Anda di halaman 1dari 31

Pemicu 1

Perpindahan Kalor Konduksi

Kelompok 11
Billy Lukito Neovan 1706044963
Chiara Aurelia 1706044692
Nuraini Utari 1706044780
Putri Ari Utami 1706987255
Yahya Abdurachim 1706044622

Program Studi Teknologi Bioproses


Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Depok 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan
seizin dan rahmat-Nya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu. Makalah ini dibuat atas asar pemicu 1 dari mata kuliah Perpindahan Kalor.

Dalam makalah ini terdapat lingkup bahasan mengenai perpindahan kalor secara
konduksi meliputi mekanisme, formulasi umum, penentuan laju perpindahan kalor, dll.
Dalam pengerjaan makalah ini, penulis mendapatkan banyak mendapatkan ilmu dan bantuan
moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Perpindahan Kalor, Ibu Dianursanti
dan Ibu Tania Surya Utami yang telah membimbing serta mengarahkan kami selama proses
penulisan makalah ini, juga seluruh rekan kelompok 11 (sebelas) yang telah bekerja sama
dengan maksimal sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Penulis sangat terbuka dengan kritik dan saran demi perbaikan dari makalah ini agar
menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat menjadi salah satu sumber referensi
ilmiah yang bermanfaat bagi banyak pihak. Jika terdapat kesalahan baik dari segi bahasa,
kata-kata, ataupun format dalam makalah ini, penulis memohon untuk dimaafkan.

Depok, 10 Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................... 4
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 5
1.2 Tujuan Pembahasan..................................................................................................... 6
1.3 Lingkup Pembahasan .................................................................................................. 6

BAB II. SOAL DAN PEMBAHASAN ................................................................................... 7


2.1 Tugas A (Perpindahan Kalor Tunak 1 Dimensi) ......................................................... 7
2.2 Tugas B (Perpindahan Kalor Konduksi Tunak 2 Dimensi dan Perpindahan Kalor
Tak Tunak) ........................................................................................................................... 16
2.3 Tugas C (Perhitungan) .............................................................................................. 24

BAB III. KESIMPULAN....................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 31

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Aliran panas pada plat berlapis............................................................................. 10


Gambar 2. Aliran panas pada benda silinder .......................................................................... 10
Gambar 3. Aliran panas pada benda sperical ......................................................................... 11
Gambar 4. Ilustrasi Perpindahan Kalor pada Benda Datar .................................................... 12
Gambar 5. Ilustrasi Perpindahan Kalor pada Silinder ............................................................ 13
Gambar 6. Ilustrasi Perpindahan Kalor pada Silinder ............................................................ 14
Gambar 7. Pipa Silinder yang diinsulasi dari perpindahan panas secara konveksi dari luar . 15
Gambar 8. Garis aliran kalor pada benda 2 dimensi .............................................................. 17
Gambar 9. Ilustrasi Biot Number ........................................................................................... 18
Gambar 10. Lumped Heat Analysis ....................................................................................... 19
Gambar 11. Ilustrasi Lumped System Analysis ..................................................................... 20

4
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kalor atau panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dilepaskan atau diterima
oleh suatu benda ke benda lain atau mahluk hidup. Pada umumnya kalor berpindah dari
benda yang memiliki suhu yang tinggi ke benda yang memiliki suhu yang lebih rendah.
Perpindahan ini lah yang dapat disebut dengan perpindahan kalor. Peristiwa perpindahan
kalor atau panas merupakan peristiwa yang sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari hari.
Proses perpindahan panas sendiri dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi. Pada makalah ini pembahasan hanya akan difokuskan kepada peristiwa
konduksi saja. . Konduksi dapat terjadi pada benda padat, cair, dan gas. Pada cairan dan gas,
konduksi dapat terjadi karena tumbukan/ tabrakan dan difusi molekulnya pada gerakannya
yang tidak beraturan. Sementara pada benda padat, konduksi dapat terjadi karena adanya
kombinasi getaran pada molekul dan perpindahan energi transfer oleh elektron bebas.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai kondisi tunak dan tak tunak. dapat diartikan
apabila temperatur dari suatu benda selama proses perpindahan kalor berada pada equilibrium
sehingga tidak berubah terhadap waktu maka kondisi dinamakan steady state / tunak. Jika
temperatur suatu benda selama proses perpindahan kalor belum mencapai equilibrium
sehingga berubah terhadap waktu, maka kondisi dinamakan unsteady state / tak tunak. Aliran
perpindahan kalor pada unsteady state condition dinamakan transient flow dimana aliran
bergantung pada fungsi waktu Q(t)
Pada sistem perpindahan panas konduksi dalam keadaan tunak, konduksi terjadi saat
suhu yang dihantarkan tidak berubah atau distribusi suhu konstan terhadap waktu dan
suhunya yaitu nilai fungsi posisi dan akumulasi. Jadi, perpindahan kalor dalam keadaan tunak
akan selalu bernilai sama. Pada sistem konduksi dalam keadaan tak tunak, konduksi
dipengaruhi oleh faktor waktu dalam sistem tersebut. Faktor perbedaan waktu tersebut dapat
berpengaruh ke suhu dalam sistem tersebut. Oleh karena itu, perpindahan panas tidak akan
sama dalam setiap waktu yang berbeda, tidak seperti pada kondisi tunak. Kondisi tak tunak,
terjadi sebelum kondisi tunak atau disebut juga sebagai peristiwa peralihan menuju keadaan
yang setimbang (transien).

