Anda di halaman 1dari 12

Pola Asuh Orang Tua Dalam Membentuk Bina Diri Anak

Tunagrahita Ringan

Oleh : Ahmmad Rifai


Program Pasca Sarjana UNY
Email : ahmmadrifai.2018@student.uny.ac.id

Abstract : Self-esteem independence of children is very important, as well as in mild mentally


retarded children. Self-reliance is inseparable from parenting. This study aims to describe: 1)
Parenting parents in forming self-esteem self-development of mild mentally retarded children, 2)
obstacles that parents face. This research is a case study. The subjects in this study were parents of
mild mentally retarded students who attended SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin as well as
supporting informants namely relatives of mild mentally retarded students and special Va class
companion teachers from mild mentally retarded students. Retrieval of data in this study is to
make observations about the activities of self-development of children while at home, interviews
about parenting applied by parents to children. Data analysis is done through data reduction, data
display and conclusion drawing. Test the validity of the data using source triangulation and
method triangulation. The results showed that: 1) parenting parents in forming self-esteem self-
reliance on mild mentally retarded children, which leads to democratic parenting. 2) the obstacles
faced by parents in forming self-esteem self-sufficiency in mild mental retardation children is the
difficulty of parents in providing understanding of self-development which includes personal
hygiene, eating, and dressing in mildly mentally retarded children, so that learning about self-
development is carried out gradually and fully with patience.

Keywords : Parenting style, self-esteem independence, mild mental retardation

Abstrak : Kemandirian bina diri anak sangatlah penting, begitupun pada anak tunagrahita ringan.
Kemandirian bina diri tidak lepas dari pola asuh orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan: 1) Pola asuh orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri anak tunagrahita
ringan, 2) kendala yang orang tua hadapi. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Subyek
dalam penelitian ini adalah orang tua dari siswa tunagrahita ringan yang bersekolah di SDN Banua
Anyar 8 Banjarmasin serta informan pendukung yaitu kerabat dari siswa tunagrahita ringan dan
guru pendamping khusus kelas Va dari siswa tunagrahita ringan. Pengambilan data dalam
penelitian ini yaitu melakukan observasi mengenai aktivitas bina diri anak selama di rumah,
wawancara mengenai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak. Analisis data
dilakukan melalui reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1)
pola asuh orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri anak tunagrahita ringan yaitu
mengarah pada pola asuh demokratis. 2) kendala yang dihadapi orang tua dalam membentuk
kemandirian bina diri anak tunagrahita ringan adalah kesulitan orang tua dalam memberikan
pemahaman tentang bina diri yang meliputi kebersihan diri, makan, dan berpakaian pada anak
tunagrahita ringan, sehingga pembelajaran tentang bina diri tersebut dilakukan secara bertahap dan
penuh dengan kesabaran.

Kata kunci: Pola asuh orang tua, kemandirian bina diri, anak tunagrahita ringan.
Pendahuluan

