Anda di halaman 1dari 15

2.

1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian lansia

Lansia merupakan kelompok yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupan (WHO).
Menurut (WHO) kategori lanjut usia berkisar antara 60-74 tahun. Di Indonesia menurut
Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud
dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Seiring dengan
tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Terdapat tujuh kategori utama
tugas perkembangan lansia, yaitu menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan
kesehatan, menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan atau penetapan pendapatan,
menyesuaikan terhadap kematian pasangan, menerima diri sebagai individu lansia,
mempertahankan kepuasaan pengaturan hidup, mendefinisikan ulang hubungan dengan anak
yang dewasa, dan menemukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry,
2005). Tugas perkembangan ini umum ditemui pada lansia. Akan tetapi, cara lansia
menyesuaikan terhadap perubahan penuaan bergantung pada individu sendiri. Untuk beberapa
lansia adaptasi dan penyesuaian terhadap penuaan relatif mudah, namun beberapa lansia
lainnya memerlukan intervensi keperawatan.

2.1.2 Teori Penuaan

Penuaan merupakan suatu keadaan normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
terjadi pada waktu tertentu atau ketika setiap orang mencapai usia tahap perkembangan
tertentu (Miller, 2006). Teori-teori yang menjelaskan tentang penuaan terbagi menjadi 2 yaitu
dari teori biologis dan teori psikososial. Teori biologis berfokus kepada proses penuaan,
sedangkan teori psikososial berfokus kepada1kepribadian dan perilaku (Miller, 2006).

2.1.2.1 Teori Biologis

Teori biologi ini menjelaskan mengenai proses penuaan,termasuk perubahan fungsi dan
struktur, perkembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan dalam tubuh termasuk
perubahan molekular dan selular dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk
melawan penyakit. Dalam teori ini, terdapat lima karakteristik biologis penuaan diantaranya
peningkatan usia harapan hidup, penuaan dapat ditemukan didalam sel, molekul, jaringan dan
massa tulang, perusakan bersifat progresif, diperlukan waktu yang panjang untuk kembali dari
periode serangan, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi.

2.1.2.2 Teori Cross Link

Teori ini menjelaskan bahwa molekul-molekul yang normal terpisah akibat adanya reaksi kimia.
Saat serat kolagen yang awalnya berada di dalam jaringan otot polos, kemudian menjadi
renggang dan jaringan menjadi fleksibel. Kulit yang menua merupakan contoh cross linkage
elastin (Stanley, 2006)
2.1.2.3 Teori lingkungan

Teori ini menjelaskan bahwa faktor-faktor di dalam lingkungan seperti karsinogen, cahaya
matahari, trauma dan infeksi merupakan penyebab terjadinya perubahan dalam proses
penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, namun faktor
lingkungan merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama penyebab
perubahan dalam proses penuaan (Stanley, 2006)2
2.1.2.4 Teori Imunitas

Teori ini menjelaskan mengenai suatu kemunduran atau penurunan dalam sistem imun yang
berhubungan dengan proses penuaan. Ketika seseorang bertambah tua, maka kemampuan
pertahanan mereka terhadap penyakit dan infeksi juga mengalami penurunan. Teori ini berfokus
kepada peran dari kelenjar timus. Berat dan ukuran kelenjar timus menurun seiring dengan
bertambahnya umur, sehingga tubuh kehilangan kemampuan untuk meningkatkan pertahanan
tubuh pada saat terjadi infeksi (Stanley, 2006)

2.2 Sistem Integumen

Kulit merupakan bagian dari sistem integumen manusia. Kulit manusia memiliki persentase
sebesar lima belas persen dari total keseluruhan beratbadan orang dewasa sehingga dapat
dikatakan bahwa kulit memiliki porsi besar dari tubuh (Kanitakis, 2002). Sistem Integumen
dibentuk oleh kulit dan struktur derivatif. Kulit mempunyai sebanyak tiga lapisan utama yaitu
Epidermis, Dermis dan Jaringan Subkutan (Kanitaksis, 2002). 2

Epidermis

Epidermis terbentuk oleh epitel skuamosa bertingkat yang memiliki dua jenis komposisi utama
sel yaitu keratinosit dan sel dendritik (Murphy, 2007). Komposisi lainnya yaitu melanosit, sel
langerhans dan sel merkel. Umumnya epidermis dibagi menjadi empat lapisan berdasarkan
morfologi keratinosit dan letaknya, yaitu stratum basal (stratum germinativum), lapisan sel
skuamosa (stratum spinosum), lapisan sel glanular (stratum granulosum) dan lapisan sel paling
luar (stratum corneum) (James, 2016).

