Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah
mendapatkan imunisasi tetanus (DPT) dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga
yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan kesehatan seperti kebersihan
lingkungan dan perorangan. Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
toksin kuman Clostiridium tetani, yang bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksismal
dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot
masester dan otot rangka (Muttaqin, 2008, p. 219).
Clostiridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob,
membentuk spora (tahan panas) gram – positif, mengeluarkan eksotoksin yang bersifat
neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), pathogenesis bersimbiosis
dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic) (Batticaca, 2012, p. 126).
Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk
kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan
jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman
anaerob . luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri piogenik mengonsumsi eksogen pada
luka sehingga suasana menjadi anaerob yang pening bagi tumbuhnya basil tetanus (Batticaca,
2012, p. 126).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep penyakit tetanus dan konsep asuhan keperawatan tetanus ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah diharapkan
mahasiswa dapat mengerti dan memahami konsep teori dan asuhan keperawatan pada
klien dengan tetanus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui konsep penyakit dan konsep asuhan keperawatan tetanus.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman. Tetanus
adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit
infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,yang ditandai dengan
gejala kekakuan dan kejang otot.(Ritharwan,2004)
B. Klasifikasi
Tetanus berdasarkan bentuk klinis dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas
dan spasme pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam
beberapa minggu dan menghilang.
2. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering, biasanya timbul
mendadak dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung daan
sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat kontraksi otot
somatic meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan
aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme
berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode
relaksasi.
3. Tetanus segal: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol
adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti
tetanus umum.
Berdasarkan berat gejala dapat dibedakan menjadi 3 stadium, yaitu :
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang torik umum meskipun dirangsang.
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
C. Patofisiologi
Penyakit tetanus disebabkan oleh toksin kuman Clostridium tetani yang dapat
masuk melalui luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar, luka operasi yang tidak
dirawat dan tidak dibersihkan dengan baik, caries gigi, pemotongan tali pusat yang

2
tidak steril, dan penjahitan luka robek yang tidak steril. Penginfeksian kuman
Clostridium tetani lebih mudah bila klien belum terimunisasi.
D. Manifestasi Klinis
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi
nyata dengan gejala umum :
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris
2. Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki
3. Ketegangan otot dinding perut
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu
anterior
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan (sering
merupakan gejala dini)
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior
dala keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap
sadar, spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi, kemudian
tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang
terjadi perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.
Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna
vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan
cairan otak.
E. Penatalaksanaan Tetanus
Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus ada 2 macam yaitu farmakologi
dan non-farmakologi.
1. Farmakologi
 Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru
diberikan setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
 Anti kejang (antikonvulsan)
 Fenobarbital (luminal): 3 x 100 mg/1.M. Untuk anak diberikan
mula-mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6x30 mg/hari (max.
200mg/hari).

3
 Klorpromasin: 3x25 mg/1.M/hari. Untuk anak-anak mula-mula
4-6 mg/kg BB.
 Diazepam: 0,5-10 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.
2. Antibiotic: penizilin procain 1juta 1u/hari atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V.
Dapat memusnahkan tetani tetapi tidak mempengaruhi proses
neurologiknya.
3. Non-farmakologi

 Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,


 Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila
trismus, diberikan lewat sonde parenteral.
 Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.
 Menjaga jalan nafas agar tetap efisien.
 Mengatur cairan dan elektrolit.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus meliputi:
1. Darah
 Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
 BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
 Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan
predisposisi kejang kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).
2. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi.
3. EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang
utuh untuk mengetahui focus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.
G. Komplikasi pada Tetanus
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di
rongga mulut. Hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat
terjadi pneumonia aspirasi.
2. Atelektasis karena obstruksi secret.
H. Pencegahan Tetanus
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4. Pemberian anti tetanus serum.

