ATRIAL FIBRILASI
Oleh:
Preseptor:
Halaman
Daftar isi 2
BAB 1. PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Tujuan Penulisan 3
1.3 Manfaat Penulisan 3
1.4 Metode Penulisan 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Definisi 4
2.2 Patofisiologi 5
2.3 Faktor Resiko 6
2.4 Klasifikasi 6
2.5 Penegakan Diagnosis 9
2.6 Penatalaksanaan 11
BAB 3. KESIMPULAN 14
DAFTAR PUSTAKA 15
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Atrial fibrilasi (AF) adalah penyakit gangguan irama jantung yang paling sering
ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seseorang harus
menjalani perawatan di rumah sakit. Atrial fibrilasi berhubungan dengan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas, walaupun bukan suatu kedaan yang mengancam jiwa secara langsung.1
Prevalensi atrial fibrilasi pada populasi umum terdapat 1-2% dan meningkat
dengan bertambahnya umur. Pada umur 50 tahun prevalensi atrial fibrilasi kurang dari 1%
dan meningkat menjadi 9% pada usia 80 tahun.1 Data dari studi observasional
(MONICA-multinational Monitoring of trend and determinant in Cardiovascular
disease) pada populasi urban di Jakarta ditemukan angka kejadia atrial fibrilasi sebanyak
0,2% dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:2. Selain itu, akibat dari peningkatan
presentase lanjut usia di Indonesia, WHO mengestimasi bahwa pada tahun 2045-2050
prevalensi Atrial Fibrilasi akan meningkat secara signifikan.2
Pasien dengan Fibrilasi atrium memiliki resiko stroke 5 kali lebih tinggi dan
resiko gagal jantung 3 kali lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa atrial fibrilasi.2
Kecenderungan alami dari Atrial fibrilasi sendiri adalah kecenderungan untuk menjadi
kondisi kronis dan menyebabkan adanya komplikasi lain3.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Atrial fibrilasi adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan aktivasi atrium
yang tidak terkoordinasi yang mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium.2 Atrial
fibrilasi ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi
denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada elektrokardiogram (EKG), tidak terdapat
gelombang P sejati, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi
amplitudo, bentuk dan durasinya.4
2
Ciri-ciri Atrial Fibrilasi pada gambaran EKG sebagai berikut :
1. EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler
2. Tidak dijumpai gelombang P yang jelas pada EKG permukaan. Kadang- kadang dapat
terlihat aktivitas atrium yang irreguler pada beberapa sadapan EKG, paling sering pada
sadapan V1.
3. Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya bervariasi, umumnya
kecepatannya melebihi 450x/menit.
4
2.2 Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet
reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi
berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena
pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang
mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan mengganggu potensial aksi yang dicetuskan oleh
nodus SA.2,5,6,7
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan
melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung
pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada
sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet
reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory,
besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada
pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan
penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal
elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF. 2,5,6,7
5
2.3 Faktor Resiko
a. Diabetes Melitus
b. Hipertensi
c. Penyakit Jantung Koroner
d. Penyakit Katup Mitral
e. Penyakit Tiroid
f. Penyakit Paru-Paru Kronik
g. Post. Operasi jantung
h. Usia ≥ 60 tahun
i. Life Style
2.4 Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan
menjadi 4 jenis, yaitu8:
a. AF deteksi pertama
b. Paroksismal AF
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7
hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari
kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.
6
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.
Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka Atrial Fibrilasi dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu2:
1. Atrial Fibrilasi dengan respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel
lebih dari 100 kali permenit.
3. Atrial Fibrilasi dengan respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel kurang
dari 60 kali permenit.
8
1. FA lone,aitu atrial fibrilasi tanpa disertai penyakit struktur kardiovaskular lainnya,
termasuk hipertensi, penyakit pulmonalatau abnormalitas anatomi jantung seperti
pembesaran atrium kiri dan usia di bawah 60 tahun.
2. FA non-valvular, yaitu atrial fibrilasi yang tidak terkait dengan penyakit rematik
mitral, katup jantung protese atau operasi perbaikan katup mitral.
3. FA sekunder, yaitu atrial fibrilasi yang terjadi akibat kondisi primer yang menjadi
pemicu atrial fibrilasi seperti IMA, bedah jantung, perikarditis,miokarditis,
hipertiroidisme, emboli paru, pneumonia atau penyakit pulmonal lainnya. Atrial
fibrilasi sekunder yang berkaitan dengan penyakit katup disebut Atrial Fibrilasi
Valvular.
Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada perjalanan
penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut jantung, palpitasi yang
umumnya digambarkan seperti pukulan genderang di dada, ketidakteraturan irama
jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu, AF juga memberikan gejala
lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing,
kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF
tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut.3,5,6 Untuk dapat menentukan apakah pasien
mengalami Atrial Fibrilasi atau tidak, dari gejala yang dapat digali, wajib juga ditanyakan
awitan dan durasi gejala serta riwayat-riwayat faktor resiko yang memperberat seperti
riwayat penggunaan obat aritmia, riwayat penyakit komorbid, serta gaya hidup.
b. Pemeriksaan fisik
Tanda vital
Pada pemeriksaan fisik, denyut nadi umumnya ireguler dan cepat, sekitar
110-140 kali per menit, tetapi jarang melebihi 160-170 kali per menit. Pasien
dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung (digitalis) dapat
mengalami bradikardia.2
9
Jantung
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Elektrokardiogram (EKG)
Monitor holter dan event recording dapat berguna untuk menegakkan diagnosis
Atrial fibrilasi paroksismal, dimana pada saat presentasi, Atrial Fibrilasi tidak terekam
pada EKG.2
10
2.6 Penatalaksanaan
1. Warfarin
2. Aspirin
(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2
ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di
dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari
trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan
11
pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama
faktor II, VII, IX dan X.
1. Digitalis
2. β-blocker
3. Antagonis Kalsium
12
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam
(bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus
rhythm).
3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan pada
daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utma hingga
masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi
menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi pada
maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk
membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
13
BAB 3
KESIMPULAN
Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai
dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut
jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. AF merupakan aritmia yang paling sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Walaupun bukan merupakan keadaan yang
mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF berhubungan dengan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas.
Secara klinis, fibrilasi atrial sering tidak dapat dideteksi dan tidak
memberikan gejala yang signifikan sehingga sulit didiagnosis. Fibrilasi atrium
diketahui dari gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan EKG dapat
dilakukan pada saat menjalani general check-up maupun pada saat sakit tertentu yang
prosedur pemeriksaannya memerlukan pemeriksaan EKG.
14
DAFTAR PUSTAKA
15