GANGRENE FOURNIER
Pendahuluan
Gangrene Fournier adalah bentuk dari fascitis nekrotikan yang terdapat di sekitar
genitalia eksterna pria. Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula
penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi gangrene
Epidemiologi
Burch DM melaporkan 750 kasus dengan kebanyakan pasien berusia 60-an atau 70-an
disertai penyakit konkuren lainnya. Vaz I pada tahun 2006, melaporkan ada setidaknya 1726
Sedangkan Tahmaz L et al telah mengidentifikasi sekitar sepertiga dari pasien mereka memiliki
salah satu penyakit diabetes, alkoholisme atau malnutrisi, dan 10% memiliki imunosupresi medis
Etiologi
Fournier yang pertama kali melaporkan kejadian penyakit ini pada tahun 1883 terhadap 5
pria yang menderita gangrene skrotum, menyebutkan bahwa sebabnya adalah idiopatik. Saat ini
penyebab penyakit ini dapat diungkapkan, di antaranya 13-50% adalah infeksi dari kolorektal
dan 17-87% sumber infeksi dari urogenitalia, sedang yang lain dari diabetes mellitus,
1
Albert Eko Hw
paraphimosis, ekstravasasi urine periurethral, infeksi perirektal atau perianal, dan pembedahan
seperti sirkumsisi atau herniorafi, trauma local atau infeksi kulit di sekitar genitalia.
adalah abses pada perianal, perirektal, atau isiorektal, dan perforasi karena kanker kolon,
instrumentasi, atau divertikulitis. Sumber dari urogenitalia adalah: striktura uretra yang
alkoholisme, higiene skrotum yang kurang baik, serta penurunan imunitas tubuh seperti pada
merupakan infeksi polimikroba dari enterik gram negatif, gram positif Stafilokokus atau
Streptokokus, dan bakteri anerobik (Clostridium spp). E coli, Bakteroides, Klebsiella spp,
Proteus spp, Pseudomonas spp, dan Enterokoki disebut sebagai bakteri yang paling sering
Gambaran klinis
Fournier gangren biasanya dimulai dengan demam disertai nyeri peri anal atau perineum,
dengan pemeriksaan fisik awal pembengkakan atau pruritus pada daerah yang terkena. Demam
yang terjadi dapat berkembang menjadi demam tinggi sampai toksemia, syok, dan delirium.
Keadaan lokal pada penis, skrotum dan kulit sekitarnya tampak bengkak, nyeri, teraba hangat,
dan eritematous. Jika teraba krepitasi menandakan adanya infeksi kuman pembentuk gas, di
antaranya adalah Clostridium spp. Pada fase lanjut, terjadi gangrene dengan nekrosis luas, plak
2
Albert Eko Hw
Pada beberapa kasus Fournier Gangrene, presentasi klinis dapat kurang jelas dan
menyesatkan. Pasien mungkin dapat mengalami demam, malaise selama beberapa hari , nyeri
Diagnosa
pengobatan memiliki dampak yang signifikan pada prognosis, evaluasi radiologis dapat
mempercepat proses diagnostik dalam kasus yang tidak jelas. USG skrotum dapat
menyingkirkan penyebab lain dari skrotum akut, dengan gambaran testis normal dan adanya gas
di kulit skrotum. Dengan CT scan dapat menunjukkan penebalan fasia, adanya gas, infiltrasi
lemak, dan kondisi intra abdomen atau retro peritoneal. CTscan dapat menunjukkan area pra
operasi yang terlibat tetapi tidak terbukti secara klinis sehingga CT scan dapat menjadi alat
3
Albert Eko Hw
Diagnosa Diferensial
• Torsio Testis
• Hernia Strangulata
• Hidrokele
• Selulitis
• Gas Gangrene
• Fasciitis Nekrotikan
Terapi
Prinsip terapi pada gangrene Fournier adalah terapi suportif memperbaiki keadaan umum
pasien, pemberian antibiotika, dan debridement dengan membuang jaringan nekrosis. Antibiotika
yang dipilih adalah yang sesuai dengan hasil sensitifitas kultur kuman atau jika belum ada hasil
kultur, dipilih antibiotika yang berspektrum luas, yaitu golongan penisilin, klindamisin, atau
aminoglikosida.