5
1.2 Tujuan Pembahasan
1. Mempelajari mekanisme perpindahan kalor yang terjadi pada sistem insulasi di
perpipaan
2. Mempelajari dan menganalisis keterkaitan nilai konduktivitas dari suatu material
terhadap pemilihan material insulasi
3. Mempelajari Hukum Fourier dan penerapannya untuk perpindahan kalor konduksi
pada sistem benda datar (plat), silinder, dan bola, dengan atau tanpa sumber panas
4. Mempelajari mengenai koefisien perpindahan kalor menyeluruh, tebal kritis insulasi,
dan tahanan kontak termal
5. Mempelajari perpindahan kalor konduksi tak tunak dengan memperhitungkan
maupun mengabaikan tahanan internal dan tahanan permukaan suatu sistem
6. Memecahkan persoalan yang membutuhkan perhitungan matematis konduksi tunak
maupun tak tunak

1.3 Lingkup Pembahasan


1. Nilai konduktivitas termal material dan pengaruhnya terhadap laju perpindahan kalor
konduksi
2. Sistem insulasi di perpipaan dan keterkaitannya dengan nilai konduktivitas termal
3. Sistem analisis lumped dan laju perpindahan kalor konduksinya
4. Benda padatan semi tak terhingga dan laju perpindahan kalor konduksinya
5. Perpindahan kalor konduksi tunak 1 dimensi, 2 dimensi, dan perpindahan kalor
konduksi tak tunak
6. Tahanan internal konduksi, tahanan permukaan konveksi, bilangan Biot, dan bilangan
Fourier
7. Penentuan laju perpindahan kalor dengan menggunakan Hukum Fourier
8. Pendekatan grafis dalam menyelesaikan penentuan laju perpindahan kalor konduksi 2
dimensi
9. Sumber panas (Heat Generation) dan hubungannya dengan laju perpindahan kalor
konduksi
10. Perhitungan laju perpindahan kalor konduksi pada benda datar, silinder, dan bola.

6
BAB II

SOAL DAN PEMBAHASAN

2.1 Tugas A (Perpindahan Kalor Tunak 1 Dimensi)


2.1.1 Bagaimana mekanisme perpindahan kalor yang terjadi pada sistem insulasi
di perpipaan?
Jawaban :

Sistem insulasi bekerja dengan memanfaatkan prinsip perpindahan kalor


secara konduksi. Kalor secara alami mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke
daerah yang bersuhu lebih rendah.
Insulasi termal adalah metode dalam menghambat laju aliran panas
atau penggunaan material insulator untuk meredam panas suatu benda atau ruangan.
Panas yang ditimbulakan oleh suatu benda dapat di redam dengan insulasi panas.
sehingga panas dari benda tersebut tidak terbuang. Aliran panas dapat ditransfer
melalui tiga mekanisme : konduksi, konveksi dan radiasi. Aliran panas dapat
dikendalikan dengan proses ini tergantung pada sifat material yang digunakan. Bahan
dari insulasi juga tergantung pada fluida yang terdapat didalam pipa dan temperatur
yang sedang beroperasi.
Konsep utama dari insulasi termal adalah apabila nilai konduktivitas termal
(k) dari bahan penginsulasi semakin kecil, maka kemampuan bahan untuk
menginsulasi sistem semakin besar sehingga peluang hilangnya kalor dari sistem
tersebut juga semakin kecil
Kemampuan insulasi suatu dapat dilihat dari suatu nilai R, yang merupakan
suatu hambatan termal dari material perluasan permukaan unit.
a. Flat insulation (plat)

