Anda di halaman 1dari 15

Referat

ATRIAL FIBRILASI

Oleh:

Adila Hanna 1410311034


Aisyah Marwa Bilqis 1410311047
Ayu Wulandari Utami 1410311114
Debby Amanda 1410311066

Preseptor:

dr. Citra Kiki Krevani, Sp.JP

BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018
Daftar Isi

Halaman
Daftar isi 2
BAB 1. PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Tujuan Penulisan 3
1.3 Manfaat Penulisan 3
1.4 Metode Penulisan 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Definisi 4
2.2 Patofisiologi 5
2.3 Faktor Resiko 6
2.4 Klasifikasi 6
2.5 Penegakan Diagnosis 9
2.6 Penatalaksanaan 11
BAB 3. KESIMPULAN 14
DAFTAR PUSTAKA 15

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atrial fibrilasi (AF) adalah penyakit gangguan irama jantung yang paling sering
ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seseorang harus
menjalani perawatan di rumah sakit. Atrial fibrilasi berhubungan dengan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas, walaupun bukan suatu kedaan yang mengancam jiwa secara langsung.1

Prevalensi atrial fibrilasi pada populasi umum terdapat 1-2% dan meningkat
dengan bertambahnya umur. Pada umur 50 tahun prevalensi atrial fibrilasi kurang dari 1%
dan meningkat menjadi 9% pada usia 80 tahun.1 Data dari studi observasional
(MONICA-multinational Monitoring of trend and determinant in Cardiovascular
disease) pada populasi urban di Jakarta ditemukan angka kejadia atrial fibrilasi sebanyak
0,2% dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:2. Selain itu, akibat dari peningkatan
presentase lanjut usia di Indonesia, WHO mengestimasi bahwa pada tahun 2045-2050
prevalensi Atrial Fibrilasi akan meningkat secara signifikan.2

Pasien dengan Fibrilasi atrium memiliki resiko stroke 5 kali lebih tinggi dan
resiko gagal jantung 3 kali lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa atrial fibrilasi.2
Kecenderungan alami dari Atrial fibrilasi sendiri adalah kecenderungan untuk menjadi
kondisi kronis dan menyebabkan adanya komplikasi lain3.

1.2 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui definisi, tanda serta gejala, patofisiologi dan tatalaksana atrial
fibrilasi.
1.3 Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya tentang
penyakit jantung atrial fibrilasi.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan Referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada
berbagai literatur.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Atrial fibrilasi adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium
yang tidak terkoordinasi yang mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium.2 Atrial
fibrilasi ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi
denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada elektrokardiogram (EKG), tidak terdapat
gelombang P sejati, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi
amplitudo, bentuk dan durasinya.4
2
Ciri-ciri Atrial Fibrilasi pada gambaran EKG sebagai berikut :
1. EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler
2. Tidak dijumpai gelombang P yang jelas pada EKG permukaan. Kadang- kadang dapat
terlihat aktivitas atrium yang irreguler pada beberapa sadapan EKG, paling sering pada
sadapan V1.
3. Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya bervariasi, umumnya
kecepatannya melebihi 450x/menit.

Gambar 1. Irama jantung normal dan Atrial Fibrilasi

4
2.2 Patofisiologi

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet
reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi
berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena
pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang
mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan mengganggu potensial aksi yang dicetuskan oleh
nodus SA.2,5,6,7
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan
melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung
pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada
sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet
reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory,
besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada
pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan
penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal
elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF. 2,5,6,7

Gambar 2. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses


Multiple Wavelets Reentry Atrial Fibrilasi

5
2.3 Faktor Resiko

Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya adalah1:

a. Diabetes Melitus
b. Hipertensi
c. Penyakit Jantung Koroner
d. Penyakit Katup Mitral
e. Penyakit Tiroid
f. Penyakit Paru-Paru Kronik
g. Post. Operasi jantung
h. Usia ≥ 60 tahun
i. Life Style

2.4 Klasifikasi

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan
menjadi 4 jenis, yaitu8:

a. AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama.


Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan
baru pertama kali terdeteksi.

b. Paroksismal AF

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode


pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga
mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam
tanpa bantuan kardioversi.

c. Persisten AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari
kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.

6
d. Kronik/permanen AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Gambar 3. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi

Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka Atrial Fibrilasi dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu2:

1. Atrial Fibrilasi dengan respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel
lebih dari 100 kali permenit.

Gambar 4. Rekaman EKG Atrial Fibrilasi dengan respon cepat


7
2. Atrial Fibrilasi dengan respon normal (normo response) dimana laju ventrikel
antara 60-100 kali permenit.

Gambar 5. Rekaman EKG Atrial Fibrilasi dengan respon normal

3. Atrial Fibrilasi dengan respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel kurang
dari 60 kali permenit.

Gambar 6. Rekaman EKG Atrial Fibrilasi dengan respon normal

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga


sering diklasifikasikan menurut ciri-ciri dari pasien (di luar awitan dan durasi), yaitu2 :

8
1. FA lone,aitu atrial fibrilasi tanpa disertai penyakit struktur kardiovaskular lainnya,
termasuk hipertensi, penyakit pulmonalatau abnormalitas anatomi jantung seperti
pembesaran atrium kiri dan usia di bawah 60 tahun.
2. FA non-valvular, yaitu atrial fibrilasi yang tidak terkait dengan penyakit rematik
mitral, katup jantung protese atau operasi perbaikan katup mitral.
3. FA sekunder, yaitu atrial fibrilasi yang terjadi akibat kondisi primer yang menjadi
pemicu atrial fibrilasi seperti IMA, bedah jantung, perikarditis,miokarditis,
hipertiroidisme, emboli paru, pneumonia atau penyakit pulmonal lainnya. Atrial
fibrilasi sekunder yang berkaitan dengan penyakit katup disebut Atrial Fibrilasi
Valvular.

2.5 Penegakkan Diagnosis

a. Tanda dan Gejala

Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada perjalanan
penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut jantung, palpitasi yang
umumnya digambarkan seperti pukulan genderang di dada, ketidakteraturan irama
jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, AF juga memberikan gejala
lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing,
kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF
tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut.3,5,6 Untuk dapat menentukan apakah pasien
mengalami Atrial Fibrilasi atau tidak, dari gejala yang dapat digali, wajib juga ditanyakan
awitan dan durasi gejala serta riwayat-riwayat faktor resiko yang memperberat seperti
riwayat penggunaan obat aritmia, riwayat penyakit komorbid, serta gaya hidup.

b. Pemeriksaan fisik

 Tanda vital

Pada pemeriksaan fisik, denyut nadi umumnya ireguler dan cepat, sekitar
110-140 kali per menit, tetapi jarang melebihi 160-170 kali per menit. Pasien
dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung (digitalis) dapat
mengalami bradikardia.2

9
 Jantung

Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisi pada pasien


Atrial Fibrilasi. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk
mengevaluasi penyakit jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari
punctum maximum atau adanya bunyi jantung tambahan (S3) mengindikasikan
pembesaran ventrikel kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras dapat menandakan
adanya hipertensi pulmonal.2

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium biasanya disesuaikan dengan penyakit yang


dicurigai dapat mencetuskan Atrial Fibrilasi pada pasien dan biasanya
disesuaikan dengan faktor resiko yang terdapat pada pasien.2

d. Elektrokardiogram (EKG)

Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis FA dan biasanya


mencakup laju ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang
jelas, digantikan oleh gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh
kompleks QRS yang ireguler pula.2 Manifestasi EKG yang dapat menyertai
Atrial Fibrilasi antara lain:2

1. Laju jantung umumnya berkisar 110-140 kali/menut, tetapi jarang melebihi


160-170 kali permenit
2. Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar) setelah siklus
interval R_R panjang pendek (fenomena Ashman)
3. Preeksitasi
4. Hipertrofi ventrikel kiri
5. Blok berkas cabang
6. Tanda infark akut/lama

e. Moniter Holter atau event recording

Monitor holter dan event recording dapat berguna untuk menegakkan diagnosis
Atrial fibrilasi paroksismal, dimana pada saat presentasi, Atrial Fibrilasi tidak terekam
pada EKG.2

10
2.6 Penatalaksanaan

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan


irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah
adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu
penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya,
kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol
ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi
dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion)
dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion).3,9

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah


adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah jenis
antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini berfungsi
mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta
cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah
pembekuan darah terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah:

1. Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses


pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi.
Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap hingga mencapai puncak
konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin
di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang
kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.

