ID Diagnosis Gangguan Sistem Urinari Pada A
ID Diagnosis Gangguan Sistem Urinari Pada A
SUWARDI HIDAYAT
Suwardi Hidayat
NIM B04100133
ABSTRAK
SUWARDI HIDAYAT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini
ialah satwa liar dari kelas Aves, dengan judul Morfologi Esofagus dan Lambung
Burung Serak Jawa (Tyto alba).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Drh Chairun Nisa’, MSi,
PAVet dan Ibu Dr Drh Savitri Novelina, MSi, PAVet selaku pembimbing, atas
bimbingan dan arahannya selama ini. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang
dan dukungannya, serta kepada Mariska Ramdhianty yang selalu menemani dan
memberi semangat selama penelitian berlangsung. Kepada Diana Asriastita dan
Vian Puput Wijaya yang sempat bergabung dalam penelitian ini, Dr Drh
Nurhidayat, MS, PAVet, Drh Danang Dwi Cahyadi, Drh Yusrizal Akmal, MSi, Ir
Mahfud, MSi, Ibu Sri Murtini, serta Mas Bayu dan staf lab anatomi yang telah
membantu dalam penelitian, penulis ucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dan tidak dapat
disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Suwardi Hidayat
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Klasifikasi dan Distribusi Burung Serak Jawa (Tyto alba) 2
Ekologi dan Perilaku 4
Saluran Pencernaan Burung 4
METODE 6
Waktu dan Tempat 6
Bahan 6
Alat 6
Prosedur Penelitian 6
HASIL 7
Pengamatan Makroskopis Esofagus dan Lambung 7
Pengamatan Mikroskopis Esofagus dan Lambung 9
PEMBAHASAN 12
SIMPULAN 15
SARAN 15
DAFTAR PUSTAKA 15
RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi burung serak jawa menurut Bachynski dan Harris (2002) adalah
sebagai berikut :
Kelas : Aves
Ordo : Strigiformes
Famili : Tytonidae
Subfamili : Tytoninae
Genus : Tyto
Spesies : Tyto alba
Distribusi burung serak jawa hampir di seluruh dunia kecuali Antartika,
dengan berbagai nama lokal seperti barn owl, white owl, masked owl, dan ghost
owl. Burung ini memiliki daerah penyebaran paling luas dibandingkan burung
hantu lainnya. Penyebarannya meliputi Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Afrika,
India, Asia termasuk juga Asia Tenggara, dan Australia. Burung serak jawa
memiliki sekitar 34 subspesies (Parry-Jones 2001). Penyebaran burung dari genus
Tyto ini di Indonesia pada awalnya meliputi Pulau Jawa dan Sumatera, namun
dalam kurun lima tahun (1991-1996), burung serak jawa telah tersebar hampir ke
seluruh Nusantara yang dibawa oleh pemerintah maupun swasta (Deptan 1996).
Saat ini burung serak (Tytonidae) tersebar hampir di semua wilayah meliputi
kepulauan Sunda Besar dan sebagian Sunda Kecil seperti Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan Bali (MacKinnon et al. 2010). Terdapat beberapa spesies yang
berbeda, namun yang paling banyak dikenal masyarakat adalah Tyto alba dengan
nama umum serak jawa atau koreak (Sunda) dan dares (Jawa).
3
A B
Gambar 1 Karakteristik morfologi burung hantu dari famili Strigidae (A), dan
Tytonidae (B) dengan bentuk wajah yang khas.
Burung serak jawa (T. alba) pertama kali didefinisikan oleh Giovanni
Antonio Scopoli pada tahun 1769 yang berarti burung hantu putih (Tyto = burung
hantu, alba = putih). Burung serak jawa memiliki panjang tubuh mulai dari ujung
paruh sampai ujung ekor sekitar 30-35 cm. Bentuk tubuh ramping dengan wajah
berbentuk love-shaped, sepasang mata menghadap ke depan dengan iris mata
berwarna coklat tua sampai hitam dan pupil lebar. Bulu tubuh bagian dorsal
berwarna kuning dan bagian ventral berwarna putih dengan bintik-bintik hitam.
Berat burung dewasa 400-500 gram (MacKinnon et al. 2010).
Burung serak jawa jantan dan betina dapat dibedakan dari warna bulu.
