1 Juni 2012
1. PENDAHULUAN
Merkuri merupakan salah satu logam merkuri dalam tubuh umumnya
logam berat toksik yang dapat mencemari bersifat permanen (Palar, 1994).
lingkungan. Merkuri dapat ditemukan Merkuri atau air raksa (Hg) muncul
melalui pembuangan berbagai peralatan di lingkungan secara alamiah dan berada
seperti komponen baterai, termometer, dalam beberapa bentuk yang pada
barometer, cermin cair pada teleskop, prinsipnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk
maupun melalui aktivitas penambangan utama yaitu merkuri metal (Hg0), senyawa
emas (Martaningtyas, 2006). Merkuri merkuri anorganik dan merkuri organik
dapat terakumulasi dalam mikroorganisme (Sugiyarto, 2004). Sebagai merkuri
yang hidup di air (sungai, danau, laut) anorganik misalnya garam merkurous
melalui proses metabolisme. Bahan-bahan (Hg2Cl2) dan garam merkurik (HgCl2).
yang mengandung merkuri yang terbuang Merkuri (II) klorida sangat larut dalam air
ke dalam sungai atau laut dimakan oleh dan sangat toksik, sebaliknya Hg2Cl2 tidak
mikroorganisme tersebut dan secara larut dan kurang toksik (Alfian,2006). Sifat
kimiawi berubah menjadi senyawa metil senyawa HgCl2 yang lain adalah sangat
merkuri yang kemudian dapat terakumulasi larut dalam alkohol, eter dan larut dalam
dalam tubuh manusia melalui rantai asam asetat (Kaye, 1973). Merkuri (II)
makanan (Ghaedi et al, 2006; Stwertka, klorida dapat terbentuk oleh campuran dua
1998). Kerusakan yang diakibatkan oleh
28
Kapasitas Adsorpsi Merkuri Menggunakan Adsorben
Sargassum crassifolium Teraktivasi (Imelda H. Silalahi)
unsur dasar, Hg dan Cl2 menurut Pada dasarnya logam berat dalam air
persamaan reaksi (Sugiyarto, 2004): buangan dapat dipisahkan dengan berbagai
cara, yaitu dengan proses fisika, kimia dan
Hg(l) + Cl2(g) HgCl2(s)
biologi. Proses pengambilan logam berat
Pada air permukaan, merkuri tidak yang terlarut dalam suatu larutan biasanya
terdapat dalam bentuk ion bebas Hg2+ dilakukan dengan cara presipitasi, reverse
tetapi pada fase terlarut yang terutama osmosis, pertukaran ion, dan adsorpsi
terdapat sebagai campuran senyawaan (Veglio dan Beolchini, 1997).
hidroksida (Hg(OH)2, [Hg(OH)]+, Adsorpsi logam terjadi karena
[Hg(OH)3] ), kompleks klorida ([HgCl4]2-,
-
interaksi ion logam yang bermuatan positif
HgCl2, HgOHCl, [HgCl3]-) yang tergantung dengan pusat aktif yang bermuatan negatif
pada pH dan konsentrasi ion klorida serta pada permukaan dinding sel atau dalam
karbon organik terlarut (dissolve organic polimer-polimer ekstraseluler, seperti
carbon) maupun dissolve organic matter protein dan polisakarida sebagai sumber
yang berikatan dengan merkuri. Pada pH gugus fungsi yang berperan penting dalam
rendah spesi yang dominan adalah HgCl2. mengikat ion logam. Proses penyerapan ini
Spesi netral Hg(OH)2 dan HgOHCl adalah berlangsung cepat dan terjadi pada sel
dua spesi penting dalam larutan hanya jika hidup maupun sel yang telah mati
kandungan klorida rendah dan pH nya (Volesky, 2000). Selain itu adsorpsi juga
tinggi (>8) (Morel, et al, 1998). terjadi karena adanya peristiwa
Merkuri dalam larutan berair dapat pertukaran ion dimana ion monovalen
+ 2+ 2+ +
berada pada spesi yang berbeda dan divalen seperti Na , Mg , Ca , K
bergantung pada tingkat keasaman larutan. pada dinding sel digantikan oleh ion-ion
Gambar 1 menunjukkan distribusi spesi logam berat (Suhendrayatna, 2001).