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis, teratur,


bertingkat dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas. SDN Banua Anyar 8
Banjarmasin adalah salah satu lembaga pendidikan formal yang berkedudukan di
Kelurahan Banua Anyar, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Sekolah ini
menyelenggarakan pendidikan inklusif yaitu pendidikan yang menerima anak
berkebutuhan khusus bersama-bersama menjalani proses pembelajaran dengan anak pada
umumnya.. Pengertian pendidikan inklusif sesuai dengan Permendiknas Nomor 32 Tahun
2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus,
bahwa pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta
didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial
dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk belajar bersama-sama
dengan peserta didik lain pada satuan pendidikan umum dan pendidikan kejuruan, dengan
cara menyediakan sarana, pendidik, tenaga kependidikan dan kurikulum yang disesuaikan
dengan kebutuhan individual peserta didik (Kustawan, 2012: 8).
Berdasarkan observasi ke SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin, terdapat suasana sekolah
seperti yang tertera dalam pernyataan tentang pendidikan inklusif, yaitu adanya
kurikulum yang disesuaikan, adanya guru pendamping khusus serta layanan-layanan
khusus bagi anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut
beragam, diantaranya adalah anak tunarungu, autis, tunalaras, slow leaner dan anak
tunagrahita. Observasi yang dilakukan peneliti pada bulan Agustus 2016, berkaitan
dengan praktek pembelajaran lapangan (PPL) di SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin,
tepatnya di kelas Va terdapat anak tunagrahita.
Menurut Kosasih (2012: 5) Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya
di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan terhadap
komunikasi sosial. Hal ini pun berpengaruh terhadap kemandirian bina diri anak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pendamping khusus kelas Va, anak tunagrahita
dengan bimbingan terus menerus akan mampu melakukan kegiatan atau mengurus diri
sendiri seperti merawat diri, kebersihan diri, makan, minum dan berbusana. Melihat
kemampuan yang masih dimiliki, diharapkan anak mampu mandiri dan bertanggung
jawab pada dirinya sendiri. Tanpa bimbingan, latihan dan upaya yang dilakukan oleh
orang tua atau orang-orang yang ada di sekitarnya, anak tunagrahita akan banyak
mengalami kesulitan dalam mencapai kemandirian dalam hidupnya.
Fadillah dan Khorida (2013: 195) mengemukakan mandiri adalah sikap atau perilaku
yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Ali dan
Asrori (2006: 18) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan kemandirian seseorang. Perkembangan kemandirian pada seseorang tidak
hanya dipengaruhi oleh pembawaan yang melekat pada diri individu, namun juga
pendidikan dalam keluarga juga diperlukan untuk membantu perkembangaan anak. Dari
pernyataan tersebut jelas bahwa keluarga khususnya orang tua sangat besar peranan
dalam mendidik anak agar dapat mandiri.
Anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga dibandingkan di sekolah.
Karena itu, selama di rumah pola asuh orang tua sangatlah penting, terlebih dalam
memberikan perhatian pada anaknya. Menurut Marsiyati dan Harahap (2000: 51) pola
asuh merupakan ciri khas dari gaya kependidikan, pembinaan pengawasan, sikap dan
hubungan yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Pola asuh orang tua yang
diterapkan kepada anaknya akan mempengaruhi perkembangan anak mulai dari kecil
sampai dewasa nanti.
Anak tunagrahita, pada umumnya masih memiliki potensi yang masih dapat
dikembangkan, sekalipun terbatas. Anak tunagrahita masih dapat dilatih untuk melakukan
aktivitas sehari-hari guna untuk mampu mengurus diri sendiri berupa kegiatan sederhana.
Anak akan mampu dilatih meskipun memerlukan waktu yang lebih lama dalam
melakukan kegiatan karena hambatan yang dimilikinya. Bentuk pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua terhadap anak juga mampu mempengaruhi perkembangan
kemandirian bina diri anak (Ali dan Asrori, 2006: 18).
Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua siswa pada tanggal 22 Agustus 2016
di SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin, anak masih mampu menangkap bina diri yang
diajarkan oleh orang tua kalau orang tua lebih rutin dalam memberikan latihan. Sebelum
anak masuk ke SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin, orang tua sudah melatih anak dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, namun tidak rutin karena orang tua masih kasihan pada
