Anda di halaman 1dari 26

KUALITAS MIKROBIOLOGIS SUSU SEBELUM DAN

SESUDAH PASTEURISASI

FRISKA VIDA ANGELA HUTAGAOL

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Mikrobiologis


Susu Sebelum dan Sesudah Pasteurisasi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013

Friska Vida Angela Hutagaol


NIM B04080137
ABSTRAK
FRISKA VIDA ANGELA HUTAGAOL. Kualitas Mikrobiologis Susu Sebelum
dan Sesudah Pasteurisasi. Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN dan
USAMAH AFIFF.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan jumlah


mikroorganisme (total plate count), Staphylococcus aureus dan koliform serta
mengetahui efektivitas proses pasteurisasi pada susu yang digunakan sebagai
bahan dasar keju di industri pengolahan susu (IPS). Pengambilan sampel susu
dilakukan setiap satu minggu sekali selama lima minggu berturut-turut. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan dengan cara tuang.
Jumlah rata-rata mikroorganisme dan Staphylococcus aureus tertinggi ditemukan
pada sampel susu separasi, yaitu 16 688 000 cfu/ml dan 42 943 cfu/ml, sedangkan
jumlah rata-rata koliform tertinggi ditemukan pada sampel susu mix fat, yaitu 2
481 800 cfu/ ml. Jumlah rata-rata mikroorganisme, Staphylococcus aureus dan
koliform pada susu pasteurisasi adalah 19 579 cfu/ml, 37 cfu/ml, dan 68 cfu/ml.
Berdasarkan SNI 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba
(BMCM), hanya sampel susu pasteurisasi pada total plate count yang sesuai
standar. Persentase penurunan jumlah mikroorganisme, Staphylococcus aureus
dan koliform pada tahap sebelum dan sesudah pasteurisasi adalah 99.82%,
99.73% dan 99.99%. Hal ini menunjukkan bahwa proses pasteurisasi cukup
efektif dalam mengurangi jumlah mikroorganisme.

Kata kunci: koliform, Staphylococcus aureus, susu pasteurisasi, total plate count

ABSTRACT
FRISKA VIDA ANGELA HUTAGAOL. Microbiological Quality of Milk Before
and After Pasteurization. Supervised by TRIOSO PURNAWARMAN and
USAMAH AFIFF.

The aim of this study was to observe the total number of bacteria,
Staphylococcus aureus and coliform in pasteurized and unpasteurized milk, which
used as the raw material of cheese in the milk processing industry. Samples were
taken every week for five consecutive weeks. Examination were done with plate
count method (pour plate method) and MPN method for coliform. The highest
average number of total bacterial and Staphylococcus aureus were found in
separation milk (16 688 000 cfu/ml and 42 943 cfu/ml) and the highest average
number of coliform was found in mix fat milk (2 481 800 cfu/ml). The total
amount of bacteria in pasteurized milk was 19 579 cfu/ml, whereas
Staphylococcus aureus was 37 cfu/ml and coliform was 68 MPN/ml. Compared to
Indonesia National Standard of the maximum limit of microbial contamination
(SNI 01-6366-2000), only the total amount of bacteria in pasteurized milk that
meet the regulation. The percentage decrease of total bacteria, Staphylococcus
aureus and coliform after pasteurization were 99.82%, 99.73% and 99.99%.
Results obtained that pasteurization is the effective method in reducing the
number of bacteria.

Keywords: coliform, pasteurized milk, Staphylococcus aureus, total plate count


KUALITAS MIKROBIOLOGIS SUSU SEBELUM DAN
SESUDAH PASTEURISASI

FRISKA VIDA ANGELA HUTAGAOL

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Kualitas Mikrobiologis Susu Sebelum dan Sesudah Pasteurisasi
Nama : Friska Vida Angela Hutagaol
NIM : B04080137

Disetujui oleh

Dr drh Trioso Purnawarman, MSi drh Usamah Afiff, MSc


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet


Wakil Dekan

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga skripsi dengan judul Kualitas Mikrobiologis Sebelum dan
Sesudah Pasteurisasi dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr drh Trioso Purnawarman, MSi dan
drh Usamah Afiff, MSc selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan,
dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan
skripsi ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr
Nastiti Kusumorini selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing
penulis selama menjadi mahasiswa FKH IPB. Ungkapan terimakasih penulis
ucapkan kepada Prof Dr drh Mirnawati Sudarwanto, Dr drh Denny Widaya
Lukman, MSi, Dr drh Hadri Latif, MSi, drh Herwin Pisestyani, MSi, Pak Hendra
dan Pak Rahmat atas dorongan, masukan, dan bantuan selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ronny BS
Hutagaol, Ibu Sih Panglipur dan adik Mega Septiani Hutagaol atas doa, kasih
sayang, dan dukungan yang diberikan selama ini. Selanjutnya ungkapan terima
kasih penulis ucapkan kepada teman seperjuangan selama penelitian (Puri, Ica,
Anggina). Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada teman-teman seangkatan
Avenzoar 45, Paguyuban, Perkumpulan BF, 9 Sisters, Putri Bunda yang sama-
sama berjuang dalam menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kesalahan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sebagai evaluasi bagi penulis. Terlepas dari kekurangan yang ada, penulis
berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2013

Friska Vida Angela Hutagaol


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Susu 2
Pasteurisasi Susu 2
Cemaran Mikroorganisme pada Susu 3
Total plate count (TPC) 4
Staphylococcus aureus 5
Koliform 6
METODE 7
Waktu dan Tempat Penelitian 7
Pengambilan dan Jumlah Sampel 7
Bahan 7
Alat 7
Metode Penelitian 7
Prosedur Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Jumlah Mikroorganisme pada Susu 8
Jumlah Staphylococcus aureus pada Susu 10
Jumlah Koliform pada Susu 11
Efektivitas Proses Pasteurisasi 12
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR TABEL

