Tunagrahita Ringan
Abstrak : Kemandirian bina diri anak sangatlah penting, begitupun pada anak tunagrahita ringan.
Kemandirian bina diri tidak lepas dari pola asuh orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan: 1) Pola asuh orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri anak tunagrahita
ringan, 2) kendala yang orang tua hadapi. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Subyek
dalam penelitian ini adalah orang tua dari siswa tunagrahita ringan yang bersekolah di SDN Banua
Anyar 8 Banjarmasin serta informan pendukung yaitu kerabat dari siswa tunagrahita ringan dan
guru pendamping khusus kelas Va dari siswa tunagrahita ringan. Pengambilan data dalam
penelitian ini yaitu melakukan observasi mengenai aktivitas bina diri anak selama di rumah,
wawancara mengenai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak. Analisis data
dilakukan melalui reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1)
pola asuh orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri anak tunagrahita ringan yaitu
mengarah pada pola asuh demokratis. 2) kendala yang dihadapi orang tua dalam membentuk
kemandirian bina diri anak tunagrahita ringan adalah kesulitan orang tua dalam memberikan
pemahaman tentang bina diri yang meliputi kebersihan diri, makan, dan berpakaian pada anak
tunagrahita ringan, sehingga pembelajaran tentang bina diri tersebut dilakukan secara bertahap dan
penuh dengan kesabaran.
Kata kunci: Pola asuh orang tua, kemandirian bina diri, anak tunagrahita ringan.
Pendahuluan
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus. Peneliti akan menggali
informasi secara mendalam dan memusatkan diri secara intensif tentang pola asuh yang
diterapkan orang tua untuk membentuk kemandirian bina diri anak tunagrahita. Pola
asuh orang tua yang diteliti dalam penelitian ini yaitu ditinjau dari sikap orang tua
terhadap anak, pemberian bimbingan dan arahan orang tua terhadap anak, kontrol orang
tua dalam aktivitas anak serta kendala yang dihadapi orang tua dalam mengasuh anak
untuk membentuk kemandirian bina diri anak tunagrahita ringan.
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah satu (1) orang tua yang memiliki anak
tunagrahita dan siswa tunagrahita. Orang tua dalam penelitian ini yaitu ayah atau ibu atau
salah satu dari mereka yang mempunyai anak tunagrahita dengan kemampuan bina diri
yang sudah mampu mandiri. Selain orang tua, penulis juga membutuhkan informan
pendukung untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Informan
pendukung dalam penelitian ini yaitu guru kelas yang menangani siswa tunagrahita di
kelas tersebut dan keluarga dari anak.
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tahap pra pengambilan data yang dimulai dari
bulan September 2016, kemudian tahap pengambilan data mulai dari bulan Desember
sampai Mei 2017, dan tahap penyusunan hasil penelitian yang selesai pada bulan Juni
2016. Adapun tempat pelaksanaannya di SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin yang terletak
di Kelurahan Banua Anyar, Kabupaten Banjar, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan
Selatan dan juga mendatangi rumah subyek yang terletak di Jl. Veteran, Gang Rei Maha,
Banjarmasin.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
observasi dan wawancara. Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu saat subyek
melakukan kegiatan bina diri di rumah seperti merawat diri, kebersihan diri dan
berbusana dan juga mengamati cara orang tua dalam melatih saat anak melaksanakan
aktivitas bina diri. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi atau
gambaran mengenai fokus yang akan diteliti. Teknik wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur. Peneliti melakukan wawancara dengan
orang tua anak tunagrahita dan guru kelas dari anak tunagrahita. Alat-alat yang digunakan
dalam wawancara yaitu buku catatan, kamera dan alat tulis.
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen yaitu pedoman observasi dan
pedoman wawancara. Lebih lanjut, sebelum melakukan observasi dan wawancara,
peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi pedoman observasi dan wawancara.