anak jika dilatih untuk mandiri dalam hal merawat diri. Orang tua sudah melihat adanya
potensi yang ada pada anak bahwa anaknya mampu mandiri merawat diri jika diajarkan
secara rutin. Orang tuanya berpendapat kalau anak tunagrahita tidak selalu harus
dimanjakan. Anak harus diajarkan cara mengurus diri sendiri oleh orang tua agar tidak
selamanya bergantung pada orang lain. Walaupun demikian, anak tidak harus mampu
melakukan altivitas sehari-hari yang diluar batas kemampuan anak. Selama di rumah,
orang tua tidak selalu mengikuti keinginan anak. Orang tuanya selalu memberikan
pengertian yang cukup jika hal itu bermanfaat atau merugikan. Orang tuanya tidak pernah
beranggapan untuk menyenangkan anak cukup dengan memberikan keinginan-keinginan
atau kebutuhan anak tanpa memperdulikan atau mempertimbangkan manfaat dan
kerugian hal tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, menggambarkan pola asuh yang diterapkan oleh orang
tua dalam mendidik anak tunagrahita sangat membantu anak dalam melatih
mengembangkan kemampuan bina diri anak khusus nya dalam hal merawat diri. Hal ini
berkaitan dengan hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Riza Wahyu Aftasony,
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tentang pola
asuh orang tua dalam membentuk kemandirian siswa tunagrahita di SMPLB Putra Jaya
Malang: Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang
diterapkan pada kedua subjek yaitu pola asuh otoritatif dan pola asuh melalaikan. Dengan
pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tersebut, kedua subjek dapat mandiri baik
secara emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Subjek SR yang berjenis kelamin
perempuan dengan gaya pola asuh otoritatif dapat bersikap mandiri. Ringankan subjek
BS yang berjenis kelamin laki-laki dengan gaya pengasuhan yang cenderung melalaikan
juga dapat bersikap mandiri.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus. Peneliti akan menggali
informasi secara mendalam dan memusatkan diri secara intensif tentang pola asuh yang
diterapkan orang tua untuk membentuk kemandirian bina diri anak tunagrahita. Pola
asuh orang tua yang diteliti dalam penelitian ini yaitu ditinjau dari sikap orang tua
terhadap anak, pemberian bimbingan dan arahan orang tua terhadap anak, kontrol orang
tua dalam aktivitas anak serta kendala yang dihadapi orang tua dalam mengasuh anak
untuk membentuk kemandirian bina diri anak tunagrahita ringan.
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah satu (1) orang tua yang memiliki anak
tunagrahita dan siswa tunagrahita. Orang tua dalam penelitian ini yaitu ayah atau ibu atau
salah satu dari mereka yang mempunyai anak tunagrahita dengan kemampuan bina diri
yang sudah mampu mandiri. Selain orang tua, penulis juga membutuhkan informan
pendukung untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Informan
pendukung dalam penelitian ini yaitu guru kelas yang menangani siswa tunagrahita di
kelas tersebut dan keluarga dari anak.
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tahap pra pengambilan data yang dimulai dari
bulan September 2016, kemudian tahap pengambilan data mulai dari bulan Desember
sampai Mei 2017, dan tahap penyusunan hasil penelitian yang selesai pada bulan Juni
2016. Adapun tempat pelaksanaannya di SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin yang terletak
di Kelurahan Banua Anyar, Kabupaten Banjar, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan
Selatan dan juga mendatangi rumah subyek yang terletak di Jl. Veteran, Gang Rei Maha,
Banjarmasin.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
observasi dan wawancara. Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu saat subyek
melakukan kegiatan bina diri di rumah seperti merawat diri, kebersihan diri dan
berbusana dan juga mengamati cara orang tua dalam melatih saat anak melaksanakan
aktivitas bina diri. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi atau
gambaran mengenai fokus yang akan diteliti. Teknik wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur. Peneliti melakukan wawancara dengan
orang tua anak tunagrahita dan guru kelas dari anak tunagrahita. Alat-alat yang digunakan
dalam wawancara yaitu buku catatan, kamera dan alat tulis.
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yaitu pedoman observasi dan
pedoman wawancara. Lebih lanjut, sebelum melakukan observasi dan wawancara,
peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi pedoman observasi dan wawancara.