Burung jantan memiliki warna bulu cenderung coklat terang dengan sedikit
bintik-bintik hitam, sekilas terlihat bermotif seperti batik. Bulu pada sayap
memiliki garis abu yang tipis bahkan cenderung polos, berwarna coklat terang
dengan bulu bagian ventral berwarna putih bersih. Dada berwarna putih dengan
sedikit bintik atau bahkan polos, bulu pada tengkuk berwarna abu-abu tipis, serta
pada bulu ekor terdapat garis-garis horizontal berwarna abu-abu tipis. Burung
betina memiliki warna coklat yang lebih gelap. Bulu dada berwarna coklat dengan
banyak bintik berwarna hitam. Bulu tengkuk berwarna abu-abu gelap, bulu sayap
coklat gelap dengan garis-garis horizontal berwarna abu-abu jelas. Warna bulu
sayap bagian ventral putih kecoklatan dengan garis horizontal berwarna abu-abu
jelas, pada bulu ekor memiliki garis-garis horizontal berwarna abu-abu jelas
dengan warna dasar bulu berwarna coklat gelap. Ukuran betina umumnya lebih
besar dibanding jantan (Ramsden et al. 2010).
4
A B
Gambar 2 Saluran pencernaan burung yang memiliki tembolok (A), dan saluran
pencernaan burung hantu yang tidak memiliki tembolok (B)
(sumber : A. http://people.eku.edu, B. http://www.owlpages.com)
METODE
Penelitian ini menggunakan dua ekor burung serak jawa (Tyto alba) betina
yang berasal dari Cianjur Jawa Barat dan Solo Jawa Tengah, dengan berat rata-
rata 471 ± 29 gram. Bahan lainnya adalah : kloroform, paraformaldehida 4%,
alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, silol, parafin, akuades, Entellan®, serta
pewarna hematoksilin-eosin (HE).
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu satu set alat bedah minor,
timbangan (kg), sliding caliper (mm), pita ukur (cm), object glass (kaca preparat)
dan cover glass (kaca penutup), inkubator, hotplate, mikrotom, mikroskop dan
kamera digital Canon EOS 700D untuk dokumentasi makroskopis maupun
mikroskopis (fotomikrografi). Pengolah gambar Adobe Photoshop CS3.
Prosedur Penelitian
HASIL
Saluran pencernaan burung serak jawa terdiri atas paruh, rongga mulut,
esofagus tanpa tembolok, proventrikulus, gizzard, usus halus, usus besar, serta
kloaka. Esofagus burung serak jawa memiliki rataan panjang 9.8 ± 0.25 cm.
Esofagus dibedakan menjadi dua bagian yaitu esofagus pars cervicalis yang
berjalan di sebelah dekstra trakhea dan pars thoracalis yang terdapat di rongga
thoraks (Gambar 4). Burung serak jawa tidak memiliki tembolok. Diameter
esofagus bagian kranial memiliki ukuran 1.01 ± 0.21 cm, bagian medial 0.47 ±
0.17 cm dan bagian kaudal 0.77 ± 0.12 cm (Tabel 1, Gambar 4). Gizzard terletak
di sebelah sinistra dari sumbu medial tubuh dan berada lebih ke kaudal, tepat
disamping sebelah dekstra terdapat usus dan pankreas. Organ proventrikulus baru
terlihat setelah jantung dan hati dipisahkan dari tubuh (Gambar 3A dan B).
h
e c a
b’ b
g d
h i
c a
b’ b
d
g f
Gambar 3 Situs viscerum burung serak jawa (Tyto alba), setelah jantung
dipisahkan (A) dan setelah jantung dan hati dipisahkan (B).
a. Lidah, b. Trakhea, b’. Bronkus c. Esofagus pars cervicalis, d. Esofagus
pars thoracalis, e. Hati, f. Proventrikulus, g. Gizzard, h. Usus, i. Paru-paru
Kantung empedu ditunjukkan dengan anak panah. Bar : 2cm
8
Lambung burung serak jawa terdiri atas proventrikulus dan gizzard. Pada
perbatasan proventrikulus dengan gizzard ditemukan adanya penebalan otot yang
tidak simetris. Proventrikulus berbentuk kerucut (cone-shape), dengan diameter
0.67 ± 0.11 cm di bagian kranial, 1.07 ± 0.2 cm di bagian medial, dan 1.21 ± 0.21
cm di bagian kaudal, serta memiliki panjang 3.2 cm. Gizzard, dalam keadaan
kosong dan difiksasi berbentuk seperti kubus, memiliki panjang kurvatura mayor
6.5 ± 0.95 cm, kurvatura minor sangat pendek. Diameter gizzard 1.88 ± 0.25 cm
yang dihitung pada bagian medial (Tabel 1, Gambar 5).