4
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POLIO

A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. F
Tempat/tgl lahir : Surabaya, 15 September 1954
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bahas
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.H
Alamat : Jln. Kertosari no 14 Sby
Hubungan dg klien : suami
b. Status Kesehatan
 Keluhan Utama
Kejang
 Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. F datang ke rumah sakit dengan keluhan kejang.
Keluarga klien mengatakan pasien kejang sejak 2 bulan yang lalu.
Kejang dirasakan semakin hebat sejak seminggu terakhir.
Berdasarkan keterangan dari keluarga, 3 tahun yang lalu pasien
pernah mengalami luka robek di kakinya karena terkena patahan
kayu yang tajam.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga pasien mengatakan bahwa 3 tahun yang lalu pasien
pernah mempunyai luka robek akibat terkena patahan kayu.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita tetanus.
c. Keadaan Umum
Suhu : 38oC
Nadi : 116 x/menit
Tekanan darah : 120/90 mmHg
RR : 26 x/menit

5
BB : 52 kg
TB : 160 cm
 Review of Sistem (ROS)
B1 (breathing): takipnea, RR= 26 x/menit
B2 (blood): disritmia, febris.
B3 (brain): kelemahan fisik, kelumpuhan salah satu saraf otak.
B4 (bladder): retensi urine (oliguria)
B5 (bowel): konstipasi akibat menurunnya gerak peristaltic usus
B6 (bone): sulit menelan.
d. Analisa Data

No. Data Etiologi MK


1. DS: Pasien sering mengeluh Tetanus Kejang
pening diikuti dengan Proliferasi clostridium tetani ke pembuluh
kejang-kejang darah
DO: Pasien sering terlihat
kejang oleh keluarga Toksin dari clostridium tetani menyebar ke
system saraf di otak melalui pembuluh
darah

Toksin menimbulkan reaksi di system saraf


di otak dan menyebabkan kejang
2. DS: Pasien mengeluh batuk. Spasme otot faring Bersihan jalan nafas
DO: Ronkhi, batuk tidak Akumulasi sputum di trakea tidak efektif.
efektif disertai sputum atau Ronkhi
lender, hasil lab
menunjukkan AGD
abnormal (asidosis
respiratorik).
3. DS: Pasien sesak nafas. Kekakuan otot faring Pola nafas tidak
DO: RR= 26 x/menit, ada teratur
retraksi dinding dada, ada Sesak nafas
pernafasan cuping hidung.
4. DS: pasien demam Infeksi toksin C.tetani Hipertermi
DO: suhu= 38oC, hasil lab

6
sel darah putih (leukosit)=
14.000 mm3. Suhu tubuh meningkat

5. DS: pasien enggan Salah satu syaraf di otak terganggu Gangguan rasa
berkomunikasi dg orang percaya diri.
lain. Kesulitan berbicara
DO: pasien kesulitan
berbicara.
6. DS: pasien mengaku Sering kejang Intoleransi aktivitas.
badannya lemas.
DO: kondisi pasien lemah. Kondisi lemah

Kurang bisa memenuhi kebutuhan shari-


hari
7. DS: pasien jarang sekali Sering kejang Resiko
BAK. ketidakseimbangan
DO: output pasien munurun, oliguria & intake cairan kurang cairan & elektrolit.
intake cairan juga menurun
keseimbangan cairan elektrolit terganggu
8. DS: pasien mengeluh tidak Sering kejang Konstipasi
bisa BAB
DO: pasien sudah 6 hari Gerak peristaltik usus menurun
tidak BAB.
Jarang BAB
9. DS: pasien mengeluh tidak Kejang Perubahan nutrisi
bisa menguyah makanan. kurang dari
DO: makanan pasien tidak kebutuhan.
di habiskan. Spasme otot pengunyah

Tidak bisa makan

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

7
e. Diagnosa Keperawatan
1. Kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium tetani di
system saraf di otak
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sputum.
3. Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu
akibat spasme otot pernafasan.
4. Hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia).
5. Gangguan rasa percaya diri berhubungan dengan kesulitan berbicara.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah.
7. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
intake yang kurang daan oliguria.
8. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak peristaltic usus.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
spasme otot pengunyah
f. Intervensi
1. Diagnose: kejang berhubungan dengan penyebaran toksic clostridium
tetani di system saraf di otak
Tujuan : tidak terjadi kejang
Criteria hasil: frekuensi kejang berkurang,pasien lebih tenang
No. Intervensi Rasional
1. Mandiri
1. Anjurkan 1. Agar pasien tidak
keluarga agar terjatuh dari tempat tidur
menahan tubuh saat pasien mengalami
pasien saat kejang
kejang 2. Melindungi
2. Anjurkan pasien agar tidak
keluarga untuk menggigit lidahnya
memasang sendiri saat terjadi kejang
sendok ke mulut
pasien saat
pasien kejang

2. Kolaborasi Obat anti kejang dapat membantu


Memberikan obat anti pasien untuk segera lepas dari

8
kejang kepada pasien masa kejangnya dan
menenangkan pasien

2. Diagnose: bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


akumlasi sputum.