1 Syarat mutu susu segar menurut BSN (2011) tentang Susu Segar 2
2 Syarat mutu susu pasteurisasi menurut BSN (1995) tentang Susu
Pasteurisasi 3
3 Spesifikasi persyaratan mutu BMCM pada susu menurut BSN (2000)
tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum
Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan 5
4 Jumlah rata-rata mikroorganisme pada sampel susu yang diambil pada
tahapan sebelum dan setelah pasteurisasi di industri pengolahan susu 9
5 Jumlah rata-rata Staphylococcus aureus pada sampel susu yang diambil
pada tahapan sebelum dan setelah pasteurisasi di industri pengolahan
susu 10
6 Jumlah rata-rata koliform pada sampel susu yang diambil pada tahapan
sebelum dan setelah pasteurisasi di industri pengolahan susu 11
7 Persentase penurunan jumlah mikroorganisme pada tahap sebelum dan
setelah pasteurisasi di industri pengolahan susu 12

DAFTAR GAMBAR

1 Biakan mikroorganisme pada media total plate count (TPC) 4


2 Biakan Staphylococcus aureus dalam media Vogel Johnson agar 5
3 Biakan koliform pada media violet red bile agar (VRB) 6
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan susu di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya


pengetahuan masyarakat akan kebutuhan unsur gizi terutama protein, serta
kesadaran masyarakat akan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal
(ASUH). Susu merupakan bahan pangan asal hewan yang memiliki nilai gizi
tinggi dan lengkap yang dibutuhkan oleh tubuh. Susu juga dimasukkan dalam
bahan makanan yang mempunyai nilai pelindung tinggi. Susu dikategorikan
sebagai pangan yang sempurna karena dapat diserap oleh tubuh dengan koefisien
cerna 100%. Susu mempunyai kandungan protein dan lemak yang tinggi
dibandingkan dengan makanan lain. Komponen yang ada di dalam susu antara
lain air, lemak, protein, laktosa dan mineral serta vitamin dalam perbandingan
seimbang (Griffiths 2000).
Susu merupakan materi yang tidak tahan lama karena susu rentan terhadap
pengaruh enzim dan kontaminasi mikroorganisme. Beberapa prosedur sudah
dikembangkan selama bertahun-tahun untuk memperpanjang daya tahan susu.
Susu telah dikembangkan menjadi berbagai macam produk susu, seperti keju,
yoghurt, mentega dan es krim (Robinson 2002).
Penanganan susu yang tidak baik mengakibatkan susu akan lebih cepat
rusak. Kontaminasi mikroorganisme seperti Staphylococcus aureus ke dalam susu
tidak menyebabkan perubahan fisik susu, sehingga keberadaannya tidak disadari
konsumen. Mikroorganisme yang sering digunakan sebagai indikator sanitasi
dalam pangan adalah bakteri koliform. Adanya mikroorganisme koliform di
dalam suatu makanan menunjukkan telah terjadi kontaminasi karena perlakuan
sanitasi yang tidak baik selama persiapan produk maupun pengolahan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan jumlah


mikroorganisme (total plate count/TPC), Staphylococcus aureus dan koliform,
serta untuk mengetahui efektivitas proses pasteurisasi pada susu yang digunakan
sebagai bahan dasar keju di industri pengolahan susu (IPS).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas


proses pasteurisasi susu dalam mengurangi jumlah mikroorganisme yang
digunakan dalam proses pembuatan keju, serta dapat memberikan informasi
mengenai mikroorganisme yang memiliki tingkat kontaminasi tinggi pada susu
segar.
2

TINJAUAN PUSTAKA

Susu

Menurut BSN (2011) tentang Susu Segar, definisi susu segar (raw milk)
adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh
dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi
atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali
pendinginan. Syarat mutu susu segar menurut BSN (2011) tentang Susu Segar
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Syarat mutu susu segar menurut BSN (2011) tentang Susu Segar

No. Karakteristik Syarat


1 Berat jenis (pada suhu 27.5 ⁰C) minimum 1.0270 g/ml
2 Kadar lemak minimum 3.0%
3 Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7.8%
4 Kadar protein minimum 2.8%
5 Warna, bau, rasa, kekentalan tidak ada perubahan
6 Derajat asam 6.0-7.5 ºSH
7 Ph 6.3-6.8
8 Uji alkohol (70%) v/v negatif
9 Cemaran mikroba, maksimum
a. Total plate count 1 × 106 cfu/ml
b. Staphyloccous aureus 1 × 102 cfu/ml
c. Enterobacteriaceae 1 × 103 cfu/ml
10 Jumlah sel somatis maksimum 4 × 105 sel/ml
11 Residu antibiotika (Penisilin, Tetrasiklin, negatif
Aminoglikosida, Makrolida)
12 Uji pemalsuan negatif
13 Titik beku -0.520 s.d -0.560 ºC
14 Uji peroxidase positif
15 Cemaran logam berat, maksimum
a. Timbal (Pb) 0.02 µg/ml
b. Merkuri (Hg) 0.03 µg/ml
c. Arsen (As) 0.1 µg/ml

Pasteurisasi Susu

Menurut BSN (1995) tentang Susu Pasteurisasi, susu pasteurisasi adalah


susu segar, susu rekonstitusi, susu rekombinasi yang telah mengalami proses
pemanasan pada temperatur 63-66 ºC selama minimum 30 menit atau pada
pemanasan 72 ºC selama minimum 15 detik, kemudian segera didinginkan sampai
10 ºC, selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum
4.4 ºC. Menurut Buckle et al. (2007), pasteurisasi pada susu dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan maksimum terhadap susu segar yang kemungkinan
3

membawa bibit penyakit dengan mengurangi seminimal mungkin kehilangan zat


gizinya dan mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu segar.
Produk hasil pasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya bertahan 1
sampai 2 hari, sedangkan jika disimpan pada suhu rendah dapat bertahan selama 1
minggu (Sarinengsih 2009). Persyaratan mutu susu pasteurisasi berdasarkan BSN
(1995) tentang Susu Pasteurisasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Syarat mutu susu pasteurisasi menurut BSN (1995) tentang Susu
Pasteurisasi
Karakteristik Syarat
A B
Bau khas khas
Rasa khas khas
Warna khas khas
Kadar lemak minimum 2.80 1.50
Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7.7 7.5
Uji reduktase dengan methylen blue 0 0
Kadar protein minimum 2.5 2.5
Uji fosfatase 0 0
4
Total plate count maksimum 3 × 10 3 × 104
Koliform maksimum 10 10
A = susu pasteurisasi tanpa penyedap cita rasa
B = susu pasteurisasi yang diberi penyedap cita rasa
Pada susu terdapat tiga metode pasteurisasi, yaitu metode low temperature
long time (LTLT) dengan menggunakan suhu 150 ºF (66 ºC) selama 30 menit,
metode high temperature short time (HTST) dengan menggunakan suhu 161 ºF
(72 ºC) selama 15 detik, dan metode higher heat shorter time (HHST) dengan
menggunakan suhu 191 ºF (89 ºC) selama 1 detik (Smith 1981).