Dermis

Komponen utama dermis yaitu kolagen (James et al., 2016). Menurut Sloane (2004) adanya
membran dasar atau lamina menyebabkan lapisan dermis terpisah oleh epidermis. Membran ini
tersusun atas dua lapisan jaringan ikat, diantaranya adalah lapisan papilar dan retikular.

Jaringan Subkutan

Lapisan ini mengikat longgar organ-organ yang terdapat dibawahnya. Lapisan ini memiliki
jumlah sel lemak yang beragam jenis karena tergantung pada bagian tubuh, nutrisi seseorang,
saraf dan pembuluh darah yang dimiliki (Sloane, 2004). Menurut Sloane (2004), fungsi sistem
integumen ada enam yaitu sebagai perlindungan, pengaturan suhu tubuh,
eksresi, metabolisme dan komunikasi yaitu:

 Fungsi Perlindungan

Dalam hal ini kulit melindungi tubuh dari mikroorganisme, penarikan atau kehilangan cairan
dan zat iritan kimia maupun mekanik. Pada kulit terdapat pigmen melanin yang berperan
sebagai perlindungan terhadap sinar ultraviolet matahari.

 Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh

Dalam pengaturan suhu tubuh bagian dari kulit yang berperan yaitu pembuluh darah, kelenjar
keringat dan lemak. Panas tubuh dihasilkan dari aktivitas metabolik dan pergerakan otot dalam
hal ini yang berperan adalah pembuluh darah dan kelenjar keringat. Lemak yang terdapat dalam
jaringan subkutan berfungsi mencegah pengantaran panas yang berarti lemak menjaga suhu
tubuh dari kehilangan panas yang berlebihan.

 Fungsi Ekskresi

Sebagai fungsi ekskresi kulit mengeluarkan zat berlemak, air dan ionion seperti natrium.

 Fungsi Metabolisme

Dalam fungsi metabolisme kulit bertugas menghasilkan vitamin D yang dibantu oleh sinar
matahari atau sinar ultraviolet.

 Fungsi Komunikasi

Dalam hal ini bagian yang berperan reseptor khusus yang ada pada kulit sehingga dapat
mendeteksi adanya sensasi yang berkaitan dengan suhu, sentuhan, tekanan dan nyeri. Selain itu
ekspresi yang terdapat pada wajah dan refleks vaskular contohnya ketika merasa malu pada
wajah seseorang terlihat lebih memerah, sehingga hal ini juga merupakan fungsi komunikasi.

2.3 Perubahan sistem integumen pada lansia

Menurut Reichel (2009), penuaan pada kulit dikategorikan menjadi dua, yaitu penuaan intrinsik
dan penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik adalah perubahan kulit yang terjadi akibat proses
penuaan secara kronologis atau normal, sedangkan penuaan ekstrinsik merupakan perubahan
kulit yang disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti gaya hidup, diet, radikal bebas, paparan
sinar UV, dan kebiasaan lainnya. Secara struktural, kulit yang tersusun atas tiga lapisan,
diantaranya epidermis, dermis, dan jaringan subkutan akan mengalami perubahan akibat
bertambahnya usia. Selain itu, rambut, kuku, dan kelenjar keringat sebagai aksesoris kulit juga
mengalami perubahan. Secara fungsional kulit juga akan mengalami perubahan akibat
degradasi sel-sel kulit4
Perubahan Epidermis