Tujuan: jalan nafas efektif.

Criteria hasil: AGD normal, tidak ada suara nafas ronkhi, tidak ada
sputum.

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:
1. Bebaskan 1. Bila kepala ekstensi
jalan nafas dengan dapat meluruskan
memberikan posisi sal.pernafasan sehingga
kepala ekstensi. proses respirasi tetap

1. Lakukan berjalan lancar.


pemerikasaan fisik 2. Amati adanya
khususnya ronkhi atau tidak, karena
auskultasi tiap 2-4 ronkhi menunjukkan adanya
jam sekali. gangguan pernafasan.
3. Untuk
1. Lakukan mengeluarkan secret.
suction. 4. Adanya dispnea
adalah indikasi adanya
1. Observasi gangguan pada system
TTV tiap 2 jam. pernafasan.

2. Kolaborasi: Obat mukolitik dapat mengencerkan


Berikan obat pengencer secret yang kental sehingga mudah
secret atau mukolitik. dikeluarkan.

3. Diagnose: pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas


tergaggu akibat spasme otot pernafasan.

Tujuan: pola nafas teratur daan normal.

9
Criteria hasil: tidak sesak nafas, RR dalam rentang normal, tidak ada
retraksi dinding dada, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:
1. Monitor irama 1. Adanya
nafas & RR. kelainan pada
2. Berikan posisi pernafasan dapat
semi fowler. dilihat dari frekuensi,
jenis pernafasan,
3. Observasi tanda &
kemampuan & irama
gejala sianosis.
nafas.
2. Posisi semi
fowler dapat
memberikan rasa
nyaman bagi klien &
salah satu cara untuk
melancarkan jalan
nafas.
3. Sianosis
merupakan tanda
ketidakadekuaan
perfusi O2pada
jaringan tubuh
perifer.

2 Kolaborasi: 1. Kompensasi tubuh thd


1. Anjurkan klien gangguan proses difusi &
untuk melakukan perfusi jaringan dapat
pemeriksaan gas darah. mengakibatkan asidosis

2. Berikan respiratorik.
oksigenasi. 2. Mencegah terjadinya
hipoksia.

4. Diagnose: hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia).

Tujuan: suhu tubuh normal.

10
Criteria hasil: suhu tubuh dalam rentang normal, hasil lab sel darah putih
dalam rentang normal (5.000-10.000 mm3).

No Intervensi Rasional
1. Mandiri:
1. Anjurkan klien 1. Cairan
banyak minum. merupakan
kompresi badan
1. Berikan kompres dari demam.

dingin. 2. Kompres
dingin merupakan
salah satu cara
untuk menurunkan
suhu tubuh dg
proses konduksi.
1. Pantau suhu tiap 2 3. Identfikasi
jam. perkembangan
gejala kearah
syok.
1. Bila ada luka, 4. Perawatan
berikan tindakan aseptic dan luka yang benar,
antiseptic. mengeliminasi
toksin yang masih
berada di sekitar
luka.

2. Kolaborasi:
1. Laksanakan program 1. Antibiotic untuk
pengobatan antibiotic dan meminimalkan
antipiretik. penyebaran kuman
2. Pemeriksaan lab sel darah yang
putih secara berkala. menyebabkan
infeksi. Antipiretik
untuk menurunkan
demam akibat
infeksi.
2. Untuk

11
mengetahui
pengobatan
selanjutnya

5. Diagnose: gangguan rasa percaya diri berhubungan dengan kesulitan


berbicara.
Tujuan: pasien tidak lagi malu untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Criteria hasil: pasien menunjukkan sikap kooperatif saat diperiksa atau
diajak bicara.