Cemaran Mikroorganisme pada Susu

Susu merupakan produk pangan bernutrisi tinggi. Susu mengandung lemak,


protein (kasein, whey), karbohidrat (laktosa), asam amino, vitamin dan mineral
(kalsium) yang dibutuhkan oleh sapi yang sedang tumbuh dan berkembang. Susu
sering dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme patogen karena
kandungan nutrisinya (Hill et al. 2012).
Susu merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri.
Populasi bakteri dapat berkembang dua kali lipat setiap 30 menit pada suhu 25 ºC,
dimana pH berkisar antara 6.0-6.5 (Marandi et al. 2005). Menurut Jorgensen et al.
(2005), mikroorganisme pada susu secara alami akan ditemukan, namun jumlah
mikroorganisme tersebut akan bertambah dengan adanya pencemaran dari tangan
dan baju pemerah, alat perah, kandang, peralatan penampung susu (ember, lap,
saringan) dan penyakit tertentu pada hewan. Selain itu jumlah mikroorganisme
dapat meningkat mencapai 100 kali lipat atau lebih saat disimpan pada suhu 25 ºC
dalam waktu yang lama (Chye et al. 2004).
4

Total plate count (TPC)

Metode total plate count (TPC) adalah metode yang paling sering
digunakan dalam menghitung jumlah bakteri pada susu segar. Metode ini dapat
digunakan untuk menghitung jumlah bakteri yang ada pada susu segar dimulai
dari saat pemerahan. TPC memberikan gambaran kualitas dan higiene susu secara
keseluruhan, akan tetapi metode ini memiliki kemampuan yang terbatas dalam
mengidentifikasi sumber kontaminasi bakteri (Elmoslemanya et al. 2010).
Jumlah mikroorganisme pada contoh pangan yang diperoleh dengan metode
ini merupakan gambaran populasi mikroorganisme yang terdapat pada contoh
tersebut. Tidak semua mikroorganisme dapat tumbuh dalam media agar dan
kondisi inkubasi yang diterapkan. Jumlah mikroorganisme yang tumbuh
(membentuk koloni) hanya berasal dari mikroorganisme yang dapat tumbuh pada
kondisi yang ditetapkan (misalnya jenis media, ketersediaan oksigen, suhu dan
lama inkubasi) karena mikroorganisme lain yang terdapat pada contoh tidak dapat
tumbuh atau bahkan menjadi mati (Lukman 2009). Biakan mikroorganisme pada
media total plate count (TPC) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Biakan mikroorganisme pada media total plate count (TPC)

Koloni yang nampak pada biakan tidak selalu berasal dari satu sel
mikroorganisme, tetapi dapat berasal dari sekelompok mikroorganisme. Jumlah
mikroorganisme yang diperoleh dengan metode ini hanya merupakan jumlah
prakiraan (estimasi) dan terdapat kemungkinan bahwa jumlah mikroorganisme
yang diperoleh lebih banyak dibandingkan dengan mikroorganisme
sesungguhnya. Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dengan colony forming
unit (cfu) per gram atau per ml atau luasan tertentu dari contoh (cm2) (Lukman
2009). Menurut BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan
Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan, nilai maksimal
TPC yang diperbolehkan pada susu segar yaitu sebesar 1x106 cfu/ml.
Menurut BSN (2000), Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) adalah
jumlah jasad renik/mikroba maksimum (cfu/gram atau cfu/ml) yang diizinkan atau
direkomendasikan dapat diterima dalam bahan makanan asal hewan. Klasifikasi
BMCM dalam bahan makanan asal hewan digolongkan dalam satu tingkatan
mutu. Spesifikasi persyaratan mutu BMCM pada susu menurut BSN (2000)
tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam
Bahan Makanan Asal Hewan dapat dilihat pada Tabel 3.
5

Tabel 3 Spesifikasi persyaratan mutu BMCM pada susu menurut BSN (2000)
tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum
Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan
Batas Maksimum Cemaran Mikroba
Jenis Cemaran (dalam satuan cfu/gram atau cfu/ml)
Mikroba Susu Susu
Susu Segar Susu Bubuk
Pasteurisasi Steril/UHT
Total plate count 1 × 106 <3 × 104 5 × 104 <10/0.1
Coliform 2 × 101 <0.1 × 101 0 0
Escherichia coli (*) 0 0 0 0
Enterococci 1 × 102 1 × 102 1 × 101 0
2 1 1
Staphylococcus aureus 1 × 10 1 × 10 1 × 10 0
Clostridium sp. 0 0 0 0
Salmonella sp. (**) negatif negatif negatif negatif
Camphylobacter sp. 0 0 0 0
Listeria sp. 0 0 0 0
(*) : dalam satuan MPN/gram atau MPN/ml
(**) : dalam satuan kualitatif

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, berdiameter 1 µm,


dan memiliki penampakan di mikroskop seperti anggur. Bakteri ini bersifat non-
motil dan memiliki koloni berwarna kuning keemasan. Dinding sel
Staphylococcus aureus terdiri dari tiga komponen yaitu peptidoglikan, asam
teikhoat dan protein A (Bhunia 2008). Biakan Staphylococcus aureus dalam
media Vogel Johnson agar dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Biakan Staphylococcus aureus dalam media Vogel Johnson agar


Staphylococcus aureus bersifat aerob atau anaerob fakultatif serta memiliki
metabolisme melalui respirasi atau fermentasi. Staphlococcus aureus memiliki
sifat katalase positif dan mampu memproses sebagian besar karbohidrat.
Staphylococcus aureus digolongkan sebagai mikroorganisme mesofilik.
Mikroorganisme yang tergolong mesofilik adalah mikroorganisme yang
mempunyai suhu optimum pertumbuhan pada temperatur 37-40 ºC. Selain itu,
Staphylococcus aureus mampu tumbuh pada aw 0.83, pH 4.5-9.3, dengan pH
optimum 7.0-7.5 (Bennett 2005).
6