Stratum korneum yang merupakan lapisan terluar epidermis akan mengalami penurunan
jumlah lipid seiring bertambahnya usia sehingga rentan terjadi kerusakan. Penurunan proliferasi
sel-sel epidermis (keratinosit) juga menyebabkan stratum korneum lebih lama dalam mengatasi
kerusakan tersebut. Pada usia 25 tahun, sel-sel melanosit yang berfungsi memberikan warna
kulit dan melindungi kulit dari radiasi ultraviolet akan mulai mengalami penurunan jumlah aktif
sebanyak 10% hingga 20% per dekade. Selain itu, sel-sel Langerhans yang berperan sebagai
makrofag juga akan menurun seiring bertambahnya usia, sekitar 20% hingga 50%,
menyebabkan penurunan respons kekebalan kulit sehingga rentan terhadap infeksi (Reichel,
2009). Menurut Miller (2012), jumlah sel-sel epidermis akan menurun lebih banyak sekitar dua
hingga tiga kali lipat pada kulit yang terpapar sinar matahari dibandingkan dengan kulit yang
terlindung dari sinar matahari. Menurunnya protein dan filagrin (berperan dalam pengikatan
filamen-filamen keratin ke dalam makrofibril) dapat menyebabkan kulit tampak kering dan
bersisik, terutama pada bagian ekstremitas bawah. Sebagai tambahan, produksi vitamin D juga
menurun pada usia tua disebabkan menurunnya jumlah 7-dehydrocholesterol(perkursor
biosintesis vitamin D) pada epidermis diikuti oleh tidak adekuatnya asupan vitamin D dan
paparan sinar ultraviolet.

Perubahan Dermis

Pada usia tua terjadi perubahan kulit khususnya pada lapisan dermis, mencakup penurunan
ketebalan dan penurunan vaskularisasi serta komponen sel. Dermis tersusun atas 80% kolagen
yang memberikan daya elastisitas dan fleksibilitas pada kulit serta 5% elastin yang
mempertahankan ketegangan kulit dan kemampuan meregang sebagai respon terhadap
gerakan. Dermis mengalami penurunan ketebalan secara bertahap disertai penipisan kolagen
sebanyak 1% setiap tahunnya. Sedangkan, elastin mengalami peningkatan kuantitas namun
menurun secara kualitas disebabkan oleh pertambahan usia dan faktor lingkungan (Miller,
2012). 4Penurunan jumlah kolagen dan serat-serat elastis dapat menyebabkan kelemahan,
hilangnya ketahanan, dan kerutan halus tampak pada kulit yang menua. Penurunan ketebalan
juga dapat menyebabkan pembuluh darah mudah ruptur. Substansi dasar yang terkandung
dalam dermis juga akan berkurang sehingga dapat menyebabkan penurunan turgor kulit.

Perubahan Jaringan Subkutan

Pertambahan usia menyebabkan perubahan pada jumlah dan distribusi lemak subkutan.
Beberapa area jaringan subkutan mengalami atrofi, misalnya pada permukaan telapak kaki,
tangan, wajah, dan ekstremitas bawah. Sebagian lainnya mengalami hipertrofi pada bagian
pinggang dan pinggul. Secara keseluruhan jumlah lemak subkutan menurun secara bertahap
mulai dekade ketiga hingga kedelapan (Miller, 2012). Hal ini menyebabkan orang tua kehilangan
bantalan tubuh yang melindunginya dari tekanan dan kehilangan suhu berlebih. Selain itu,
pertambahan usia juga memengaruhi saraf pada kulit yang berperan dalam mengenali sensasi
tekanan, getaran, dan sentuhan5
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Kulit pada Lansia

Perubahan kulit yang terjadi pada lansia dapat disebabkan dari faktor instrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor instrinsik yang menyebabkan terjadinya perubahan kulit pada lansia karena
adanya proses penuaan dan perubahan biologis yang terprogram, sedangkan faktor ekstrinsik
yang dapat mempengaruhi perubahan kulit pada lansia adalah lingkungan seperti terpapar
matahari dan polusi, gaya hidup dan kebersihan diri (Farage et al, 2010 dalam Voegeli, 2012).
Faktor instrinsik pada lansia dapat disebabkan karena adanya perubahan pada fungsi dan
struktur sistem integumen. Hal ini terjadi karena adanya penurunan melanin pada lapisan
epidermis, sehingga terjadi penurunan respons perlindungan kulit terhadap sinar matahari.
Oleh karena itu, lansia berisiko tinggi untuk mengalami kerusakan kulit akibat terpajan sinar
matahari yang berlebihan. Lesi yang khas dari pajanan matahari termasuk keratosis seboroik
dan aknitik, keratoakantoma, epitelioma sel basal dan karsinoma sel skuamosa. Selain itu,
penurunan kekuatan imun atau tidak adanya respons inflamasi juga dapat menyebabkan lansia
mengalami peningkatan kerentanan terhadap virus dan infeksi. Sementara faktor ekstrinsik
dapat bersumber dari lingkungan dan kebersihan diri. Ketika kulit menjadi kering seiring dengan
penuaan, kelembaban yang rendah merupakan faktor predisposisi bagi lansia mengalami
pruritus yang diakibatkan oleh kulit yang kering. Tingkat kelembaban sekitar 40% dianggap
sebagai tingkat kelembapan paling rendah yang dapat ditoleransi dengan baik oleh kulit. Efek
dari kelembapan udara yang rendah dapat juga ditangani dengan mempertahankan asupan
cairan yang memadai. Selain itu, penuaan dini karena terpajan cahaya matahari terlalu lama
dapat menyebabkan kondisi kulit yang rusak akibat sinar UV. Perubahan dini adalah hasil
peradangan kronis yang dikenal dengan elastosis. Serabut elastis berangsur-angsur mengalami
degradasi, menjadi lebih tebal, dan tidak teratur, serta menyebabkan kulit menjadi keriput dan
kendur (Stanley, 2006).

