tertentu), akan berinteraksi
dengan lingkungannya.

Tahap 4 : Ketika kebijakan baru berinteraksi dengan lingkungannya, akan menghasilkan tuntutan baru dan kelompok

dalam mendukung atau menolak kebijakan tersebut (“feedback”).


Tahap 5 : Kembali ke tahap 1.
4
Polity diambil dari dimensi formal politik, yaitu, struktur dari norma, bagaimana prosedur
mengatur institusi mana yang semestinya ada dalam politik.
5

Politik dari dimensi prosedural lebih mengarah pada proses membuat keputusan, mengatasi konflik, dan mewujudkan tujuan dan
kepentingan. Dimensi ini melingkupi beberapa isu klasik yang berkaitan dengan ilmu politik, seperti siapa yang dapat memaksakan
kepentingannya? mekanisme seperti apa yang berlangsung dalam menangani konflik? Dan sebagainya.
6
Policy sebagai dimensi politik, melihat substansi dan cara pemecahan masalah berikut pemenuhan
tugas yang dicapai melalui sistem administratif, menghasilkan keputusan yang mengikat bagi semua.
7

Ilustrasi 1. Model Analisa Sistem Politik


Apabila sistem berfungsi seperti tahapan
yang
digambarkan,
kita

akan mendapatkan “sistem politik stabil.” Sedangkan

apabila sistem tidak berjalan sesuai tahapan,


maka
kita
akan
mendapatkan
“sistem
politik
disfungsional.”
Easton
menetapkan

batasan lingkungan pada sistem politik dimana

input dan output senantiasa berada dalam keadaan tetap, seperti tergambar dalam ilustrasi di bawah ini.
Keuntungan metode ini terdapat pada keistimewaannya menggabungkan
berbagai aspek dan elemen politik ke dalam teori analisa sistem.
Proses

penggabungan akan membuka peluang untuk melembagakan aneka realitas politik yang rumit dan

kemudian mensistemasikannya dalam sistem, tanpa melupakan politik yang sifatnya multidimensi.
Namun demikian, teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain
karena:
1. Sifatnya yang mutlak;
2. Teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa
sistem dapat hancur atau konflik;

3. teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi sistem. Dengan kata lain,

pendangan Easton menyarankan bahwa setiap sistem politik dapat diisolasi dari yang lainnya (lihat

otonomi, kedaulatan);
4. Teori ini mengingkari keberadaan suatu negara;
5. Teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem
yang timbul akibat variasi.7
B. Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Sistem Politik
Di tahun 1970-an, ilmuwan politik Gabriel Almond dan Bingham Powell
memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem
7
Systems theory in political science. Diakses tanggal 19 Februari 2007,
dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Systems_theory_in_political_science
8

politik (comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem politik, tidak hanya

melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi mereka masing-masing. Keduanya juga

menekankan bahwa institusi-institusi tersebut harus ditempatkan ke dalam konteks historis yang bermakna

dan bergerak dinamis, agar pemahaman dapat lebih jelas. Ide ini berseberangan dengan pendekatan yang

muncul dalam lingkup perbandingan politik seperti: teori negara-masyarakat dan teori dependensi.

Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian yang dapat

digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu. Sedangkan sistem politik

merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang berkecimpung dalam merumuskan dan

melaksanakan tujuan bersama masyarakat ataupun kelompok di dalamnya. Pemerintah atau negara

merupakan bagian dari pembuat kebijakan dalam sistem politik.

Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori sistem Easton

dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural- fungsional merupakan suatu

pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik sama pentingnya, yaitu sebagai subyek dari hukum

“stimulus dan respon” yang sama —atau input dan output. Pandangan ini juga memberikan perhatian

cukup terhadap karakteristik unik dari sistem itu sendiri.


Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen kunci, termasuk

kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi, dan peradilan. Menurut

Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen ini memiliki keenam macam struktur politik tersebut.

Selain struktur, Almond memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti

sosialisasi politik, rekrutmen, dan komunikasi.

Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan nilai dan kepercayaan

untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga, sekolah, media, perkumpulan religius, dan

aneka macam struktur politik yang membangun, menegakan, dan mentransform pentingnya perilaku

politik dalam masyarakat. Dalam terminologi politik, sosialisasi politik merupakan proses, dimana

masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan menjadi warga negara

yang efektif. Rekrutmen mewakili proses dimana sistem politik menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan

partisipasi dari warga negara, untuk


9
Ilustrasi 4. Fungsi dalam Sistem Politik Indonesia

memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan duduk dalam kantor pemerintahan.

Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem menyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui

berbagai struktur yang menyusun sistem politik.8

Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari membangun dan

mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sampai terjun dalam

peperangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang

disebut struktur, seperti parlemen, birokrasi, lembaga administratif, dan pengadilan, yang melakukan

fungsi khusus pula, sehingga pemerintah dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan, dan

menegakan kebijakan.
Agar lebih jelas, sistem politik Almond dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini.

Pengetahuan mengenai keenam macam struktur politik tersebut belum dapat menerangkan sistem

politik apapun, selain memperlakukannya sebagai entitas yang berdiri sendiri, namun belum mencapai
tahap interaksi. Untuk itu, lingkungan perlu tercipta lebih dahulu sebagai konteks memahami keberadaan

struktur politik, misalnya negara Indonesia seperti ilustrasi berikut ini.9

Interaksi tiap bagian dalam struktur akan memunculkan kekhasan corak dan perilaku dalam

menyikapi lingkungannya, yang disebut fungsi. Tidak ada dua negara identik dalam menjalankan fungsi

tiap struktur, seperti halnya Amerika Serikat dan Cina memiliki parlemen, namun cara kerja parlemen

mereka amatlah berlainan. Agar lebih jelas, interaksi antar berbagai fungsi dalam struktur kelembagaan di

dalam sistem politik Indonesia dengan sistem politik negara lain dapat disimak pada ilustrasi berikut:
Struktur harus dikaitkan
dengan fungsi, sehingga kita
8
Structural functionalism. Diakses pada 19 Februari 2007, http://en.wikipedia.org/wiki/Structural-
functionalism
9
Almond, Strom (1999)
10

SISTEMP
Ilustrasi 2. Struktural Fungsional Sistem Politik Almond
dapat memahami bagaimana fungsi berproses dalam menghasilkan kebijakan dan
kinerja.

Fungsi proses terdiri dari urutan aktifitas yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan

implementasinya dalam tiap sistem politik, antara lain: artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan,

pembuatan kebijakan, dan implementasi dan penegakan kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena

mereka memainkan peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan dirumuskan,

beberapa individu ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus memutuskan apa yang

mereka butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik dimulai ketika kepentingan tersebut

diungkapkan atau diartikulasikan.10

Agar bekerja efektif, proses harus memadukan tuntutan (agregasi) ke dalam alternatif pilihan,

seperti pajak lebih tinggi atau rendah atau jaminan sosial lebih tinggi atau kurang, dimana dukungan politik

dapat dimobilisasi. Alternatif pilihan kebijakan kemudian disertakan. Siapapun yang mengawasi

pemerintahan akan mendukung salah satu, baru kemudian pembuatan kebijakan mendapatkan legitimasi.

Kebijakan harus ditegakkan dan diimplementasikan, dan apabila ada yang mempertanyakan ataupun

melanggar harus melalui proses pengadilan.11


Namun demikian, Almond menyadari bahwa pendekatan struktural-fungsional
dalam memahami sistem masih banyak kekurangan.

Almond kemudian

mencontohkan hasil penelitian Theda Scokpol, mengenai studi sistem politik mencari penyebab terjadinya
revolusi dengan mengamati perubahan politik di berbagai negara melalui perbandingan lembaga-lembaga

yang ada pada periode historis ataupun rejim pemerintahan yang berbeda,12 sebagai alternatif, disamping

pendekatan dynamic developmental atau pendekatan dinamika pembangunan sebagai pelengkap

pendekatan struktural fungsional dalam memahami sistem politik.

Namun demikian, pendekatan struktural-fungsional ternyata belum cukup lengkap dalam

menjelaskan fenomena perubahan politik yang ada. Faktor budaya politik (political culture) sebagai bagian

penting dari sistem politik yang sangat berkaitan erat dengan sejarah perjalanan suatu bangsa. Terpisah

dari siapa yang memaknai dan mendominasi bahasa sejarah, tetap nilai-nilai historis akan berperan

10Ibid, Almond, Strom

11Almond, Strom, p. 40.

12Lihat Theda Scokpol, States and Social Revolutions (New York: Cambridge University Press,

1979), melanjutkan teori mengenai terjadinya revolusi Tocqueville yang membandingkan masa sebelum dan setelah revolusi di
Perancis, dengan membandingkan sebab-sebab terjadinya revolusi pada old regime di negara seperti Perancis, Russia, dan Cina.
11
penting sebagai pertanda lahirnya suatu peradaban ataupun budaya masyarakat
tertentu.

Oleh karena itu penggabungan antara pendekatan analisa sistem, pendekatan struktural-

fungsional dengan sejarah akan melengkapi pemahaman kita akan sistem politik Indonesia yang sedang

dipelajari. Sehingga struktur dan fungsi terkandung dalam sistem politik sekarang: partai politik; kelompok

kepentingan; lembaga eksekutif, lembaga legislatif; jajaran birokrasi; dan lembaga pengadilan13 dapat kita

prediksi kecenderungannya di masa mendatang.


C. Peran Penting Sejarah dalam Sistem Politik Indonesia

Peran penting sejarah dalam memahami sistem politik sangat berkaitan dengan faktor lingkungan.

Perubahan lingkungan sebagai batas ruang lingkup sistem politik merupakan hasil bentukan budaya yang

terdapat di dalam maupun di luar sistem.

Budaya sendiri merupakan peristiwa sejarah yang menggambarkan pola perilaku, cita rasa, yang

dirasakan, ditanamkan, diwariskan, dari generasi satu ke generasi lainnya. Dengan demikian sangatlah naif

apabila kita menganalisa sistem politik sekarang tanpa paham akar sejarahnya. Karena yang akan kita

dapatkan hanyalah analisa sempit yang tidak dapat memberikan sumbangsih bagi kepentingan perbaikan

sistem politik di masa depan.