Tabel 1 Ukuran panjang dan diameter esofagus dan lambung burung serak jawa
f a
e
d c
b
b c a
d
A B
Gambar 6 Koleksi pellet utuh (A) dan komposisi pellet (B) burung serak jawa.
Terdapat beberapa macam tulang dan rambut dari sisa makanan burung serak jawa
yang berupa mencit. Bar : 2 cm
Dinding esofagus burung serak jawa terdiri atas lapisan mukosa, submukosa,
muskularis eksterna dan lapis adventisia (Gambar 7). Mukosa esofagus bagian
kranial dan medial (Gambar 7A, B, A’ dan B’) memperlihatkan lapisan mukosa
yang dilapisi sel epitel pipih banyak lapis tanpa adanya keratinisasi. Mukosa
esofagus bagian kaudal (Gambar 7C), dilapisi oleh epitel silindris sebaris.
10
Kelenjar esofagus berbentuk tubular dan bertipe mukus dengan ciri khas inti
sel yang terletak di basal (Gambar 7D). Kelenjar ini terletak tepat di profundal
epitel mukosa, dan terdapat di sepanjang esofagus. Kelenjar esofagus ditemui
lebih banyak pada bagian kranial dibandingkan bagian medial, dan jumlahnya
semakin sedikit di bagian kaudal. Lapis muskularis eksterna terdiri atas otot
longitudinal di profundal dan otot sirkuler di superfisial. Lapisan muskularis
eksterna di bagian kaudal berukuran paling tebal. Potongan esofagus melintang
(Gambar 7A’, B’, dan C’), menunjukkan bahwa esofagus bagian kranial memiliki
ukuran lumen yang paling lebar, menyempit di bagian medial, dan kembali lebar
di bagian kaudal. Potongan melintang esofagus bagian media l menujukkan lipatan
mukosa yang lebih tinggi dibandingkan bagian kranial dan kaudal.
A kranial i B i C i
b
a c
a d
d d
c e
e e
g f
f h
h h
f
A’ i B’ i C’
i
a d
d d c
c a
e a e
e c
h
h g
f g f h
f
D E
a
c
c
a d b
Gambar 7 Mikroanatomi dinding esofagus bagian kranial (A), medial (B) dan
kaudal (C). Sayatan memanjang (A, B, C), sayatan melintang (A’, B’,
C’), epitel mukosa dan kelenjar esofagus inset A (D) dan inset C (E).
a. Epitel pipih banyak lapis, b. Epitel silindris sebaris, c. Kelenjar esofagus
d. Lapisan submukosa, e. Otot longitudinal, f. Otot sirkuler, g. Pembuluh darah,
h. Lapisan adventisia, i. Lumen. Pewarnaan HE. Bar A, B, C: 200µm; D, E: 50µm.
11
A B a
a b b
c
b
b
c
C
c u
p
u p p
Lm
Sm
Lm
s
A B f
f
a
a
b
c
C D
a
d b
Gambar 9 Mikroanatomi mukosa gizzard dengan kutikula yang tipis (A & B),
muskularis eksterna (C), dan kelenjar gizzard inset B (D)
a. Lipatan mukosa gizzard, b. Kelenjar gizzard, c. Sub mukosa, d. Otot longitudinal,
e. Otot sirkuler, f. Lumen. Kutikula ditunjukkan dengan anak panah
Pewarnaan HE. Bar A: 200µm; B, C: 100µm; dan D: 50µm.
PEMBAHASAN
Esofagus adalah organ berbentuk tubulus, yang menghubungkan daerah
rongga mulut dengan proventrikulus. Burung serak jawa tidak mempunyai
tembolok, hal ini sesuai menurut Fox (1995) bahwa burung hantu tidak memiliki
tembolok. Setelah melalui esofagus makanan langsung menuju proventrikulus dan
dicerna secara enzimatis (Bastarasche 2006). Keberadaan tembolok berkaitan
dengan fungsinya, kadang kala tembolok dilengkapi dengan adanya mikroba
bakteri dan enzim yang menyebabkan terjadinya proses pencernaan makanan
sebelum memasuki lambung, contohnya pada ayam dan merpati (Rossi et al.
