Anda di halaman 1dari 3

REPUBLIKA.CO.

ID, JAKARTA -- Sungguh mulia akhlah Rasulullah


Muhammad SAW. Sepanjang hayatnya, beliau menjadi suri teladan yang
baik bagi umat manusia. Karena itu, sungguh beruntung mereka yang
hidup sezaman dengannya dan beriman kepada risalah yang dibawanya.

Tidak ada orang yang membenci Nabi SAW kecuali hatinya tertutup
dengki. Rasulullah SAW merupakan pribadi yang luhur. Walaupun sudah
dijamin masuk surga, beliau tetap melakukan amalan-amalan secara wara',
yakni penuh sikap hati-hati supaya terhindar dari segala yang haram.

Suatu ketika, menjelang wafatnya, Rasulullah SAW mengumpulkan para


sahabatnya. Kepada mereka, Nabi SAW menuturkan pesan.

"Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya aku merupakan nabi, pemberi


nasihat, dan mengajak kepada Allah atas izin-Nya. Bagi kalian, aku tidak
berdaya seperti saudara yang sebapak dan seibu. Maka siapa saja di
antara kalian yang pernah aku sakiti, bangkitlah dan balaslah aku, sebelum
datang nanti pada Hari Kiamat kelak," sabda beliau.

Mendengarkan itu, seluruh sahabat diam, tak berucap sepatah kata pun.
Tiga kali berturut-turut Nabi SAW mengimbau siapa saja di antara mereka
agar membalaskan perbuatan yang pernah dilakukannya setimpal.

Tiba-tiba, berdirilah seorang sahabat. Namanya, 'Ukasyah. Dia lantas


menghampiri Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, jika tidak
engkau imbau orang-orang tiga kali, tentu tidak ada yang berani
membuatku untuk datang kepadamu."

"Apa yang engkau inginkan, wahai 'Ukasyah?" tanya Nabi SAW.

'Ukasyah kemudian menuturkan kesaksiannya pada waktu Perang Badar


silam. Dia mengingat, saat itu unta yang ditungganginya tiba-tiba lepas
kendali, sehingga mendahului unta Nabi SAW. Malahan, 'Ukasyah sempat
sedikit keluar dari rombongan pasukan Muslimin.

"Ketika aku turun dari untaku dan mendekat ke arah engkau, saat itulah
mendadak engkau mengayunkan cambuk, sehingga mengenai tubuhku.
Aku tidak tahu saat itu, apakah engkau bermaksud mencambukku atau
unta," tutur dia.

Nabi SAW memahami duduk perkaranya. Maka beliau menyuruh Bilal bin
Rabah untuk meminta sebuah cambuk dari Fathimah di rumahnya. Putri
Nabi SAW sempat heran, untuk apa Bilal meminta cambuk, sedangkan
yang disuruh tidak menjelaskan apa-apa.

Di masjid, para sahabat sudah berkerumun. Mereka sesungguhnya


menahan amarah terhadap 'Ukasyah. Mengapa pria ini sampai tega
meminta qisash, yakni hendak menghukum Nabi SAW dengan cambuk?
Namun, Rasulullah SAW sudah bertindak tegas. Balasan sudah
semestinya ditunaikan. Jangan sampai ada hal itu menjadi perkara di
akhirat kelak.

Ketika Bilal sampai, maka diserahkanlah cambuk itu kepada 'Ukasyah. Abu
Bakar dan Umar segera menghadang sahabat itu. "Wahai 'Ukasyah, ambil
cambuk itu dan biarkan aku yang dicambuk. Kami tidak rela engkau
mencambuk Rasulullah SAW," kata mereka hampir bersamaan.

"Duduklah kalian, sesungguhnya Allah telah mengetahui kedudukan kalian


berdua," perintah Nabi SAW.

Tidak hanya Abu Bakar dan Umar sebenarnya. Semua sahabat dan kaum
Muslimin di sana ingin menjadi pengganti Nabi SAW sebagai sasaran
cambuk 'Ukasyah.

Namun, Rasulullah SAW sudah menjatuhkan instruksi. "'Ukasyah,


cambuklah aku. Lakukanlah bila benar aku pernah berbuat salah
kepadamu!" kata Nabi SAW.

ADVERTISEMENT

"Wahai Rasulullah, sewaktu engkau mencambukku pada waktu Perang


Badar, badanku saat itu tidak ditutupi kain," terang 'Ukasyah lagi.
Maka Nabi SAW pun melepas bajunya, sehingga tampak kulit punggung
dan perut beliau. Seluruh sahabat menampakkan wajah tidak suka akan
perbuatan 'Ukasyah ini.

Tiba-tiba, 'Ukasyah melepaskan cambuk itu dan segera memeluk Nabi


SAW dari belakang. Dia juga menciumi punggung Rasulullah SAW.

"Aku ingin memeluk engkau, Rasulullah, sehingga kulitku menyentuh


kulitmu. Sungguh sebuah kemuliaan bagiku bila bisa melakukannya," kata
'Ukasyah yang kini berderai air mata.

Para sahabat yang tadinya gelisah, kini ikut dalam keharuan. Mereka
memahami maksud 'Ukasyah yang semata-mata ingin memeluk erat sang
insan yang paling mulia itu.

Anda mungkin juga menyukai