No. Intervensi Rasional


1 Mandiri:
1. Berikan penjelasan 1. Edukasi
pada klien tentang penyakit bertujuan agar
yang dialami. klien memahami
sakit yang
diderita, dan
mampu menerima
kondisi yang
dimiliki sekarang
1. Anjurkan klien dan dengan lapang
keluarga untuk sering dada.
berkomunikasi. 2. Untuk
mengembalikan
1. Berikan support pada fungsi otot-otot
klien untuk terus berlatih lidah seperti
berbicara. semula.

3. Support
yang diberikan
akan membuat
klien merasa
bahwa dirinya
pasti bisa pulih
kembali dengan
banyak berlatih.

12
6. Diagnose: intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah.
Tujuan: klien mampu melakukan aktivitas rutin.
Criteria hasil: klien tidak tamapak lemas, tampak bersemangat, mampu
melakukan aktivitas rutin dan memenuhi KDM tanpa bantuan orang lain.

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:
1. Bantu klien untuk 1. KDM tetap
memenuhi KDM selama klien harus dipenuhi
masih lemah. meskipun dalam
2. Minta keluarga untuk kondisi lemah.
membantu klien dalam 2. Untuk
melakukan aktifitas sehari-hari. melatih tonus otot
3. Anjurkan klien untuk klien agar kembali

banyak makan dan banyak normal.


minum.
1. Mengganti
energy yang banyak
hilang.

7. Diagnose: resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan intake yang kurang dan oliguria.

Tujuan: cairan dan elektrolit seimbang.

Criteria hasil: turgor kulit baik, pasien bisa BAK, output normal.

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:
1. Anjurkan klien 1. Membantu
banyak minum (8-10 menyeimbangkan
gelas/hari). cairan tubuh.
2. Pantau turgor kulit. 2. Turgor
kulit baik
menunjukkan
keseimbangan
cairan dan

13
elektrolit juga
baik.

8. Diagnose: konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak peristaltic


usus.

Tujuan: pasien bisa BAB dengan lancar.

Criteria hasil: pasien tidak mengeluh sakit saat BAB, konsistensi BAB
lunak.

No. Intervensi Rasional


1. Mandiri:
1. Anjuran klien 1. Banyak
banyak minum. minum membantu
melunakkan feses.
1. Anjurkan minum 2. Minum yang
yang hangat-hangat. hangat membantu
melunakkan feses.

2. Kolaborasi:
1. Berikan obat 1. Untuk
laksatif. melancarkan BAB.
2. Makanan
1. Berikan diet tinggi serat
tinggi serat. membantu
melancarkan BAB.

9. Diagnose: perubahan nutris kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan spasme otot pengunyah.

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Criteria hasil: intake adekuat, makanan selalu dihabiskan.

14
No. Intervensi Rasional

1. Mandiri:
1. Jelaskan pada klien 1. Dengan tingkat
penyebab kesulitan makan pengetahuan yang adekuat
dan pentingnya makanan diharapkan klien dapat
bagi tubuh. berpartisipasi dan kooperatif
terhadap program diet.

2. Kolaborasi:
1. Berikan diet TKTP 1. Disesuakan dg
cair, lunak, dan bubur kasar. keadaan klien, kemampuan
mengunyah dan tingkat

1. Berikan cairan IV membuka mulut.


line. 2. Agar kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
1. Lakukan 3. Berfungsi sebagai
pemasangan NGT bila perlu. jalan masuknya makanan dan
pemberian obat.

g. evaluasi
1. Bersihan jalan nafas efektif.
2. Pola nafas tertaur.
3. Suhu tubuh normal.
4. Tidak adanya gangguan rasa percaya diri.
5. Mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan.
6. Cairan dan elektrolit tubuh seimbang.
7. Tidak adanya konstipasi.
8. Nutrisi terpenuhi.

15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat
toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai
oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin
kuman closteridium tetani.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

16
DAFTAR PUSTAKA
http://rumahterapialfina.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-askep-tetanus.html
Batticaca. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin. (2008). Asuhan Kepeawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta:
Salemba Medika.

17

Anda mungkin juga menyukai