Pendekatan historical institutionalism analysis yang dikemukakan oleh Paul Pierson dan Theda

Scockpol (2000), ilmuwan politik dari Harvard University, merupakan alternatif pendekatan teori politik

behavioralisme dan rasionalisme yang sangat mengutamakan metodologi empirik dalam mengamati

perubahan pada pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Menurut Scockpol, ciri dari pendekatan

historical institutionalisme terletak pada upaya mencari jawaban terhadap pertanyaan besar dan substantif

yang biasanya menjadi perhatian publik maupun para ilmuwan politik.

Sebagai contoh, behavioralis terkadang luput mengamati bahwa keseragaman pola tingkah laku

individu dalam berpartisipasi secara sukarela dalam suatu organisasi atau mencoblos dalam pemilihan

umum, dapat berbeda maknanya


13 Gabriel Almond, Powell, Strom, and Dalton, 1999
12
tergantung dari organisasi atau institusi apa yang dipilih pada satu negara ataupun
periode tertentu.

Berbeda dengan dua pendekatan sebelumnya, historical institusional memandang penting penting

artinya waktu, mengkhusukan pada alur berpikir dan melacak transformasi dan proses dari berbagai ukuran

dan waktu. Pendekatan ini mengalanisis konteks dan hipotesis makro tentang perpaduan dampak dari

institusi dan proses daripada hanya mempelajari satu institusi pada satu periode waktu saja dalam rangka

memahami pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Oleh karena itu, pendekatan historical institusional

tidak ragu untuk menggali sejarah sebagai pelengkap pendekatan yang fokus pada analisis data dalam

periode waktu singkat.14

Pentingnya sejarah juga diakui oleh para Indonesianis (ahli Indonesia) seperti Herbert Feith,

dalam mempelajari sistem politik Indonesia. Dalam mengaplikasikan sejarah dalam sistem politik

Indonesia, Feith menggunakan teori sistem struktural- fungsional dengan empat pendekatan, antara lain:

1. Masa sebelum tahun 1950-an, mempelajari Indonesia dari sudut politik dan administrasi kolonial, termasuk

organisasi dan perjuangan politik kaum bumiputra,

2. Masa pemerintahan Soekarno, tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1960- an, ahli politik Indonesia asal

Amerika Serikat, J. Kahin, menawarkan konsep baru dengan berfokur pada tingkah laku politik kaum

bumiputera dalam gerakan nasionalisme dan revolusi,

3. Masa setelah tahun 1960-an, dengan tokohnya Clifford Geertz, mempelajari sifat-sifat dari tingkah laku

politik anggota masyarakat yang lebih luas. Konsep Geertz mengaplikasikan pendekatan sosio-kultural

terhadap budaya masyarakat jawa dan kaitannya dengan partai politik, melahirkan konsep “politik aliran,”
4. Feith pada akhirnya menggabungkan pendekatan Kahin dengan “mempelajari perkembangan tingkah laku

politik elit Indonesia dalam kerangka sejarah, dengan analisa semi-fungsional terhadap pertanyaan pokok,

mengapa
14Historical Institutionalism In Contemporary Political Science , Paul Pierson And Theda Skocpol
Harvard University,
13
lembaga-lembaga politik Barat tidak berjalan dengan baik dan akhirnya
berantakan.”15

Sehingga, dalam mempelajari sistem politik Indonesia masa sekarang, perlu mengetahui peranan

institusi-institusi dalam masa transisi pemerintahan Indonesia. Kegagalan sistem dalam pendekatan yang

menggabungkan struktural-fungsional dan sejarah, bukan merupakan tanggung jawab individu sebagai

aktor penggerak suatu lembaga, akan tetapi lebih karena pola yang terus menerus diwariskan atau lebih

keras, diindoktrinasikan, kepada sistem.

Pada akhirnya, apabila sistem politik harus berubah, institusi-institusi yang ada perlu dirumuskan

kembali tingkat kepentingan dan fungsinya di masa depan dengan memperhatikan kegagalan-kegagalan

mereka di masa lalu sebagai input. Singkat kata, input berupa desakan, tuntutan, dan dukungan lingkungan

nasional dan internasional, seyogyanya memperhatikan latar belakang sejarah mengapa input tersebut ada.
BAB III
SISTEM POLITIK INDONESIA
A. Pengertian sistem Politik
1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan
terorganisasi.
2. Pengertian Politik

Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik

berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara.16


Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,
dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada
15Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan (Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial &
FIS-UI, 1980), hal. 4-5.
16 Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003, hlm. 8

14
dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik
biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.17

Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam

rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat

yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.


3. Pengertian Sistem Politik
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk

satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan

mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau

dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.18

Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat

fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses

yang langggeng
4. Pengertian Sistem Politik di Indonesia

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam

Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-

upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.

Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara

( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan

kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara

suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan

masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara.

Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan

Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang

akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.


17 Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk slta kelas III” Rhineka Putra, bandung, 1999, hlm. 31
18 Lihat dalam wikipedia berbahasa Indonesia-pengertian-sistem-politik
15

Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan

(Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik

(Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan

inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses

pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah

sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.


B. Proses Politik Di Indonesia
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari
masa-masa berikut ini:19
-

Masa prakolonial
-

Masa kolonial (penjajahan)


-
Masa Demokrasi Liberal
-

Masa Demokrasi terpimpin


-

Masa Demokrasi Pancasila


-

Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
-

Penyaluran tuntutan
-

Pemeliharaan nilai
-

Kapabilitas
-

Integrasi vertikal
-

Integrasi horizontal
-

Gaya politik
-

Kepemimpinan
-

Partisipasi massa
-

Keterlibatan militer
-

Aparat negara
-

Stabilitas20
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
19 Lihat Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka, 2008, hlm. 14-28
20 Lihat Nazaruddin, “Profil Budaya Politik Indonesia”, Pustaka Utama, 1991, hlm. 8-11
16
-

Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi


-

Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa


-

Kapabilitas – SDA melimpah


-

Integrasi vertikal – atas bawah


-

Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan


-

Gaya politik – kerajaan


-

Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan


-

Partisipasi massa – sangat rendah


-

Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang


-

Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah


-

Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang


2. Masa kolonial (penjajahan)
-

Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi


-

Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham


-

Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah


-

Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis


-

Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi


-

Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)


-

Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat


-

Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada


-

Keterlibatan militer – sangat besar


-

Aparat negara – loyal kepada penjajah


-

Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah


3. Masa Demokrasi Liberal
-

Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani


-

Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi


-
Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih
potensial
-

Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas


-

Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan


administrator
-

Gaya politik – ideologis


17
-

Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928


-

Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta


-

Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil


-

Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai


-

Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi terpimpin
-

Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
-

Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah


-

Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju


-

Integrasi vertikal – atas bawah


-

Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,


-

Gaya politik – ideolog, nasakom


-

Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik


-

Partisipasi massa – dibatasi


-

Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan


-

Aparat negara – loyal kepada negara


-

Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
-

Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi


-

Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM


-

Kapabilitas – sistem terbuka


-

Integrasi vertikal – atas bawah


-

Integrasi horizontal – nampak


-

Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan


-

Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI


-

Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi


-

Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI


-

Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)


-

Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
-

Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi


18
-

Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi


-

Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah


-

Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas


-

Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)


-

Gaya politik – pragmatik


-

Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi


-

Partisipasi massa – tinggi


-
Keterlibatan militer – dibatasi
-

Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah


-

Stabilitas – instabil
C. Sejarah Sistem Politik di Indonesia

Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun

dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis

sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu

proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena

sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.21

Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari

sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi

sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan

integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan

Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah

kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam

menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles

dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut

moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance

level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan

lingkungan internasional.
21 Nazaruddin Sjamsuddin, “Dinamika Politik Indonesia”, Gramedia Pustaka Utama, 1993, hlm. 17
19

Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari

elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes
mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :

1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA

biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti

pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan

memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.

2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat

didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya
keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali

didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.

3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok

maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti

ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan

masyarakat terkekang.

4. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan

yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik

kapabilitas simbolik sistem.

5. Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa

kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai

inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah

negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara

yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas

internasional ini negara kaya atau


20
berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada
negara-negara berkembang.
D. Perbedaan sistem politik di berbagai Negara
1. Sistem Politik Di Negara Komunis

Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi, peniadaan hak-haak sipil

dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka, tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan

terhadap arus informasi dan kebebasan berpendapat


2. Sistem Politik Di Negara Liberal

Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok; pembatasan kekuasaan;

khususnya dari pemerintah dan agama; penegakan hukum; pertukaran gagasan yang bebas; sistem

pemerintahan yang transparan yang didalamnya terdapat jaminan hak-hak kaum minoritas
3. Sistem Politik Demokrasi Di Indonesia
Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan
kelembagaan yang demokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik
demokrasi di Indonesia adalah :

1. Ide kedaulatan rakyat

2. Negara berdasarkan atas hukum


3. Bentuk Republik

4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi

5. Pemerintahan yang bertanggung jawab

6. Sistem Pemilihan langsung


7. Sistem pemerintahan presidensiil
21
BAB V
KESIMPULAN

Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai system demokrasi, di

mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia menganut sistem

pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala

pemerintahan. Para Bapak Bangsa yang meletakkan dasar pembentukan Negara Indonesia, setelah

tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka sepakat menyatukan rakyat yang berasal

dari beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar di ribuan pulau besar dan kecil, di bawah

payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia pernah menjalani sistem pemerintahan

federal di bawah Republik Indonesia Serikat (RIS) selama tujuh bulan (27 Desember 1949 - 17 Agustus

1950), namun kembali ke bentuk pemerintahan republik. Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 - 1997),

pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat

sentralistis, dengan menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan.
22

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam

Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-

upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.

Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur

kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-

lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga

negara. Lembaga legislatif terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR). Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh

seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin oleh seorang

gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang bupati/walikota.

Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA)
sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada di bawahnya.

Fungsi MA adalah melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberi nasehat, dan fungsi

adminsitrasi. Saat ini UUD 1945 telah mengalami beberapa kali amandemen, yang telah memasuki tahap

amandemen keempat. Amandemen konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar terhadap tugas dan

hubungan lembaga-lembaga negara.