Hasil Penelitian
1. Sikap Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita
Ringan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi saat penelitian, sikap orang tua
dalam mengasuh SA dalam membentuk kemandirian bina dirinya, yaitu sebagai
berikut:
Pada tabel di atas menjelaskan tentang sikap orang tua terhadap SA dalam
membentuk kemandirian bina diri. Keluarga SA, dari lahir sudah menerima apapun
kondisi dari SA. Hal ini dijelaskan Ibu RA dalam wawancara yaitu sebagai berikut:
“ya harus menerima ding, kayak apapun inya ya inya anak kita jua. Ku anggap
kaya anak normal ae inya sama kayak kaka nya” (wawancara tanggal 18 April
2017)
Pernyataan di atas didukung oleh penuturan dari Ibu HN selaku saudara
kandung suami Ibu RA yaitu sebagai berikut:
“Orang tua SA manarima ja kondisi SA yang kaya tuh, kadada mambeda-beda
akan antara kaka nya dengan SA.” (wawancara tanggal 22 April 2017).
Keluarga SA memberikan pelatihan bina diri dengan cara bertahap. Bina diri
merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, tidak terkecuali anak tunagrahita.
Dengan diberikan pelatihan bina diri secara rutin, SA mampu melakukan bina diri
secara mandiri dan hal itu akan mengurangi ketergantungan dengan orang lain.
Pada saat memberikan pelatihan bina diri kepada SA, langkah awal yang
dilakukan orang tua yaitu memberikan contoh cara melakukannya. Dengan tidak
adanya hambatan secara motorik, SA mampu melakukan langsung sendiri dengan
hanya melihat apa yang dicontohkan oleh orang tuanya di rumah. Jika anak belum
paham, maka orang tua membenarkan dengan cara memberikan contoh langsung
dengan memperagakan. Misalnya, saat menggosok gigi, pola gerakan yang
dilakukan SA menggosok giginya salah, maka Ibunya memberikan contoh dengan
langsung memperagakan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu RA mengungkapkan hal sebagai
berikut:
“kalonya malatih inya bisa segala mandi, makan, babaju sorangan tuh batahap
pang ding ae, oleh inya bahari tuh kada tapi pamahaman orangnya.”(wawancara
tanggal 18 April 2017)
Dilanjutkan oleh ibunya, yaitu sebagai berikut:
“ya batarusan pang, tugul jar orang tu nah. Batahap, dari inya malihat kami di
rumah manggawi dulu, kami padahi dulu cara-cara kayak gosok gigi, mandi,
makan, babaju tu kayak apa yang bujurnya” (wawancara tanggal 18 April 2016)
Perkataan Ibu RA tersebut juga didukung dengan hasil observasi pada tanggal
23 April 2017, saat melakukan bina diri menggosok gigi, SA sudah paham cara
menggosok gigi. Namun, pada saat gerakkan SA salah dalam menggosok giginya,
Ibu RA langsung mempraktekkan dengan cara mendemonstrasikan gerakan
menggosok gigi yang benar. SA mengikuti apa yang didemonstrasikan oleh ibunya
tersebut.
Dari penuturan Ibu RA dan hasil observasi di atas dapat diketahui bahwa
ketika orang tua melihat anaknya mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas
bina diri, sikap orang tua tidak langsung membantu atau mengambil alih pekerjaan
anak. Orang tua mendemonstrasikan dulu cara yang benar kemudian anak
mengikutinya. Sikap pola asuh seperti itu dapat dilihat hasilnya pada perkembangan
kemampuan bina diri anak yang baik.
2. Bimbingan dan Pengarahan dari Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina
Diri Anak Tunagrahita Ringan
Tabel 4.2. Display Data Bimbingan dan Pengarahan dari Orang Tua dalam
Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita Ringan
Pada tabel di atas menunjukkan bahwa orang tua tidak langsung membantu SA
untuk menyelesaikan aktivitasnya, namun mereka membantu SA untuk
menyelesaikan aktivitasnya dengan cara memberikan bimbingan dan arahan agar
mampu mengerjakan sendiri. Bimbingan dan arahan yang diberikan oleh orang tua
berupa instruksi, pendampingan dan bantuan dengan tindakan secara langsung.