2.5 Masalah Kulit pada Lansia

Perubahan pada sistem integumen lansia meningkatkan kerentanan lansia mengalami masalah
kulit. Masalah kulit pada kaki yang umum terjadi pada lansia diantaranya xerosis, pruritus,
infeksi jamur (Voegeli, 2012). Tinea pedis merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh
T.rubrum. Penyakit ini biasanya terjadi antara jari-jari kaki, dan biasanya pasien akan mengeluh
ruam gatal dan kulit menjadi bersisik. Penyakit ini bisa dicegah degan menjaga kebersihan kaki,
mempertahankan agar kaus kaki tetap kering dan menggunakan alas kaki pada saat di kamar
mandi (Thomas, 2014).
Xerosis atau yang dikenal dengan kulit kering adalah kondisi kulit yang mengering dari biasanya.
Xerosis ditandai dengan rasa gatal, kering, pecahpecah, dan terdapat beberapa kulit yang retak
atau terkelupas (Norman, 2008). Xerosis pada lansia merupakan hasil penurunan lemak
permukaan kulit selama periode waktu. Seiring pertambahan usia, lapisan luar kulit menjadi
rapuh dan kering akibat berkurangnya jumlah pelembab alami kulit. Sumber utama hidrasi bagi
kulit adalah pelembab yang dihasilkan dari difusi vaskular di bawah jaringan. Xerosis pada lansia
lebih sering terjadi di bagian bawah kaki (Smith & Hsieh, 2000). Faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya xerosis pada lansia yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor
endogen meliputi pengaruh obat-obatan, adanya penyakit yang berhubungan dengan hormon
dan penyakit organ lainnya. Sedangkan faktor eksogen meliputi iklim, lingkungan dan gaya hidup
(Paul, 2012)
Pruritus adalah masalah umum yang sering terjadi pada lansia. Pruritus dapat diartikan sebagai
sensai rasa yang tidak nyaman pada area kulit yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk
(Norman, 2008). Pruritus ditandai peradangan pada area kulit yang gatal yang dapat diakibatkan
oleh garukan. Kejadian pruritus meningkat seiring dengan penambahan usia dan dapat menjadi
maslah kulit yang tidak normal. Pruritus dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan pada kasus
berat dapat mengganggu tidur, menimbulkan kecemasan dan depresi. Kecemasan dan stress
dapat memperparah rasa gatal yang muncul. Sensasi gatal sangat erat kaitannya dengan sensasi
sentuhan dan nyeri. Pruritus dirangsang oleh pelepasan neurostimulators seperti histamin dari
sel mast dan peptida lainnya yang menyampaikan impuls ke pusat otak sehingga menimbulkan
rangsangan untuk menggaruk. Penuaan yang terjadi pada kulit meningkatkan kejadian pruritus
karena efek kumulatif dari lingkungan yang merubah struktur kulit seriring dengan penambahan
usia. Faktor yang menyebabkan mengingkatnya kejadian pruritus yaitu berkurangnya hidrasi
kulit, menurunnya kolagen kulit, kerusakan sistem imun, rusaknya fungsi kulit sebagai sistem
pertahanan dari patogen. Pada lansia, pruritus sering dihubungkan dengan kulit kering yang
merupakan hasil penurunan permukaan lemak pada kulit, keringat, sebum dan perfusi kulit
(Cohen, Frank, Salbu, & Israel, 2012). 6

