Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN

Dosen Pengampu : Dina Rahma Fadlillah, M.Si

Disusun Oleh :

1. Agus Wandi 11160161000004


2. Haris Gunawan 11160161000015
3. Yuli Anita 11160161000016

Pendidikan Biologi VI A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami sehingga saya bisa menyelesaikan makalah tentang bioteknologi lingkungan.

Makalah ini telah di susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima
kasih kepada Ibu Dina Rahma Fadlillah, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar
Bioteknologi dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saya menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Ciputat, 22 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTA .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Rumusan Maslah .................................................................................................... 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 4


A. Pengertian Bioteknologi .......................................................................................... 4
B. Aplikasi Bioteknologi pada Bidang Lingkungan .................................................... 4
C. Pengetian Bioremediasi........................................................................................... 6
D. Penerapan Bioremediasi .......................................................................................... 7
E. Pengertian Fitoremediasi......................................................................................... 12
F. Penerapan Fitoremediasi ......................................................................................... 13
G. Energi Biogas .......................................................................................................... 18
H. Biodegradasi............................................................................................................ 19

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 21

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 21
B. Saran .................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSAKA .......................................................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Pada zaman modern seperti saat ini hampir semua orang sudah
mengenal dan memakai produk hasil olahan bioteknologi. Baik hasil olahan
dari bioteknologi konvensional maupun modern. Namun walaupun semua
orang sudah menikmati hasil dari bioteknologi hanya segelintir orang saja yang
mengetahui secara pasti apa sebenarnya bioteknologi. Sebenarnya sebelum
abad ke 15 manusia telah menggunakan bioteknologi. Namun mereka belum
mengetahui apa yang terjadi pada produk yang mereka olah. Misalnya saja pada
pembuatan anggur. Orang-orang pada saat itu sudah dapat mengolah anggur.
Tetapi mereka tidak mengetahui proses apa yang terjadi sehingga bisa terbentuk
anggur. Manusia pada saat itu hanya mengikuti resep yang diajarkan oleh orang
tua mereka. Dengan ditemukannya mikroskop oleh antony van leeuwenhoek
maka penelitian tentang bioteknologipun mulai berkembang. Para peneliti
tertarik untuk mengetahui proses apa yang terjadi sehingga bisa terbentuk
anggur. Dengan adanya mikroskop maka dapat dilihat bahwa dalam proses
pengolahan anggur tesebut digunakan sel khamir. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan maka ditemukanlah mikroskop-mikroskop
yang lebih canggih. Hal ini tentunya sangat mempermudah para peneliti untuk
meneliti lebih lanjut tentang biteknologi, dan menemukan inovasi-inovasi baru
dalam bidang bioteknologi. Karena pada dasarnya bioteknologi bukanlah ilmu
yang berdiri sendiri, melainkan didukung oleh ilmu-ilmu lain seperti genetika,
biokimia, mikrobiologi dan masih banyak ilmu-ilmu lainnya. Sehingga ilmu-
illmu ini ikut serta dalam mendukung kemajuan dari bioteknologi. Misalnya
saja dengan ditemukannya struktur dari DNA, maka dalam pengolahan anggur
tidak perlu lagi mengunakan sel khamir untuk membuat anggur. Cukup hanya
dengan menggunakan material genetik dari khamir tersebut maka dapat

1
2

dihasilkan anggur. Sehingga sel dari khamir ini tidak ikut termakan oleh
manusia.
Secara umum bioteknologi dibagi menjadi dua yakni bioteknologi
konvensional dan bioteknologi modern. Bioteknologi konvensional merupakan
bioteknologi sederhana yang menggunakan mahluk hidup secara langsung
tanpa didasari prinsip ilmiah, melainkan berdasarkan keterampilan yang
diwariskan secara turun temurun. Sedangkan bioteknologi modern adalah
bioteknologi yang menggunakan mahluk hidup secara langsung atau
komponennya, berdasarkan prinsip ilmiah hasil pengkajian berbagai ilmu yang
mendalam.
Menurut aplikasinya dalam berbagai bidang, maka bioteknologi dapat
dibagi menjadi bioteknologi merah, bioteknologi putih atau abu-abu,
bioteknologi hijau, bioteknologi biru, dan bioteknologi lingkungan.
Bioteknologi merah merupakan aplikasi bioteknologi dibidang medis.
Bioteknologi putih atau abu-abu merupakan aplikasi bioteknologi di bidang
industri seperti pengembangan dan produksi senyawa baru serta pembuatan
sumber energi terbarukan. Bioteknologi hijau adalah aplikasi bioteknologi di
bidang pertanian dan peternakan. Bioteknologi biru merupakan aplikasi
bioteknologi di bidang kelautan yang mengendalikan proses-proses yang terjadi
di lingkungan akuatik. Sedangkan bioteknologi lingkungan merupakan aplikasi
bioteknologi di bidang lingkungan. Namun dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang bagaimana aplikasi bioteknelogi dibidang lingkungan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bioteknologi dan bioteknologi lingkungan?
2. Apa saja aplikasi bioteknologi dibidang lingkungan?
3. Apakah bioremidiasi?
4. Bagaimana penerapan bioremidiasi?
5. Apakah fitoremidiasi?
3