Sebelum dilakukan debridement sebaiknya dicari sumber infeksi dari uretra atau dari kolorektal
dengan melakukan uretroskopi atau proktoskopi. Kadang-kadang perlu dilakukan diversi urine
melalui sistostomi atau diversi feses dengan melakukan kolostomi. Setelah nekrotomi, dilakukan
perawatan terbuka dan kalau perlu pemasangan pipa drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi
dilakukan evaluasi untuk menilai demarkasi jaringan nekrosis dan kalau perlu dilakukan operasi
ulang. Debridement yang kurang sempurna seringkali membutuhkan operasi ulang bahkan
dilaporkan dapat terjadi dua atau empat kali harus masuk kamar operasi.
4
Albert Eko Hw
Pemberian oksigen hiperbarik masih kontroversi. Terapi ini bermanfaat pada infeksi
kuman anerobik. Perawatan luka pasca operasi dengan hidroterapi dengan kombinasi rendam
duduk hangat, dan pemberian hidrogen peroksida. Pemberian madu yang belum diproses
berguna dalam membersihkan jaringan nekrosis secara enzimatik, mengurangi bau, mampu
mensterilkan luka, menyerap air dari luka, memperbaiki oksigenasi jaringan, dan memingkatkan
reepitelialisasi.
5
Albert Eko Hw
Prognosis
Gangrene Fournier merupakan penyakit infeksi dengan mortalitas tinggi. Sampai saat ini,
belum ditentukan suatu konsensus bersama untuk menentukan tingkat keparahan Gangrene
Fournier. Pada beberapa tahun ini, tetap dilaporkan tingginya mortalitas pada kasus Gangrene
Fournier, bahkan dengan pengobatan antibiotik spektrum luas, surgical debridement, dan
perawatan intensif.
suatu metode untuk memperkirakan prognosis pasien. Salah satu metode yang dapat digunakan
adalah sistem penskoran Fournier's gangrene severity index (FGSI). Penilaian FGSI paling baik
dilakukan saat pertama kali pasien datang. FGSI dapat menjadi salah satu alternatif yang mudah
dan objektif dalam menentukan prognosis pasien Gangrene Fournier. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa FGSI dengan nilai >9 memiliki mortalitas mencapai 75%, sedangkan FGSI
<9 memiliki survival rate mencapai 78 %. Pasien yang sembuh dari Gangrene Fournier
umumnya mempunyai FGSI antara 6-9. Penggunaan FGSI dengan cut-off pada nilai 9 memiliki
sensitivitas 71,4% dan spesifisitas 90% dalam menentukan prognosis. Selain penggunaan FGSI,
penentuan prognosis pasien juga dipengaruhi oleh beberapa keadaan lainnya. Adanya penyakit
penyerta, seperti diabetes melitus, kelainan ginjal dan hati kronis, serta keadaan imunosupresi,
penyakit penyerta tersebut dapat mencapai 66-80%. Faktor usia juga memengaruhi prognosis
pasien. Pasien dengan usia di atas 60 tahun memiliki mortalitas lebih tinggi.
Penelitian menunjukkan bahwa hasil kultur bakteri yang diperoleh pada pasien Gangrene
Fournier hamper selalu polimikrobial, dan jenis bakteri tidak mempengaruhi prognosis pasien.
Pasien yang datang dalam keadaan sepsis berat atau syok septik memiliki prognosis lebih buruk
6
Albert Eko Hw
dibandingkan pasien yang tidak sepsis. Faktor luas permukaan tubuh yang terkena fasciitis
secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang meninggal. Infeksi yang mengenai dinding
abdomen dan kulit ekstremitas bawah akan memiliki luas permukaan infeksi lebih luas. Luka
setelah penyembuhan Gangrene Fournier pada sebagian besar kasus tidak menyebabkan sekuele
infeksi, kecuali pada kasus adanya penyakit penyerta, seperti imunosupresi. Sampai saat ini, baru
ada dua kasus yang melaporkan terjadinya karsinoma sel skuamosa pada bekas luka Gangrene
Daftar pustaka
1. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AR, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology, 9th ed.
3. Reynard J, Brewster R, Biers S.Oxford Handbook of Urology. Oxford University Press, 2006:
162