Kelompok 11
Billy Lukito Neovan 1706044963
Chiara Aurelia 1706044692
Nuraini Utari 1706044780
Putri Ari Utami 1706987255
Yahya Abdurachim 1706044622
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan
seizin dan rahmat-Nya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu. Makalah ini dibuat atas asar pemicu 1 dari mata kuliah Perpindahan Kalor.
Dalam makalah ini terdapat lingkup bahasan mengenai perpindahan kalor secara
konduksi meliputi mekanisme, formulasi umum, penentuan laju perpindahan kalor, dll.
Dalam pengerjaan makalah ini, penulis mendapatkan banyak mendapatkan ilmu dan bantuan
moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Perpindahan Kalor, Ibu Dianursanti
dan Ibu Tania Surya Utami yang telah membimbing serta mengarahkan kami selama proses
penulisan makalah ini, juga seluruh rekan kelompok 11 (sebelas) yang telah bekerja sama
dengan maksimal sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis sangat terbuka dengan kritik dan saran demi perbaikan dari makalah ini agar
menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat menjadi salah satu sumber referensi
ilmiah yang bermanfaat bagi banyak pihak. Jika terdapat kesalahan baik dari segi bahasa,
kata-kata, ataupun format dalam makalah ini, penulis memohon untuk dimaafkan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kalor atau panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dilepaskan atau diterima
oleh suatu benda ke benda lain atau mahluk hidup. Pada umumnya kalor berpindah dari
benda yang memiliki suhu yang tinggi ke benda yang memiliki suhu yang lebih rendah.
Perpindahan ini lah yang dapat disebut dengan perpindahan kalor. Peristiwa perpindahan
kalor atau panas merupakan peristiwa yang sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari hari.
Proses perpindahan panas sendiri dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi. Pada makalah ini pembahasan hanya akan difokuskan kepada peristiwa
konduksi saja. . Konduksi dapat terjadi pada benda padat, cair, dan gas. Pada cairan dan gas,
konduksi dapat terjadi karena tumbukan/ tabrakan dan difusi molekulnya pada gerakannya
yang tidak beraturan. Sementara pada benda padat, konduksi dapat terjadi karena adanya
kombinasi getaran pada molekul dan perpindahan energi transfer oleh elektron bebas.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai kondisi tunak dan tak tunak. dapat diartikan
apabila temperatur dari suatu benda selama proses perpindahan kalor berada pada equilibrium
sehingga tidak berubah terhadap waktu maka kondisi dinamakan steady state / tunak. Jika
temperatur suatu benda selama proses perpindahan kalor belum mencapai equilibrium
sehingga berubah terhadap waktu, maka kondisi dinamakan unsteady state / tak tunak. Aliran
perpindahan kalor pada unsteady state condition dinamakan transient flow dimana aliran
bergantung pada fungsi waktu Q(t)
Pada sistem perpindahan panas konduksi dalam keadaan tunak, konduksi terjadi saat
suhu yang dihantarkan tidak berubah atau distribusi suhu konstan terhadap waktu dan
suhunya yaitu nilai fungsi posisi dan akumulasi. Jadi, perpindahan kalor dalam keadaan tunak
akan selalu bernilai sama. Pada sistem konduksi dalam keadaan tak tunak, konduksi
dipengaruhi oleh faktor waktu dalam sistem tersebut. Faktor perbedaan waktu tersebut dapat
berpengaruh ke suhu dalam sistem tersebut. Oleh karena itu, perpindahan panas tidak akan
sama dalam setiap waktu yang berbeda, tidak seperti pada kondisi tunak. Kondisi tak tunak,
terjadi sebelum kondisi tunak atau disebut juga sebagai peristiwa peralihan menuju keadaan
yang setimbang (transien).