Tabel 1 Pedoman Wawancara Pola Asuh Orang Tua


No Aspek Sub aspek Jumlah butir
1 Kehangatan orang tua terhadap a. sikap orang tua dalam 8
anak tunagrahita mengasuh anak tunagrahita di
rumah tentang pengembangan
kemandirian bina diri anak
tunagrahita
b. adanya bimbingan dan 8
pengasuhan dari orang tua

2 Kontrol orang tua terhadap aktivitas a. kontrol orang tua terhadap 6


anak tunagrahita dalam kehidupan aktivitas anak tunagrahita
sehari-hari dalam kehidupan sehari-hari
b. peraturan yang dibuat oleh 3
orang tua

Tabel 2 Pedoman Wawancara Kendala yang dihadapi Orang Tua


No Aspek Sub aspek Jumlah butir
1 Kendala yang dihadapi orang tua dalam a. Apa sajakah kendala yang 1
membentuk kemandirian bina diri anak dihadapi orang tua dalam
tunagrahita ringan membentuk kemandirian
bina diri anak tunagrahita
ringan
b. Cara orang tua dalam 1
mengatasi kendala yang
dihadapi dalam
membentuk kemandirian
anak tunagrahita ringan
Tabel 3 Pedoman Observasi Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita
No Aspek Sub aspek Jumlah butir
1 Merawat diri dan kebersihan diri a. Mandi 4
b. Menggosok gigi 5
c. Buang air besar 1
d. Buang air kecil 1
e. Mencuci tangan 2
2 Berpakaian a. Berpakaian 4

Hasil Penelitian

1. Sikap Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita
Ringan

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi saat penelitian, sikap orang tua
dalam mengasuh SA dalam membentuk kemandirian bina dirinya, yaitu sebagai
berikut:

Tabel 4 Display Data Sikap Orang Tua dalam Membentuk


Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita Ringan

Aspek Data Sumber Teknik Pengumpulan


Data

Sikap Orang Tua 1. Sikap tidak Orang tua subyek, Wawancara,


dalam Membentuk memanjakan anak tante subyek observasi
Kemandirian Bina 2. Sikap menerima
Diri Anak anak
Tunagrahita Ringan

Pada tabel di atas menjelaskan tentang sikap orang tua terhadap SA dalam
membentuk kemandirian bina diri. Keluarga SA, dari lahir sudah menerima apapun
kondisi dari SA. Hal ini dijelaskan Ibu RA dalam wawancara yaitu sebagai berikut:
“ya harus menerima ding, kayak apapun inya ya inya anak kita jua. Ku anggap
kaya anak normal ae inya sama kayak kaka nya” (wawancara tanggal 18 April
2017)
Pernyataan di atas didukung oleh penuturan dari Ibu HN selaku saudara
kandung suami Ibu RA yaitu sebagai berikut:
“Orang tua SA manarima ja kondisi SA yang kaya tuh, kadada mambeda-beda
akan antara kaka nya dengan SA.” (wawancara tanggal 22 April 2017).
Keluarga SA memberikan pelatihan bina diri dengan cara bertahap. Bina diri
merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, tidak terkecuali anak tunagrahita.
Dengan diberikan pelatihan bina diri secara rutin, SA mampu melakukan bina diri
secara mandiri dan hal itu akan mengurangi ketergantungan dengan orang lain.
Pada saat memberikan pelatihan bina diri kepada SA, langkah awal yang
dilakukan orang tua yaitu memberikan contoh cara melakukannya. Dengan tidak
adanya hambatan secara motorik, SA mampu melakukan langsung sendiri dengan
hanya melihat apa yang dicontohkan oleh orang tuanya di rumah. Jika anak belum
paham, maka orang tua membenarkan dengan cara memberikan contoh langsung
dengan memperagakan. Misalnya, saat menggosok gigi, pola gerakan yang
dilakukan SA menggosok giginya salah, maka Ibunya memberikan contoh dengan
langsung memperagakan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu RA mengungkapkan hal sebagai
berikut:
“kalonya malatih inya bisa segala mandi, makan, babaju sorangan tuh batahap
pang ding ae, oleh inya bahari tuh kada tapi pamahaman orangnya.”(wawancara
tanggal 18 April 2017)
Dilanjutkan oleh ibunya, yaitu sebagai berikut:
“ya batarusan pang, tugul jar orang tu nah. Batahap, dari inya malihat kami di
rumah manggawi dulu, kami padahi dulu cara-cara kayak gosok gigi, mandi,
makan, babaju tu kayak apa yang bujurnya” (wawancara tanggal 18 April 2016)

Perkataan Ibu RA tersebut juga didukung dengan hasil observasi pada tanggal
23 April 2017, saat melakukan bina diri menggosok gigi, SA sudah paham cara
menggosok gigi. Namun, pada saat gerakkan SA salah dalam menggosok giginya,
Ibu RA langsung mempraktekkan dengan cara mendemonstrasikan gerakan
menggosok gigi yang benar. SA mengikuti apa yang didemonstrasikan oleh ibunya
tersebut.
Dari penuturan Ibu RA dan hasil observasi di atas dapat diketahui bahwa
ketika orang tua melihat anaknya mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas
bina diri, sikap orang tua tidak langsung membantu atau mengambil alih pekerjaan
anak. Orang tua mendemonstrasikan dulu cara yang benar kemudian anak
mengikutinya. Sikap pola asuh seperti itu dapat dilihat hasilnya pada perkembangan
kemampuan bina diri anak yang baik.