Staphylococcus aureus menghasilkan enterotoksin yang tahan panas yang


memiliki ketahanan panas melebihi sel vegetatifnya. Enterotoksin dilepaskan ke
dalam makanan selama bakteri tumbuh dan memperbanyak diri dalam makanan
(Jay et al. 2005). Walaupun bakteri ini mudah mati dengan pemanasan suhu 66 ºC
selama 10 menit, enteroktoksin tersebut masih dapat bertahan pada suhu 100 ºC
selama 30 menit (Civer dan Rieman 2003). Aktivitas enterotoksin Staphylococcus
aureus pada sel epitel usus bersifat cytotonic, yaitu tidak menyebabkan kerusakan
pada membran sel tetapi menyebabkan peningkatan pembentukan messenger
intraseluler yang dapat meningkatkan sekresi dan menyebabkan diare (Yuswari
2006). Berdasarkan BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan
Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan, nilai maksimal
Staphylococcus aureus yang diperbolehkan pada susu segar adalah 1x102 cfu/ml.

Koliform

Koliform merupakan suatu grup bakteri gram negatif, tidak membentuk


spora, berbentuk batang dan termasuk famili Enterobacteriaceae. Bakteri koliform
dapat tumbuh pada media aerobik dan anaerobik fakultatif, serta dapat
memfermentasi laktosa pada suhu 37 ºC dalam waktu 48 jam. Koliform memiliki
enzim galaktosidase dan bersifat oksidase negatif (Paruch dan Mæhlum 2012).
Koliform termasuk kelompok bakteri psikotrofik yang mengalami pertumbuhan
minimum pada suhu -10 ºC, optimum pada suhu 20-30 ºC, dan maksimum pada
suhu 42 ºC (Garbut 1997). Biakan koliform pada media violet red bile agar dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Biakan koliform pada media violet red bile agar (VRB)
Menurut Sperling (2007), koliform dapat ditemukan di dalam air bersih dan
air yang telah terkontaminasi, tanah dan tumbuhan, maupun di dalam feses
manusia dan hewan berdarah panas (mamalia dan burung). Oleh karena itu,
bakteri koliform tidak hanya ditemukan pada saluran pencernaan (koliform fekal),
tetapi dapat juga ditemukan pada tanah dan tumbuhan (koliform non fekal).
Menurut Supardi dan Sukamto (1999), koliform termasuk bakteri yang
dapat mengubah karbohidrat melalui proses glikolisis. Proses yang tidak
mengharuskan adanya oksigen ini merupakan proses perombakan karbohidrat
menjadi asam piruvat yang akan diubah lagi menjadi asam laktat melalui
7

fermentasi. Terbentuknya asam laktat tersebut menyebabkan turunnya pH


sehingga susu menjadi asam dan menurunkan kualitas susu. Termasuk bakteri
koliform antara lain: Escherichia coli, Edwardsiella, Citrobacter, Klebsiella,
Enterobacter, Hafnia, Serratia, Proteus, Arizona, Providentia, dan Pseudomonas.
Jumlah koliform dalam susu segar yang diperbolehkan menurut BSN (2000)
tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam
Bahan Makanan Asal Hewan Segar adalah 20 cfu/ml.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan sejak Maret sampai dengan Agustus 2012.


Pengambilan sampel dilakukan pada salah satu industri pengolahan susu (IPS) di
Kabupaten Sukabumi. Pengujian mikroorganisme dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Masyarakat Veterinar (Kesmavet), Departemen Ilmu Penyakit Hewan
dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pengambilan dan Jumlah Sampel

Sampel terdiri dari susu segar, susu separasi, susu mix fat dan susu
pasteurisasi. Pengambilan sampel dilakukan setiap satu minggu sekali selama lima
minggu berturut-turut. Sampel susu ditampung pada plastik 1 liter dan disimpan
pada cool box yang telah diisi es. Sampel tersebut digunakan untuk pemeriksaan
total plate count (TPC), Staphylococcus aureus dan koliform.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah sampel susu segar, sampel susu separasi,
sampel susu mix fat, sampel susu pasteurisasi, plate count agar (Acumedia Cat.
7157 A), Vogel Johnson Agar (Criterion®) yang telah ditambahkan potassium
tellurite 3%, violet red bile agar (Neogen®), buffered pepton water (BPW) 0.1%
(Pronadisa Cat. 1402.00), lauryl sodium sulfate dan alkohol 70%.

Alat

Alat yang digunakan adalah pipet volumetrik ukuran 1 ml; 2 ml; 5 ml; dan
10 ml, tabung reaksi (Iwaki Pyrex volume 15 ml), cawan petri (Normax, diameter
10 cm), kertas label, spidol marker, tissue, kain lap, pembakar bunsen, pengocok
tabung (Vortex mixer VM-1000), inkubator (Memmert INB 500), penangas air,
autoklaf, cool box, lemari steril (clean bench), lemari pendingin (refrigerator),
freezer dan counter.

Metode Penelitian

Pengujian jumlah TPC, Staphylococcus aureus dan koliform menggunakan


metode hitungan cawan dengan cara tuang. Pengujian TPC menggunakan media
plate count agar (PCA). Pengujian jumlah Staphylococcus aureus menggunakan
media Vogel Johnson agar (VJA). Pengujian jumlah koliform menggunakan
8