5
1.2 Tujuan Pembahasan
1. Mempelajari mekanisme perpindahan kalor yang terjadi pada sistem insulasi di
perpipaan
2. Mempelajari dan menganalisis keterkaitan nilai konduktivitas dari suatu material
terhadap pemilihan material insulasi
3. Mempelajari Hukum Fourier dan penerapannya untuk perpindahan kalor konduksi
pada sistem benda datar (plat), silinder, dan bola, dengan atau tanpa sumber panas
4. Mempelajari mengenai koefisien perpindahan kalor menyeluruh, tebal kritis insulasi,
dan tahanan kontak termal
5. Mempelajari perpindahan kalor konduksi tak tunak dengan memperhitungkan
maupun mengabaikan tahanan internal dan tahanan permukaan suatu sistem
6. Memecahkan persoalan yang membutuhkan perhitungan matematis konduksi tunak
maupun tak tunak
6
BAB II
𝐿 (𝑡ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠)
R = 𝑘 (𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑛𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦).......(1)
7
c. Atau menggunakan rumus lain yaitu:
∆𝑇
𝑅= ......(3)
𝑞/𝐴
Konduktivitas Termal (k) adalah ukuran dari kemampuan suatu material untuk
mengkonduksi panas.. Konduktivitas Termal juga dapat didefinisikan sebagai laju
perpindahan kalor melewati satuan ketebalan suatu material per satuan luas dan per
satuan perubahan suhu. (Cengel, 2002).
𝑑𝑇
̇
𝑄 = −𝑘𝐴 ....... (4)
𝑑𝑥
Semakin besar nilai konduktivitas termal suatu material, maka semakin besar
pula kalor yang dihantarkan.
Nilai konduktivitas termal yang tinggi menunjukkan bahwa material tersebut
merupakan konduktor panas yang baik. Sebaliknya, nilai konduktivitas termal yang
rendah menunjukkan bahwa material tersebut merupakan konduktor panas yang
buruk.
Insulasi adalah suatu proses untuk menghambat kehilangan atau pertambahan
kalor pada suatu sistem. Kemampuan suatu insulator untuk mengisulasi panas diukur
dengan nilai R atau Tahanan Termal.
Tahanan termal (R) mempunyai rumus : R = x/k dimana x merupakan
ketebalan, dan k merupakan nilai konduktivitas termal material. Sehingga nilai R
8
berbanding terbalik dengan nilai k. untuk menghasilkan insulasi yang baik dibutuhkan
material dengan nilai konduktivitas termal yang rendah.
Konduksi adalah proses perpindahan panas jika panas mengalir dari tempat
yang suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, dengan media penghantar
panas tetap. Persamaan umum untuk perpindahan panas dengan cara konduksi dikenal
dengan Hukum Fourier yang dirumuskan sebagai berikut:
Dimana q merupakan laju perpindahan kalor dan 𝜕𝑇/𝜕𝑥 adalah gradien suhu
pada arah x. Persamaan inilah yang disebut dengan Hukum Fourier tentang
kalor konduksi. Persamaan ini juga merupakan persamaan dasar untuk konduktivitas
termal. Konduktivitas termal, yang dilambangkan dengan k, setiap bahan berbeda-
beda, nilai-nilai tersebut menunjukkan seberapa cepat kalor dapat mengalir di dalam
bahan tersebut. Nilai dari konduktivitas termal tersebut bergantung pada kecepatan
suatu molekul bergerak dan juga medan gaya molekul tersebut dalam proses
tumbukan.
a. Penerapan Hukum Fourier pada benda aksial
Penerapan Hukum Fourier pada dinding datar didapat dari mengintegralkan
persamaan di atas yaitu:
𝑑𝑇
𝑄 = −𝑘𝐴
𝑑𝑥
𝑘𝐴
𝑄 = − ∆𝑥 (𝑇2 − 𝑇1 ).......(5)
9
Gambar 1. Aliran panas pada plat berlapis
(sumber: Holman, 2010)
Persamaan aliran panas untuk seluruh bidang datar adalah:
...........(6)
...........(7)
10
Dengan L adalah panjang silinder, T1 dan T2 melambangkan keadaan suhu
awal dan suhu akhir, serta 𝑟2 dan 𝑟1 melambangkan jari-jari pada benda silinder.
Untuk silinder dengan berbagai material penyusunnya sehingga dapat
diasumsikan bahwa dindingnya berlapis, dapat digunakan prinsip setiap bagian yang
dialiri kalor memiliki kalor yang sama.