A. Definisi
Dermatitis adalah suatu peradangan pada dermis dan epidermis yang dalam
perkembangannya memberikan gambaran klinik berupa efloresensi polimorf dan pada
umumnya memberikan gejala subjektif gatal. (Mulyono :1986)
Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah peradangan hebat yang
menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga
akhirnya pecah dan mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok
kondisi yang menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan
spesifik di bagian permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang berarti 'mendidih
atau mengalir keluar (Mitchell dan Hepplewhite, 2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-
resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi
Juanda,2005).
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang
kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).

Etiologi
Berdasarkan etiologinya dermatitis dibagi dalam tipe :
Dermatits kontak
Dermatitis kontak toksis akut
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer kuat / absolut. Contok : H 2SO4 ,
KOH, racun serangga.
Dermatitis Kontak Toksis Kronik
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh iritan primer lemah / relatif. Contoh : sabun ,
detergen.
Dermatitis Kontak Alergi
Suatu dermatitis yang disebabkan oleh alergen . Contoh : logam (Ag, Hg), karet,
plastik, dan lain-lain.

b. Dermatitis Atopik
Suatu peradangan menahun pada lapisan epidermis yang disebabkan zat-zat yang
bersifat alergen. Contoh : inhalan (debu, bulu).
Dermatitis Perioral
Suatu penyakit kulit yang ditandai adanya beruntus-beruntus merah disekitar mulut.
Penyebabnya tidak diketahui, menyerang wanita berusia 20-60 tahun dan bisa muncul
pemakaian salep kortikosteroid diwajah untuk mengobati suatu penyakit.

Dermatitis Statis
Suatu peradangan menahun pada tungkai bawah yang sering meninggalkan bekas,
yang disebabkan penimbunan darah dan cairan dibawah kulit, sehingga cenderung
terjadi varises dan edema.
Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis ataupun
epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan. Zat tersebut
masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas pada kulit yang terkena
tersebut.
Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12
hari, sedangkan masa reaksi setelah terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam.
Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan dermatitis adalah gesekan,
tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat dan luas daerah yang terkena dan
adanya penyakit kulit lain.

Tanda Dan Gejala


Dermatitis Kontak
Gatal-gatal , rasa tidak enak karena kering, kulit berwarna coklat dan menebal.
Dermatitis Atopik
Gatal-gatal , muncul pada beberapa bula pertama setelah bayi lahir, yang mengenai
wajah, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan dan kaki.
Dermatitis Perioral
Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir tampak beruntus-beruntus kecil
kemerahan.
Dermatitis Statis
Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah beberapa minggu / bulan , warna menjadi
coklat.

Komplikasi
1. Katarak
2. Infeksi oleh bakteri , virus dan jamur
Pengobatan
1. Terapi umum
Hindari faktor penyebab.
Jaga kulit jangan sampai kering pelembab.
Berikan pengertian untuk tidak digaruk.
2. Terapi Lokal
a. Salep / krim / losio kortikosteroid.
3. Terapi Sistemik
Anti histamin.
Kortikosteroid ; dosis 40-60 mg.
Antibiotik ; Eritromisin, Dewasa 4x 250 mg/hr.
4x 125 mg/hr.
Konsep Keperawatan
PENGKAJIAN
Kaji faktor penyebab terjadinya gangguan.
Kaji pengetahuan tentang faktor penyebab dan metode kontak.
Kaji adanya pruritas, pain dan burning.
Kaji peningkatan stress yang diketahui pasien.
Kaji tanda-tanda infeksi.
Riwayat infeksi yang berulang-ulang.
Kaji faktor yang memperparah.
Pada reaksi ringan kulit terlihat merah dan terdapat vesicle.
Pada reaksi berat terdapat ulceration, bulla buosion.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri : gatal berhubungan dengan inflamasi pada kulit.
Gangguan body image berhubungan dengan lesi pada kulit.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan garukan.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang alergen-
alergen dikulit.

INTERVENSI
Dx. 1. Nyeri ; Gatal berhubungan dengan inflamasi pada kulit.