Pemberian bimbingan dan arahan dari orang tua seperti yang diungkapkan
oleh Ibu RA selaku orang tua SA sebagai berikut:
“selalu ai ding ai, nang kayak jar ku tadi pang. Inya tu diarah akan dulu tata
cara manggawinya hanyar dibimbing dengan praktek langsung” (wawancara
tanggal 18 April 2017)
Pemberian dan arahan yang dilakukan oleh Ibu RA juga diungkapkan oleh
tante HN, yaitu sebagai berikut:
“ada, selalu ae orang tua nya membimbing dan mengarahkan SA. Kalo kada
kayak tuh kada akan bisa ae SA mandiri bina dirinya” (wawancara tanggal 22
April 2017)
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu RA dan tante HN di atas, maka dapat
dikatakan bahwa orang tua SA dalam memberikan pengasuhan tentang bina diri
dengan cara membimbing dan memberi pengarahan pada anak. Bimbingan dan
pengarahan yang diberikan yaitu berupa instruksi dan contoh cara mengerjakan
kegiatan.
3. Peraturan yang dibuat Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak
Tunagrahita Ringan
Dalam membentuk kemandirian bina diri, orang tua juga membuat peraturan
untuk SA melakukan aktivitas sehari-harinya. Peraturan terhadap SA untuk
membentuk kemandirian bina dirinya dapat dirangkum pada tabel di bawah ini
Tabel 4.3. Display Data Peraturan dan Kontrol Orang Tua dalam
Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita Ringan
Pada tabel di atas, peneliti memperoleh hasil bahwa peraturan dari orang tua
terhadap SA, orang tua menerapkan beberapa peraturan namun tidak mutlak dan
tidak berupa peraturan tertulis melainkan hanya berupa peraturan lisan.
Peraturan dan kontrol orang tua dalam mendidik dan membentuk kemandirian
bina diri SA diperoleh dari wawancara dengan Ibu RA sebagai berikut:
“kalonya peraturan yang tertulis kayak di sekolah tu kada pang. Lisan ja.
Misalkan kalonya kada mau mandi bila pas libur tu nah, ya ku sangiti. Kalonya
makan masih ja bahamburan banyak nasi ku sangiti. Supaya mandisiplin akan
inya.” (wawancara tanggal 18 April 2017)
Tante HN selaku orang yang dekat dengan Ibu RA menambahkan:
“mun peraturan tu nyata ada, tapi kada mutlak harus. Kayak pas makan, SA
disangiti kalonya bahamburan banyak papat nasi.” (wawancara tanggal 22 April
2017)
Dari hasil wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa orang tua dalam
melatih dan mendidik anak, beliau menerapkan peraturan-peraturan yang harus
dipatuhi oleh SA. Peraturan tersebut tidak mutlak dan tidak berupa peraturan tertulis.
Peraturan yang dibuat oleh orang tua hanya berupa peraturan lisan. Orang tua hanya
menerapkan hal yang sudah seharusnya dipelajari oleh anaknya dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Peraturan-peraturan itu dibuat dengan tujuuan untuk
mendisiplinkan anaknya.
Hasil observasi pada tanggal 23 April 2017, saat SA bermain dengan teman
sebayanya di sekitar rumah, Ibunya meminta untuk balik ke rumah karena hari
mulai sore. Setelah mendengar ibunya berkata begitu, SA langsung berhenti bermain
dan segera pulang ke rumah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu RA dan tante HN serta hasil
observasi di atas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya dalam memberikan
pengasuhan pada anak, khususnya pada anak tunagrahita ringan pemberian perhatian
dan melakukan pengontrolan kegiatan anak sehari-hari perlu dilakukan oleh orang
tua anak. Pemberian perhatian dan kontrol orang tua pada anak dapat mengetahui
aktivitas yang dilakukan anak-anaknya dan dapat mengetahui perkembangan pada
anaknya.
5. Kendala yang dihadapi Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak
Tunagrahita Ringan
Pada Tabel di atas, kendala yang dihadapi orang tua dalam membentuk
kemandirian bina diri adalah kesulitan dari SA dalam memahami suatu kegiatan bina
diri sehingga pembelajaran tidak secepat anak pada umumnnya. Hal ini didapatkan
dari wawancara dengan Ibu RA yaitu sebagai berikut:
“kendala nya tu inya kada tapi pamahaman pang, jadi lambat malajarinya tuh.