...........(8)
...........(9)
2.1.4 Hukum Fourier menjadi dasar penentuan laju perpindahan kalor konduksi
pada suatu benda. Bagaimana anda menentukan laju perpindahan kalor
konduksi 1 dimensi pada benda datar (plat), silinder, dan bola, baik tanpa dan
dengan sumber panas (internal heat generation)?
Jawaban :
11
Pada umumnya, laju perpindahan kalor konduksi 1 (satu) dimensi memiliki
persamaan yang berasal dari neraca berikut :
atau
∆𝐸
𝑄+𝑞 =
∆𝑡
Jika suatu benda diketahui mempunyai sumber panas maka nilai Ġ harus
dimasukkan ke dalam perhitungan. Sehingga persamaan-persamaan laju perpindahan
kalor konduksi untuk berbagai bentuk menjadi:
tanpa sumber panas dengan sumber panas
𝑑2 𝑇 𝑑2𝑇 𝑞
=0 + =0
𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 2 𝑘
a. Benda Datar
Suhu bidang tengah (To) atau suhu maksimal dapat diperoleh dengan
mensubstitusi T = Tw pada x = L ke dalam persamaan di atas, sehingga suhu bidang
tengah (suhu maksimal), adalah:
𝑞𝐿2
𝑇𝑜 = + 𝑇𝑤 .......(12)
2𝑘
b. Silinder
𝑇 = 𝑇𝑤 pada r=R
Penyelesaian persamaan aliran panas dengan kondisi batas di atas akan
menghasilkan persamaan distribusi suhu sepanjang arah radial, yaitu:
𝑞
𝑇 = 𝑇𝑤 + (𝑅 2 − 𝑟 2 ).......(16)
4𝑘
c. Bola
14
Luas bidang aliran kalor dalam sistem bola, adalah:
𝐴𝑟 = 4𝜋𝑟 2 .....(19)
Sehingga hukum Fourier menjadi:
𝑑𝑇
𝑞 = −𝑘4𝜋𝑟 2 𝑑𝑟 ......(20)
2.1.5 Apa yang anda ketahui tentang koefisien perpindahan kalor menyeluruh,
tebal kritis insulasi dan tahanan kontal termal?
Jawaban :
𝑊
℃
𝑚2
Tebal kritis insulasi adalah perbandingan konduktivitas termal isolasi dengan
koefisien perpindahan panas konveksi.Tebal kritis insulasi ini merupakan suatu faktor
penting untuk mengetahui kebutuhan akan material insulasi untuk sebuah pipa.
15
(Sumber: Çengel, Y. A. (1998). Heat transfer: A practical approach.)
...........(22)
̇
𝑑𝑄⁄
𝑑𝑟2 = 0 (𝑧𝑒𝑟𝑜 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒)
Tahanan kontak termal dapat diartikan sebagai resistansi per unit area
interface disimbolkan dengan Rc. Tahanan kontak termal cukup signifikan dan
dapat mendominasi perpindahan panas untuk konduktor panas yang baik
sepertil logam, tapi bisa diabaikan untuk konduktor panas yang buruk
(isolator) seperti insulasi.
1 ∆𝑇𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑝ℎ𝑎𝑠𝑒
𝑅𝑐 = ℎ = 𝑄̇⁄
(𝑚2 . ℃/ 𝑊).......(25)
𝑐
𝐴
2.2 Tugas B (Perpindahan Kalor Konduksi Tunak 2 Dimensi dan Perpindahan Kalor
Tak Tunak)
2.2.1 Bagaimana penentuan laju perpindahan kalor konduksi 2 dimensi
dengan pendekatan grafis menggunakan faktor bentuk konduksi?
Jawaban :
Metode grafis merupakan metode yang menggunakan garis-garis aliran kalor
berupa berkas kurva linier.