2. Bimbingan dan Pengarahan dari Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina
Diri Anak Tunagrahita Ringan

Tabel 4.2. Display Data Bimbingan dan Pengarahan dari Orang Tua dalam
Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita Ringan

Aspek Data Sumber Teknik Pengumpulan


Data

Bimbingan dan Orang tua memberikan Orang tua Wawancara,


Arahan Orang Tua bimbingan dan arahan subyek , tante observasi
dalam Membentuk dalam melatih bina diri subyek
Kemandirian Bina pada anak berupa
Diri Anak instruksi dan contoh cara
Tunagrahita Ringan mengerjakan kegiatan

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa orang tua tidak langsung membantu SA
untuk menyelesaikan aktivitasnya, namun mereka membantu SA untuk
menyelesaikan aktivitasnya dengan cara memberikan bimbingan dan arahan agar
mampu mengerjakan sendiri. Bimbingan dan arahan yang diberikan oleh orang tua
berupa instruksi, pendampingan dan bantuan dengan tindakan secara langsung.
Pemberian bimbingan dan arahan dari orang tua seperti yang diungkapkan
oleh Ibu RA selaku orang tua SA sebagai berikut:
“selalu ai ding ai, nang kayak jar ku tadi pang. Inya tu diarah akan dulu tata
cara manggawinya hanyar dibimbing dengan praktek langsung” (wawancara
tanggal 18 April 2017)
Pemberian dan arahan yang dilakukan oleh Ibu RA juga diungkapkan oleh
tante HN, yaitu sebagai berikut:
“ada, selalu ae orang tua nya membimbing dan mengarahkan SA. Kalo kada
kayak tuh kada akan bisa ae SA mandiri bina dirinya” (wawancara tanggal 22
April 2017)
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu RA dan tante HN di atas, maka dapat
dikatakan bahwa orang tua SA dalam memberikan pengasuhan tentang bina diri
dengan cara membimbing dan memberi pengarahan pada anak. Bimbingan dan
pengarahan yang diberikan yaitu berupa instruksi dan contoh cara mengerjakan
kegiatan.

3. Peraturan yang dibuat Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak
Tunagrahita Ringan

Dalam membentuk kemandirian bina diri, orang tua juga membuat peraturan
untuk SA melakukan aktivitas sehari-harinya. Peraturan terhadap SA untuk
membentuk kemandirian bina dirinya dapat dirangkum pada tabel di bawah ini

Tabel 4.3. Display Data Peraturan dan Kontrol Orang Tua dalam
Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita Ringan

Aspek Data Sumber Teknik


Pengumpulan Data

Peraturan yang Orang tua Orang tua, tante wawancara


dibuat Orang Tua menerapkan subyek
dalam Membentuk peraturan namun
Kemandirian Bina tidak mutlak dan
Diri Anak tidak berupa
Tunagrahita Ringan peraturan tertulis
melainkan hanya
berupa peraturan
lisan

Pada tabel di atas, peneliti memperoleh hasil bahwa peraturan dari orang tua
terhadap SA, orang tua menerapkan beberapa peraturan namun tidak mutlak dan
tidak berupa peraturan tertulis melainkan hanya berupa peraturan lisan.
Peraturan dan kontrol orang tua dalam mendidik dan membentuk kemandirian
bina diri SA diperoleh dari wawancara dengan Ibu RA sebagai berikut:
“kalonya peraturan yang tertulis kayak di sekolah tu kada pang. Lisan ja.
Misalkan kalonya kada mau mandi bila pas libur tu nah, ya ku sangiti. Kalonya
makan masih ja bahamburan banyak nasi ku sangiti. Supaya mandisiplin akan
inya.” (wawancara tanggal 18 April 2017)
Tante HN selaku orang yang dekat dengan Ibu RA menambahkan:
“mun peraturan tu nyata ada, tapi kada mutlak harus. Kayak pas makan, SA
disangiti kalonya bahamburan banyak papat nasi.” (wawancara tanggal 22 April
2017)