2006). Burung serak jawa merupakan burung raptor yang dapat dengan cepat
mencerna makanan dengan enzim proteolitik
Mukosa esofagus burung serak jawa tidak dilapisi dengan keratin, karena
burung ini merupakan burung pemakan daging. Berbeda halnya dengan burung
pemakan biji-bijian dan serangga, adanya keratinisasi dapat melindungi lapisan
mukosa dari erosi akibat gesekan makanan yang keras, seperti kulit dari biji-bijian
dan eksoskeleton serangga. Mukosa esofagus bagian kaudal (Gambar 7C) dilapisi
oleh sel epitel silindris sebaris, hal ini diduga merupakan daerah transisi dari epitel
mukosa, karena esofagus bagian kaudal langsung berhubungan dengan
proventrikulus.
13
Menurut Fox (1995) asam lambung burung raptor diurnal dan burung hantu
memiliki pH 2.0-3.5. Kemampuan raptor diurnal dalam mencerna makanan lebih
baik dibandingkan burung raptor nokturnal, sehingga pada pellet burung serak
jawa masih ditemukan kerangka yang hampir lengkap dari mangsanya (Gambar 6).
Sisa kerangka hampir tidak ditemukan pada pellet burung raptor diurnal (Ordo
Falconiformes). Lapisan muskularis eksterna proventrikulus disusun oleh tiga
lapisan, yaitu dua lapisan otot longitudinal di superfisial dan profundal, serta otot
sirkuler yang terdapat diantara kedua otot longitudinal.
Gizzard burung serak jawa berbentuk menyerupai kubus, dengan lapisan
mukosa dan lapisan otot yang tebal serta terdapat penebalan lapisan otot sirkuler
yang tidak simetris di perbatasan proventrikulus dengan gizzard. Otot gizzard
yang tebal berfungsi untuk mencerna makanan secara mekanik agar tercampur
seluruhnya dengan enzim dari proventrikulus. Menurut Grimm dan Whitehouse
(1963) serta Stevens dan Hume (1995), gizzard juga berfungsi sebagai filter untuk
material yang tidak dapat dicerna dan merupakan tempat pembentukan pellet. Otot
tebal pada gizzard juga berfungsi untuk mendorong pellet yang telah terbentuk,
untuk dikembalikan menuju proventrikulus, yang selanjutnya akan melalui
esofagus dan keluar dari tubuh secara regurgitasi.
Mukosa gizzard dilapisi dengan sel epitel silindris sebaris dan dilapisi oleh
kutikula yang tipis. Kutikula tipis ditemui juga pada burung raptor lain, yaitu
burung elang tikus (Hamdi et al. 2013). Berbeda dengan burung pemakan biji-
bijian dan pemakan serangga yang memiliki kutikula tebal (Nurhidayanti 2002),
burung serak jawa tidak membutuhkan kutikula tebal karena pakannya berupa
daging, yang dapat secara cepat dicerna oleh enzim proteolitik. Burung pemakan
biji-bijian dan pemakan serangga memiliki kutikula tebal untuk melindungi
lapisan mukosa dari makanan yang keras, seperti kulit biji-bijian, atau
eksoskeleton serangga. Pencernaan pada burung pemakan biji-bijan maupun
burung pemakan serangga dibantu dengan adanya kerikil untuk membantu
menghancurkan makanan yang keras (Stevens dan Hume 1995; Hunter et al.
2008).
Kelenjar gizzard berbentuk tubular dan bertipe mukus, terletak di lamina
propria. Kelenjar ini berfungsi menghasilkan mukus pada saat pencernaan
mekanik terjadi. Kelenjar gizzard ditemukan dengan jumlah yang banyak.
Tipisnya kutikula pada mukosa gizzard burung serak jawa memungkinkan
terjadinya kerusakan akibat gesekan dengan makanan yang berupa tikus, sehingga
banyaknya jumlah kelenjar mukus diduga berfungsi untuk melindungi mukosa
dari kerusakan.
Muskularis eksterna gizzard terdiri atas otot longitudinal di profundal dan
otot sirkuler di superfisial. Otot-otot ini cukup tebal, terdiri atas otot polos, dan
terletak di profundal submukosa. Otot tebal ini mendukung fungsinya sebagai
lambung otot yang membutuhkan kontraksi kuat untuk mencerna makanan secara
mekanik dan sebagai pendorong pellet kembali ke proventrikulus pada saat proses
regurgitasi.