Tujuan Intervensi
NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
Pain control, Lakukan pengkajian nyeri secara
Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor presipitasi
penyebab nyeri, mampu Observasi reaksi nonverbal dari
menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk Gunakan teknik komunikasi
mengurangi nyeri, mencari terapeutik untuk mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri pasien
Melaporkan bahwa nyeri Kaji kultur yang mempengaruhi
berkurang dengan menggunakan respon nyeri
manajemen nyeri Evaluasi pengalaman nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, masa lampau
intensitas, frekuensi dan tanda Evaluasi bersama pasien dan
Tujuan Intervensi
nyeri) tim kesehatan lain tentang
Menyatakan rasa nyaman setelah ketidakefektifan kontrol nyeri
nyeri berkurang masa lampau
Tanda vital dalam rentang normal Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Dx. 2. Gangguan body image berhubungan dengan lesi pada kulit.

Tujuan Intervensi
NOC NIC
Body image Body image enhancement
Self esteem Kaji secara verbal dan nonverbal respon
Kriteria hasil klien terhadap tubuhnya
Body image positif Monitor frekuensi mengkritik dirinya
Mampu mengidentifikasi Dorong klien untuk mengungkapkan
Tujuan Intervensi
kekuatan personal perasaannya
Mendiskripsikan secara faktual Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
perubahan fungsi tubuh kelompok kecil
Mempertahankan interaksi
sosial

Dx. 3 Ganggun integritas kulit berhubungan dengan garukan.

Intervensi Rasional
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous NIC : Pressure Management
Membranes Anjurkan pasien untuk
Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang
Integritas kulit yang baik bisa longgar
dipertahankan (sensasi, elastisitas, Hindari kerutan padaa
temperatur, hidrasi, pigmentasi) tempat tidur
Tidak ada luka/lesi pada kulit Jaga kebersihan kulit agar
Perfusi jaringan baik tetap bersih dan kering
Menunjukkan pemahaman dalam Mobilisasi pasien (ubah
proses perbaikan kulit dan posisi pasien) setiap dua jam
mencegah terjadinya sedera sekali
berulang Monitor kulit akan adanya
Mampu melindungi kulit dan kemerahan
mempertahankan kelembaban kulit Oleskan lotion atau
dan perawatan alami minyak/baby oil pada derah
yang tertekan
Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Intervensi Rasional
Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat

Dx. 4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang


alergen-alergen .

Tujuan Intervensi
NOC : NIC :
Kowlwdge : disease process
Teaching : disease Process
Kowledge : health Behavior
Berikan penilaian tentang tingkat
Kriteria Hasil :
pengetahuan pasien tentang proses
Pasien dan keluarga menyatakan
penyakit yang spesifik
pemahaman tentang penyakit,
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
kondisi, prognosis dan program
bagaimana hal ini berhubungan
pengobatan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan
Pasien dan keluarga mampu
cara yang tepat.
melaksanakan prosedur yang
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
dijelaskan secara benar
muncul pada penyakit, dengan cara
Pasien dan keluarga mampu
yang tepat
menjelaskan kembali apa yang
Sediakan informasi pada pasien tentang
dijelaskan perawat/tim
kondisi, dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya

DAFTAR PUSTAKA

A. Kenneth. (1984). Pedoman Terapi Dermatologis. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica :


Anderson Sylvia. (1985). Patofisiologi. Bagian I. Edisi pertama. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilyn E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.
Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Junaidi Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi kedua. Jakarta : Media Aesculapius
Mulyono. (1986). Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi pertama. Jakarta :
Meidian Mulyajaya
Setiono wiwing. 18 Januari 2014 “ Laporan Pendahuluan Dermatitis “
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-dermatitis.html di
unduh tanggal 23 Juni 2014
Tanjung chairiyah. Dermatitis Atopik.
http://lpp.uns.ac.id/bukuteks/images/flippingbook/Dermatitis%20Atopik%28Eksema
%29,Harijono%20Kariosentono/pdf/Dermatitis%20Atopik%20_Eksema_.pf ; di unduh
tanggal 23Juni 2014
Widhya. (2011). Askep Dermatitis. http:///D:/LAPORAN%20POROFESI%20NERS
%202012/MEDICAL%20BEDAH/SUMBER%20DERMATITIS/askep-dermatitis.html ; di
unduh pada tanggal 23 Juni 2014
http://www/medicastore.com/med/detail_pyk_php?
idktg:14&iUD:200509161940052002159.126.194.

Anda mungkin juga menyukai