Anda di halaman 1dari 7

Albert Eko Hw

GANGRENE FOURNIER

Pendahuluan

Gangrene Fournier adalah bentuk dari fascitis nekrotikan yang terdapat di sekitar

genitalia eksterna pria. Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula

penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi gangrene

yang luas, dan menyebabkan septikemia.

Epidemiologi

Burch DM melaporkan 750 kasus dengan kebanyakan pasien berusia 60-an atau 70-an

disertai penyakit konkuren lainnya. Vaz I pada tahun 2006, melaporkan ada setidaknya 1726

kasus yang ditanganinya.

Yanar H et al di Turki melaporkan bahwa 46% pasien memiliki diabetes mellitus .

Sedangkan Tahmaz L et al telah mengidentifikasi sekitar sepertiga dari pasien mereka memiliki

salah satu penyakit diabetes, alkoholisme atau malnutrisi, dan 10% memiliki imunosupresi medis

(kemoterapi, steroid, atau keganasan).

Etiologi

Fournier yang pertama kali melaporkan kejadian penyakit ini pada tahun 1883 terhadap 5

pria yang menderita gangrene skrotum, menyebutkan bahwa sebabnya adalah idiopatik. Saat ini

penyebab penyakit ini dapat diungkapkan, di antaranya 13-50% adalah infeksi dari kolorektal

dan 17-87% sumber infeksi dari urogenitalia, sedang yang lain dari diabetes mellitus,

1
Albert Eko Hw

paraphimosis, ekstravasasi urine periurethral, infeksi perirektal atau perianal, dan pembedahan

seperti sirkumsisi atau herniorafi, trauma local atau infeksi kulit di sekitar genitalia.

Kelainan kolorektal yang dilaporkan sering menyebabkan penyakit ini di antaranya

adalah abses pada perianal, perirektal, atau isiorektal, dan perforasi karena kanker kolon,

instrumentasi, atau divertikulitis. Sumber dari urogenitalia adalah: striktura uretra yang

menyebabkan ekstravasasi urine, balanitis, dan instrumentasi uretra. Diabetes mellitus,

alkoholisme, higiene skrotum yang kurang baik, serta penurunan imunitas tubuh seperti pada

pasien AIDS memudahkan terjadinya penjalaran gangrene Fournier.

Mikroorganisme penyebab infeksi seringkali tidak hanya satu macam, melainkan

merupakan infeksi polimikroba dari enterik gram negatif, gram positif Stafilokokus atau

Streptokokus, dan bakteri anerobik (Clostridium spp). E coli, Bakteroides, Klebsiella spp,

Proteus spp, Pseudomonas spp, dan Enterokoki disebut sebagai bakteri yang paling sering

menyebabkan infeksi ini.

Gambaran klinis

Fournier gangren biasanya dimulai dengan demam disertai nyeri peri anal atau perineum,

dengan pemeriksaan fisik awal pembengkakan atau pruritus pada daerah yang terkena. Demam

yang terjadi dapat berkembang menjadi demam tinggi sampai toksemia, syok, dan delirium.

Keadaan lokal pada penis, skrotum dan kulit sekitarnya tampak bengkak, nyeri, teraba hangat,

dan eritematous. Jika teraba krepitasi menandakan adanya infeksi kuman pembentuk gas, di

antaranya adalah Clostridium spp. Pada fase lanjut, terjadi gangrene dengan nekrosis luas, plak

berwarna hitam dan hijau, dan sekret sangat berbau.

2
Albert Eko Hw

Pada beberapa kasus Fournier Gangrene, presentasi klinis dapat kurang jelas dan

menyesatkan. Pasien mungkin dapat mengalami demam, malaise selama beberapa hari , nyeri

perut non spesifik tanpa gejala infeksi di daerah perineum

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan klinis. Karena keterlambatan dalam

pengobatan memiliki dampak yang signifikan pada prognosis, evaluasi radiologis dapat

mempercepat proses diagnostik dalam kasus yang tidak jelas. USG skrotum dapat

menyingkirkan penyebab lain dari skrotum akut, dengan gambaran testis normal dan adanya gas

di kulit skrotum. Dengan CT scan dapat menunjukkan penebalan fasia, adanya gas, infiltrasi

lemak, dan kondisi intra abdomen atau retro peritoneal. CTscan dapat menunjukkan area pra

operasi yang terlibat tetapi tidak terbukti secara klinis sehingga CT scan dapat menjadi alat

diagnostik yang penting

3
Albert Eko Hw

Diagnosa Diferensial

• Balanitis, Epididymitis, Orchitis

• Torsio Testis

• Hernia Strangulata

• Hidrokele

• Selulitis

• Gas Gangrene

• Fasciitis Nekrotikan

Terapi

Prinsip terapi pada gangrene Fournier adalah terapi suportif memperbaiki keadaan umum

pasien, pemberian antibiotika, dan debridement dengan membuang jaringan nekrosis. Antibiotika

yang dipilih adalah yang sesuai dengan hasil sensitifitas kultur kuman atau jika belum ada hasil

kultur, dipilih antibiotika yang berspektrum luas, yaitu golongan penisilin, klindamisin, atau

aminoglikosida.