15
SIMPULAN
Morfologi esofagus dan lambung burung serak jawa mirip dengan
burung pada umumnya, namun tidak ditemukan adanya tembolok. Esofagus
memiliki kelenjar dengan jumlah yang banyak, berbentuk tubular dan bertipe
mukus. Kelenjar ini terletak tepat di profundal epitel mukosa dan berdistribusi di
sepanjang mukosa esofagus. Salah satu keunikan lain, yaitu lapisan muskularis
eksterna pada esofagus burung serak jawa, adalah letak otot longitudinal yang
berada di bagian profundal dan otot sirkulernya di bagian superfisial.
Proventrikulus memiliki dua buah kelenjar, yaitu kelenjar proventrikulus
superfisialis dan profundus. Kelenjar proventrikulus superfisialis berfungsi
menghasilkan mukus, dan kelenjar proventrikulus profundus menghasilkan
pepsinogen dan asam hidroklorat (HCl). Muskularis eksterna pada proventrikulus
tersusun atas tiga lapisan otot, dua lapisan otot longitud inal di bagian superfisial
dan profundal, serta otot sirkuler terdapat diantara kedua otot longitudinal.
Gizzard memiliki lapisan mukosa yang dilapisi dengan kutikula yang tipis, dan
terdapat penebalan lapisan otot sirkuler yang tidak simetris. Morfologi esofagus
dan lambung burung serak jawa (Tyto alba) secara makroskopis dan mikroskopis
sangat mendukung perilaku makan alaminya.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian mengenai organ-organ pencernaan burung serak
jawa (Tyto alba) secara keseluruhan, seperti usus dan kelenjar asesoris dengan
pengamatan yang lebih mendalam, sehingga dapat menduga fungsi pencernaan
dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bachynski K, Harris MS. 2002. Tyto alba. [internet].[diunduh pada 2014 Januari
18].Tersedia pada: http://animaldiversity.ummz. umich.edu/accounts/Tyto_
alba/
Bastarache G. 2006. Owl pellet analysis activity. [internet]. [diunduh pada 2014
Feb13].Tersedia pada: http: //www.appstate.edu/~goodmanj/4401/labnotes/owl
pellets/owlpellets.html
Batah AL, Selman HA, Saddam M. 2012. Histological study for stomach
(proventriculus and ventriculus) of coot bird Fulica atra. IASJ. 4(1):9-16
Catroxo MHB, Lima MAI, Cappellaro CEMPDM. 1997. Histological aspects of
the stomach (proventriculus and gizzard) of the red-capped cardinal (Paroaria
gularis gularis). Rev Chil Anat. 15(1):19-27.
Cholewiak D. 2003. Strigiformes.[internet].[diunduh pada 2014 Feb 13]. Tersedia
pada: http://animaldiversity.ummz.umich.edu/accounts/Strigiformes/
[Deptan] Departemen Pertanian. 1996. Pedoman Pengembangbiakan Burung
Hantu, Tyto alba sebagai Predator Tikus di Areal Tanaman Perkebunan.
Jakarta (ID) : Deptan
Fox N. 1995. Understanding the Bird of Prey. Surrey (US): Hancock House.
Golser A. 2007. Birds of the World: A Photographic Guide. Ontario (US): Firefly
Books
Grimm RJ, Whitehouse WM. 1963. Pellet formation in a great horned owl :
roentgenographic study. Auk. 80(3) : 301-306
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bekasi pada tanggal 9 Mei 1992, putra kedua dari pasangan
Atjep Noor Hidajat dengan Maizaharni. Penulis menempuh pendidikan sekolah
menengah pertama di SMPN 1 Sukanagara, Cianjur, kemudian meneruskan
pendidikan di SMAN 1 Cianjur, dan diterima sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur USMI.
Selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor, penulis pernah menjadi penanggung jawab cluster wild ornith di himpunan
profesi satwaliar FKH IPB, selain itu penulis juga pernah menjadi ketua dalam
kegiatan Ekspedisi II SATLI mengenai gajah sumatera di Taman Nasional Way
Kambas, Lampung. Penulis pernah menjadi pembicara pada learning grup
himpunan profesi hewan kesayangan dan satwa akuatik eksotik mengenai reptil.