Hg(II) pada berbagai pH: Spesies Sargassum merupakan salah
satu adsorben logam berat yang
mengandung polisakarida pada dinding sel
berupa asam alginat. Asam alginat disusun
oleh dua monomer yaitu ß-D-asam
manuronat dan α-L-asam guluronat.
Alginat juga dapat berupa heteropolimer
jika monomer penyusunnya adalah
gabungan kedua jenis monomer tersebut
(Winarno,1990). Ruliatima (2008)
melaporkan Sargassum crassifolium
memiliki gugus fungsi karboksil, hidroksil,
Gambar 1 Grafik distribusi spesi Hg(II) peptida, sulfonat dan sulfonil. Gugus-
(%) pada berbagai pH. gugus fungsi tersebut berperan dalam
mengadsorpsi logam-logam berat melalui
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa mekanisme pertukaran ion maupun
pada pH 2 hingga pH 5 spesi yang paling pembentukan kompleks. Sargassum
dominan yaitu HgCl2 sekitar hampir 100% crassifolium yang diaktivasi menggunakan
tetapi pada pH di atas 5 jumlah spesi H2SO4 1 M dilanjutkan dengan pemanasan
HgCl2 menurun tajam seiring dengan telah diuji kapasitas adsorpsi maksimum
peningkatan jumlah spesi Hg(OH)2 hingga terhadap Cr(III). Hasilnya menunjukkan
paling dominan pada pH di atas 8, dimana bahwa kapasitas adsorpsi maksimum
jumlah spesi tersebut hampir 80%. Pada Sargassum crassifolium teraktivasi
pH 6-8 terdapat 3 spesi Hg yang berperan meningkat signifikan dibandingkan
signifikan yaitu spesi HgCl2 sekitar 40- Sargassum crassifolium yang tidak
80%, spesi Hg(OH)2 sekitar 60% dan spesi teraktivasi.
Hg(OH)Cl sekitar 20% (Herero et al, Beberapa penelitian sudah dilakukan
2005). dalam mengadsorpsi merkuri
29
BIOPROPAL INDUSTRI Vol. 3 No. 1 Juni 2012
30
Kapasitas Adsorpsi Merkuri Menggunakan Adsorben
Sargassum crassifolium Teraktivasi (Imelda H. Silalahi)
31
BIOPROPAL INDUSTRI Vol. 3 No. 1 Juni 2012
kering. Alga yang telah kering kemudian utama struktur rangka sel Sargassum
dihaluskan untuk memperoleh ukuran yang crassifolium sedangkan pemanasan pada
halus dan selanjutnya diaktivasi. T=100 OC selama 24 jam akan
Proses aktivasi alga dilakukan mengaktifkan gugus fungsi pada
dengan dua tahap yaitu aktivasi kimia yang Sargassum crassifolium yaitu munculnya
dilanjutkan dengan aktivasi fisika. Aktivasi gugus sulfonat (RS(O)2O-) dan sulfonil
secara kimia dilakukan dengan merendam (RS(O)2R') (Ruliatima, 2008). Pengaktifan
alga yang telah dihaluskan dalam larutan gugus fungsi sulfonat (RS(O)2O-)dan
H2SO4 1 M selama 24 jam yang sulfonil (RS(O)2R') diharapkan akan
menyebabkan terjadinya protonasi. meningkatkan kapasitas adsorpsi logam
Protonasi bertujuan untuk berat.
mendekomposisikan garam-garam mineral Spektr FTIR adsorben Sargassum
seperti natrium, kalium, magnesium yang crassifolium yang tidak teraktivasi dan
berikatan dengan alginat sebagai penyusun yang teraktivasi terdapat pada Gambar 2.
Gambar 2. Spektra infra merah Sargassum crassifolium (A) tidak teraktivasi dan (B)
teraktivasi.