Oleh kada kaya kakanakan lain tadi.” (wawancara tanggal 18 April 2017)
Ungkapan di atas sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Tante HN yaitu
sebagai berikut:
“mungkin kendala nya kada tapi pamahaman banar ae, lola jar kita tu.”
(wawancara tanggal 22 April 2018).
Orang tua mengatasi kendala yang dihadapi mereka dalam membentuk
kemandirian bina diri SA adalah dengan bersikap sabar dan selalu konsisten
memberikan pelajaran bina diri. Hal ini diungkapkan Ibu RA sebagai berikut:
“bawa banyak basabar ja, habis tuh konsisten dalam malajarinya terus-menerus.
Kada setengah-setengah. anggap ja inya kaya anak normal, leh secara fisik inya
kadada kekurangan pang. Pikirannya banar ae kada kaya kakanakan lain,
hahaha.” (wawancara tanggal 18 April 2017)
Pernyataan di atas sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh tante HN
sebagai berikut:
“mun cara tuh kadada pang ding ai, sabar banar ae mun sudah baisi anak yang
kada normal nih.” (wawancara tanggal 22 April 2017).
Pada penelitian ini, orang tua dari anak tunagrahita ringan dalam membentuk
kemandirian bina diri anaknya cenderung menggunakan pola asuh bentuk demokratis.
Adanya pemberian bimbingan dan pengarahan dari orang tua terhadap anak dalam
membentuk kemandirian bina diri anak. Peraturan yang dibuat orang tua dalam
membentuk kemandirian anak tidak mutlak harus ditaati. Selain itu, orang tua juga
memberikan kebebasan pada anak namun tetap mengontrol kegiatan anak.
Berdasarkan data hasil penelitian yang telah disajikan sebelumnya, peneliti akan
menguraikan tentang pola asuh orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri anak
tunagrahita ringan yaitu sebagai berikut:
1. Sikap Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita
Ringan
Dalam kesehariannya, orang tua memberikan kesempatan pada SA untuk
terbuka mengungkap masalah-masalah pada dirinya terurama dalam hal melakukan
kemandirian bina diri. Apabila belum mampu melakukan suatu bina diri, maka
orang tua memberikan penjelasan yang lebih namun sederhana agar mudah diterima
dan SA mampu melakukannya secara mandiri. Orang tua sangat peduli dengan
perkembangan SA sehingga dalam kesehariannya orang tua selalu memantau
kegiatan SA. Orang tua tidak pernah memanjakan SA dalam sehari-harinya. Hal itu
dilakukan oleh orang tua agar anak mampu mandiri dalam melakukan aktivitas
sehari-harinya.
Dalam kesehariannya, orang tua selalu mengajarkan bina diri yang belum bisa
dilakukan oleh anak. Orang tua selalu menanyakan kesulitan-kesulitan yang dialami
anak sehingga orang tua paham apa yang harus dilakukan agar anak mudah
mengerti. Pada saat anak tidak mau dilatih atau tidak mau melakukan bina diri, yang
orang tua lakukan yaitu menjelaskan pada anak tentang dampak baik dan buruknya
jika anak mau melakukan dan tidak mau melakukan bina diri tersebur dengan cara
yang sederhana. Dengan menjelaskan dampak baik buruknya, biasanya anak akan
mau berlatih bina diri.
2. Bimbingan dan Pengarahan dari Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina
Diri Anak Tunagrahita Ringan
Dalam mengembangkan kemandirian bina diri di rumah pada anak
berkebutuhan khusus terutama pada anak tunagrahita ringan, salah satu hal yang
harus dilakukan orang tua yaitu memberikan bimbingan dan arahan agar anak
mampu dengan mudah memahami kegiatan bina diri. Pola asuh yang diberikan oleh
keluarga dalam membentuk kemandirian bina diri pada SA ditandai dengan
memberikan bimbingan dan arahan agar anak paham dengan apa yang akan
dilakukan. Hal ini sesuai dengan karakteristik pola asuh bentuk demokratis, menurut
Noor Rohinah (2012: 134), yaitu orang tua memberikan pengarahan dan bimbingan
terhadap tindakan anak. Bimbingan dan arahan yang diberikan orang tua dan
keluarga berupa instruksi singkat, pendampingan dan bantuan dengan tindakan
secara langsung. Hal seperti itu akan memudahkan anak tunagrahita ringan untuk
membentuk kemandirian bina diri terutama saat melakukan bina diri di rumah.