Tujuan debridement adalah mengangkat seluruh jaringan nekrosis (devitalized tissue).

Sebelum dilakukan debridement sebaiknya dicari sumber infeksi dari uretra atau dari kolorektal

dengan melakukan uretroskopi atau proktoskopi. Kadang-kadang perlu dilakukan diversi urine

melalui sistostomi atau diversi feses dengan melakukan kolostomi. Setelah nekrotomi, dilakukan

perawatan terbuka dan kalau perlu pemasangan pipa drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi

dilakukan evaluasi untuk menilai demarkasi jaringan nekrosis dan kalau perlu dilakukan operasi

ulang. Debridement yang kurang sempurna seringkali membutuhkan operasi ulang bahkan

dilaporkan dapat terjadi dua atau empat kali harus masuk kamar operasi.

4
Albert Eko Hw

Pemberian oksigen hiperbarik masih kontroversi. Terapi ini bermanfaat pada infeksi

kuman anerobik. Perawatan luka pasca operasi dengan hidroterapi dengan kombinasi rendam

duduk hangat, dan pemberian hidrogen peroksida. Pemberian madu yang belum diproses

berguna dalam membersihkan jaringan nekrosis secara enzimatik, mengurangi bau, mampu

mensterilkan luka, menyerap air dari luka, memperbaiki oksigenasi jaringan, dan memingkatkan

reepitelialisasi.

Alogaritma Penanganan Fournier Gangrene

5
Albert Eko Hw

Prognosis

Gangrene Fournier merupakan penyakit infeksi dengan mortalitas tinggi. Sampai saat ini,

belum ditentukan suatu konsensus bersama untuk menentukan tingkat keparahan Gangrene

Fournier. Pada beberapa tahun ini, tetap dilaporkan tingginya mortalitas pada kasus Gangrene

Fournier, bahkan dengan pengobatan antibiotik spektrum luas, surgical debridement, dan

perawatan intensif.

Beberapa penelitian terakhir tentang Gangrene Fournier berupaya untuk mengembangkan

suatu metode untuk memperkirakan prognosis pasien. Salah satu metode yang dapat digunakan

adalah sistem penskoran Fournier's gangrene severity index (FGSI). Penilaian FGSI paling baik

dilakukan saat pertama kali pasien datang. FGSI dapat menjadi salah satu alternatif yang mudah

dan objektif dalam menentukan prognosis pasien Gangrene Fournier. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa FGSI dengan nilai >9 memiliki mortalitas mencapai 75%, sedangkan FGSI

<9 memiliki survival rate mencapai 78 %. Pasien yang sembuh dari Gangrene Fournier

umumnya mempunyai FGSI antara 6-9. Penggunaan FGSI dengan cut-off pada nilai 9 memiliki

sensitivitas 71,4% dan spesifisitas 90% dalam menentukan prognosis. Selain penggunaan FGSI,

penentuan prognosis pasien juga dipengaruhi oleh beberapa keadaan lainnya. Adanya penyakit

penyerta, seperti diabetes melitus, kelainan ginjal dan hati kronis, serta keadaan imunosupresi,

memperburuk prognosis pasien Gangrene Fournier. Mortalitas Gangrene Fournier dengan

penyakit penyerta tersebut dapat mencapai 66-80%. Faktor usia juga memengaruhi prognosis

pasien. Pasien dengan usia di atas 60 tahun memiliki mortalitas lebih tinggi.

Penelitian menunjukkan bahwa hasil kultur bakteri yang diperoleh pada pasien Gangrene

Fournier hamper selalu polimikrobial, dan jenis bakteri tidak mempengaruhi prognosis pasien.

Pasien yang datang dalam keadaan sepsis berat atau syok septik memiliki prognosis lebih buruk

6
Albert Eko Hw

dibandingkan pasien yang tidak sepsis. Faktor luas permukaan tubuh yang terkena fasciitis

secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang meninggal. Infeksi yang mengenai dinding

abdomen dan kulit ekstremitas bawah akan memiliki luas permukaan infeksi lebih luas. Luka

setelah penyembuhan Gangrene Fournier pada sebagian besar kasus tidak menyebabkan sekuele

infeksi, kecuali pada kasus adanya penyakit penyerta, seperti imunosupresi. Sampai saat ini, baru

ada dua kasus yang melaporkan terjadinya karsinoma sel skuamosa pada bekas luka Gangrene

Fournier setelah penyembuhan dua tahun.

Daftar pustaka

1. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AR, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology, 9th ed.

Saunders Elsevier, 2007

2. Alexander A. Vitin, Gangrene Current Concepts And Management Options Published by

InTech Janeza Trdine 9, 51000 Rijeka, Croatia Copyright © 2011 InTech

3. Reynard J, Brewster R, Biers S.Oxford Handbook of Urology. Oxford University Press, 2006:

162

4. Gutiérrez-Ochoa J, Castillo-de Lira HH, Velázquez-Macías RF. Usefulness of Fournier’s

gangrene severity index: A comparative study. Rev Mex Urol. 2010;70:27-30.

Anda mungkin juga menyukai