6. Bagaimana penerapan dari fitoremidiasi?


C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian bioteknologi
2. Memahami penerapan bioteknologi pada bidang lingkungan
3. Memahami bioremediasi dan fitoremediasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bioteknologi

Secara umum bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup


baik secara keseluruhan maupun bagian dari organisme tersebut untuk
mengahasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia. Namun definisi
bioteknologi secara klasik atau konvesional adalah teknologi yang
memanfaatkan agen hayati untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala
kecil untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan dilihat dari secara
modern, bioteknologi adalah pemanfaatan agen hayati atau bagian-bagian yang
telah direkayasa secara in vitro untuk menghasilkan barang dan jasa dalam
skala industry.

Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatakan nilai bahan mentah


dengan memanfaatkan mikroorganisme serta bagian-bagiannya, misalnya
bakteri. Selain itu, bioteknologi juga memanfaatkan sel-sel tumbuhan dan
hewan untuk mendapatkan jenis baru yang lebih unggul. Pemanfaatan
mikroorganisme dan bagian-bagiannya ini dilakukan diberbagai bidang salah
satunya adalah bidang lingkungan. Oleh karena itu muncullah pembagaian
bioteknologi menjadi bioteknologi lingkungan. Dan pengaplikasian
bioteknologi dibidang lingkungan inilah yang disebut dengan bioteknologi
lingkungan.

B. Aplikasi Bioteknologi pada Bidang Lingkungan

Banyak orang beranggapan bahwa bioteknologi memiliki banyak


danpak negatif khususnya terhadap lingkungan. Namun itu hanya anggapan
orang yang belum mengenal seluk beluk bioteknologi itu sendiri. Dewasa ini
bioteknologi telah berkembang khususnya dibidang lingkungan. Bioteknologi
bisa dikatakan telah membantu dalam memperbaiki lingkungan yang saat ini

4
5

sudah sangat buruk. Sebagai gambaran umum tentang keadaan lingkungan saat
ini dapat dilihat dinegara kita sendiri yakni Indonesia. Indonesia adalah
eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Menurut
Gautama (2007) dalam Anonim (2010) untuk pertambangan mineral, Indonesia
merupakan negara penghasil timah peringkat ke-2, tembaga peringkat ke-3,
nikel peringkat ke-4, dan emas peringkat ke-8 dunia. Dampak negatif dari
pertambangan terbuka (open pit mining) ini yakni dapat merubah total iklim
dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang
disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tambang dari
batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada
umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari
tanah, air atau sungai dan lingkungan.

Selain masalah pertambangan saat ini banyak muncul industri- industri


kecil laundry. Akan tetapi pertumbuhan industri laundry ini memiliki efek
samping yang kurang baik, sebab industri-industri kecil tersebut sebagian besar
langsung membuang limbahnya ke selokan atau badan air tanpa pengolahan
terlebih dulu. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena dalam
limbah tersebut mengandung phospat yang tinggi. Menurut Hera (Hardyanti,
2007) Phospat ini berasal dari Sodium Tripolyphosphate (STPP) yang
merupakan salah satu bahan yang kadarnya besar dalam detergen. Dalam
detergen, STPP ini berfungsi sebagai builder yang merupakan unsur penting
kedua setelah surfaktan karena kemampuannya menonaktifkan mineral
kesadahan dalam air sehingga detergen dapat bekerja secara optimal (SDA,
2003). STPP ini akan terhidrolisa menjadi PO 4 dan P2O7 yang selanjutnya
akan terhidrolisa juga menjadi PO 4. Badan air dengan PO 4 yang berlebih akan
mengakibatkan terjadinya eutrofikasi. Masalah-masalah yang dapat
mengancam keberlangsungan kelestarian lingkungan ini dapat ditanggulangi
dengan mengaplikasikan ilmu bioteknologi yakni bioremidiasi dan
6

fitoremidiasi. Tentunya metode-metode yang terbentuk dari ilmu bioteknologi


ini sangat diharapakan bisa memperbaiki dan menjaga kelestarian lingkungan
saat ini.