32
Kapasitas Adsorpsi Merkuri Menggunakan Adsorben
Sargassum crassifolium Teraktivasi (Imelda H. Silalahi)
1103,28 cm-1 dan vibrasi C=O bergeser (RS(O)2R'). Hal ini dikarenakan pada
menjadi 1635,64 cm-1. Pergeseran bilangan adsorben yang tidak teraktivasi gugus
gelombang serapan FTIR pada spektrum sulfonat dan gugus sulfonil masih
adsorben yang teraktivasi dikarenakan ion berikatan dengan senyawa organik volatil
H+ dari larutan asam sulfat menyebabkan dalam air laut. Pita serapan pada bilangan
kation logam yang terikat pada gugus gelombang 1103,28 cm-1 dan 1373,32 cm-1
fungsi pada alga akan larut dan mengalami muncul akibat pemanasan 100OC. Menurut
protonasi. Akibatnya gugus fungsi pada Ruliatima (2008) pemanasan
alga akan memerlukan energi yang besar mengakibatkan lepasnya senyawa-senyawa
untuk bervibrasi. Hal ini menyebabkan organik yang bersifat volatil tersebut
terjadinya pergeseran intensitas serapan ke sehingga pemanasan dapat mengaktifkan
arah yang lebih besar (Chen and Yang, gugus fungsional yaitu gugus sulfonat dan
2006). gugus sulfonil pada adsorben yang
Spektra pada Gambar 2 juga teraktivasi.
menunjukkan terjadi perbedaan puncak Berdasarkan hasil karakteristik
serapan pada bilangan gelombang 1103,28 menggunakan Spektrofotometer Infra
cm-1 dan 1373,32 cm-1. Pada adsorben Merah (IR) maka dapat disimpulkan
tidak teraktivasi serapan pada bilangan bahwa Sargassum crassifolium
gelombang 1103,28 cm-1 dan 1373,32 cm-1 mengandung gugus-gugus fungsi amina (-
tidak muncul sedangkan pada adsorben NH), hidroksil (-OH), karbonil (C=O).
yang teraktivasi muncul pita serapan pada Selain itu, Sargassum crassifolium juga
bilangan gelombang tersebut. Pita serapan mengandung gugus fungsi sulfonat
dari adsorben yang teraktivasi pada (RS(O)2O-) dan sulfonil (RS(O)2R’).
bilangan gelombang 1103,28 cm-1 dan
pH Optimum Adorpsi Hg(II)
1373,32 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi
Grafik yang menunjukkan pengaruh
regangan simetri dan asimetri dari gugus –
pH terhadap kapasitas adsorpsi Hg(II) oleh
SO2 (Sastrohamidjojo,1991). Pita serapan
adsorben Sargassum crassifolium terdapat
tersebut muncul diduga berasal dari gugus
pada Gambar 3.
sulfonat (RS(O)2O-) dan sulfonil
adsorben. Selain itu, pada pH 7 spesi 120 menit kapasitas adsorpsi menunjukkan
molekul Hg(OH)Cl mencapai jumlah nilai yang tidak jauh berbeda dan
maksimum sedangkan jumlah molekul cenderung konstan. Hal ini diduga karena
HgCl2, dan Hg(OH)2 telah berkurang gugus aktif dari adsorben sudah mencapai
dibandingkan dengan pada pH di bawah 7 kejenuhan untuk berinteraksi dengan
atau di atas 7 (Gambar 1). Molekul Hg(II).
Hg(OH)Cl lebih mudah berinteraksi
dengan gugus aktif pada alga dibandingkan
dengan kompleks HgCl2 dan Hg(OH)2
sehingga berdampak pada meningkatnya
kapasitas adsorpsi pada pH 7. Selanjutnya
pada pH lebih dari 7 kapasitas adsorpsi
mulai menurun karena spesi Hg(II) akan
mulai membentuk endapan (Tuzen, 2009).
Uji statistik menggunakan analisis
ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata
kapasitas adsorpsi pada berbagai variasi
pH larutan berbeda secara signifikan. Uji Gambar 4 Grafik waktu kontak terhadap
least significant difference (LSD) kapasitas adsorpsi.
menunjukkan bahwa pada derajat Penetapan waktu kontak optimum
kepercayaan 95 %, pH 4 tidak berbeda dilakukan dengan uji statistik
signifikan dengan pH 6, begitu pula menggunakan analisis ANOVA yang
dengan pH 6 tidak berbeda signifikan menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas
dengan pH 8. Sedangkan pada pH 7 adsorpsi terhadap variasi waktu kontak
berbeda signifikan (tidak identik) dengan berbeda secara signifikan. Uji least
pH 4, 6 dan 8 pada kapasitas adsorpsi. significant difference (LSD) menunjukkan
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bahwa pada derajat kepercayaan 95%,
pH optimum dalam penelitian ini adalah waktu kontak selama 30 menit berbeda
pH 7. secara signifikan terhadap semua waktu
Waktu Kontak Optimum Adsorpsi kontak yaitu 60, 90 dan 120 menit.