23
LITERATUR

Amir Taat Nasution, “Kamus Politik Nasional”, Energie, 1953

Arbi Sanit, “Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan”,


Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FIS-UI, 1980

Assosiasi Ilmu Politik Indonesia, “Jurnal Ilmu Politik”, Gramedia, 1986

Theda Scokpol, “States and Social Revolutions” New York: Cambridge
University Press, 1979

Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003


Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk SLTA kelas III”, Rhineka Putra,
bandung, 1999

Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka, 2008


Nazaruddin, “Profil Budaya Politik Indonesia”, Pustaka Utama, 1991



Nazaruddin Sjamsuddin, “Dinamika Politik Indonesia”, Gramedia Pustaka
Utama, 1993

Sukarna, “Sistem Politik Indonesia, Jilid 4”, Mandar Maju, 1993
24

Sistem Politik Di Indonesia


Reads:
71,701

Uploaded:
10/17/2009
Category:
Creative Writing>Fan Fiction
Rated:
4.2 5 false false 0
(5 Ratings)
makalah ini berbicara bagaimana sistem politik di dipakai di Indonesia
pendekatan ilmu
kelembagan
indonesia melalui
macam partai
harus dimiliki
melalui pendekatan

Related Documents
PreviousNext
Scribd
Upload a Document
Top of Form

Search Books, Presentations, Business, Academics...


Bottom of Form
Explore

Documents
• Books - Fiction
• Books - Non-fiction
• Health & Medicine
• Brochures/Catalogs
• Government Docs
• How-To Guides/Manuals
• Magazines/Newspapers
• Recipes/Menus
• School Work
• + all categories

• Featured
• Recent
People
• Authors
• Students
• Researchers
• Publishers
• Government & Nonprofits
• Businesses
• Musicians
• Artists & Designers
• Teachers
• + all categories

• Most Followed
• Popular
• Putri Yulianti

We're using Facebook to personalize your experience.


Learn More·Disable
Account
○ Home
○ My Documents
○ My Collections
○ My Shelf
○ View Public Profile
○ Messages
○ Notifications
○ Settings
○ Help
○ Log Out
Welcome to Scribd - Where the world comes to read, discover, and share...
We’re using Facebook to give you reading recommendations based on what your friends are
sharing and the things you like. We've also made it easy to connect with your friends: you are
now following your Facebook friends who are on Scribd, and they are following you! In the
future you can access your account using your Facebook login and password.
Learn moreNo thanks
Some of your friends are already on Scribd:
1
First Page
Previous Page
Next Page

/ 24
Sections not available
Zoom Out
Zoom In
Fullscreen
Exit Fullscreen
Select View Mode

View Mode
BookSlideshowScroll
Top of Form
Search w ithin
Bottom of Form
Readcast
Add a Comment
Embed & Share

Reading should be social! Post a message on your social networks to let others know what
you're reading. Select the sites below and start sharing.

Link account
Readcast this Document
Readcast Complete!
Click 'send' to Readcast!
edit preferences
Set your preferences for next time...Choose 'auto' to readcast without being prompted.
Top of Form

Putri Yulianti

Putri Yulianti
Link account

Advanced Cancel
Bottom of Form
Top of Form
35c886e56a7fd6

Add a Comment

View comments
1 document_comme 4gen
Bottom of Form

Share & Embed


Add to Collections
Download this Document for Free
Auto-hide: off
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan dan meminta

ampunan. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu dan keburukan amal perbuatan kita. Barang

siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannnya. Sebaliknya,

barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.
Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul“Sistem
Politik di Indonesia” sebagai analisis untuk melihat bagaimana system politik di
Indonesia.
Didalam makalah ini, saya akan membahas tentang system Politik di Indonesia dilihat dari

beberapa pendekatan teori system politik, sejarah dan pemerintahan yang sedang berjalan di Indonesia.

Saya hanya dapat berdoa, kiranya apa yang saya tulis disini bermanfaat bagi kita semua. Ucapan

terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu kami dalam menyelesaikan

makalah ini. saya sadar bahwa apa yang kami tulis masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,

kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat saya harapkan.
Akhir kata, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah
ini. Dan hanya kepada Allah swt kita berlindung dan memohon ampun.
Billahi Taufiq Walhidayah.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Medan, Oktober 2009
Andriansyah
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
iDAFTAR ISI .……………………………………………………………………..
ii
BAB I : PENDAHULUAN….……………………………………………………
1BAB II : PENDEKATAN TEORI SISTEM POLITIK …...…..……………
3
A.Teori Behavioral Sistem Politik ...……………………………………….
3
B.Teori Struktural- fungsional Sistem Politik .………………………….…
6
C.Peran Sejarah dalam Sistem Politik di Indonesia ..……………………..
9
BAB III : SISTEM POLITIK INDONESIA…………………….…………
12
A.Pengertian Sistem Politik…………………………………………………
12
B.Proses Plitik di Indonesia ………..….……………………………………
13
C.Sejarah Sistem Politik di Indonesia.……………………………….…
16
D.Perbedaan sistem Politik di berbagai Negara………………………..
2

18
BAB IV : KESIMPULAN……………………………………………………….....
20
LITERATUR
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial.1 Perspektif atau

pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu system, yakni suatu unit yang

relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen

pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan
menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai

lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat

kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-

kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka

sistem
1 Lihat kamus Politik oleh Amir Taat Nasution, Energie, 1953, hlm. 92
3
politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku
politik.

Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem

politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan

biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai

keputusan dan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan

bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk

menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.

Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi oleh elemen-

elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Pengaruh

sistem politik negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik disuatu negara.

Seperti halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan waktu, sistem politik di Indonesia selalu

mengalami perubahan.

Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik Indonesia akan

berpengaruh pada sistem politik negara tetangga maupun dalam cakupan lebih luas. Struktur kelembagaan

atau institusi khas Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi, sehingga

melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian, kekhasan sistem politik

Indonesia belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan positif struktur dan fungsinya belum

diperhitungkan sistem politik negara lain.

Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem politik Indonesia adalah melalui

pengembangan wawasan dengan melibatkan institusi- institusi nasional dan internasional. Artinya

lingkungan internal dan eksternal sebagai batasan dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami

terlebih dahulu.
Lingkungan internal akan sangat dipengaruhi oleh budaya politik bangsa Indonesia. Sedangkan

budaya politik sendiri merupakan wujud sintesa peristiwa- peristiwa sejarah yang telah mengkristal dalam

kehidupan masyarakat, diwariskan turun temurun berupa tatanan nilai dan norma perilaku. Sementara itu,

lingkungan eksternal sedikit banyak mempengaruhi lingkungan internal ketika transformasi budaya

berlangsung akibat peristiwa sejarah semisal penjajahan kolonial maupun bentuk “penjajahan” budaya pop

(pop culture) di era globalisasi.


4

Mempelajari sistem politik suatu negara tidak dapat dan tidak pernah berdiri sendiri dari sistem

politik negara lain, setidaknya itulah maksud implisit yang diutarakan David Easton melalui pendekatan

analisa sistem terhadap sistem politik. Sampai kemudian, Gabriel Almond meneruskannya ke dalam

turunan teori sistem politik yang lebih konkrit, yaitu menggabungkan teori sistem ke dalam struktural-

fungsional, barulah kita mendapatkan pemahaman bagaimana sistem politik seperti di Indonesia

berinteraksi dengan sistem politik lainnya.

Akhirnya, mengingat sebegitu luas pembicaraan mengenai sistem politik, maka layaknya suatu

sistem, kami akan ciptakan terlebih dahulu batasan-batasannya, yaitu mengenalkan kedua pendekatan

terhadap sistem politik baru kemudian menganalisis sistem politik Indonesia. Oleh karena itu terlebih

dahulu kami akan membahas pendekatan sistem politik dari teori behavioral. kemudian dilanjutkan dengan

pembahasan pendekatan sistem politik dari sudut teori struktural-fungsional, serta pembahasan pada arti

penting sejarah dalam mempelajari sistem politik Indonesia.


BAB II
PENDEKATAN TEORI SISTEM POLITIK
A. Pendekatan Teori Behavioral Sistem Politik

Adalah David Easton (1953)2, seorang ilmuwan politik dari Harvard University, memperkenalkan

pendekatan analisa sistem sebagai metode terbaik dalam memahami politik. Di kalangan ilmuwanpolitik

yang menganut tradisi pluralis, teori Easton yang bersifat abstrak berpengaruh sampai akhir tahun 1960-an.

Kaum pluralis mengingkari berbicara dengan konteks spesifik.

Sedangkan ilmuwanpolitik

kontemporer berkeinginan untuk menciptakan teori umum dengan melihat masalah lebih konstekstual.
Sebagai pendukung setia aliran behavioralisme, Easton berusaha keras
mengantarkan politik menjadi ilmu setara dengan ilmu alam dengan
2 Easton “The Political system” (1964), hlm. 52-54
5
mengembalikannya ke dalam kaidah-kaidah saintifik seperti generalisasi, abstrak, validitas, dan sebagainya

untuk mengukur tingkah laku politik seseorang. Hasrat kuat untuk memunculkan politik sebagai ilmu

pengetahuan (science) ditempuh dengan cara menciptakan model abstrak, mempolakan rutinitas dan proses

politik secara umum. Model seperti ini menurut Easton, memiliki tingkat abstraksi saintifik sangat tinggi,

sehingga generalisasi politik sebagai ilmu akan tercapai. Menurut Easton, politik harus dilihat secara

keseluruhan, bukan hanya berdasarkan kumpulan dari beberapa masalah yang harus dipecahkan.

Easton menganggap politik sebagai organisme, memperlakukannya sebagai mahluk hidup. Teori

Easton berisi pernyataan tentang apa yang membuat sistem politik beradaptasi, bertahan dan bereproduksi,

dan terutama, berubah. Easton menggambarkan politik dalam keadaan selalu bergejolak, menolak ide

“equilibrium,” yang mempengaruhi teori politik masa kini (lihat teori institusionalisme).3

Lebih

jauh, Easton menolak ide bahwa politik dapat dipelajari dengan melihat berbagai tingkatan analisis. Oleh

karena itu, abstraksi Easton dapat diterapkan untuk kelompok apapun pada waktu kapanpun.