2. Aspirin

Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit

(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2
ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di
dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari
trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan

11
pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama
faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan


denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat
tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.

1. Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan


menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih
efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang
abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian
ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.

2. β-blocker

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf


simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut
jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi kinerja
jantung.

3. Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung

akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati

Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.

c. Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk


menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah
suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan
menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu
pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik
(Electrical Cardioversion).

12
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)

a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam
(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus
rhythm).

3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan pada
daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utma hingga
masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi
menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation

Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi pada
maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk
membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.

c. Artificial pacemaker

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di


jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.

13
BAB 3
KESIMPULAN

Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai
dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut
jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. AF merupakan aritmia yang paling sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Walaupun bukan merupakan keadaan yang
mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF berhubungan dengan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas.

Menurut AHA (American Heart Association), atrial fibrilasi diklasifikasikan


menjadi 4 jenis, yaitu AF deteksi pertama, paroksismal AF, persisten AF dan
kronik/permanen AF. Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal
dan multiple wavelet reentry. Aktivasi lokal merupakan mekanisme AF yang berasal
dari fokus ektopik yang dominan (vena pulmonalis superior), dimana fokus ektopik
ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi aktivitas potensial aksi nodus
SA pada atrium. Sedangkan, multiple wavelet reentry merupakan proses potensial
aksi yang berulang-ulang, melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi, tidak tergantung pada
adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal dan dipengaruhi oleh
pembesaran atrium, pemendekan periode refractory serta penurunan kecepatan
konduksi.

Secara klinis, fibrilasi atrial sering tidak dapat dideteksi dan tidak
memberikan gejala yang signifikan sehingga sulit didiagnosis. Fibrilasi atrium
diketahui dari gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan EKG dapat
dilakukan pada saat menjalani general check-up maupun pada saat sakit tertentu yang
prosedur pemeriksaannya memerlukan pemeriksaan EKG.

Terjadinya AF akan menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung, yaitu


hilangnya koordinasi aktivitas mekanik jantung, ketidakteraturan respon ventrikel dan
ketidakteraturan denyut jantung. Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah
mengontrol ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung
dan menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar


IlmuPenyakit Dalam. Ed V. Jakarta:Interna Publishing;2009.h.1612-1614.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Ed pertama. Jakarta: Centra
Communications;2014.h.1-27.
3. Friberg J, Buch P, Scharling H, Gadsbphioll N, Jensen GB. Relationship
between left atrial appendage function and left atrial thrombus in
patientswith nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter.
Circulation Journal. 2003; 67 (1): 68–72.
4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI ;1997. h7-12.
5. Fuster V, Rydén LE, Cannom DS. ACC/AHA/ESC 2006 Guidelines for the
Management of Patients with Atrial Fibrillation: a report of the American
College of Cardiology/American Heart Association Task Force on
PracticeGuidelines and the European Society of Cardiology Committee for
Practice Guidelines (Writing Committee to Revise the 2001 Guidelines for
the Management of Patients With Atrial Fibrillation): developed in
collaboration with the European Heart Rhythm Association and the Heart
Rhythm Society". Circulation. 2006; 114 (7): 257–354.
6. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi (Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 2000; 770-89, 813-93.
7. Wyndham CRC (2000). "Atrial Fibrillation: The Most Common arrhythmia"
Texas Heart Institute Journal 27 (3): 257-67.
8. Atrial Fibrillation (for Professionals). American Heart Association, Inc. 2008-
12-04. Archived from the original on 2009-03-28.
9. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K . “Relationship between left
atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with
nonvalvularchronic atrial fibrillation and atrial flutter”.January 2003. Circulation
Journal 67.

15

Anda mungkin juga menyukai