16
Gambar 8. Garis aliran kalor pada benda 2 dimensi
(sumber: Cengel, 2003)
Persamaan heat transfer rate
∆𝑇𝑗 ∆𝑇𝑗
𝑞 = 𝑘𝐴 = 𝑘(∆𝑦. 𝑙) ........(26)
∆𝑥 ∆𝑥
Dimana:
∆𝑇1 − 2 = 𝑁. ∆𝑇𝑗 , ∆𝑥 = ∆𝑦, dan 𝑞 = 𝑀𝑞𝑖
maka,
𝑀𝑙
𝑞= 𝑘∆𝑇1 − 2.....(27)
𝑁
dengan
𝑀𝑙
= 𝑆 = 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
𝑁
sehingga
𝑞 = 𝑆𝑘∆𝑇1 − 2
dimana
∆𝑇
𝑅= ......(28)
𝑞
sehingga
1
𝑅 = 𝑆𝑘......(29)
17
• 𝑆 = 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
• R = tahanan konduksi
Untuk nilai S berbeda-beda bergantung pada bentuk dan keadaan sistem.
Formulasi untuk mencari nilai S dapat dilihat pada tabel conduction shape
factor di buku teks Holman, J. (2010). Heat transfer. 10th ed.
2.2.2 Pada perpindahan kalor konduksi tak tunak, tidak ada sumber panas yang
dibangkitkan di dalam sistem (no internal heat generation), dan suhu akan
bervariasi terhadap lokasi dan waktu di dalam sistem. Bagaimana anda
menentukan laju perpindahan kalor konduksi tak tunak jika tahanan internal
sistem diabaikan?
Jawaban :
Untuk mengetahui apakah tahanan internal diabaikan atau tidak diabaikan kita
perlu mengetahui nilai dari bilangan biot.
Bilangan Biot
Bilangan Biot atau modulus Biot merupakan rasio antara besaran konveksi-
permukaan dan tahanan konduksi-dalam perpindahan-kalor.
Ket :
h = koefisien perpindan kalor keseluruhan
k = konduktivitas termal
s = setengah tebal untuk plat dan jari-jari untuk silinder dan bola (V/A)
Bilangan Biot dapat diartikan dengan membayangkan aliran panas dari cairan
panas di dalam pipa silinder besi ke lingkungan. Ada dua hambatan pada aliran panas
18
tersebut, yaitu hambatan yang diberikan oleh dinding pipa dan hambatan dari udara
atau lingkungan. Pada kasus ini, hambatan yang diberikan oleh udara lebih besar
daripada yang diberikan oleh dinding pipa sehingga angka Biot-nya akan kurang dari
satu. Sementara apabila pipa tersebut terbuat dari kayu, di mana akan memberikan
hambatan yang jauh lebih besar daripada udara, maka angka Biot-nya akan lebih
besar dari satu.
Tahanan internal dapat diabaikan apabila nilai bilangan Biot lebih rendah
(<0,1) dengan nilai bilangan biot sebesar ini suhu pada seluruh bagian benda akan
medekati atau sama pada tiap tiap bagiannya ini mencerminkan fakta bahwa resistansi
internalnya sangat kecil atau dapat diabaikan dan dapat digunakan metode analisi
metode kapitansi terpusat.
19
Neraca ini menghubungkan laju dari kelihangan panas dengan laju dari perubahan
energi dalam.
Analisis ini dilakukan dengan menganggap temperatur suatu solid body sama
pada waktu tertentu tetapi berubah dengan perubahan waktu. Analisis ini tidak
mempertimbangkan posisi dan dilakukan untuk memudahkan perhitungan sehingga
temperatur hanya bergantung pada fungsi waktu T(t). Analisis ini dapat diselsaikan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan :
𝑇𝑖 = Temperatur awal
𝑇∞ = Temperatur akhir
20
2.2.3 Bagaimana pula penentuan laju perpindahan kalor konduksi tak tunak jika
tahanan internal sistem diperhitungkan namun tahanan permukaan diabaikan?