C. Pengetian Bioremediasi

Menurut Bambang Priadie (2012) Bioremediasi merupakan


penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk ditumbuhkan pada
polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut.
Sedangkan Menurut Anonim (2010) bioremediasi adalah proses pembersihan
pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri).
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun. Saat bioremediasi
terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi
polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah
peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi
berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya
menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya
dan tidak beracun.

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi


lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan
pencemaran. Bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu
teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk
mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan,
bioremediasi adalah salah satu teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan
dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang
dimaksud adalah khamir, fungi, dan bakteri yang berfungsi sebagai agen
bioremediator.
7

D. Penerapan Bioremediasi

Seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelumnya bahwa


bioremidiasi ini menggunakan mikroorganisme.Berkaitan dengan hal tersebut
Pemerintah Indonesia telah mempunyai payung hukum yang mengatur standar
baku kegiatan Bioremediasi dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat
kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya
(logam berat dan pestisida) melalui Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men
LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan
limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara
biologis (Bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa bioremediasi
dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Tortora (2010 dalam Bambang
Priadie, 2012) mengatakan saat ini, bioremediasi telah berkembang pada
pengolahan air limbah yang mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit
untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri, antara
lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik
terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida, maupun nutrisi dalam air seperti
nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang.

Pengolahan air tercemar secara biologi pada prinsipnya adalah meniru


proses alami self purification di sungai dalam mendegradasi polutan melalui
peranan mikroorganisma. Peranan mikroorganisma pada proses self
purification ini pada prinsipnya ada dua yaitu: pertumbuhan mikroorganisma
menempel dan tersuspensi (Bambang Priadie, 2012).Proses self-purification di
sungai yang diadopsi pada IPAL penduduk (Mudrack and Kunst, 1986; dalam
Paul Lessard and Yann Le Bihan, 2003).

a) Pertumbuhan mikroorganisme menempel

Mikroorganisme ini keberadaannya menempel pada suatu


permukaan misalnya pada batuan ataupun tanaman air. Selanjutnya
8

diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) misalnya


dengan sistem trickling filter. Selama pengolahan aerobik air limbah
domestik, genus bakteri yang sering ditemukan berupa Gram-negatif
berbentuk batang heterotrofik organisme, termasuk Zooglea,
Pseudomonas, Chromobacter, Achromobacter, Alcaligenes dan
Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti genera Beggiatoa, Thiotrix
dan Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana
organisme seperti Nitrosomonas dan nitrifikasi Nitrobacter.

b) Pertumbuhan mikroorganisma yang tersuspensi


Mikroorganisme ini keberadaannya dalam bentuk suspensi di
dalam air yang tercemar. Selanjutnya diaplikasikan pada IPAL dengan
sistem lumpur aktif konvensional menggunakan bak aerasi maupun
sistem SBR (Sequence Batch Reactor). Berbeda dengan
mikroorganisma yang menempel, sistem pertumbuhan mikroorganisma
yang tersuspensi terdiri dari agregat mikroorganisma yang pada
umumnya tumbuh sebagai flocs dalam kontak dengan air limbah pada
waktu pengolahan. Agregat atau flocs, yang terdiri dari berbagai spesies
mikroba, berperan dalam penurunan polutan. Umumnya spesies
mikroba ini terdiri dari bakteri, protozoa dan metazoa. Pada sistem
kolam stabilisasi, organisme phototrophic, yang memanfaatkan
berbagai akseptor elektron, dapat dimanfaatkan untuk mencapai
pengolahan yang baik dengan mengabaikan masukan energi.
Pengembangan penerapan kedua proses tersebut dalam teknologi
pengolahan air limbah dapat digabungkan berupa hybrid reactor.