media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari
pengenceran 100 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran
10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6 dibuat dengan cara yang sama.
Pengujian TPC menggunakan pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6. Pengujian
Staphylococcus aureus dan koliform menggunakan pengenceran 10-2, 10-3 dan
10-4. Sebanyak 1 ml suspensi dari setiap pengenceran dimasukkan ke dalam
cawan petri. Sebanyak 10 ml sampai dengan 15 ml media agar dengan suhu 45 oC
ditambahkan pada masing-masing cawan. Cawan diputar membentuk angka
delapan dan didiamkan sampai memadat agar larutan contoh dan media agar
tercampur seluruhnya, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam
dengan posisi cawan terbalik.
Jumlah koloni yang muncul pada cawan petri dihitung dan dipilih cawan
petri yang memiliki jumlah koloni antara 25 sampai dengan 250 koloni. Apabila
koloni yang tumbuh kurang dari 25 koloni dan atau lebih dari 250 koloni, maka
penghitungan dilanjutkan pada pengenceran yang lebih tinggi. Namun, jika
seluruh cawan petri memiliki jumlah kurang dari 25 koloni, dicatat jumlah
sebenarnya dari tingkat pengenceran terkecil. Rumus perhitungan jumlah
mikroba:
Jumlah mikroba (cfu/ml) = jumlah koloni x faktor pengenceran*
*Faktor pengenceran = 1
tingkat pengenceran
Pengujian jumlah koliform pada susu pasteurisasi menggunakan metode
MPN dengan 3 tabung dan dilakukan pengenceran seperti metode hitungan cawan.
Tiap pengenceran (100, 10-1, 10-2) diinokulasikan masing-masing ke dalam tiga
tabung berisi media cair steril, dengan rasio volume contoh berbanding volume
media 1:10. Tabung diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Tabung berisi
media cair steril yang tidak diinokulasikan diinkubasikan sebagai kontrol. Setelah
inkubasi, ditentukan tabung yang memberikan reaksi positif pada setiap
pengenceran dimulai dari tingkat pengenceran terendah. Tiga angka dari tiga
pengenceran yang telah dipilih tersebut selanjutnya ditelaah menggunakan tabel
MPN untuk menghitung MPN per ml.
Prosedur Analisis Data

Analisis hasil data terhadap total plate count, Staphylococcus aureus, dan
koliform dilakukan secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Mikroorganisme pada Susu

Jumlah rata-rata total plate count pada sampel susu segar, susu separasi,
susu mix fat adalah 3 858 100 cfu/ml, 16 688 000 cfu/ml dan 11 070 000 cfu/ml,
yang mana keseluruh jumlah tersebut melebihi jumlah mikroorganisme yang
ditetapkan dalam BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba
(BMCM), yaitu sebesar 1 000 000 cfu/ml. Jumlah rata-rata mikroorganisme
tertinggi terdapat pada sampel susu separasi. Jumlah rata-rata mikroorganisme
9

pada sampel susu segar, susu separasi dan susu mix fat secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah rata-rata mikroorganisme pada sampel susu yang diambil pada
tahapan sebelum dan setelah pasteurisasi di industri pengolahan susu
Minggu ke-
Sampel Rata-rata
1 2 3 4 5
------------------------------------------------- cfu/ml ----------------------------------------------------

Susu segar (n=2) 320 500 1 930 000 1 450 000 3 690 000 11 900 000 3 858 100

Susu separasi (n=2) 51 350 000 5 900 000 2 590 000 7 900 000 15 700 000 16 688 000

Susu mix fat (n=2) 10 600 000 7 650 000 12 250 000 12 550 000 12 300 000 11 070 000

Susu pasteurisasi
(n=2) 2 945 6 950 34 900 46 500 6 600 19 579

Tingginya pencemaran mikroorganisme pada sampel susu segar, susu


separasi dan susu mix fat dapat disebabkan oleh kontaminasi yang berasal dari
tanah, air, pupuk kandang, debu, peralatan pemerahan, dan pekerja (Magadan et al.
2010). Sedangkan menurut Oliver et al. (2005), jumlah mikroorganisme yang
terdapat pada susu segar dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ukuran kandang,
jumlah hewan, higiene, praktek manajemen, letak geografi, musim, perbedaan
metode deteksi dan variasi sampel.
Sumber kontaminasi mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu lingkungan (air, tanah, tanaman dan kandang), tubuh sapi dan peralatan
pemerahan. Sumber kontaminasi dari hewan dapat berasal dari puting yang tidak
dibersihkan sebelum pemerahan yaitu berupa sedimen susu yang merupakan
debris atau reruntuhan kotoran yang bisa melewati saringan susu dan ditunjukkan
dengan hasil pemeriksaan total plate count (TPC) yang tinggi (Hayes dan Boor
2001).
Menurut Lukman et al. (2009) susu yang keluar dari ambing selalu
mengandung sejumlah mikroorganisme. Pencemaran dapat berasal dari ambing
sendiri atau masuk melalui puting susu. Jumlah mikroba bertambah dengan
adanya pencemaran dari tangan dan baju pemerah. Selain itu dapat melalui alat
perah, lingkungan seperti kandang, sapi\, dan peralatan lain. Jumlah mikroba
dalam susu akibat kontaminasi melalui udara sekitar 100˗1 500 koloni/ml. Melalui
kontaminasi ambing dan sekitarnya ditemukan 300˗4 000 koloni/ml. Melalui
sanitasi yang buruk pertambahan mikroba mencapai 500-15 000 koloni/ml.
Kontaminasi dari ambing yang sakit mencapai 25 000 koloni/ml. Jumlah mikroba
dalam susu akan meningkat melalui kontaminasi dari peralatan susu (ember, lap,
kan susu, saringan) sampai dengan > 1 000 000 koloni/ml.
Berdasarkan Tabel 4, jumlah rata-rata mikroorganisme pada sampel susu
pasteurisasi adalah 19 579 cfu/ml, yang mana jumlah tersebut tidak melebihi
jumlah mikroorganisme yang ditetapkan dalam BSN (2000) tentang Batas
Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) pada susu pasteurisasi, yaitu sebesar
30 000 cfu/ml. Menurut Scott (2006), proses pasteurisasi dapat mengurangi
sejumlah bakteri yang sebelumnya terdapat pada susu segar.
10