Dari hasil wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa orang tua dalam
melatih dan mendidik anak, beliau menerapkan peraturan-peraturan yang harus
dipatuhi oleh SA. Peraturan tersebut tidak mutlak dan tidak berupa peraturan tertulis.
Peraturan yang dibuat oleh orang tua hanya berupa peraturan lisan. Orang tua hanya
menerapkan hal yang sudah seharusnya dipelajari oleh anaknya dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Peraturan-peraturan itu dibuat dengan tujuuan untuk
mendisiplinkan anaknya.

4. Kontrol Orang Tua terhadap Aktivitas sehari-hari Anak


Orang tua dalam mengasuh anak di rumah tidak hanya membuat atau
menerapkan peraturan yang harus ditaati oleh anaknya, namun juga melakukan
kontrol dan perhatian terhadap anak. Kontrol dan perhatian orang tua pada anak juga
berpengaruh untuk perkembangan anak. Ibu RA juga melakukan kontrol dan
perhatian terhadap SA untuk membentuk kemandirian bina dirinya. Berikut ini hasil
wawancara dengan Ibu RA terkait kontrol dan perhatian orang tua terhadap SA yaitu:
“kalonya aku ni lah, bagawinya manjaga toko habis manunggui SA bulik
sekolah, nah inya nih ku antar ka wadah acilnya di Dharma sana. Abahnya di
situ jua, mambengkel di muka rumah acilnya tu. Nah pas kami bagawi ya kami
titip dengan acilnya ai SA. Acilnya tu bulik ngajar SD jua, jadi pas SA bulik
sekolah pas acilnya ada jua.” (wawancara tanggal 18 April 2017)

Pernyataan di atas sejalan dengan ungkapan dari Tante HN yaitu sebagai


berikut:
“kalo nya siang aku yang mangawasinya, nah mun sudah malam SAnya dengan
mama abahnya ke veteran sana. Jadi taawasi ja SA nih” (wawancara tanggal 22
April 2017)

Hasil observasi pada tanggal 23 April 2017, saat SA bermain dengan teman
sebayanya di sekitar rumah, Ibunya meminta untuk balik ke rumah karena hari
mulai sore. Setelah mendengar ibunya berkata begitu, SA langsung berhenti bermain
dan segera pulang ke rumah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu RA dan tante HN serta hasil
observasi di atas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya dalam memberikan
pengasuhan pada anak, khususnya pada anak tunagrahita ringan pemberian perhatian
dan melakukan pengontrolan kegiatan anak sehari-hari perlu dilakukan oleh orang
tua anak. Pemberian perhatian dan kontrol orang tua pada anak dapat mengetahui
aktivitas yang dilakukan anak-anaknya dan dapat mengetahui perkembangan pada
anaknya.

5. Kendala yang dihadapi Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak
Tunagrahita Ringan

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh data tentang kendala yang dihadapi


orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri SA, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4. Display Data Kendala yang dihadapai Orang Tua dalam
Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita Ringan

Aspek Data Sumber Teknik


Pengumpulan Data

Kendala yang Keterlambatan SA Orang tua, tante Wawancara


dihadapi Orang Tua dalam memahami subyek
dalam Membentuk suatu kegiatan bina
Kemandirian Bina diri
Diri Anak
Tunagrahita Ringan