Pertumbuhan menempel
• Trickling Filter
• Rotating Biological Contactor
9

• Filter Biologi Teraktivasi


• Filter Anaerobik

Pertumbuhan terflokulasi
• lumpur aktif
• Lumpur anaerobik
• Blanket reactor

Pertumbuhan hybrid
• Fluidized Bed Reactor
• Expanded Bed Reactor
• Immersed Media Systems
• Porous Support Systems
• Carrier Activated Sludge

Pada akhirnya, peniruan proses alami self purification di sungai dalam


mengdegradasi polutan baik melalui mikroorganisma yang menempel maupun
mikroorganisma yang tersuspensi untuk bioremediasi air tercemar memerlukan
beberapa tahapan. Tahapan tersebut meliputi: isolasi bakteri, pengujian bakteri
dalam mengdegradasi zat pencemar, identifikasi, dan perbanyakan bakteri.
Bagi pengggunaan bakteri indigenous, seperti yang dipersyaratkan oleh Kep
Men LH No.128 (2003), tahap isolasi bakteri merupakan langkah awal yang
harus diperhatikan.

1) Teknik Isolasi Bakteri


Isolasi bakteri yang baik dan benar dapat menentukan bakteri
yang cocok dalam proses remediasi air limbah yang diinginkan. Oleh
karena itu prinsip pemilihan bakteri hasil isolasi dapat memberikan
10

kinerja penurunan kadar polutan yang optimal (Thompson et al, 2005).


Karena secara alami jumlah bakteri yang diinginkan terdapat dalam
jumlah sedikit, malah lebih banyak bakteri yang tidak diinginkan, maka
diperlukan proses isolasi untuk memperbanyak bakteri yang dimaksud
(Barrow. and Feltham , 2003). Tujuan mengisolasi bakteri adalah untuk
mendapatkan bakteri yang diinginkan dengan cara mengambil sampel
mikroba dari lingkungan yang ingin diteliti. Dari sampel tersebut
kemudian dikultur/dibiakkan dengan menggunakan media universal
atau media selektif, tergantung tujuan yang ingin dicapai ( Tortora, 2010
dalam Bambang Priyadie 2012).
Bahan nutrisi dipersiapkan untuk pertumbuhan bakteri di
laboratorium yang disebut kultur media. Beberapa bakteri dapat tumbuh
dengan baik pada hampir semua media kultur; lainnya memerlukan
media kultur khusus yang pada akhirnya akan ada suatu pertumbuhan
yang disebut inokulum. Untuk tujuan tersebut diperlukan media yang
diperkaya (enrichment culture) untuk memperbanyak bakteri yang
dimaksud. Beragam media untuk isolasi jenis-jenis bakteri diuraikan
secara detail pada Handbook of Media for Environmental Microbiology
(Atlas dan Ronald, 2005 dalam Bambang Priyadie 2012), serta
pekerjaan laboratorium dan peralatan yang dibutuhkan (Benson, 2001;
Seiler, 2005 dalam Bambang Priyadie 2012). Pada medium yang
diperkaya, termasuk juga media selektif, biasanya menyediakan nutrisi
dan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba yang
diinginkan tetapi menghambat bakteri lainnya (Tortora, 2010 dalam
Bambang Priyadie 2012).
Setelah itu, media yang mengandung mikroorganisma
diinginkan tersebut selanjutnya diinkubasi selama beberapa hari,
kemudian sejumlah kecil inokulum dipindahkan ke lain media dengan
komposisi media yang sama. Setelah serangkaian transfer tersebut,
11

mikroorganisma yang masih hidup akan terdiri dari bakteri yang mampu
melakukan metabolisme bahan organik. Setelah populasi bakteri
bertambah dilakukan isolasi pada medium agar yang diinkubasi selama
3 hari. Dari hasil inkubasi tersebut diperoleh koloni-koloni bakteri
untuk selanjutnya akan diambil koloni yang dominan untuk diamati dan
dibuat sub kultur murninya untuk digunakan dalam penurunan zat
pencemar. Proses isolasi, uji degradasi, identifikasi, dan perbanyakan
bakteri

2) Identifikasi bakteri
Identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara termasuk :
Pengamatan morfologi sel, pewarnaan gram, dan uji biokimia. Selain
berdasarkan morfologi, bakteri juga dibedakan menjadi 3 bentuk
meliputi: Bentuk bulat (kokus), Bentuk batang (basil), dan Bentuk
spiral.
3) Perbanyakan bakteri
Setelah didapatkan isolat yang diinginkan, uji degradasi, dan
identifikasi bakteri, selanjutnya adalah membuat perbanyakan bakteri
untuk uji skala lapangan. Perbanyakan bakteri atau pengembangan
inokulum ini merupakan proses untuk memproduksi inokulum.
Medium pengembangan inokulum harus cukup serupa dengan
medium produksi. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan periode
adaptasi dengan mereduksi fase lag. Perbanyakan bakteri atau
pengembangan inokulum ini merupakan proses untuk memproduksi
inokulum dengan jumlah yang besar sehingga menjaga
keberlangsungan Perbanyakan bakteri indigenous dilakukan melalui
tahapan: pembuatan kultur stok, pemeliharaan kultur, perbanyakan
kultur tahap I, perbanyakan kultur tahap II, dan pembuatan kultur
produksi.
12