Fokus perhatian Easton bersumber pada pertanyaan mengenai bagaimana mengelola sistem

politik agar tetap utuh dalam situasi dunia yang penuh gejolak dan rentan pada perubahan. Dalam

menjawab pertanyaan ini, Easton meyakini akan pentingnya melakukan penelitian akan bagaimana sistem

politik berinteraksi dengan lingkungannya, baik di dalam maupun di luar lingkup masyarakat.,

Secara sederhana Easton mengungkapkan bahwa memahami sistem politik sama seperti halnya

memahami sistem lain seperti ekonomi, yang kesemuanya merupakan subsistem dari sistem yang lebih

besar. Namun demikian, sistem politik menurut pandangan Easton bersifat khusus, karena memiliki

kekuatan membuat keputusan yang mengikat semua anggota dalam sistem.


3 Easton “A System Analisys Of Political Life” (1979), hlm. 118-119
6

Perbedaan satu sistem politik dengan sistem politik lainnya dapat dipisahkan melalui tiga

dimensi: polity,4 politik,5 dan policy (kebijakan).6 Easton berpendapat bahwa definisi politik dari ketiga

dimensi ini terbukti lebih efektif, terutama untuk memahami realitas politik dalam upaya memberikan

pendidikan politik.

Fokus pendekatan sistem berawal pada adanya tuntutan, harapan, dan dukungan, sebagai

prasyarat sebelum memasuki proses konversi dalam sistem politik. Setelah melalui proses konversi barulah

keluar keputusan mengikat seluruh anggota masyarakat dalam bentuk hukum ataupun perundangan.
Hukum dan perundangan tersebut, pada gilirannya, akan menciptakan reaksi berupa opini dalam

masyarakat, menghasilkan masukan baru, dan kembali menciptakan tuntutan dan atau dukungan baru.

Easton memandang sistem politik sebagai tahapan pembuatan keputusan yang memiliki batasan

dan sangat luwes (berubah sesuai kebutuhan). Model sistem politik terdiri dari fungsi input, berupa

tuntutan dan dukungan; fungsi pengolahan (conversion); dan fungsi output sebagai hasil dari proses sistem

politik, lebih jelasnya seperti berikut ini:

Tahap 1 : Di dalam sistem politik akan terdapat “tuntutan” untuk “output” tertentu (misal: kebijakan), dan adanya orang

atau kelompok mendukung tuntutan tersebut.


Tahap 2 : Tuntutan-tuntutan dan kelompok akan berkompetisi (“diproses dalam
sistem”), memberikan jalan untuk pengambilan keputusan itu sendiri.
Tahap 3 : Setiap keputusan yang dibuat (misal: kebijakan tertentu), akan berinteraksi
dengan lingkungannya.

Tahap 4 : Ketika kebijakan baru berinteraksi dengan lingkungannya, akan menghasilkan tuntutan baru dan kelompok

dalam mendukung atau menolak kebijakan tersebut (“feedback”).


Tahap 5 : Kembali ke tahap 1.
4
Polity diambil dari dimensi formal politik, yaitu, struktur dari norma, bagaimana prosedur
mengatur institusi mana yang semestinya ada dalam politik.
5

Politik dari dimensi prosedural lebih mengarah pada proses membuat keputusan, mengatasi konflik, dan mewujudkan tujuan dan
kepentingan. Dimensi ini melingkupi beberapa isu klasik yang berkaitan dengan ilmu politik, seperti siapa yang dapat memaksakan
kepentingannya? mekanisme seperti apa yang berlangsung dalam menangani konflik? Dan sebagainya.
6
Policy sebagai dimensi politik, melihat substansi dan cara pemecahan masalah berikut pemenuhan
tugas yang dicapai melalui sistem administratif, menghasilkan keputusan yang mengikat bagi semua.
7
Ilustrasi 1. Model Analisa Sistem Politik
Apabila sistem berfungsi seperti tahapan
yang
digambarkan,
kita

akan mendapatkan “sistem politik stabil.” Sedangkan

apabila sistem tidak berjalan sesuai tahapan,


maka
kita
akan
mendapatkan
“sistem
politik
disfungsional.”
Easton
menetapkan

batasan lingkungan pada sistem politik dimana

input dan output senantiasa berada dalam keadaan tetap, seperti tergambar dalam ilustrasi di bawah ini.
Keuntungan metode ini terdapat pada keistimewaannya menggabungkan
berbagai aspek dan elemen politik ke dalam teori analisa sistem.
Proses

penggabungan akan membuka peluang untuk melembagakan aneka realitas politik yang rumit dan

kemudian mensistemasikannya dalam sistem, tanpa melupakan politik yang sifatnya multidimensi.
Namun demikian, teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain
karena:
1. Sifatnya yang mutlak;
2. Teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa
sistem dapat hancur atau konflik;

3. teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi sistem. Dengan kata lain,

pendangan Easton menyarankan bahwa setiap sistem politik dapat diisolasi dari yang lainnya (lihat

otonomi, kedaulatan);
4. Teori ini mengingkari keberadaan suatu negara;
5. Teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem
yang timbul akibat variasi.7
B. Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Sistem Politik
Di tahun 1970-an, ilmuwan politik Gabriel Almond dan Bingham Powell
memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem
7
Systems theory in political science. Diakses tanggal 19 Februari 2007,
dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Systems_theory_in_political_science
8

politik (comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem politik, tidak hanya

melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi mereka masing-masing. Keduanya juga

menekankan bahwa institusi-institusi tersebut harus ditempatkan ke dalam konteks historis yang bermakna

dan bergerak dinamis, agar pemahaman dapat lebih jelas. Ide ini berseberangan dengan pendekatan yang

muncul dalam lingkup perbandingan politik seperti: teori negara-masyarakat dan teori dependensi.

Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian yang dapat

digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu. Sedangkan sistem politik

merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang berkecimpung dalam merumuskan dan

melaksanakan tujuan bersama masyarakat ataupun kelompok di dalamnya. Pemerintah atau negara

merupakan bagian dari pembuat kebijakan dalam sistem politik.

Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori sistem Easton

dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural- fungsional merupakan suatu

pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik sama pentingnya, yaitu sebagai subyek dari hukum

“stimulus dan respon” yang sama —atau input dan output. Pandangan ini juga memberikan perhatian

cukup terhadap karakteristik unik dari sistem itu sendiri.


Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen kunci, termasuk

kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi, dan peradilan. Menurut

Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen ini memiliki keenam macam struktur politik tersebut.

Selain struktur, Almond memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti

sosialisasi politik, rekrutmen, dan komunikasi.

Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan nilai dan kepercayaan

untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga, sekolah, media, perkumpulan religius, dan

aneka macam struktur politik yang membangun, menegakan, dan mentransform pentingnya perilaku

politik dalam masyarakat. Dalam terminologi politik, sosialisasi politik merupakan proses, dimana

masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan menjadi warga negara

yang efektif. Rekrutmen mewakili proses dimana sistem politik menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan

partisipasi dari warga negara, untuk


9
Ilustrasi 4. Fungsi dalam Sistem Politik Indonesia

memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan duduk dalam kantor pemerintahan.

Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem menyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui

berbagai struktur yang menyusun sistem politik.8

Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari membangun dan

mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sampai terjun dalam

peperangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang

disebut struktur, seperti parlemen, birokrasi, lembaga administratif, dan pengadilan, yang melakukan

fungsi khusus pula, sehingga pemerintah dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan, dan

menegakan kebijakan.
Agar lebih jelas, sistem politik Almond dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini.

Pengetahuan mengenai keenam macam struktur politik tersebut belum dapat menerangkan sistem

politik apapun, selain memperlakukannya sebagai entitas yang berdiri sendiri, namun belum mencapai
tahap interaksi. Untuk itu, lingkungan perlu tercipta lebih dahulu sebagai konteks memahami keberadaan

struktur politik, misalnya negara Indonesia seperti ilustrasi berikut ini.9

Interaksi tiap bagian dalam struktur akan memunculkan kekhasan corak dan perilaku dalam

menyikapi lingkungannya, yang disebut fungsi. Tidak ada dua negara identik dalam menjalankan fungsi

tiap struktur, seperti halnya Amerika Serikat dan Cina memiliki parlemen, namun cara kerja parlemen

mereka amatlah berlainan. Agar lebih jelas, interaksi antar berbagai fungsi dalam struktur kelembagaan di

dalam sistem politik Indonesia dengan sistem politik negara lain dapat disimak pada ilustrasi berikut:
Struktur harus dikaitkan
dengan fungsi, sehingga kita
8
Structural functionalism. Diakses pada 19 Februari 2007, http://en.wikipedia.org/wiki/Structural-
functionalism
9
Almond, Strom (1999)
10

SISTEMP
Ilustrasi 2. Struktural Fungsional Sistem Politik Almond
dapat memahami bagaimana fungsi berproses dalam menghasilkan kebijakan dan
kinerja.

Fungsi proses terdiri dari urutan aktifitas yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan

implementasinya dalam tiap sistem politik, antara lain: artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan,

pembuatan kebijakan, dan implementasi dan penegakan kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena

mereka memainkan peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan dirumuskan,

beberapa individu ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus memutuskan apa yang

mereka butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik dimulai ketika kepentingan tersebut

diungkapkan atau diartikulasikan.10

Agar bekerja efektif, proses harus memadukan tuntutan (agregasi) ke dalam alternatif pilihan,

seperti pajak lebih tinggi atau rendah atau jaminan sosial lebih tinggi atau kurang, dimana dukungan politik

dapat dimobilisasi. Alternatif pilihan kebijakan kemudian disertakan. Siapapun yang mengawasi

pemerintahan akan mendukung salah satu, baru kemudian pembuatan kebijakan mendapatkan legitimasi.

Kebijakan harus ditegakkan dan diimplementasikan, dan apabila ada yang mempertanyakan ataupun

melanggar harus melalui proses pengadilan.11


Namun demikian, Almond menyadari bahwa pendekatan struktural-fungsional
dalam memahami sistem masih banyak kekurangan.

Almond kemudian

mencontohkan hasil penelitian Theda Scokpol, mengenai studi sistem politik mencari penyebab terjadinya
revolusi dengan mengamati perubahan politik di berbagai negara melalui perbandingan lembaga-lembaga

yang ada pada periode historis ataupun rejim pemerintahan yang berbeda,12 sebagai alternatif, disamping

pendekatan dynamic developmental atau pendekatan dinamika pembangunan sebagai pelengkap

pendekatan struktural fungsional dalam memahami sistem politik.