Jumlah Staphylococcus aureus pada Susu

Jumlah rata-rata Staphylococcus aureus pada sampel susu segar, susu


separasi, susu mix fat adalah 41 820 cfu/ml, 42 943 cfu/ml dan 32 960 cfu/ ml.
Ketiga sampel susu tersebut melebihi jumlah Staphylococcus aureus yang
ditetapkan dalam BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba
(BMCM) pada susu segar, yaitu sebesar 100 cfu/ml. Jumlah rata-rata
Staphylococcus aureus pada sampel susu pasteurisasi adalah 37 cfu/ml, yang
mana sampel susu tersebut melebihi jumlah Staphylococcus aureus yang
ditetapkan dalam BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba
(BMCM) pada susu pasteurisasi, yaitu sebesar 10 cfu/ml. Jumlah rata-rata
Staphylococcus aureus tertinggi ditemukan pada susu separasi. Jumlah rata-rata
Staphylococcus aureus pada masing-masing sampel secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah rata-rata Staphylococcus aureus pada sampel susu yang


diambil pada tahapan sebelum dan setelah pasteurisasi di industri
pengolahan susu

Minggu ke-
Sampel Rata-rata
1 2 3 4 5
------------------------------------------------- cfu/ml ---------------------------------------------------

Susu segar (n=2) 400 3 350 2 265 1 485 201 800 41 820

Susu separasi (n=2) 300 5 500 945 4 770 203 200 42 943

Susu mix fat (n=2) 19 700 9 600 8 800 18 500 108 200 32 960

Susu pasteurisasi (n=2) 6 90 57 15 51 37

Kontaminasi Staphylococcus aureus yang tinggi pada semua sampel susu


dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi yang berasal dari pekerja sehingga
bakteri ini bertambah jumlahnya dan menimbulkan pencemaran pada susu.
Menurut Cretenet et al. (2011), keberadaan Staphylococcus aureus pada susu dan
produk susu menunjukkan praktek higiene personal yang tidak baik dari pekerja
saat pemerahan dan buruknya kebersihan lingkungan sekitar kandang serta adanya
penanganan yang tidak tepat oleh pekerja.
Staphylococcus aureus secara normal hidup pada manusia dan hewan.
Bakteri yang hidup secara fakultatif anaerobik ini, 30-50% hidup pada saluran
hidung, tenggorokan, kulit manusia serta merupakan sumber kontaminasi terbesar
ke dalam susu, produk olahan susu dan bahan pangan lainnya (James et al. 2003).
Menurut Soriano et al. (2002), manusia merupakan salah satu pembawa utama
bakteri Staphylococcus aureus karena bakteri ini dapat bertahan hidup di
lingkungan yang hangat dan basah seperti membran hidung manusia. Karena itu,
kontaminasi Staphylococcus aureus pada sampel susu dapat berasal dari pekerja
melalui saluran pernapasan dan kulit manusia.
Sumber pencemaran Staphylococcus aureus pada sampel susu dapat juga
berasal dari intramamari karena Staphylococcus aureus merupakan
mikroorganisme yang dapat menginfeksi intramamari. Menurut James et al.
(2003), kontaminasi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus secara umum
11

berasal dari ambing yang mengalami mastitis klinis atau mastitis subklinis. Susu
yang berasal dari ternak yang mengalami mastitis akan mengandung
Staphylococcus aureus dalam jumlah yang tinggi.

Jumlah Koliform pada Susu

Jumlah rata-rata koliform pada sampel susu segar, susu separasi dan susu
mix fat adalah 702 310 cfu/ml, 1 327 800 cfu/ml dan 2 481 800 cfu/ ml. Ketiga
sampel susu tersebut melebihi jumlah koliform yang ditetapkan dalam BSN
(2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) pada susu segar,
yaitu sebesar 20 cfu/ml. Jumlah rata-rata koliform pada sampel susu pasteurisasi
adalah 68 cfu/ml, yang mana jumlah tersebut melebihi jumlah koliform yang
ditetapkan dalam BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba
(BMCM) pada susu pasteurisasi, yaitu sebesar <0.1 × 101 cfu/ml. Jumlah rata-rata
koliform tertinggi ditemukan pada sampel susu mix fat. Jumlah rata-rata koliform
pada masing-masing sampel secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Jumlah rata-rata koliform pada sampel susu yang diambil pada
tahapan sebelum dan setelah pasteurisasi di industri pengolahan susu
Minggu ke-
Sampel Rata-rata
1 2 3 4 5
------------------------------------------------- cfu/ml ----------------------------------------------------

Susu segar (n=2) 32 050 284 500 415 000 1 775 000 1 005 000 702 310

Susu separasi (n=2) 1 171 500 795 000 97 500 3 170 000 1 405 000 1 327 800
Susu mix fat (n=2) 965 000 7 300 000 200 000 3 540 000 404 000 2 481 800

------------------------------------------------- MPN/ml ----------------------------------------------------

Susu pasteurisasi
(n=2) 68 78 17 110 68 68

Tingginya pencemaran koliform pada semua sampel susu dapat disebabkan


oleh adanya kontaminasi yang berasal dari air yang digunakan dalam peternakan.
Menurut Manning (2010), air yang terkontaminasi koliform merupakan sumber
pencemaran yang paling penting di sebuah peternakan karena bakteri ini dapat
bertahan hidup dalam sedimen air selama enam bulan, bahkan dapat bertahan
hidup sepanjang musim dingin. Selain itu, air yang telah terkontaminasi dapat
bercampur dengan air tanah dan menjadi sumber penularan ke tanaman dan
rumput yang dimakan oleh ternak melalui sistem irigasi, serta dapat
mengkontaminasi danau, sungai dan sumber air lainnya yang berada di sekitar
peternakan.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya kontaminasi koliform adalah jarak
peternakan yang dekat dengan pemukiman penduduk. Hal tersebut dapat
meningkatkan penyebaran dan kontaminasi pada air yang berasal dari
pembuangan dan penampungan kotoran manusia yang dekat dengan sumur, danau
atau sungai sebagai sumber air pada peternakan (Winarno 1993). Tingginya
jumlah kontaminasi koliform pada semua sampel susu menunjukkan adanya
tingkat pencemaran fekal yang tinggi. Hal ini disebabkan karena koliform
merupakan mikroflora normal yang hidup pada saluran pencernaan makhluk
12

hidup berdarah panas dan dapat berada di lingkungan melalui feses (Sperling
2007).
Menurut Altalhi dan Hassan (2009), faktor lain yang dapat menimbulkan
kontaminasi koliform pada susu yaitu kesalahan dalam pemerahan. Penyimpanan
susu yang tidak menggunakan rantai dingin juga dapat meningkatkan jumlah
koliform selama dalam kendaraan penampung susu.
Menurut Effendi (2003), kadar koliform maksimal pada air yang digunakan
untuk usaha peternakan adalah 1 cfu/ml atau dapat dilakukan klorinasi dengan
konsentrasi 50 ppm bila jumlah koliform melebihi batas tersebut. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan (1990) tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air, maksimal total koliform untuk air bersih adalah 0 MPN/100 ml dan
maksimal fekal koliform untuk air bersih adalah 0 MPN/100 ml.
Efektivitas Proses Pasteurisasi