Jawaban :
Jika tahanan internal sistem diperhitungkan, namun tahanan permukaan
diabaikan, maka bilangan Biot dapat dikatakan lebih besar dari >40. Penyelesaian
konduksi transient pada benda semiinfinite ini dapat dilakukan dengan menggunakan
konsep similarity variable
Dimisalkan suatu variabel ƞ=𝑥/(4𝛼𝑡)1/2 dimasukkan dalam persamaan energi
∂2 T 1 ∂T
2
=
∂𝑥 α ∂t
∂T 𝑑𝑇 ∂ƞ 𝑥 𝑑𝑇
= = −
∂t 𝑑ƞ ∂t 2𝑡√4αt 𝑑ƞ
∂2 T 𝑑𝑇
= −2ƞ 𝑑ƞ ........(34)
∂ ƞ2
𝑑𝑇
𝑑
𝑑ƞ
= −2ƞdƞ
𝑑𝑇
𝑑ƞ
∞
𝑇=C1 ∫0 exp(−𝑢2 ) du + C2................(35)
Dengan memasukkan kondisi batas pertama, didapat C2 = Ts
∞
𝑇=C1 ∫0 exp(−𝑢2 )du + Ts
(𝑇𝑖−𝑇𝑠) 2(𝑇𝑖−𝑇𝑠)
C1 = ∞ = ................(36)
∫0 exp(−𝑢2 )du √π
21
Heat flux perpindahan panas pada permukaan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
∂T 𝑑 (erf ƞ) ∂T
qs = - ∂x = −𝑘(𝑇𝑖−𝑇𝑠) 𝑑ƞ ∂x
k (Ti−Ts)
qs = ..............(37)
√παt
2.2.4 Jelaskan penentuan laju perpindahan kalor konduksi tak tunak jika
pengaruh tahanan internal dan tahanan permukaan sistem diperhitungkan!
Jawaban :
Pengaruh tahanan internal permukaan sistem dan tahanan permukaan sistem
diperhitungkan, maka permasalahn tersebut merupakan transient heat-conduction
yang berhubungan dengan convection boundary conditioin pada permukaan beda
padat. Untuk penyelesaiaannya dibutuhkan pendekatan dengan Biot Number dan
Fourier Number.
Bilangan Biot merupakan rasio besaran konveksi-permukaan dan tahanan
konduksi dalam perpindahan kalor. Perumusannya seperti yang dijelaskan pada
nomor 2.2.2
Untuk bilangan Biot sebesar 0.1 < Bi < 40, internal conduction resistance
sebanding dengan surface convection resistance, sehingga nilainya tidak dapat
diabaikan
Bilangan Fourier merupakan bilangan tanpa dimensi. Bilangan ini merupakan
ukuran dari konduksi panas relatif didalam sistem. Dengan demikian, nilai yang besar
dari bilangan Fourier menunjukan perambatan panas yang lebih cepat melalui sistem.
Bilangan Fourier ditanyakan dengan:
...........(38)
Dimana:
h = convective heat transfer coefficient
k = konduktivitas termal
22
Penyelesaian diatas cukup rumit, dapat diganti penyelesaiannya dengan
metode Schneider.
𝑇−𝑇𝑖 ℎ𝑥 ℎ2 ∝𝜏 ℎ√∝𝜏
= 1 − erf 𝑋 − [𝑒𝑥𝑝 ( 𝑘 + )] 𝑥 [1 − erf (𝑋 + )].......(40)
𝑇∞ −𝑇𝑖 𝑘2 𝑘
Dimana:
𝑇𝑖 = Temperatur awal padatan
𝑇∞ = Temperatur lingkungan
Persamaan untuk perpindahan kalor tak tunak dengan tahanan internal dan
tahanan permukaan dapat digunakan untuk beberapa bentuk geometris lain. Hasil
analisis tersebut disajikan dalam grafik Heisler. Penggunaan grafik ini hanya
diperuntukan untuk Bilangan Fourier lebih dari 0.2.
23
2.3 Tugas C (Perhitungan)
2.3.1 Sebuah peti es berisi campuran es dan air pada suhu 0˚C, dan suhu
diasumsikan tetap selama proses pencairan es. Dinding peti terbuat dari 3
lapisan material yaitu: lapisan luar berupa logam baja dengan kandungan
karbon rendah, dengan ketebalan 1 mm; lapisan tengah berupa material
insulasi dari bahan styrofoam dengan ketebalan 19 mm; lapisan dalam terbuat
dari fiberglass dengan ketebalan 6,35 mm. Peti es tersebut diletakkan pada
lingkungan bersuhu 32˚C dan koefisien perpindahan kalor konveksi antara
udara dan dinding luar peti adalah 4,48 W/m2 K. Koefisien perpindahan kalor
konveksi antara air es dan lapisan fiberglass sebesar 852 W/m2 K. Tentukan laju
perpindahan kalor yang melewati dinding peti per-satuan luas, dan tentukan
pula koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dari dinding peti.