Namun demikian, pendekatan struktural-fungsional ternyata belum cukup lengkap dalam

menjelaskan fenomena perubahan politik yang ada. Faktor budaya politik (political culture) sebagai bagian

penting dari sistem politik yang sangat berkaitan erat dengan sejarah perjalanan suatu bangsa. Terpisah

dari siapa yang memaknai dan mendominasi bahasa sejarah, tetap nilai-nilai historis akan berperan

10Ibid, Almond, Strom

11Almond, Strom, p. 40.

12Lihat Theda Scokpol, States and Social Revolutions (New York: Cambridge University Press,

1979), melanjutkan teori mengenai terjadinya revolusi Tocqueville yang membandingkan masa sebelum dan setelah revolusi di
Perancis, dengan membandingkan sebab-sebab terjadinya revolusi pada old regime di negara seperti Perancis, Russia, dan Cina.
11
penting sebagai pertanda lahirnya suatu peradaban ataupun budaya masyarakat
tertentu.

Oleh karena itu penggabungan antara pendekatan analisa sistem, pendekatan struktural-

fungsional dengan sejarah akan melengkapi pemahaman kita akan sistem politik Indonesia yang sedang

dipelajari. Sehingga struktur dan fungsi terkandung dalam sistem politik sekarang: partai politik; kelompok

kepentingan; lembaga eksekutif, lembaga legislatif; jajaran birokrasi; dan lembaga pengadilan13 dapat kita

prediksi kecenderungannya di masa mendatang.


C. Peran Penting Sejarah dalam Sistem Politik Indonesia

Peran penting sejarah dalam memahami sistem politik sangat berkaitan dengan faktor lingkungan.

Perubahan lingkungan sebagai batas ruang lingkup sistem politik merupakan hasil bentukan budaya yang

terdapat di dalam maupun di luar sistem.

Budaya sendiri merupakan peristiwa sejarah yang menggambarkan pola perilaku, cita rasa, yang

dirasakan, ditanamkan, diwariskan, dari generasi satu ke generasi lainnya. Dengan demikian sangatlah naif

apabila kita menganalisa sistem politik sekarang tanpa paham akar sejarahnya. Karena yang akan kita

dapatkan hanyalah analisa sempit yang tidak dapat memberikan sumbangsih bagi kepentingan perbaikan

sistem politik di masa depan.


Pendekatan historical institutionalism analysis yang dikemukakan oleh Paul Pierson dan Theda

Scockpol (2000), ilmuwan politik dari Harvard University, merupakan alternatif pendekatan teori politik

behavioralisme dan rasionalisme yang sangat mengutamakan metodologi empirik dalam mengamati

perubahan pada pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Menurut Scockpol, ciri dari pendekatan

historical institutionalisme terletak pada upaya mencari jawaban terhadap pertanyaan besar dan substantif

yang biasanya menjadi perhatian publik maupun para ilmuwan politik.

Sebagai contoh, behavioralis terkadang luput mengamati bahwa keseragaman pola tingkah laku

individu dalam berpartisipasi secara sukarela dalam suatu organisasi atau mencoblos dalam pemilihan

umum, dapat berbeda maknanya


13 Gabriel Almond, Powell, Strom, and Dalton, 1999
12
tergantung dari organisasi atau institusi apa yang dipilih pada satu negara ataupun
periode tertentu.

Berbeda dengan dua pendekatan sebelumnya, historical institusional memandang penting penting

artinya waktu, mengkhusukan pada alur berpikir dan melacak transformasi dan proses dari berbagai ukuran

dan waktu. Pendekatan ini mengalanisis konteks dan hipotesis makro tentang perpaduan dampak dari

institusi dan proses daripada hanya mempelajari satu institusi pada satu periode waktu saja dalam rangka

memahami pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Oleh karena itu, pendekatan historical institusional

tidak ragu untuk menggali sejarah sebagai pelengkap pendekatan yang fokus pada analisis data dalam

periode waktu singkat.14

Pentingnya sejarah juga diakui oleh para Indonesianis (ahli Indonesia) seperti Herbert Feith,

dalam mempelajari sistem politik Indonesia. Dalam mengaplikasikan sejarah dalam sistem politik

Indonesia, Feith menggunakan teori sistem struktural- fungsional dengan empat pendekatan, antara lain:

1. Masa sebelum tahun 1950-an, mempelajari Indonesia dari sudut politik dan administrasi kolonial, termasuk

organisasi dan perjuangan politik kaum bumiputra,

2. Masa pemerintahan Soekarno, tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1960- an, ahli politik Indonesia asal

Amerika Serikat, J. Kahin, menawarkan konsep baru dengan berfokur pada tingkah laku politik kaum

bumiputera dalam gerakan nasionalisme dan revolusi,

3. Masa setelah tahun 1960-an, dengan tokohnya Clifford Geertz, mempelajari sifat-sifat dari tingkah laku

politik anggota masyarakat yang lebih luas. Konsep Geertz mengaplikasikan pendekatan sosio-kultural

terhadap budaya masyarakat jawa dan kaitannya dengan partai politik, melahirkan konsep “politik aliran,”
4. Feith pada akhirnya menggabungkan pendekatan Kahin dengan “mempelajari perkembangan tingkah laku

politik elit Indonesia dalam kerangka sejarah, dengan analisa semi-fungsional terhadap pertanyaan pokok,

mengapa
14Historical
Institutionalism In Contemporary Political Science , Paul Pierson And Theda Skocpol
Harvard University,
13
lembaga-lembaga politik Barat tidak berjalan dengan baik dan akhirnya
berantakan.”15

Sehingga, dalam mempelajari sistem politik Indonesia masa sekarang, perlu mengetahui peranan

institusi-institusi dalam masa transisi pemerintahan Indonesia. Kegagalan sistem dalam pendekatan yang

menggabungkan struktural-fungsional dan sejarah, bukan merupakan tanggung jawab individu sebagai

aktor penggerak suatu lembaga, akan tetapi lebih karena pola yang terus menerus diwariskan atau lebih

keras, diindoktrinasikan, kepada sistem.

Pada akhirnya, apabila sistem politik harus berubah, institusi-institusi yang ada perlu dirumuskan

kembali tingkat kepentingan dan fungsinya di masa depan dengan memperhatikan kegagalan-kegagalan

mereka di masa lalu sebagai input. Singkat kata, input berupa desakan, tuntutan, dan dukungan lingkungan

nasional dan internasional, seyogyanya memperhatikan latar belakang sejarah mengapa input tersebut ada.
BAB III
SISTEM POLITIK INDONESIA
A. Pengertian sistem Politik
1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan
terorganisasi.
2. Pengertian Politik

Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik

berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara.16


Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,
dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada
15Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan (Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial &
FIS-UI, 1980), hal. 4-5.
16 Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003, hlm. 8

14
dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik
biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.17

Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam

rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat

yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.


3. Pengertian Sistem Politik
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk

satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan

mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau

dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.18

Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat

fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses

yang langggeng
4. Pengertian Sistem Politik di Indonesia

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam

Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-

upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.

Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara

( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan

kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara

suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan

masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara.

Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan

Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang

akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.


17 Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk slta kelas III” Rhineka Putra, bandung, 1999, hlm. 31
18 Lihat dalam wikipedia berbahasa Indonesia-pengertian-sistem-politik
15
Scribd
Upload a Document
Top of Form

Search Books, Presentations, Business, Academics...


Bottom of Form
Explore

Documents
• Books - Fiction
• Books - Non-fiction
• Health & Medicine
• Brochures/Catalogs
• Government Docs
• How-To Guides/Manuals
• Magazines/Newspapers
• Recipes/Menus
• School Work
• + all categories

• Featured
• Recent
People
• Authors
• Students
• Researchers
• Publishers
• Government & Nonprofits
• Businesses
• Musicians
• Artists & Designers
• Teachers
• + all categories

• Most Followed
• Popular

• Putri Yulianti

We're using Facebook to personalize your experience.


Learn More·Disable
Account
○ Home
○ My Documents
○ My Collections
○ My Shelf
○ View Public Profile
○ Messages
○ Notifications
○ Settings
○ Help
○ Log Out
Welcome to Scribd - Where the world comes to read, discover, and share...
We’re using Facebook to give you reading recommendations based on what your friends are
sharing and the things you like. We've also made it easy to connect with your friends: you are
now following your Facebook friends who are on Scribd, and they are following you! In the
future you can access your account using your Facebook login and password.
Learn moreNo thanks
Some of your friends are already on Scribd:
1
First Page
Previous Page
Next Page

/ 24
Sections not available
Zoom Out
Zoom In
Fullscreen
Exit Fullscreen
Select View Mode

View Mode
BookSlideshowScroll
Top of Form
Search w ithin
Bottom of Form
Readcast
Add a Comment
Embed & Share

Reading should be social! Post a message on your social networks to let others know what
you're reading. Select the sites below and start sharing.

Link account
Readcast this Document
Readcast Complete!
Click 'send' to Readcast!
edit preferences
Set your preferences for next time...Choose 'auto' to readcast without being prompted.
Top of Form

Putri Yulianti

Putri Yulianti
Link account

Advanced Cancel
Bottom of Form
Top of Form
35c886e56a7fd6

Add a Comment

View comments
1 document_comme 4gen
Bottom of Form

Share & Embed


Add to Collections
Download this Document for Free
Auto-hide: off
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan dan meminta

ampunan. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu dan keburukan amal perbuatan kita. Barang

siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannnya. Sebaliknya,

barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.
Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul“Sistem
Politik di Indonesia” sebagai analisis untuk melihat bagaimana system politik di
Indonesia.

Didalam makalah ini, saya akan membahas tentang system Politik di Indonesia dilihat dari

beberapa pendekatan teori system politik, sejarah dan pemerintahan yang sedang berjalan di Indonesia.