3. Peraturan Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita
Ringan
Dalam mengasuh dan mendidik anak agar sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat, orang tua biasanya membuat peraturan mengenai larangan yang harus
diperhatikan dengan tujuan agar anak mempunyai sikap disiplin. Orang tua dalam
mengasuh dan melatih kemandirian bina diri juga menerapkan peraturan pada SA
namun peraturan yang dibuat tersebut tidak bersifat memaksa. Peraturan yang dibuat
hanya sederhana dan peraturan yang dibuat oleh orang tua bertujuan untuk
mendisiplinkan anaknya. Hal ini sejalan dengan salah satu ciri-ciri pola asuh
demokratis, yaitu orang tua menjelaskan disiplin yang mereka berikan (Baumrind
dalam Casmini, 2007: 50). Peraturan yang dibuat untuk mendisiplinkan SA seperti
ketika makan, cara makan harus benar agar nasi tidak banyak yang berceceran.
4. Kontrol Orang Tua dalam Membentuk Kemandirian Bina Diri Anak Tunagrahita
Ringan
Dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus terutama anak tunagrahita ringan,
orang tua tidak hanya membuat peraturan yang harus ditaati oleh anak agar
mempunyai sikap disiplin, namun juga perlu memberikan perhatian dan kontrol
terhadap anak. Pemberian perhatian dan kontrol dari oarng tua kepada anak juga
sangat berpengath terhadap perkembangan bina diri anaknya.
Bentuk perhatian orang tua yaitu selalu memperhatikan setiap kegiatan yang
dilakukan SA saat di rumah. SA diberikan kebebasan melakukan aktivitas sehari-hari
secara mandiri namun tetap dengan pengawasan dan perhatian orang tua atau
keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat Casmini (2007: 50) yaitu dalam pola asuh
demokratis, anak diberikan kesempatan untuk berkembang otonomi namun tetap
dengan perhatian orang tua.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan bahwa pola asuh orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri
anak tunagrahita ringan di SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin yaitu sebagai berikut:
1. Pola asuh yang diterapkan orang tua dalam membentuk kemandirian bina diri
anak tunagrahita ringan di SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin dengan subyek
bernama SA mengarah pada bentuk ppola asuh demokratis, yang ditandai dengan
orang tua memberikan kebebasan dalam mengungkapkan pendapat dan bertindak,
namun orang tua tetap mengontrol setiap aktivitas yang dilakukan anak, orang tua
memberikan pengarahan dan bimbingan saat membentuk kemandirian bina diri
pada anak, orang tua berikap hangat namun tegas dalam membentuk kemandirian
bina diri.
2. Kendala yang dihadapi orang tua yaitu kesulitan orang tua dalam memberikan
pemahaman tentang pembelajaran bina diri pada anak tunagrahita ringan,
sehingga pembelajaran tentang bina diri dilakukan secara bertahap dan penuh
dengan kesabaran.
3. Penelitian yang sejenis yang paling relevan dengan hasil penelitian ini yaitu
penelitian Ana Afriyanti, mahasiswa Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul Studi Kasus Pola Asuh
Orang Tua dalam Mengembangkan Kemandirian Bina Diri Anak Cerebral Palsy
di SLB Rela Bhakti 1 Gamping Sleman Yogyakarta. Hasil Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pola asuh orang tua dalam mengembangkan kemandirian
bina diri anak cerebral palsy tipe spastik yaitu mengarah pada pola asuh
demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Fadillah, Muhammad dan Khorida, Lilif Mualafu. 2013. Pendidikan Karakter Anak
Usia Dini. Yogyakarta: Ar Ruzz Media
Rohina, Noor. 2012. Pengembangan Karakter Anak Secara Efektif di Sekolah dan di
Rumah. Yogyakarta: Pedagogia
Kokasih, E. 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama
Widya
Kustawan, Dedy. 2012. Pendidikan Inklusif dan Upaya Implementasinya. Jakarta Timur:
Luxima
Marsyati, dan Harahap. 2000. Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: PT. Kencana