Pada Tabel di atas, kendala yang dihadapi orang tua dalam membentuk
kemandirian bina diri adalah kesulitan dari SA dalam memahami suatu kegiatan bina
diri sehingga pembelajaran tidak secepat anak pada umumnnya. Hal ini didapatkan
dari wawancara dengan Ibu RA yaitu sebagai berikut:
“kendala nya tu inya kada tapi pamahaman pang, jadi lambat malajarinya tuh.
Oleh kada kaya kakanakan lain tadi.” (wawancara tanggal 18 April 2017)
Ungkapan di atas sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Tante HN yaitu
sebagai berikut:
“mungkin kendala nya kada tapi pamahaman banar ae, lola jar kita tu.”
(wawancara tanggal 22 April 2018).
Orang tua mengatasi kendala yang dihadapi mereka dalam membentuk
kemandirian bina diri SA adalah dengan bersikap sabar dan selalu konsisten
memberikan pelajaran bina diri. Hal ini diungkapkan Ibu RA sebagai berikut:
“bawa banyak basabar ja, habis tuh konsisten dalam malajarinya terus-menerus.
Kada setengah-setengah. anggap ja inya kaya anak normal, leh secara fisik inya
kadada kekurangan pang. Pikirannya banar ae kada kaya kakanakan lain,
hahaha.” (wawancara tanggal 18 April 2017)
Pernyataan di atas sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh tante HN
sebagai berikut:
“mun cara tuh kadada pang ding ai, sabar banar ae mun sudah baisi anak yang
kada normal nih.” (wawancara tanggal 22 April 2017).

Pembahasan Hasil Penelitian

Pada penelitian ini, orang tua dari anak tunagrahita ringan dalam membentuk
kemandirian bina diri anaknya cenderung menggunakan pola asuh bentuk demokratis.
Adanya pemberian bimbingan dan pengarahan dari orang tua terhadap anak dalam
membentuk kemandirian bina diri anak. Peraturan yang dibuat orang tua dalam
membentuk kemandirian anak tidak mutlak harus ditaati. Selain itu, orang tua juga
memberikan kebebasan pada anak namun tetap mengontrol kegiatan anak.
Berdasarkan data hasil penelitian yang telah disajikan sebelumnya, peneliti akan
menguraikan tentang pola asuh orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri anak
tunagrahita ringan yaitu sebagai berikut:
1. Sikap Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita
Ringan
Dalam kesehariannya, orang tua memberikan kesempatan pada SA untuk
terbuka mengungkap masalah-masalah pada dirinya terurama dalam hal melakukan
kemandirian bina diri. Apabila belum mampu melakukan suatu bina diri, maka
orang tua memberikan penjelasan yang lebih namun sederhana agar mudah diterima
dan SA mampu melakukannya secara mandiri. Orang tua sangat peduli dengan
perkembangan SA sehingga dalam kesehariannya orang tua selalu memantau
kegiatan SA. Orang tua tidak pernah memanjakan SA dalam sehari-harinya. Hal itu
dilakukan oleh orang tua agar anak mampu mandiri dalam melakukan aktivitas
sehari-harinya.
Dalam kesehariannya, orang tua selalu mengajarkan bina diri yang belum bisa
dilakukan oleh anak. Orang tua selalu menanyakan kesulitan-kesulitan yang dialami
anak sehingga orang tua paham apa yang harus dilakukan agar anak mudah
mengerti. Pada saat anak tidak mau dilatih atau tidak mau melakukan bina diri, yang
orang tua lakukan yaitu menjelaskan pada anak tentang dampak baik dan buruknya
jika anak mau melakukan dan tidak mau melakukan bina diri tersebur dengan cara
yang sederhana. Dengan menjelaskan dampak baik buruknya, biasanya anak akan
mau berlatih bina diri.

2. Bimbingan dan Pengarahan dari Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina
Diri Anak Tunagrahita Ringan
Dalam mengembangkan kemandirian bina diri di rumah pada anak
berkebutuhan khusus terutama pada anak tunagrahita ringan, salah satu hal yang
harus dilakukan orang tua yaitu memberikan bimbingan dan arahan agar anak
mampu dengan mudah memahami kegiatan bina diri. Pola asuh yang diberikan oleh
keluarga dalam membentuk kemandirian bina diri pada SA ditandai dengan
memberikan bimbingan dan arahan agar anak paham dengan apa yang akan
dilakukan. Hal ini sesuai dengan karakteristik pola asuh bentuk demokratis, menurut
Noor Rohinah (2012: 134), yaitu orang tua memberikan pengarahan dan bimbingan
terhadap tindakan anak. Bimbingan dan arahan yang diberikan orang tua dan
keluarga berupa instruksi singkat, pendampingan dan bantuan dengan tindakan
secara langsung. Hal seperti itu akan memudahkan anak tunagrahita ringan untuk
membentuk kemandirian bina diri terutama saat melakukan bina diri di rumah.