Saya hanya dapat berdoa, kiranya apa yang saya tulis disini bermanfaat bagi kita semua. Ucapan

terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu kami dalam menyelesaikan

makalah ini. saya sadar bahwa apa yang kami tulis masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,

kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat saya harapkan.
Akhir kata, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah
ini. Dan hanya kepada Allah swt kita berlindung dan memohon ampun.
Billahi Taufiq Walhidayah.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Medan, Oktober 2009
Andriansyah
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
iDAFTAR ISI .……………………………………………………………………..
ii
BAB I : PENDAHULUAN….……………………………………………………
1BAB II : PENDEKATAN TEORI SISTEM POLITIK …...…..……………
3
A.Teori Behavioral Sistem Politik ...……………………………………….
3
B.Teori Struktural- fungsional Sistem Politik .………………………….…
6
C.Peran Sejarah dalam Sistem Politik di Indonesia ..……………………..
9
BAB III : SISTEM POLITIK INDONESIA…………………….…………
12
A.Pengertian Sistem Politik…………………………………………………
12
B.Proses Plitik di Indonesia ………..….……………………………………
13
C.Sejarah Sistem Politik di Indonesia.……………………………….…
16
D.Perbedaan sistem Politik di berbagai Negara………………………..
2

18
BAB IV : KESIMPULAN……………………………………………………….....
20
LITERATUR
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial.1 Perspektif atau

pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu system, yakni suatu unit yang

relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen

pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan
menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai

lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat

kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-

kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka

sistem
1 Lihat kamus Politik oleh Amir Taat Nasution, Energie, 1953, hlm. 92
3
politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku
politik.

Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem

politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan

biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai

keputusan dan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan

bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk

menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.

Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi oleh elemen-

elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Pengaruh

sistem politik negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik disuatu negara.

Seperti halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan waktu, sistem politik di Indonesia selalu

mengalami perubahan.

Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik Indonesia akan

berpengaruh pada sistem politik negara tetangga maupun dalam cakupan lebih luas. Struktur kelembagaan

atau institusi khas Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi, sehingga

melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian, kekhasan sistem politik

Indonesia belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan positif struktur dan fungsinya belum

diperhitungkan sistem politik negara lain.

Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem politik Indonesia adalah melalui

pengembangan wawasan dengan melibatkan institusi- institusi nasional dan internasional. Artinya

lingkungan internal dan eksternal sebagai batasan dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami

terlebih dahulu.
Lingkungan internal akan sangat dipengaruhi oleh budaya politik bangsa Indonesia. Sedangkan

budaya politik sendiri merupakan wujud sintesa peristiwa- peristiwa sejarah yang telah mengkristal dalam

kehidupan masyarakat, diwariskan turun temurun berupa tatanan nilai dan norma perilaku. Sementara itu,

lingkungan eksternal sedikit banyak mempengaruhi lingkungan internal ketika transformasi budaya

berlangsung akibat peristiwa sejarah semisal penjajahan kolonial maupun bentuk “penjajahan” budaya pop

(pop culture) di era globalisasi.


4

Mempelajari sistem politik suatu negara tidak dapat dan tidak pernah berdiri sendiri dari sistem

politik negara lain, setidaknya itulah maksud implisit yang diutarakan David Easton melalui pendekatan

analisa sistem terhadap sistem politik. Sampai kemudian, Gabriel Almond meneruskannya ke dalam

turunan teori sistem politik yang lebih konkrit, yaitu menggabungkan teori sistem ke dalam struktural-

fungsional, barulah kita mendapatkan pemahaman bagaimana sistem politik seperti di Indonesia

berinteraksi dengan sistem politik lainnya.

Akhirnya, mengingat sebegitu luas pembicaraan mengenai sistem politik, maka layaknya suatu

sistem, kami akan ciptakan terlebih dahulu batasan-batasannya, yaitu mengenalkan kedua pendekatan

terhadap sistem politik baru kemudian menganalisis sistem politik Indonesia. Oleh karena itu terlebih

dahulu kami akan membahas pendekatan sistem politik dari teori behavioral. kemudian dilanjutkan dengan

pembahasan pendekatan sistem politik dari sudut teori struktural-fungsional, serta pembahasan pada arti

penting sejarah dalam mempelajari sistem politik Indonesia.


BAB II
PENDEKATAN TEORI SISTEM POLITIK
A. Pendekatan Teori Behavioral Sistem Politik

Adalah David Easton (1953)2, seorang ilmuwan politik dari Harvard University, memperkenalkan

pendekatan analisa sistem sebagai metode terbaik dalam memahami politik. Di kalangan ilmuwanpolitik

yang menganut tradisi pluralis, teori Easton yang bersifat abstrak berpengaruh sampai akhir tahun 1960-an.

Kaum pluralis mengingkari berbicara dengan konteks spesifik.

Sedangkan ilmuwanpolitik

kontemporer berkeinginan untuk menciptakan teori umum dengan melihat masalah lebih konstekstual.
Sebagai pendukung setia aliran behavioralisme, Easton berusaha keras
mengantarkan politik menjadi ilmu setara dengan ilmu alam dengan
2 Easton “The Political system” (1964), hlm. 52-54
5
mengembalikannya ke dalam kaidah-kaidah saintifik seperti generalisasi, abstrak, validitas, dan sebagainya

untuk mengukur tingkah laku politik seseorang. Hasrat kuat untuk memunculkan politik sebagai ilmu

pengetahuan (science) ditempuh dengan cara menciptakan model abstrak, mempolakan rutinitas dan proses

politik secara umum. Model seperti ini menurut Easton, memiliki tingkat abstraksi saintifik sangat tinggi,

sehingga generalisasi politik sebagai ilmu akan tercapai. Menurut Easton, politik harus dilihat secara

keseluruhan, bukan hanya berdasarkan kumpulan dari beberapa masalah yang harus dipecahkan.

Easton menganggap politik sebagai organisme, memperlakukannya sebagai mahluk hidup. Teori

Easton berisi pernyataan tentang apa yang membuat sistem politik beradaptasi, bertahan dan bereproduksi,

dan terutama, berubah. Easton menggambarkan politik dalam keadaan selalu bergejolak, menolak ide

“equilibrium,” yang mempengaruhi teori politik masa kini (lihat teori institusionalisme).3

Lebih

jauh, Easton menolak ide bahwa politik dapat dipelajari dengan melihat berbagai tingkatan analisis. Oleh

karena itu, abstraksi Easton dapat diterapkan untuk kelompok apapun pada waktu kapanpun.

Fokus perhatian Easton bersumber pada pertanyaan mengenai bagaimana mengelola sistem

politik agar tetap utuh dalam situasi dunia yang penuh gejolak dan rentan pada perubahan. Dalam

menjawab pertanyaan ini, Easton meyakini akan pentingnya melakukan penelitian akan bagaimana sistem

politik berinteraksi dengan lingkungannya, baik di dalam maupun di luar lingkup masyarakat.,

Secara sederhana Easton mengungkapkan bahwa memahami sistem politik sama seperti halnya

memahami sistem lain seperti ekonomi, yang kesemuanya merupakan subsistem dari sistem yang lebih

besar. Namun demikian, sistem politik menurut pandangan Easton bersifat khusus, karena memiliki

kekuatan membuat keputusan yang mengikat semua anggota dalam sistem.


3 Easton “A System Analisys Of Political Life” (1979), hlm. 118-119
6

Perbedaan satu sistem politik dengan sistem politik lainnya dapat dipisahkan melalui tiga

dimensi: polity,4 politik,5 dan policy (kebijakan).6 Easton berpendapat bahwa definisi politik dari ketiga

dimensi ini terbukti lebih efektif, terutama untuk memahami realitas politik dalam upaya memberikan

pendidikan politik.

Fokus pendekatan sistem berawal pada adanya tuntutan, harapan, dan dukungan, sebagai

prasyarat sebelum memasuki proses konversi dalam sistem politik. Setelah melalui proses konversi barulah

keluar keputusan mengikat seluruh anggota masyarakat dalam bentuk hukum ataupun perundangan.
Hukum dan perundangan tersebut, pada gilirannya, akan menciptakan reaksi berupa opini dalam

masyarakat, menghasilkan masukan baru, dan kembali menciptakan tuntutan dan atau dukungan baru.

Easton memandang sistem politik sebagai tahapan pembuatan keputusan yang memiliki batasan

dan sangat luwes (berubah sesuai kebutuhan). Model sistem politik terdiri dari fungsi input, berupa

tuntutan dan dukungan; fungsi pengolahan (conversion); dan fungsi output sebagai hasil dari proses sistem

politik, lebih jelasnya seperti berikut ini:

Tahap 1 : Di dalam sistem politik akan terdapat “tuntutan” untuk “output” tertentu (misal: kebijakan), dan adanya orang

atau kelompok mendukung tuntutan tersebut.


Tahap 2 : Tuntutan-tuntutan dan kelompok akan berkompetisi (“diproses dalam
sistem”), memberikan jalan untuk pengambilan keputusan itu sendiri.
Tahap 3 : Setiap keputusan yang dibuat (misal: kebijakan tertentu), akan berinteraksi
dengan lingkungannya.

Tahap 4 : Ketika kebijakan baru berinteraksi dengan lingkungannya, akan menghasilkan tuntutan baru dan kelompok

dalam mendukung atau menolak kebijakan tersebut (“feedback”).