𝐿 (𝑡ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠)
R = 𝑘 (𝑡ℎ𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑛𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦).......(1)

b. Pipe insulation (pipa)

𝑟2 𝑟2 (𝑗𝑎𝑟𝑖−𝑗𝑎𝑟𝑖 𝑑𝑖𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑖𝑛𝑠𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖)


R= 𝑙𝑛 𝑟 .......(2)
𝑘 1 (𝑗𝑎𝑟𝑖−𝑗𝑎𝑟𝑖 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑖𝑛𝑠𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖)

7
c. Atau menggunakan rumus lain yaitu:

∆𝑇
𝑅= ......(3)
𝑞/𝐴

Dengan keterangan yaitu

• R = R-value (°C m2/W atau °F ft2 h/Btu)


• ΔT = selisih suhu sistem dengan lingkungan (°C atau °F)
• q = laju perpindahan kalor (W atau Btu/h)
• A = luas permukaan (m2 atau ft2)

2.1.2 Bagaimana anda menjelaskan keterkaitan nilai konduktivitas dari suatu


material terhadap pertimbangan pemilihan insulasi?
Jawaban :

Konduktivitas Termal (k) adalah ukuran dari kemampuan suatu material untuk
mengkonduksi panas.. Konduktivitas Termal juga dapat didefinisikan sebagai laju
perpindahan kalor melewati satuan ketebalan suatu material per satuan luas dan per
satuan perubahan suhu. (Cengel, 2002).

Berdasarkan Hukum Fourier untuk Konduksi Panas,

𝑑𝑇
̇
𝑄 = −𝑘𝐴 ....... (4)
𝑑𝑥

Semakin besar nilai konduktivitas termal suatu material, maka semakin besar
pula kalor yang dihantarkan.
Nilai konduktivitas termal yang tinggi menunjukkan bahwa material tersebut
merupakan konduktor panas yang baik. Sebaliknya, nilai konduktivitas termal yang
rendah menunjukkan bahwa material tersebut merupakan konduktor panas yang
buruk.
Insulasi adalah suatu proses untuk menghambat kehilangan atau pertambahan
kalor pada suatu sistem. Kemampuan suatu insulator untuk mengisulasi panas diukur
dengan nilai R atau Tahanan Termal.
Tahanan termal (R) mempunyai rumus : R = x/k dimana x merupakan
ketebalan, dan k merupakan nilai konduktivitas termal material. Sehingga nilai R

8
berbanding terbalik dengan nilai k. untuk menghasilkan insulasi yang baik dibutuhkan
material dengan nilai konduktivitas termal yang rendah.

2.1.3 Formulasi umum dari perpindahan kalor konduksi dinyatakan dalam


persamaan Fourier. Bagaimana penerapan Hukum Fourier pada sistem benta
aksial, cylindrical, dan spherical?
Jawaban :

Konduksi adalah proses perpindahan panas jika panas mengalir dari tempat
yang suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, dengan media penghantar
panas tetap. Persamaan umum untuk perpindahan panas dengan cara konduksi dikenal
dengan Hukum Fourier yang dirumuskan sebagai berikut:
Dimana q merupakan laju perpindahan kalor dan 𝜕𝑇/𝜕𝑥 adalah gradien suhu
pada arah x. Persamaan inilah yang disebut dengan Hukum Fourier tentang
kalor konduksi. Persamaan ini juga merupakan persamaan dasar untuk konduktivitas
termal. Konduktivitas termal, yang dilambangkan dengan k, setiap bahan berbeda-
beda, nilai-nilai tersebut menunjukkan seberapa cepat kalor dapat mengalir di dalam
bahan tersebut. Nilai dari konduktivitas termal tersebut bergantung pada kecepatan
suatu molekul bergerak dan juga medan gaya molekul tersebut dalam proses
tumbukan.
a. Penerapan Hukum Fourier pada benda aksial
Penerapan Hukum Fourier pada dinding datar didapat dari mengintegralkan
persamaan di atas yaitu:
𝑑𝑇
𝑄 = −𝑘𝐴
𝑑𝑥
𝑘𝐴
𝑄 = − ∆𝑥 (𝑇2 − 𝑇1 ).......(5)