3. Peraturan Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita
Ringan
Dalam mengasuh dan mendidik anak agar sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat, orang tua biasanya membuat peraturan mengenai larangan yang harus
diperhatikan dengan tujuan agar anak mempunyai sikap disiplin. Orang tua dalam
mengasuh dan melatih kemandirian bina diri juga menerapkan peraturan pada SA
namun peraturan yang dibuat tersebut tidak bersifat memaksa. Peraturan yang dibuat
hanya sederhana dan peraturan yang dibuat oleh orang tua bertujuan untuk
mendisiplinkan anaknya. Hal ini sejalan dengan salah satu ciri-ciri pola asuh
demokratis, yaitu orang tua menjelaskan disiplin yang mereka berikan (Baumrind
dalam Casmini, 2007: 50). Peraturan yang dibuat untuk mendisiplinkan SA seperti
ketika makan, cara makan harus benar agar nasi tidak banyak yang berceceran.
4. Kontrol Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita
Ringan
Dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus terutama anak tunagrahita ringan,
orang tua tidak hanya membuat peraturan yang harus ditaati oleh anak agar
mempunyai sikap disiplin, namun juga perlu memberikan perhatian dan kontrol
terhadap anak. Pemberian perhatian dan kontrol dari oarng tua kepada anak juga
sangat berpengath terhadap perkembangan bina diri anaknya.
Bentuk perhatian orang tua yaitu selalu memperhatikan setiap kegiatan yang
dilakukan SA saat di rumah. SA diberikan kebebasan melakukan aktivitas sehari-hari
secara mandiri namun tetap dengan pengawasan dan perhatian orang tua atau
keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat Casmini (2007: 50) yaitu dalam pola asuh
demokratis, anak diberikan kesempatan untuk berkembang otonomi namun tetap
dengan perhatian orang tua.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan bahwa pola asuh orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri
anak tunagrahita ringan di SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin yaitu sebagai berikut:
1. Pola asuh yang diterapkan orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri
anak tunagrahita ringan di SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin dengan subyek
bernama SA mengarah pada bentuk ppola asuh demokratis, yang ditandai dengan
orang tua memberikan kebebasan dalam mengungkapkan pendapat dan bertindak,
namun orang tua tetap mengontrol setiap aktivitas yang dilakukan anak, orang tua
memberikan pengarahan dan bimbingan saat membentuk kemandirian bina diri
pada anak, orang tua berikap hangat namun tegas dalam membentuk kemandirian
bina diri.
2. Kendala yang dihadapi orang tua yaitu kesulitan orang tua dalam memberikan
pemahaman tentang pembelajaran bina diri pada anak tunagrahita ringan,
sehingga pembelajaran tentang bina diri dilakukan secara bertahap dan penuh
dengan kesabaran.
3. Penelitian yang sejenis yang paling relevan dengan hasil penelitian ini yaitu
penelitian Ana Afriyanti, mahasiswa Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul Studi Kasus Pola Asuh
Orang Tua dalam Mengembangkan Kemandirian Bina Diri Anak Cerebral Palsy
di SLB Rela Bhakti 1 Gamping Sleman Yogyakarta. Hasil Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pola asuh orang tua dalam mengembangkan kemandirian
bina diri anak cerebral palsy tipe spastik yaitu mengarah pada pola asuh
demokratis.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. 2006. Psikologi Remaja: Perkembangan


Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara

Casmini. 2007. Emotional Parenting: Dasar-Dasar Pengasuhan Kecerdasan Emosi


Anak. Yogyakarta: Pilar Media.

Fadillah, Muhammad dan Khorida, Lilif Mualafu. 2013. Pendidikan Karakter Anak
Usia Dini. Yogyakarta: Ar Ruzz Media

Rohina, Noor. 2012. Pengembangan Karakter Anak Secara Efektif di Sekolah dan di
Rumah. Yogyakarta: Pedagogia

Kokasih, E. 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama
Widya

Kustawan, Dedy. 2012. Pendidikan Inklusif dan Upaya Implementasinya. Jakarta Timur:
Luxima

Marsyati, dan Harahap. 2000. Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: PT. Kencana

Anda mungkin juga menyukai