Tahap 5 : Kembali ke tahap 1.
4
Polity diambil dari dimensi formal politik, yaitu, struktur dari norma, bagaimana prosedur
mengatur institusi mana yang semestinya ada dalam politik.
5

Politik dari dimensi prosedural lebih mengarah pada proses membuat keputusan, mengatasi konflik, dan mewujudkan tujuan dan
kepentingan. Dimensi ini melingkupi beberapa isu klasik yang berkaitan dengan ilmu politik, seperti siapa yang dapat memaksakan
kepentingannya? mekanisme seperti apa yang berlangsung dalam menangani konflik? Dan sebagainya.
6
Policy sebagai dimensi politik, melihat substansi dan cara pemecahan masalah berikut pemenuhan
tugas yang dicapai melalui sistem administratif, menghasilkan keputusan yang mengikat bagi semua.
7
Ilustrasi 1. Model Analisa Sistem Politik
Apabila sistem berfungsi seperti tahapan
yang
digambarkan,
kita

akan mendapatkan “sistem politik stabil.” Sedangkan

apabila sistem tidak berjalan sesuai tahapan,


maka
kita
akan
mendapatkan
“sistem
politik
disfungsional.”
Easton
menetapkan

batasan lingkungan pada sistem politik dimana

input dan output senantiasa berada dalam keadaan tetap, seperti tergambar dalam ilustrasi di bawah ini.
Keuntungan metode ini terdapat pada keistimewaannya menggabungkan
berbagai aspek dan elemen politik ke dalam teori analisa sistem.
Proses

penggabungan akan membuka peluang untuk melembagakan aneka realitas politik yang rumit dan

kemudian mensistemasikannya dalam sistem, tanpa melupakan politik yang sifatnya multidimensi.
Namun demikian, teori Easton memiliki beberapa kelemahan, antara lain
karena:
1. Sifatnya yang mutlak;
2. Teori menjunjung tinggi kestabilan, kemudian gagal menjelaskan mengapa
sistem dapat hancur atau konflik;

3. teori menolak setiap kejadian atau masukan dari luar yang akan mendistorsi sistem. Dengan kata lain,

pendangan Easton menyarankan bahwa setiap sistem politik dapat diisolasi dari yang lainnya (lihat

otonomi, kedaulatan);
4. Teori ini mengingkari keberadaan suatu negara;
5. Teori bersifat mekanistik, dengan demikian melupakan diferensiasi sistem
yang timbul akibat variasi.7
B. Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Sistem Politik
Di tahun 1970-an, ilmuwan politik Gabriel Almond dan Bingham Powell
memperkenalkan pendekatan struktural-fungsional untuk membandingkan sistem
7
Systems theory in political science. Diakses tanggal 19 Februari 2007,
dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Systems_theory_in_political_science
8

politik (comparative politics). Mereka berargumen bahwa memahami suatu sistem politik, tidak hanya

melalui institusinya (atau struktur) saja, melainkan juga fungsi mereka masing-masing. Keduanya juga

menekankan bahwa institusi-institusi tersebut harus ditempatkan ke dalam konteks historis yang bermakna

dan bergerak dinamis, agar pemahaman dapat lebih jelas. Ide ini berseberangan dengan pendekatan yang

muncul dalam lingkup perbandingan politik seperti: teori negara-masyarakat dan teori dependensi.

Almond (1999) mendefinisikan sistem sebagai suatu obyek, memiliki bagian yang dapat

digerakan, berinteraksi di dalam suatu lingkungan dengan batas tertentu. Sedangkan sistem politik

merupakan suatu kumpulan institusi dan lembaga yang berkecimpung dalam merumuskan dan

melaksanakan tujuan bersama masyarakat ataupun kelompok di dalamnya. Pemerintah atau negara

merupakan bagian dari pembuat kebijakan dalam sistem politik.

Seperti telah disampaikan sebelumnya, teori ini merupakan turunan dari teori sistem Easton

dalam konteks hubungan internasional. Artinya pendekatan struktural- fungsional merupakan suatu

pandangan mekanis yang melihat seluruh sistem politik sama pentingnya, yaitu sebagai subyek dari hukum

“stimulus dan respon” yang sama —atau input dan output. Pandangan ini juga memberikan perhatian

cukup terhadap karakteristik unik dari sistem itu sendiri.


Pendekatan struktural-fungsional sistem disusun dari beberapa komponen kunci, termasuk

kelompok kepentingan, partai politik, lembaga eksekutif, legislatif, birokrasi, dan peradilan. Menurut

Almond, hampir seluruh negara di jaman moderen ini memiliki keenam macam struktur politik tersebut.

Selain struktur, Almond memperlihatkan bahwa sistem politik terdiri dari berbagai fungsi, seperti

sosialisasi politik, rekrutmen, dan komunikasi.

Sosialisasi politik merujuk pada bagaimana suatu masyarakat mewariskan nilai dan kepercayaan

untuk generasi selanjutnya, biasanya melibatkan keluarga, sekolah, media, perkumpulan religius, dan

aneka macam struktur politik yang membangun, menegakan, dan mentransform pentingnya perilaku

politik dalam masyarakat. Dalam terminologi politik, sosialisasi politik merupakan proses, dimana

masyarakat menanamkan nilai-nilai kebajikan bermasyarakat, atau prinsip kebiasaan menjadi warga negara

yang efektif. Rekrutmen mewakili proses dimana sistem politik menghasilkan kepentingan, pertemuan, dan

partisipasi dari warga negara, untuk


9
Ilustrasi 4. Fungsi dalam Sistem Politik Indonesia

memilih atau menunjuk orang untuk melakukan aktifitas politik dan duduk dalam kantor pemerintahan.

Dan komunikasi mengacu pada bagaimana suatu sistem menyampaikan nilai-nilai dan informasi melalui

berbagai struktur yang menyusun sistem politik.8

Dalam sistem politik Almond, kedudukan pemerintah sangat vital, mulai dari membangun dan

mengoperasikan sistem pendidikan, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sampai terjun dalam

peperangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang

disebut struktur, seperti parlemen, birokrasi, lembaga administratif, dan pengadilan, yang melakukan

fungsi khusus pula, sehingga pemerintah dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan, dan

menegakan kebijakan.
Agar lebih jelas, sistem politik Almond dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini.

Pengetahuan mengenai keenam macam struktur politik tersebut belum dapat menerangkan sistem

politik apapun, selain memperlakukannya sebagai entitas yang berdiri sendiri, namun belum mencapai
tahap interaksi. Untuk itu, lingkungan perlu tercipta lebih dahulu sebagai konteks memahami keberadaan

struktur politik, misalnya negara Indonesia seperti ilustrasi berikut ini.9

Interaksi tiap bagian dalam struktur akan memunculkan kekhasan corak dan perilaku dalam

menyikapi lingkungannya, yang disebut fungsi. Tidak ada dua negara identik dalam menjalankan fungsi

tiap struktur, seperti halnya Amerika Serikat dan Cina memiliki parlemen, namun cara kerja parlemen

mereka amatlah berlainan. Agar lebih jelas, interaksi antar berbagai fungsi dalam struktur kelembagaan di

dalam sistem politik Indonesia dengan sistem politik negara lain dapat disimak pada ilustrasi berikut:
Struktur harus dikaitkan
dengan fungsi, sehingga kita
8
Structural functionalism. Diakses pada 19 Februari 2007, http://en.wikipedia.org/wiki/Structural-
functionalism
9
Almond, Strom (1999)
10

SISTEMP
Ilustrasi 2. Struktural Fungsional Sistem Politik Almond
dapat memahami bagaimana fungsi berproses dalam menghasilkan kebijakan dan
kinerja.

Fungsi proses terdiri dari urutan aktifitas yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan

implementasinya dalam tiap sistem politik, antara lain: artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan,

pembuatan kebijakan, dan implementasi dan penegakan kebijakan. Proses fungsi perlu dipelajari karena

mereka memainkan peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Sebelum kebijakan dirumuskan,

beberapa individu ataupun kelompok dalam pemerintahan atau masyarakat harus memutuskan apa yang

mereka butuhkan dan harapkan dari politik. Proses politik dimulai ketika kepentingan tersebut

diungkapkan atau diartikulasikan.10

Agar bekerja efektif, proses harus memadukan tuntutan (agregasi) ke dalam alternatif pilihan,

seperti pajak lebih tinggi atau rendah atau jaminan sosial lebih tinggi atau kurang, dimana dukungan politik

dapat dimobilisasi. Alternatif pilihan kebijakan kemudian disertakan. Siapapun yang mengawasi

pemerintahan akan mendukung salah satu, baru kemudian pembuatan kebijakan mendapatkan legitimasi.

Kebijakan harus ditegakkan dan diimplementasikan, dan apabila ada yang mempertanyakan ataupun

melanggar harus melalui proses pengadilan.11


Namun demikian, Almond menyadari bahwa pendekatan struktural-fungsional
dalam memahami sistem masih banyak kekurangan.

Almond kemudian

mencontohkan hasil penelitian Theda Scokpol, mengenai studi sistem politik mencari penyebab terjadinya
revolusi dengan mengamati perubahan politik di berbagai negara melalui perbandingan lembaga-lembaga

yang ada pada periode historis ataupun rejim pemerintahan yang berbeda,12 sebagai alternatif, disamping

pendekatan dynamic developmental atau pendekatan dinamika pembangunan sebagai pelengkap

pendekatan struktural fungsional dalam memahami sistem politik.

Namun demikian, pendekatan struktural-fungsional ternyata belum cukup lengkap dalam

menjelaskan fenomena perubahan politik yang ada. Faktor budaya politik (political culture) sebagai bagian

penting dari sistem politik yang sangat berkaitan erat dengan sejarah perjalanan suatu bangsa. Terpisah

dari siapa yang memaknai dan mendominasi bahasa sejarah, tetap nilai-nilai historis akan berperan

10Ibid, Almond, Strom

11Almond, Strom, p. 40.

12Lihat Theda Scokpol, States and Social Revolutions (New York: Cambridge University Press,

1979), melanjutkan teori mengenai terjadinya revolusi Tocqueville yang membandingkan masa sebelum dan setelah revolusi di
Perancis, dengan membandingkan sebab-sebab terjadinya revolusi pada old regime di negara seperti Perancis, Russia, dan Cina.
11
penting sebagai pertanda lahirnya suatu peradaban ataupun budaya masyarakat
tertentu.

Oleh karena itu penggabungan antara pendekatan analisa sistem, pendekatan struktural-

fungsional dengan sejarah akan melengkapi pemahaman kita akan sistem politik Indonesia yang sedang

dipelajari. Sehingga struktur dan fungsi terkandung dalam sistem politik sekarang: partai politik; kelompok

kepentingan; lembaga eksekutif, lembaga legislatif; jajaran birokrasi; dan lembaga pengadilan13 dapat kita

prediksi kecenderungannya di masa mendatang.


C. Peran Penting Sejarah dalam Sistem Politik Indonesia

Peran penting sejarah dalam memahami sistem politik sangat berkaitan dengan faktor lingkungan.

Perubahan lingkungan sebagai batas ruang lingkup sistem politik merupakan hasil bentukan budaya yang

terdapat di dalam maupun di luar sistem.

Budaya sendiri merupakan peristiwa sejarah yang menggambarkan pola perilaku, cita rasa, yang

dirasakan, ditanamkan, diwariskan, dari generasi satu ke generasi lainnya. Dengan demikian sangatlah naif

apabila kita menganalisa sistem politik sekarang tanpa paham akar sejarahnya. Karena yang akan kita

dapatkan hanyalah analisa sempit yang tidak dapat memberikan sumbangsih bagi kepentingan perbaikan

sistem politik di masa depan.