Jawaban :
Diketahui : Ditanya :
Sebuah peti es berisi campuran es dan air a) Laju perpindahan kalor per satuan
T1 = 0°C = 273 K luas (W/m2)?
T2 = 32°C = 305 K b) Koefisien perpindaan kalor
ΔT = 305 – 273 = 32 K menyeluruh (U)?
x1 = 1 mm = 10-3 m (logam baja)
x2 = 19 mm = 19 x 10-3 m (styrofoam)
x3 = 6,35 mm = 6,35 x 10-3 m
(fiberglass)
h1 = 4,48 W/m2.K
h2 = 852 W/m2.K
Pembahasan :
a) Mencari nilai Q/A
• Gunakan persamaan laju perpindahan kalor konduksi
𝛥𝑇
𝑄=
𝑅
• Cari nilai R total dari 3 lapisan
𝑅𝑡𝑜𝑡 = 𝑅𝑐𝑜𝑛𝑣1 + 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 + 𝑅𝑐𝑜𝑛𝑣2
1 𝑥1 𝑥2 𝑥3 1
= + + + +
ℎ1 𝐴 𝑘1 𝐴 𝑘2 𝐴 𝑘3 𝐴 ℎ2 𝐴
24
1 𝑥1 𝑥2 𝑥3 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 𝐴 = + + + +
ℎ1 𝑘1 𝑘2 𝑘3 ℎ2
1 10−3 19. 10−3 6,35. 10−3 1 0,98
𝑅𝑡𝑜𝑡 = + + + + =
4,48 43 0,033 0,035 852 𝐴
• Masukkan nilai Rtot ke dalam persamaan laju perpindahan kalor konduksi
𝛥𝑇 32
𝑄= =
𝑅 0,98
𝐴
𝑸
= 𝟑𝟐, 𝟔𝟓𝟑 𝑾/𝒎𝟐
𝑨
𝑄
𝑈𝛥𝑇 =
𝐴
𝑼 = 𝟏. 𝟎𝟐 𝑾/𝒎𝟐 𝑲
2.3.2 Sebuah pipa berdiameter luar 3,34 cm dan dinding luar pipa bersuhu
200 ℃ , diberi lapisan insulasi k = 0,035 W/m.K. Lapisan insulasi dipasang
dengan tujuan menghambat perpindahan kalor dari dinding luar pipa ke udara
bersuhu 20℃ dengan nilai h = 1,7 W/m2.K. Dapatkah anda menentukan berapa
ketebalan minimal dari insulasi?
Jawaban :
Dari soal diketahui:
◦ D = 3,34 cm
◦ Hu = 20 oC
◦ Hi = 200 oC
◦ h = 1,7 W/m2K
25
Dari persamaan 3-50 yang merupakan penurunan dari persamaan q
terhadap rc. Maka didapat persamaan:
𝑘
𝑟𝑐𝑟,𝑐𝑦𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 =
ℎ
𝑘 0,035 W/mK
𝑟𝑐𝑟,𝑐𝑦𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 = = = 0,02058824 𝑚 ≈ 0,0205 𝑚
ℎ 1,7 W/m2 K
D T2 = 65˚F
T1 = 140˚F 2r
Pembahasan :
• Selesaikan menggunakan conduction shape factor (S)
𝑄 = 𝑘 𝑆 ∆𝑇
26
• Fluida berada pada pipa (silinder) yang ditanam dalam tanah maka shape
factornya adalah
2𝜋𝐿
𝑆=
𝐷
ln( 𝑟 )
2𝜋 . 𝐿
𝑆=
1,5
ln (0,448) 𝑓𝑡
𝑺 = 𝟓, 𝟏𝟗𝟓 𝑳
• Masukkan nilai S ke persamaan awal
𝑏𝑡𝑢
𝑄 = 0,072 . 𝑆 . (140 − 65)°𝐹
𝑗𝑎𝑚 𝑓𝑡 𝑅
𝑄 = 0,072 . 𝟓, 𝟏𝟗𝟓𝑳 . 75°𝐹
𝑸 𝒃𝒕𝒖
= 𝟐𝟖, 𝟎𝟓𝟑
𝑳 𝒋𝒂𝒎. 𝒇𝒕
2.3.4 Sebagian besar orang senang mengkonsumsi buah jeruk dalam keadaan
dingin atau setelah disimpan sejenak di lemari pendingin. Dapatkah anda
menentukan berapa lama waktu di dalam lemari pendingin, yang dibutuhkan
sebuah jeruk (diameter 105mm) untuk mencapai suhu 20oC?