E. Pengertian Fitoremediasi
Disamping menggunakan bioremidiasi, masalah lingkungan tersebut
dapat ditanggulangi dengan fitoremidiasi. Apabila dilihat dari susunan katanya
fitoremidiasi berasal dari kata Phyto asal kata Yunani/ greek “phyton” yang
berarti tumbuhan/tanaman (plant), dan Remediation yang berasal dari kata latin
yakni remediare ( to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau
membersihkan sesuatu. Sehingga Fitoremediasi (Phytoremediation) merupakan
suatu sistim dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan micro-
organisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan
(pencemar/pollutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi
bahan yang berguna secara ekonomi. Sedangkan menurut subroto (1996) yang
dimaksud dengan fitoremidiasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-
bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran
lingkungan baik secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reactor
maupun in-situ (langsung di lapangan) pada tanah atau daerah yang
terkontaminasi limbah. Secara singkatnya dapat dikatakan bahwa fitoremidiasi
adalah pengguanaan tanaman-tanaman tertentu (keseluruhan atau bagiannya)
untuk mengatasi limbah.
Menurut Subroto (1996), keuntungan fitoremediasi selain mudah juga
merupakan alternatif yang murah dibandingkan dengan cara remediasi fisiko-
kimia maupun bioremediasi yang menggunakan mikroorganisme (bakteri,
kapang dan jamur). Adapun keterbatasan sistem fitoremediasi adalah terutama
yang berhubungan dengan batasan konsentrasi kontaminan yang dapat ditolerir
oleh tanaman, masalah kebocoran kontaminan yang sangat larut dalam air dan
lamanya waktu yang diperlukan pada fitoremediasi tanah yang tercemar.
F. Penerapan Fitoremediasi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa fitoremidiasi
merupakan suatu upaya untuk menaggulangi pencemaran dengan
13

menggunakan tumbuhan tertentu (keseluruhan atau bagian-bagiannya).


Tumbuh-tumbuhan yang digunakan umumnya adalah tumbuhan yang dapat
mendegradasi polutan. Tumbuh-tumbuhan yang digunakan antara lain enceng
gondok (Eichhornia crassipes), Solanum nigrum, Anturium Merah/ Kuning,
Alamanda Kuning/ Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden
Merah/Kuning/ Putih, Dahlia, Dracenia Merah/ Hijau, Heleconia Kuning/
Merah, Jaka, Keladi Loreng/Sente/ Hitam, Kenyeri Merah/ Putih, Lotus
Kuning/ Merah, Onje Merah, Pacing Merah/ Mutih, Padi-padian, Papirus,
Pisang Mas, Ponaderia, Sempol Merah/Putih, Spider Lili
 Cara berlangsungnya proses fitoremidiasi
Proses dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses
secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar
yang berada disekitarnya
1. Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik
zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar
tumbuhan. Proses ini disebut juga Hyperacumulation
2. Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan
zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Percobaan
untuk proses ini dilakukan dengan menanan bunga matahari pada
kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di Chernobyl,
Ukraina.
3. Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu
pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan.
Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak
akan terbawa oleh aliran air dalam media.
4. Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere
biodegradation, atau plentedassisted bioremidiation degradation,
yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba yang
berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri.
14

5. Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang


dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang
mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak
berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang
dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini
dapat berlangsung pada daun , batang, akar atau diluar sekitar akar
dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri.
Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang
mempercepat proses proses degradasi.
6. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat
contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah larutan terurai
sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan
ke admosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai
dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.
 Beberapa aplikasi dari fitoremidiasi yang telah dilakukan antara lain :
1. Menghilangkan logam berat yang mencemari tanah dan air tanah,
seperti yang dilakukan di New Zealand, lokasi : Opotiki, Bay of
Plenty. Membersihkan tanah yang tercemar cadmium (Cd oleh
penggunaan pesticida) dengan menanam pohon poplar.
2. Membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan
peledak (TNT, RDX dan amunisi militer) di Tennese, USA, dengan
menggunakan metode wetland yaitu kolam yang diberi media koral
yang ditanami tumbuhan air dan kemudian dialirkan air yang
tercemar bahan peledak tersebut.. Tumbuhan yang digunakan
seperti : Sagopond (Potomogeton pectinatus), Water stargas
(Hetrathera), Elodea (Elodea Canadensis) dan lain-lain.
3. Pengolahan limbah domestik dengan konsep fitoremediasi dengan
metoda Wet land, seperti yang diterapkan dibeberapa tempat di Bali
dengan sebutan wastewater garden (WWG) atau terkenal dengan
15