Dimana Δ𝑥 adalah tebal dinding datar, T1 dan T2 adalah suhu di permukaan


dinding datar, k adalah konduktivitas termal bahan, dan A adalah luas penampang
dari plat datar.
Pada perpindahan panas benda aksial, aliran panas dilewatkan pada bidang
datar yang dapat disusun berlapis-lapis dengan bahan yang berbeda-beda. Aliran
panas masuk dengan suhu T1 dan keluar dengan suhu T4. Suhu antar masing-masing
bahan adalah T2 dan T3. Contoh:

9
Gambar 1. Aliran panas pada plat berlapis
(sumber: Holman, 2010)
Persamaan aliran panas untuk seluruh bidang datar adalah:

...........(6)

b. Penerapan Hukum Fourier pada benda cylindrical

Gambar 2. Aliran panas pada benda silinder


(sumber: Holman, 2010)
Penerapan Hukum Fourier pada benda cylindrical dengan 𝐴=2𝜋𝑟𝐿 didapat
dari mengintegralkan persamaan fourier menjadi persamaan 7

...........(7)

10
Dengan L adalah panjang silinder, T1 dan T2 melambangkan keadaan suhu
awal dan suhu akhir, serta 𝑟2 dan 𝑟1 melambangkan jari-jari pada benda silinder.
Untuk silinder dengan berbagai material penyusunnya sehingga dapat
diasumsikan bahwa dindingnya berlapis, dapat digunakan prinsip setiap bagian yang
dialiri kalor memiliki kalor yang sama.

...........(8)

c. Penerapan Hukum Fourier pada benda spherical

Gambar 3. Aliran panas pada benda sperical


(sumber: Holman, 2010)
Penerapan Hukum Fourier pada benda spherical dengan 𝐴=4𝜋𝑟2 didapat dari
mengintegralkan persamaan fourier menjadi persamaan 9

...........(9)

2.1.4 Hukum Fourier menjadi dasar penentuan laju perpindahan kalor konduksi
pada suatu benda. Bagaimana anda menentukan laju perpindahan kalor
konduksi 1 dimensi pada benda datar (plat), silinder, dan bola, baik tanpa dan
dengan sumber panas (internal heat generation)?
Jawaban :

11
Pada umumnya, laju perpindahan kalor konduksi 1 (satu) dimensi memiliki
persamaan yang berasal dari neraca berikut :

𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑐ℎ𝑎𝑛𝑔𝑒


𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑔𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑜𝑓 𝑡ℎ𝑒 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦
( )+( )=( )
𝑐𝑜𝑛𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒 𝑡ℎ𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 𝑜𝑓 𝑡ℎ𝑒
𝑒𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑒𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡

atau

∆𝐸
𝑄+𝑞 =
∆𝑡

Jika suatu benda diketahui mempunyai sumber panas maka nilai Ġ harus
dimasukkan ke dalam perhitungan. Sehingga persamaan-persamaan laju perpindahan
kalor konduksi untuk berbagai bentuk menjadi:
tanpa sumber panas dengan sumber panas

𝑑2 𝑇 𝑑2𝑇 𝑞
=0 + =0
𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 2 𝑘

a. Benda Datar

Gambar 4. Ilustrasi Perpindahan Kalor pada Benda Datar


(sumber: Holman, 2010)
Suatu bidang datar dengan sumber panas yang terbagi rata seperti pada
Gambar 4. Tebal dinding ke arah x adalah 2L sedang dimensi di kedua arah yang lain
dianggap cukup besar sehingga aliran panas dapat dianggap satu dimensi (arah x).
12
Panas yang dibangkitkan sebesar q dan konduktivitas termal tidak berubah terhadap
suhu.
Di mana:
Tw = suhu di dinding
To = suhu di pusat
Persamaan aliran panas pada keadaan tunak, adalah:
𝑑2 𝑇 𝑞
+ = 0 ......(10)
𝑑𝑥 2 𝑘

Kondisi batas pada ke dua muka dinding, yaitu:


T = To pada x=0
T = Tw pada x=±L
Penyelesaian persamaan aliran kalor dengan kondisi batas di atas akan
menghasilkan persamaan distribusi suhu sepanjang arah x, yaitu:
𝑞
𝑇 − 𝑇𝑜 = − + 𝑇𝑤 ......(11)
2𝑘

Suhu bidang tengah (To) atau suhu maksimal dapat diperoleh dengan
mensubstitusi T = Tw pada x = L ke dalam persamaan di atas, sehingga suhu bidang
tengah (suhu maksimal), adalah:
𝑞𝐿2
𝑇𝑜 = + 𝑇𝑤 .......(12)
2𝑘

Suhu di dinding, adalah:


𝑞𝐿2
𝑇𝑤 − 𝑇0 = − .......(13)
2𝑘

Distribusi suhu dapat pula dihitung dengan:


𝑇−𝑇0 𝑥 2
= (𝐿 ) .....(14)
𝑇𝑤 −𝑇0

b. Silinder

Gambar 5. Ilustrasi Perpindahan Kalor pada Silinder


(sumber: Cengel, 2003)
13
Suatu silinder pejal dengan jari – jari R dengan sumber panas terbagi rata dan
konduktivitas termal tetap seperti terlihat pada Gambar 5. Silinder cukup panjang
sehingga suhu hanya merupakan fungsi jari – jari.
Persamaan aliran panas pada keadaan tunak, adalah:
𝑑2 𝑇 1 𝑑𝑇 𝑞
+ + 𝑘 = 0 ......(15)
𝑑𝑥 2 𝑟 𝑑𝑟

Kondisi batas, kondisi ini, adalah:


𝑑𝑇
=0 pada r=0
𝑑𝑟

𝑇 = 𝑇𝑤 pada r=R
Penyelesaian persamaan aliran panas dengan kondisi batas di atas akan
menghasilkan persamaan distribusi suhu sepanjang arah radial, yaitu:
𝑞
𝑇 = 𝑇𝑤 + (𝑅 2 − 𝑟 2 ).......(16)
4𝑘

Suhu maksimal tercapai di pusat silinder pada saat r = 0.


𝑞𝑅 2
𝑇𝑜 = 𝑇𝑤 + ( 4𝑘 ).........(17)

Distribusi suhu dapat pula dihitung dengan


𝑇−𝑇𝑤 𝑟 2
= 1 − (𝑅) ........(18)
𝑇𝑜 −𝑇𝑤

c. Bola

Gambar 6. Ilustrasi Perpindahan Kalor pada Silinder


(sumber: Cengel, 2003)
Sistem berbentuk bola juga dapat ditangani sebagai satu dimensi apabila suhu
merupakan fungsi jari – jari saja. Pada gambar 6, suatu bola berongga dengan jari-jari
dalam r1, jari – jari luar r2, dan panjang L dialiri kalor sebesar q. Suhu permukaan
dalamnya adalah T1 dan suhu permukaan luarnya adalah T2.

14
Luas bidang aliran kalor dalam sistem bola, adalah:
𝐴𝑟 = 4𝜋𝑟 2 .....(19)
Sehingga hukum Fourier menjadi:
𝑑𝑇
𝑞 = −𝑘4𝜋𝑟 2 𝑑𝑟 ......(20)

Kondisi batas untuk sistem ini, adalah:


T = T1 pada r = r1
T = T2 pada r = r2
Dengan kondisi batas di atas, maka persamaan aliran kalor untuk sistem bola,
adalah:
4𝜋𝑘 (𝑇1 − 2)
𝑞 = ( 1⁄𝑟 )......(21)
1 − 1⁄𝑟2

2.1.5 Apa yang anda ketahui tentang koefisien perpindahan kalor menyeluruh,
tebal kritis insulasi dan tahanan kontal termal?
Jawaban :

Koefisien perpindahan kalor menyeluruh didefinisikan sebagai hasil gabungan


proses konduksi dan konveksi dengan memperhitungkan hambatan diantara fluida
yang dipisahkan oleh lapisan komposit dan dinding silinder.

Koefisien perpindahan panas menyeluruh memiliki satuan:

𝑊

𝑚2
Tebal kritis insulasi adalah perbandingan konduktivitas termal isolasi dengan
koefisien perpindahan panas konveksi.Tebal kritis insulasi ini merupakan suatu faktor
penting untuk mengetahui kebutuhan akan material insulasi untuk sebuah pipa.

Gambar 7. Pipa Silinder yang diinsulasi dari perpindahan panas secara


konveksi dari luar

15
(Sumber: Çengel, Y. A. (1998). Heat transfer: A practical approach.)

...........(22)

̇
𝑑𝑄⁄
𝑑𝑟2 = 0 (𝑧𝑒𝑟𝑜 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒)

Maka akan dihasilkan rumus sebagai berikut:

Untuk Pipa, nilai tebal kritis insulasi:


𝑘
𝑟𝑐𝑟,𝑐𝑦𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 = ℎ........(23)

Untuk bola, nilai tebal kritis insulasi:


2𝑘
𝑟𝑐𝑟,𝑠𝑝ℎ𝑒𝑟𝑒 = ........(24)

Tahanan kontak termal dapat diartikan sebagai resistansi per unit area
interface disimbolkan dengan Rc. Tahanan kontak termal cukup signifikan dan
dapat mendominasi perpindahan panas untuk konduktor panas yang baik
sepertil logam, tapi bisa diabaikan untuk konduktor panas yang buruk
(isolator) seperti insulasi.