Jawaban :
Diketahui : Ditanya :
Suhu lemari pendingin = 4oC t = …?
27
T jeruk mula-mula = 23oC
T Kulkas = 4 oC
h = 6 W/m2 k
k = 0,431 W/ m k
ρ = 998 Kg/m3
Cp = 2 KJ / Kg k
Pembahasan :
𝑉 𝑟
ℎ( ) 6( )
𝐴 3
Uji Biot => = 0,431 = 0,244
𝑘
• Bilangan Biot > dari 0,1 , maka tidak dapat menggunakan Lumped System Analysis
• Menggunakan tabel 4-1 buku Yunus Cengel
28
Biot number λ1 A1
𝑇𝑜−𝑇𝑘𝑢𝑙𝑘𝑎𝑠
• = A1 e-λ1^2 . τ
𝑇1−𝑇𝑘𝑢𝑙𝑘𝑎𝑠
20−4
• = 1,0719 e-(0,830)^2 . τ
23−4
0,842
• ln 1,0719 = ln e-(0,830)^2 . τ
𝑘 6
α = ρ.Cp = 998𝑥2000 = 2,16 x 10-7 m2/s (Difusivitas termal)
Jadi, waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan jeruk tersebut adalah 74 menit.
29
BAB III
KESIMPULAN
Dari tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini, dapat kami tarik kesimpulan:
1. Perpindahan kalor konduksi merupakan perpindahan kalor dari titik satu ke lainnya
tapai disertai perpindahan zat perantara. Konduksi dibagi menjadi dua, yaitu tunak
(steady) dan tak tunak (unsteady).
2. Nilai konduktivitas mempengaruhi pemilihan material insulasi, semakin besar nilai
konduktivitas termalnya maka semakin besar juga tebal insulasi yang dibutuhkan.
3. Hukum Fourier menyatakan laju perpindahan kalor melalui material per area,
sebanding dengan gradien negatif temperatur terhadap panjang (atau tebal) material.
4. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh merupakan hasil gabungan proses konduksi
dan konveksi dengan memperhitungkan hambatan diantara fluida yang dipisahkan
oleh lapisan komposit dan dinding silinder.
5. Tebal kritis insulasi adalah perbandingan konduktivitas termal isolasi dengan
koefisien perpindahan panas konveksi.
6. Tahanan kontak termal dapat diartikan sebagai resistansi per unit area antarmuka
disimbolkan dengan Rc.
7. Untuk permasalahan tak tunak, kita harus menentukan Biot Number dan Fourier
Number yang digunakan sebagai petunjuk untuk pengerjaan berikutnya sehingga
dapat menyelesaikan permasalahan tersebut
30
DAFTAR PUSTAKA
Çengel, Y. 2003. Heat transfer ; A Practical Approach. 2nd ed. Boston: McGraw-Hill.
Holman, J. 2010. Heat transfer. 10th ed. Boston, Mass.: McGraw Hill Higher Education.
.Kern, D.Q., “Process Heat Transfer”, International Student Edition, McGraw Hill
Kogakusha, Ltd., New York.
Holman, J.P. 1986. “Heat Transfer”, 6th edition. New York :McGraw Hill, Ltd.,.
Mikheyev, M. .1986. “Fundamentals of Heat Transfer”.1986. New York :John Willey &
Sons Inc.,
IncoperaDe Witt,. 1981. “Fundamentals of Heat Transfer”. New York :John Willey & Sons
Inc
Ozisik. 1984. “Heat Transfer, a basic approach”, 1984.
McAdams, W.H., “Heat Transmision”, 3rd edition, McGraw Hill Book Company, Inc.,
New York.
31