Taman Bali seperti yang terlihat di Kantor Camat Kuta, Sunrise


School, dan Kantor Gubernur Bali. Wetland ini berupa kolam dari
pasangan batu kemudian diisi media koral setinggi 80 cm yang
ditanami tumbuhan air (Hydrophyte) selanjutnya dialirkan air
limbah (grey water dan effluen dari sptictank). Air harus dijaga
berada pada ketinggian 70 cm atau 10 cm dibawah permukaan koral
agar terhindar dari bau dan lalat/ serangga lainnya. Untuk
menghindari kloging (mampet) pada lapisan koral maka air limbah
sebelum masuk unit wet land ini harus dilewatkan unit pengendap
partikel discret. Berdasarkan hasil test laboratorium terhadap
influen dan effluen diperoleh hasil evaluasi kinerja unit tersebut,
dengan effisiensi removal sebagai berikut: BOD 80 s/d 90 % , COD
86 s/d 96 %, TSS 75 s/d 95 %, Total N 50 s/d 70 %, Total P 70 s/d
90 % , Bakteri coliform 99 %. Terdapat 27 spesies tumbuhan yang
digunakan untuk taman Bali ini diantaranya Keladi, pisang, Lotus,
Cana, Dahlia, Akar wangi, Bambu air, Padi-padian, Papirus,
Alamadu dan tanaman air lainnya. Pemeliharaan sistim ini sangat
sederhana yang umumnya hanya menyiangi daun-daun tumbuhan
yang layu/ kering dengan demikian maintainance cost sangat
rendah. Menurut penjelasan dari pihak Sunrise School Bali yang
telah dua tahun menggunakan sistim ini, belum pernah terjadi
cloging pada lapisan koral dengan void ratio hanya 40 % untuk
ukuran koral hanya 5mm s/d 10mm. Pada dasarnya proses yang
terjadi pada wetland ini sangat alami artinya microorganisme dan
tanaman membentuk ecosystem sendiri untuk berhadapan dengan
jenis polutan yang masuk, jadi tingkat adaptasi/akomodasi terhadap
zat dan kadar pencemararan sangat baik, berbeda dengan misalnya
fakultatif kolam proses akan rusak (invalid) jika ada B 3 yang
masuk atau jika beban pencemaran meningkat lebih dari 20 % akan
16

terbentuk algae bloom. Namun penerapan yang digunakan


umumnya terbatas pada sekala kecil yaitu untuk perkantoran,
sekolah dan komunal sekala RW, hal ini terjadi karena luas lahan
yang dibutuhkan perkapitanya lebih tinggi dibanding sistim
konvensional umumnya. Meskipun dibandingkan dengan sistim
stabilization pond kebutuhan lahan jauh lebih luas.
4. Contoh lain dari penerapan fitoremidiasi adalalah fitoremediasi
phospat dengan pemanfaatan enceng gondok (Eichhornia
crassipes). Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan
tanaman enceng gondok memiliki kemampuan untuk mengolah
limbah, baik itu berupa logam berat, zat organik maupun anorganik.
Seperti telah dibuktikan oleh Xia H & Ma X (1996) bahwa tanaman
ini mampu mereduksi pestisida Phospor, serta V K Verma, dkk
yang melaporkan bahwa tanaman ini mampu manyerap Pb dan Zn
sebesar 17,6-80,3% dan 16,6-73,4% dari efluen industri kertas.
Selain itu Sheffield (1997) melaporkan bahwa tanaman ini mampu
menurunkan konsentrasi ammonia sebesar 81% dalam waktu 10
hari.
5. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh nurandani
hardyanti dkk. (2007)bagian tanaman yang terakumulasi P paling
banyak adalah pada bagian akar, kemudian diikuti oleh bagian
batang dan bagian daun. Pola penyerapan yang seperti ini
dikarenakan sejak tanaman enceng gondok dikontakkan dengan
limbah, setelah lewat satu hari batang dan daun tanaman mulai
kering. Hal ini dimulai dari bagian daun terlebih dahulu kemudian
beranjak ke batang. Hal ini terjadi sampai semua bagian daun dan
batang mengering semua, yaitu sampai hari ke-5. Matinya tanaman
enceng gondok ini dalam waktu 5 hari, merupakan kematian dalam
waktu yang relatif singkat. Hal antara lain disebabkan karena pH
17

dari limbah laundry sebagai media hidupnya tinggi, yaitu 10-11.