Hg(II) Sedangkan pada waktu kontak 60 menit
Waktu kontak merupakan salah satu tidak berbeda secara signifikan terhadap
faktor yang dapat mempengaruhi nilai waktu kontak 90 dan 120 menit, tetapi
kapasitas adsorpsi, dimana waktu kontak pada waktu kontak 60, 90 dan 120 menit
diperlukan untuk mencapai kesetimbangan berbeda signifikan terhadap waktu kontak
adsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan 30 menit. Berdasarkan uji statistik maka
bahwa pada waktu kontak lebih dari 120 disimpulkan bahwa waktu kontak optimum
menit hingga 240 menit kapasitas adsorpsi dalam penelitian ini yaitu pada waktu
cenderung menurun. Grafik yang kontak 60 menit.
menunjukkan pengaruh waktu kontak Kapasitas Adsorpsi Maksimum Hg(II)
terhadap kapasitas adsorpsi Hg(II) terdapat Kapasitas adsorpsi maksimum
pada Gambar 4. Hg(II) ditentukan melalui persamaan
Grafik pada gambar 4 menunjukkan isoterm adsorpsi dengan variasi
bahwa kapasitas adsorpsi pada waktu konsentrasi awal dengan proses adsorpsi
kontak 30 menit lebih rendah dilakukan pada pH dan waktu kontak
dibandingkan dengan 60 menit. Hal ini optimum yaitu pH 7 dan 60 menit. Kurva
dimungkinkan karena waktu kontak yang isoterm adsorpsi yang menunjukkan
belum cukup bagi gugus aktif dari hubungan antara jumlah Hg(II) yang
adsorben berinteraksi dengan logam dalam teradsorpsi pada adsorben Sargassum
larutan, artinya belum banyak gugus aktif crassifolium dengan konsentrasi Hg(II)
yang berperan mengadsorpsi Hg(II). setelah adsorpsi mencapai kesetimbangan
Kemudian pada waktu kontak 60, 90, dan terlihat dalam Gambar 5.
34
Kapasitas Adsorpsi Merkuri Menggunakan Adsorben
Sargassum crassifolium Teraktivasi (Imelda H. Silalahi)
35
BIOPROPAL INDUSTRI Vol. 3 No. 1 Juni 2012
Berdasarkan Gambar 6 dan 7, adsorpsi (Tabel 2). Data tersebut sesuai dengan
Hg(II) oleh Sargassum crassifolium model isoterm adsorpsi yang menunjukkan
cenderung mengikuti pola isoterm adsorpsi bahwa adsorpsi terjadi secara monolapis
Langmuir dan Freundlich. Hal ini dapat dan diikuti dengan multilapis.
dilihat dari harga koefisien korelasi (R2)
Tabel 2. Persamaan korelasi model adsorpsi Isoterm Langmuir dan Freundlich pada
adsorpsi Hg(II) oleh Sargassum crassifolium teraktivasi.
37
BIOPROPAL INDUSTRI Vol. 3 No. 1 Juni 2012
From The Chlor-Alkali Industry By Tuzen, M., Ahmet, S., Durali, dan M.,
Using The Biomass Sargassum Sp. Mustafa, S. 2009. Biosorptive
Dalam International Conference on Removal of Mercury(II) from
Mercury. By Global Polutant Aqueous Solution Using Lichen
(Icmgp). Slovenia. (Xanthoparmelia conspersa)
Biomass: Kinetic and Equilibrium
Stwertka, A. 1998, Guide To The
Studies. Journal of Hazardous
Elements. Oxford University Press.
Materials. 169 (2009)263-270,
New York.
Turkey.
Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam
Veglio, F dan F. Beolchini. 1997. Removal
Berat Dengan Menggunakan
of Metals By Biosorption: A
Mikroorganisme: Suatu Kajian
Review. Hydrometallurgy. 44:301–
Kepustakaan. Dalam Seminar
316.
Bioteknologi. Sinergi Forum-Institut
Of Technology. Tokyo. Volesky, B. 2000. Biosorption Of Heavy
Metals. CRC Press. Boston.
Sugiyarto, K.H. 2004. Kimia Anorganik
II. Universitas Negeri Yogyakarta. Winarno, F.G. 1990. Teknologi
Yogyakarta Pengolahan Rumput Laut. Pustaka
Sinar Harapan. Jakarta.
38