Persentase penurunan total plate count, Staphylococcus aureus dan


koliform pada tahap sebelum dan sesudah pasteurisasi berturut-turut adalah
99.82%, 99.73% dan 99.99%. Persentase penurunan total plate count,
Staphylococcus aureus, dan koliform secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Persentase penurunan jumlah mikroorganisme pada tahap sebelum
dan setelah pasteurisasi di industri pengolahan susu
Sampel susu
Persentase
Mikroorganisme Sebelum Setelah
penurunan
pasteurisasi pasteurisasi
-------------- cfu/ml --------------------
Total plate count 11 070 000 19 579 99.82%
Staphylococcus aureus 32 960 86 99.73%
Koliform 2 481 800 68 MPN/ml 99.99%
Sampel susu sebelum pasteurisasi = sampel susu mix fat
Persentase penurunan total plate count, Staphylococcus aureus dan koliform
pada tahap sebelum dan setelah pasteurisasi menunjukkan keefektifan proses
pasteurisasi dalam mengurangi jumlah mikroorganisme. Menurut Sarinengsih
(2009), pasteurisasi susu bertujuan untuk memperpanjang daya simpan susu. Daya
simpan susu pasteurisasi lebih lama dibandingkan dengan susu segar. Hal ini
disebabkan karena proses pasteurisasi dapat menginaktifkan fosfatase dan katalase,
yaitu enzim-enzim yang membuat susu cepat rusak. Selain itu, pasteurisasi juga
dapat mengurangi populasi bakteri dalam susu. Proses pasteurisasi membunuh
bakteri patogen, ragi, jamur dan sebagian besar sel-sel vegetatif pada bakteri.
Setelah proses pasteurisasi masih terdapat sejumlah mikroorganisme (total
plate count), Staphylococcus aureus dan koliform masing-masing sebesar 19 579
cfu/ml, 86 cfu/ml dan 68 MPN/ml. Menurut Sarinengsih (2009), bakteri yang
dapat tahan terhadap proses pasteurisasi diklasifikasikan sebagai bakteri tahan
panas atau thermoduric. Contoh bakteri yang tahan terhadap proses pasteurisasi
adalah bakteri asam laktat seperti Streptococcus thermophilus, Lactobacillus
lactis dan Lactobacillus thermofillus. Jenis-jenis tertentu dari Micrococcus juga
tahan dan kemungkinan dapat mengakibatkan kerusakan selanjutnya pada susu
yang dipasteurisasi. Bakteri pembentuk spora seperti Bacillus dan Clostridium
juga tahan terhadap pasteurisasi dan dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut
13

terhadap produk. Untuk mengetahui hal-hal tersebut maka proses pasteurisasi


sering diikuti dengan teknik lain, misalnya pendinginan atau pemberian gula
dengan konsentrasi tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jumlah rata-rata total plate count dan Staphylococcus aureus tertinggi


ditemukan pada sampel susu separasi, yaitu 16 688 000 cfu/ml dan 42 943 cfu/ml.
Sedangkan jumlah rata-rata koliform tertinggi ditemukan pada sampel susu mix
fat, yaitu 2 481 800 cfu/ ml. Berdasarkan BSN (2000) tentang Batas Maksimum
Cemaran Mikroba (BMCM) pada susu segar, kesemua sampel susu melebihi
standar maksimum yang ditetapkan. Jumlah rata-rata total plate count,
Staphylococcus aureus dan koliform pada susu pasteurisasi berturut-turut adalah
19 579 cfu/ml, 37 cfu/ml, dan 68 cfu/ml. Berdasarkan BSN (2000) tentang Batas
Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) pada susu pasteurisasi, hanya sampel
susu pasteurisasi pada total plate count yang sesuai standar. Tingginya cemaran
mikroorganisme tersebut terkait dengan kebersihan lingkungan dan peralatan
kandang, kebersihan air yang digunakan, serta praktek higiene personal yang
kurang baik. Persentase penurunan jumlah total plate count (TPC),
Staphylococcus aureus dan koliform pada tahap sebelum dan sesudah pasteurisasi
berturut-turut adalah 99.82%, 99.73% dan 99.99%. Hal ini menunjukkan bahwa
proses pasteurisasi cukup efektif dalam mengurangi jumlah mikroorganisme.

Saran

Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan


mikroorganisme patogen lain seperti Listeria sp. Perlu dilakukan pembinaan
terkait higiene dan sanitasi kepada pemilik pabrik, para pekerja, dan peternak.

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01–3951–1995. Susu


Pasteurisasi. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 01–6366–2000. Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan
Makanan Asal Hewan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 01–3141–2011. Susu Segar.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Altalhi AD, Hassan SA. 2009. Bacterial quality of raw milk investigated by
Escherichia coli and isolated analysis for specific virulence-gene markers.
Food Control 20: 913-917.
Bennett RW. 2005. Staphylococcus aureus. Di dalam: Lund BM, Baird-Parker TC,
Gould GW, editor. The Microbiological Safety and Quality of Food.
Maryland (US): Marcel Dekker Inc.
14