Sedangkan untuk pertumbuhan yang lebih baik, tanaman enceng
gondok lebih cocok terhadap pH 7,0-7,5. Jika pH nya lebih atau
kurang maka pertumbuhannya terhambat, bahkan mati bila kondisi
ph nya terlalu ekstrem (Dhahiyat, 1974). Bagian batang dan daun
yang mengering inilah yang menyebabkan bagian tersebut tidak
dapat menerima zat-zat yang telah diserap oleh akar, termasuk di
dalamnya adalah P. Terlihat adanya pengaruh waktu terhadap
akumulasi P dalam tanaman enceng gondok, dimana penyerapan P
oleh akar dari hari ke-1 sampai hari ke-5 semakin meningkat.
Proses penyerapan zat-zat yang terdapat dalam limbah ini
dilakukan oleh ujung–ujung akar dengan jaringan meristem terjadi
karena adanya gaya tarik menarik oleh molekul-molekul air yang
ada pada tumbuhan. Zat-zat yang telah diserap oleh akar akan
masuk ke batang melalui pembuluh pengangkut (xilem), yang
kemudian akan diteruskan ke akar.

G. Energi Biogas
Sumber energy tidak dapat diperbaharui seperti bahan bakar fosil, terus
menipis dengan laju 100.000 kali lebih cepat disbanding pembentukannya.
Ancaman terhadap ekosistem global yang menyebabkan perubahan iklim dan
bahaya kesehatan. Hal ini disebabkan sumber energy non-konvensional seperti
energy surya dan panas bumi terus berkembang. Energi surya dapat diambil
dalam bentuk biomassa, contoh yang umum dari biomassa adalah kayu, rumput,
herba, biji-bijian.
Produksi biogas
Biogas menunjukkan campuran gas yang berbeda dalam komposisinya,
merupakan hasil aktivitas mikroorganisme aerobic pada sampah pertanian dan
18

rumah tangga. Biogas mengandung gas metan (50-68%), dan gas lainnya
seperti CO2 (25-35%), H2 (1-5%), N2 (2-7%) dan O2 (0-0,1%). Sejumlah
tumbuhan biogas digunakan oleh orang-orang desa di india sebagai sumber
energy murah dan untuk meningkatkan kesehatan dan kondisi sanitasi
Tumbuhan biogas kaya akan pupuk organik. Produksi biogas dilakukan dengan
tiga langkah yaitu:
1) Hidrolisis : Pengubah polimer organic menjadi monomer dengan
bantuan bakteri hidrolitik
2) Pembentukan asam : PPengubah monomer menjadi senyawa sederhana
seperti CO2, NH3, dan H2 oleh bakteri pembentuk asam.
3) Pembentukan metan : pengubahan senyawa sederhana menjadi metan
dan CO2, menggunakan bakteri metanogenik anaerobik.
Biomassa berarti semua material yang menghasilkan selama produksi dan
proses dari pertanian dan material makanan yang biasanya dibuang sebagai
sampah. Seringkali sebagai sampah tumbuhan seperti kayu yang mengandung
lignin dan selulosa. Sampah jenis ini banyak sekali, tetapi lignin dan selulosa
tidak beracun dan berbahaya. Selain limbah dari industry kayu dan kertas,
sampah makanan bisa dijadikan sebagai sumber biogas. Biasanya mengandung
banyak selulosa. Seperti yang kita ketahui, selulosa adalah biopolymer dari
molekul glukosa. Banyak organisme dapat menguraikan selulosa dengan
menggunakan enzim selulase. Identifikasi, isolasi, dan pemurnial selulosa
menjadi hal yang penting dalam penelitian. Sudah dicoba eksperimen untuk
menguraikan sampah kertas (kertas karton, Koran, kartu) dengan enzim
selulase kemudian menggunakan glukosa yang dilepaskan dalam fermentasi
ragi. Produk akhir yang paling utama adalah alcohol, bahan dasar industry yang
penting dan potensial juga untuk bahan bakar. Adapun faktor yang
mempengaruhi pembentukan metan :
1. Penambahan alga
2. Rasio karbon nitrogen
19