Pendekatan historical institutionalism analysis yang dikemukakan oleh Paul Pierson dan Theda

Scockpol (2000), ilmuwan politik dari Harvard University, merupakan alternatif pendekatan teori politik

behavioralisme dan rasionalisme yang sangat mengutamakan metodologi empirik dalam mengamati

perubahan pada pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Menurut Scockpol, ciri dari pendekatan

historical institutionalisme terletak pada upaya mencari jawaban terhadap pertanyaan besar dan substantif

yang biasanya menjadi perhatian publik maupun para ilmuwan politik.

Sebagai contoh, behavioralis terkadang luput mengamati bahwa keseragaman pola tingkah laku

individu dalam berpartisipasi secara sukarela dalam suatu organisasi atau mencoblos dalam pemilihan

umum, dapat berbeda maknanya


13 Gabriel Almond, Powell, Strom, and Dalton, 1999
12
tergantung dari organisasi atau institusi apa yang dipilih pada satu negara ataupun
periode tertentu.

Berbeda dengan dua pendekatan sebelumnya, historical institusional memandang penting penting

artinya waktu, mengkhusukan pada alur berpikir dan melacak transformasi dan proses dari berbagai ukuran

dan waktu. Pendekatan ini mengalanisis konteks dan hipotesis makro tentang perpaduan dampak dari

institusi dan proses daripada hanya mempelajari satu institusi pada satu periode waktu saja dalam rangka

memahami pemerintahan, politik, dan kebijakan publik. Oleh karena itu, pendekatan historical institusional

tidak ragu untuk menggali sejarah sebagai pelengkap pendekatan yang fokus pada analisis data dalam

periode waktu singkat.14

Pentingnya sejarah juga diakui oleh para Indonesianis (ahli Indonesia) seperti Herbert Feith,

dalam mempelajari sistem politik Indonesia. Dalam mengaplikasikan sejarah dalam sistem politik

Indonesia, Feith menggunakan teori sistem struktural- fungsional dengan empat pendekatan, antara lain:

1. Masa sebelum tahun 1950-an, mempelajari Indonesia dari sudut politik dan administrasi kolonial, termasuk

organisasi dan perjuangan politik kaum bumiputra,

2. Masa pemerintahan Soekarno, tahun 1950-an sampai pertengahan tahun 1960- an, ahli politik Indonesia asal

Amerika Serikat, J. Kahin, menawarkan konsep baru dengan berfokur pada tingkah laku politik kaum

bumiputera dalam gerakan nasionalisme dan revolusi,

3. Masa setelah tahun 1960-an, dengan tokohnya Clifford Geertz, mempelajari sifat-sifat dari tingkah laku

politik anggota masyarakat yang lebih luas. Konsep Geertz mengaplikasikan pendekatan sosio-kultural

terhadap budaya masyarakat jawa dan kaitannya dengan partai politik, melahirkan konsep “politik aliran,”
4. Feith pada akhirnya menggabungkan pendekatan Kahin dengan “mempelajari perkembangan tingkah laku

politik elit Indonesia dalam kerangka sejarah, dengan analisa semi-fungsional terhadap pertanyaan pokok,

mengapa
14Historical
Institutionalism In Contemporary Political Science , Paul Pierson And Theda Skocpol
Harvard University,
13
lembaga-lembaga politik Barat tidak berjalan dengan baik dan akhirnya
berantakan.”15

Sehingga, dalam mempelajari sistem politik Indonesia masa sekarang, perlu mengetahui peranan

institusi-institusi dalam masa transisi pemerintahan Indonesia. Kegagalan sistem dalam pendekatan yang

menggabungkan struktural-fungsional dan sejarah, bukan merupakan tanggung jawab individu sebagai

aktor penggerak suatu lembaga, akan tetapi lebih karena pola yang terus menerus diwariskan atau lebih

keras, diindoktrinasikan, kepada sistem.

Pada akhirnya, apabila sistem politik harus berubah, institusi-institusi yang ada perlu dirumuskan

kembali tingkat kepentingan dan fungsinya di masa depan dengan memperhatikan kegagalan-kegagalan

mereka di masa lalu sebagai input. Singkat kata, input berupa desakan, tuntutan, dan dukungan lingkungan

nasional dan internasional, seyogyanya memperhatikan latar belakang sejarah mengapa input tersebut ada.
BAB III
SISTEM POLITIK INDONESIA
A. Pengertian sistem Politik
1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan
terorganisasi.
2. Pengertian Politik

Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik

berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara.16


Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan,
dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada
15Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan Lingkungan (Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial &
FIS-UI, 1980), hal. 4-5.
16 Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003, hlm. 8

14
dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik
biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.17

Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam

rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat

yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.


3. Pengertian Sistem Politik
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk

satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan

mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau

dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.18

Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat

fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses

yang langggeng
4. Pengertian Sistem Politik di Indonesia

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam

Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-

upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.

Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara

( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan

kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara

suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan

masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara.

Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan

Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang

akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.


17 Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk slta kelas III” Rhineka Putra, bandung, 1999, hlm. 31
18 Lihat dalam wikipedia berbahasa Indonesia-pengertian-sistem-politik
15

Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan

(Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik

(Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan

inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses

pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah

sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.


B. Proses Politik Di Indonesia
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari
masa-masa berikut ini:19
-

Masa prakolonial
-

Masa kolonial (penjajahan)


-
Masa Demokrasi Liberal
-

Masa Demokrasi terpimpin


-

Masa Demokrasi Pancasila


-

Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
-

Penyaluran tuntutan
-

Pemeliharaan nilai
-

Kapabilitas
-

Integrasi vertikal
-

Integrasi horizontal
-

Gaya politik
-

Kepemimpinan
-

Partisipasi massa
-

Keterlibatan militer
-

Aparat negara
-

Stabilitas20
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
19 Lihat Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka, 2008, hlm. 14-28
20 Lihat Nazaruddin, “Profil Budaya Politik Indonesia”, Pustaka Utama, 1991, hlm. 8-11
16
-

Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi


-

Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa


-

Kapabilitas – SDA melimpah


-

Integrasi vertikal – atas bawah


-

Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan


-

Gaya politik – kerajaan


-

Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan


-

Partisipasi massa – sangat rendah


-

Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang


-

Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah


-

Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang


2. Masa kolonial (penjajahan)
-

Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi


-

Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham


-

Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah


-

Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis


-

Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi


-

Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)


-

Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat


-

Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada


-

Keterlibatan militer – sangat besar


-

Aparat negara – loyal kepada penjajah


-

Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah


3. Masa Demokrasi Liberal
-

Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani


-

Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi


-
Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih
potensial
-

Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas


-

Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan


administrator
-

Gaya politik – ideologis


17
-

Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928


-

Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta


-

Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil


-

Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai


-

Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi terpimpin
-

Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
-

Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah


-

Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju


-

Integrasi vertikal – atas bawah


-

Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,


-

Gaya politik – ideolog, nasakom


-

Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik


-

Partisipasi massa – dibatasi


-

Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan


-

Aparat negara – loyal kepada negara


-

Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
-

Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi


-

Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM


-

Kapabilitas – sistem terbuka


-

Integrasi vertikal – atas bawah


-

Integrasi horizontal – nampak


-

Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan


-

Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI


-

Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi


-

Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI


-

Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)


-

Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
-

Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi


18
aaaaaaaaa

8 p.
6 p.

1.

9 p.

16 p.

7 p.

2.

65 p.

10 p.
23 p.

3.

30 p.

61 p.

18 p.

4.

17 p.

23 p.
47 p.

5.

76 p.

15 p.

60 p.

6.

34 p.

14 p.
6 p.

7.

1 p.

2 p.

4 p.

8.

9 p.

1 p.
1 p.

9.

1 p.

3 p.

0 p.

10.

15 p.

1 p.
14 p.

11.

1 p.

186 p.

7 p.

12.

27 p.

2 p.
1 p.

13.

3 p.

More from this user


PreviousNext
1.

127 p.

24 p.

121 p.

2.

11 p.
32 p.

Recent Readcasters

Add a Comment
Top of Form
35c886e56a7fd6

Submit

document_comme

4gen
Bottom of Form

Rahmawati Fuko left a comment


gimana sich cara downloadx,,???
10 / 25 / 2010
Reply
Report
yuliaramayanti left a comment
yuliarmnt@gmail.com
06 / 03 / 2010
Reply
Report

IndahBee Pratama left a comment


terus masalah-masalah yang ada di indonesia pada saat ini apa ajee ?? dan apa landasannya ??
05 / 09 / 2010
Reply
Report
tapsynyster left a comment
akhirnya siap jga
04 / 28 / 2010
Reply
Report
Andriansyah replied:
Siap apanya,...???
09 / 30 / 2010

Rahmat_Daulay_7695 left a comment


politik
04 / 26 / 2010
Reply
Report
Show More

Print this document


High Quality
Open the downloaded document, and select print from the file menu (PDF reader required).
Add this document to your Collections
This is a private document, so it may only be added to private collections.
Top of Form
35c886e56a7fd6

Name:
Description:
public - locked
Collection Type:
public locked: only you can add to this collection, but others can view it
public moderated: others can add to this collection, but you approve or reject additions
private: only you can add to this collection, and only you will be able to view it
Save collection
Cancel
Bottom of Form

Finished? Back to Document


Add this document to your Collections
This is a private document, so it may only be added to private collections.
Top of Form
35c886e56a7fd6

Name:

Description:
public - locked
Collection Type:
public locked: only you can add to this collection, but others can view it
public moderated: others can add to this collection, but you approve or reject additions
private: only you can add to this collection, and only you will be able to view it
Save collection
Cancel
Bottom of Form

Finished? Back to Document

Scribd Archive > Charge to your Mobile


Phone Bill
Upload a Document
Top of Form

Bottom of Form

• Follow Us!
• scribd.com/scribd
• twitter.com/scribd
• facebook.com/scribd
• About
• Press
• Blog
• Partners
• Scribd 101
• Web Stuff
• Scribd Store
• Support
• FAQ
• Developers / API
• Jobs
• Terms
• Copyright
• Privacy
scribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd.

Anda mungkin juga menyukai