Bhunia AK. 2008. Foodborne Microbial Pathogens: Mechanisms and


pathogenesis. New York (US): Springer Science&Business Media.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wotton M. 2007. Ilmu Pangan. Purnomo H,
Adiono, penerjemah. Depok (ID): UI Pr.
Chye FY, Abdullah A, Ayob MK. 2004. Bacteriological quality and safety of raw
milk in Malaysia. Food Microbiol 131: 30-39.
Civer DO, Rieman HP. 2003. Foodborne Disease. Ed ke-2. New York (US):
Academic Pr.
Cretenet M, Even S, Loir Y. 2011. Unveiling Staphylococcus aureus enterotoxin
production in dairy products: a review of recent advances face new
challenges. Dairy Sci Technol 91: 127-150 (24).
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Elmoslemanya et al. 2010. The association between bulk tank milk analysis for
raw milk quality and on-farm management practices. Prev Vet Med 95: 32-
40.
Garbut J. 1997. Essentials of Food Microbiology. London (UK): Amold Pr.
Griffiths MW. 2000. Milk and Unfermented Milk Product. Di dalam: Lund BM,
Baird-Parker TC, Gould GW, editor. The Microbiologycal Safety and
Quality of Food. Vol. 1. Maryland (US): Aspen Pub.
Hayes MC, Boor K. 2001. Raw milk microbiology and fluid milk products. Di
dalam: Steele J, Marth E, editor. Appl Dairy Microbiol. Ed. Ke-2. New
York: Marcel Dekker Inc.
Hill B, Smythe B, Lindsay D, Shepherd J. 2012. Microbiology of raw milk in
New Zealand. Int J Food Microbiol. 10.1016/j.ijfoodmicro.2012.03.031.
James PS, Daifas DP, El-Khoury W, Austin JW. 2003. Microbial safety of bakery
product. Di dalam: Novak JS, Sapers GM, Juneja VK, editor. Microbial
Safety of Minimally Processed Foods. New York (US): CRC Pr.
Jasson V, Jacxsens L, Luning P, Rajkovic A, Uyttendaele M. 2010. Alternative
microbiol methods: An overview and selection criteria. Food Microbiol 27:
710-730.
Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. 2005. Modern Food Microbiol. Ed. Ke-7.
California (US): Business Media Inc.
Legowo AM. 2005. Diversifikasi Produk Olahan dengan Bahan Baku Susu,
disampaikan pada Kegiatan Pengembangan Forum Kerjasama ‘Stakeholders’
Industri Pengolahan Susu. [terhubung berkala]
http://www.eprints.undip.ac.id/21249/1/1141-ki-fp05.pdf. [18 Juli 2012].
Lukman DW et al. 2009. Mikrobiologi Susu. Di dalam: Pisestyani H, editor.
Higiene Pangan. Bogor (ID): Kesmavet FKH IPB.
Lukman DW. 2009. Penghitungan jumlah mikroorganisme dengan hitungan
cawan. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun
Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor (ID): Kesmavet FKH IPB.
Magadan AH et al. 2010. Detection of microbial spoilage of milk and dairy
products. Di dalam: Nollet LML, Toldra, editor. Handbook of Dairy Foods
Analysis. New York (US): CRC Pr.
Manning SD. 2010. Escherichia Coli Infections. Philadelphia (US): Chelsea
House Pub.
15

Marandi S, Brasca M, Alfieri P, Lodi R, Tamburini A. 2005. Influence of pH and


temperature on the growth of Enterococcus faecium and Enterococcus
faecalis. Lait 85: 181-192.
Millogo V, Sjaunja S, Ouédraogo GA, Agenäs S. 2010. Raw milk hygiene at
farms, processing units and local markets in Burkino Faso. Food Control
21: 1070–1074.
Murdiati TB, Priadi A, Rachmawati S, Yuningsih. 2004. Pasteurized milk and
implementation of HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). JITV
9(3): 172-180.
Oliver Sp, Jayarao BM, Almeida RA. 2005. Foodborne pathogens in milk and the
dairy farm environment: Food safety and public health implications.
Foodborne Pathog Dis 2: 115-129.
[PerMenKes] Peraturan Menteri Kesehatan. 1990. PerMenKes No.
416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan.
Paruch AM, Mæhlum T. 2012. Specific features of Escherichia coli that
distinguish it from coliform and thermotolerant coliform bacteria and define
it as the most accurate indicator of faecal contamination in the environment.
Ecol Indic 23: 140-142.
Robinson RK. 2002. Dairy Microbiology Handbook. Ed. Ke-3. New York (US):
John Wiley and Sons Inc.
Sarinengsih M. 2009. Pengaruh penambahan Asam Dokosaheksaenoat (DHA)
terhadap ketahanan susu pasteurisasi rasa cokelat [skripsi]. Bandung (ID):
FMIPA UPI.
Scott MC. 2006. Viability of waste milk pasteurization systems for calf feeding
systems [tesis]. Virginia (US): Faculty of Virginia Polytechnic Institute and
State University.
Smith PW. 1981. Milk Pasteurization. Washington (US): Department of
Agriculture Research Service.
Soriano JM, Font G, Moltó JC, Manes J. 2002. Enterotoxigenic Staphylococci and
their toxin in restaurant food. Trends Food Sci Tech 13: 60-67.
Sperling MV. 2007. Biological Wastewater Treatment: Wastewater
Characteristics, Treatment and Disposal. London (UK): IWA Pub.
Sraïri MT, Benhouda H, Kuper M, Gal PYL. 2009. Effect of cattle management
practices on raw milk quality on farms operating in two stage dairy chain.
Trop Anim Health Pro 41: 259-272.
Supardi I, Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan
Pangan. Jakarta (ID): Gramedia.
Von Sperling M. 2007. Biological Wastewater Treatment. Vol 1. London (UK):
IWA Pub.
Winarno FG. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta (ID): PT
Gramedia Pustaka Utama.
Yuswari R. 2006. Kajian cemaran mikroba pada susu pasteurisasi asal pedagang
keliling di wilayah Jakarta Selatan [tesis]. Bogor (ID): Pasca Sarjana IPB.
16

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Dili, Timor Leste pada tanggal 9 Maret 1991 sebagai anak
pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Ronny B. S. Hutagaol dan Ibu Sih
Panglipur. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Strada Wiyatasana, Jakarta
pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Strada Marga Mulia,
Jakarta dan lulus tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Kolese
Gonzaga, Jakarta dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi,
yaitu Komisi Literatur Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), Himpro
Ruminansia, Komunitas Seni STERIL, Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan
Indonesia (IMAKAHI). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum pada mata
kuliah Anatomi Veteriner II (2011), Ilmu Teknologi Reproduksi (2011) dan
Parasitologi Veteriner: Ektoparasit (2012).

Anda mungkin juga menyukai