3. Kondisi anaerobic
4. Konsentrasi nitrogen
5. pH
6. Penyemaian
7. Campuran cairan
8. Suhu
H. Biodegradasi
Biodegradasi adalah istilah yang digunakan dalam ekologi untuk
menggambarkan proses biokimia yang cenderung membawa zat organik, yang
dihasilkan secara langsung atau tidak langsung dari fotosintesis dalam zat
anorganik. Biodegradasi kebalikan dari proses fotosintesis dan biosintesis
berikutnya yang menghasilkan biomassa. Sementara fotosintesis menghasilkan
molekul organic dari molekul anorganik, melalui biodegradasi molekul organik
yang kompleks menjadi sederhana konstituen secara bertahap untuk akhirnya
membawa mereka ke tahap anorganik.
Fenomena biodegradasi sangat penting untuk lingkungan yang harus
bebas dari sampah dan limbah untuk membuat jalan bagi kehidupan baru.
Pohon-pohon, tanaman, alga, bahwa semua organism fotosintetik, berkat
matahari mampu menyerap karbon dioksida di atmosfer dan menggunakannya
untuk mensintesis gula, molekul organik di dasar semua zat organik banyak di
biosfer. Melalui rantai makanan, aliran zat dan energy melewati dari tanaman
(produsen) ke herbivora (konsumen primer) dan dari ini ke karnivota
(konsumen sekunder). Mekanisme ini macet dengan cepat, namun, jika tidak
ada pilihan terbalik yaitu bahwa yang membebaskan karbon dari bahan organic
mati, memastikan sirkulasi materi. Kemudian proses biodegradasi, dalam
keseimbangan alam, martabat sama dengan proses fotosintesis yang hasilnya
dan pada saat yang sama, keberangkatan. Biodegradasi dilakukan oleh
decompose, mikroorganisme (jamur, bakteri, protozoa) yang tumbuh pada
bahan organic mati, atau produk limbah dari ekosistem. Dari sudut pandang
20

kimia, degradasi adalah oksidasi senyawa organic. Proses oksidasi yang paling
penting adalah respirasi telepon yang memungkinkan pelepasan karbon
dioksida dan penutupan siklus biogeokimia karbon.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup baik secara
keseluruhan maupun bagian dari organisme tersebut untuk
mengahasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia.
2. Bioteknologi lingkungan merupakan aplikasi dari bioteknologi
dibidang lingkungan.
3. Aplikasi bioteknologi dibidang lingkungan antara lain adalah
bioremidiasi dan fitoremidiasi. Bioremidiasi adalah salah satu teknologi
untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan
mikroorganisme. Fitoremidiasi adalah pengguanaan tanaman-tanaman
tertentu (keseluruhan atau bagiannya) untuk mengatasi limbah.
B. Saran
Pembaca disarankan untuk membaca beberapa sumber yang lain selain dari
makalah yang kami sajikan, hal ini akan memperkuat pemahaman konsep dari
materi Tata Surya ini sehingga diharapkan peserta didik dapat dengan mudah
mengerti materi Tata Surya.

21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006.Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Menuju Pemanfaatan Lahan
Yang Berkelanjutan : Leaflet Seminar Nasional.
http://pkrlt.ugm.ac.id/files/2006%20
Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi
TanahBekas Tambang Batubara.
http://goblog06.blogspot.com/2010/05/pemanfaatan-bakteri-pereduksi-
sulfat_02.html
Barrow, G.I. and Feltham R.K.A.; ed, 2003, Cowan and Steel’s manual for
identification of medical bacteria -3rd ed. / edited and rev.
Hardyanti, nurandani, dkk.. 2007. Fitoremediasi Phospat dengan Pemanfaatan
Enceng Gondok (Eichhornia Crassipes) (Studi Kasus pada Limbah Cair
Industri Kecil Laundry). Jurnal presipitasi. Vol. 2.
Paul Lessard and Yann Le Bihan, 2003, Introduction to Microbiological
Wastewater Treatment, Fixed film processes, Handbook of water and
wastewater microbiology, Ed Duncan Mara and Hogan, Elsevier. ( 317-
336)
Priadie, bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air. Jurnal ilmu linkungan. Vol. 10.
Subroto, M.A. 1996. Fitoremediasi. Dalam: Prosiding Pelatihan dan Lokakarya
Peranan Bioremediasi Dalam Pengelolaan Lingkungan , Cibinong, 24-
25 Juni 1996.
Thompson Ian P.; Christopher J. van der Gast, Lena Ciric and Andrew C.
Singer., 2005. Bioaugmentation for bioremediation: the challenge of
strain selection, Environmental Microbiology (2005) 7(7), 909–915).

22

Anda mungkin juga menyukai