1 ∆𝑇𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑝ℎ𝑎𝑠𝑒
𝑅𝑐 = ℎ = 𝑄̇⁄
(𝑚2 . ℃/ 𝑊).......(25)
𝑐
𝐴

Nilai dari tahanan kontal termal bergantung pada kekasaran


permukaan, jenis material, suhu dan tekanan pada antarmuka dan tipe fluida
yang terperangkap pada antarmuka.

2.2 Tugas B (Perpindahan Kalor Konduksi Tunak 2 Dimensi dan Perpindahan Kalor
Tak Tunak)
2.2.1 Bagaimana penentuan laju perpindahan kalor konduksi 2 dimensi
dengan pendekatan grafis menggunakan faktor bentuk konduksi?
Jawaban :
Metode grafis merupakan metode yang menggunakan garis-garis aliran kalor
berupa berkas kurva linier.

16
Gambar 8. Garis aliran kalor pada benda 2 dimensi
(sumber: Cengel, 2003)
Persamaan heat transfer rate
∆𝑇𝑗 ∆𝑇𝑗
𝑞 = 𝑘𝐴 = 𝑘(∆𝑦. 𝑙) ........(26)
∆𝑥 ∆𝑥

Dimana:
∆𝑇1 − 2 = 𝑁. ∆𝑇𝑗 , ∆𝑥 = ∆𝑦, dan 𝑞 = 𝑀𝑞𝑖
maka,
𝑀𝑙
𝑞= 𝑘∆𝑇1 − 2.....(27)
𝑁

dengan
𝑀𝑙
= 𝑆 = 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
𝑁
sehingga
𝑞 = 𝑆𝑘∆𝑇1 − 2
dimana
∆𝑇
𝑅= ......(28)
𝑞

sehingga
1
𝑅 = 𝑆𝑘......(29)

Dengan keterangan sebagai berikut:


• 𝑞 = 𝑙𝑎𝑗𝑢𝑟 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠
• M = jumlah bidang perbatasan adiabatik
• N = jumlah bidang perbatasan isotermis
• k = konduktivitas termal
• ∆𝑇1 − 2 = 𝑇1 − 𝑇2

17
• 𝑆 = 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
• R = tahanan konduksi
Untuk nilai S berbeda-beda bergantung pada bentuk dan keadaan sistem.
Formulasi untuk mencari nilai S dapat dilihat pada tabel conduction shape
factor di buku teks Holman, J. (2010). Heat transfer. 10th ed.
2.2.2 Pada perpindahan kalor konduksi tak tunak, tidak ada sumber panas yang
dibangkitkan di dalam sistem (no internal heat generation), dan suhu akan
bervariasi terhadap lokasi dan waktu di dalam sistem. Bagaimana anda
menentukan laju perpindahan kalor konduksi tak tunak jika tahanan internal
sistem diabaikan?
Jawaban :
Untuk mengetahui apakah tahanan internal diabaikan atau tidak diabaikan kita
perlu mengetahui nilai dari bilangan biot.
Bilangan Biot
Bilangan Biot atau modulus Biot merupakan rasio antara besaran konveksi-
permukaan dan tahanan konduksi-dalam perpindahan-kalor.

Gambar 9. Ilustrasi Biot Number


(Sumber: Cengel, 2003)
ℎ𝑠
𝐵𝑖 = .....(30)
𝑘

Ket :
h = koefisien perpindan kalor keseluruhan
k = konduktivitas termal
s = setengah tebal untuk plat dan jari-jari untuk silinder dan bola (V/A)
Bilangan Biot dapat diartikan dengan membayangkan aliran panas dari cairan
panas di dalam pipa silinder besi ke lingkungan. Ada dua hambatan pada aliran panas
18
tersebut, yaitu hambatan yang diberikan oleh dinding pipa dan hambatan dari udara
atau lingkungan. Pada kasus ini, hambatan yang diberikan oleh udara lebih besar
daripada yang diberikan oleh dinding pipa sehingga angka Biot-nya akan kurang dari
satu. Sementara apabila pipa tersebut terbuat dari kayu, di mana akan memberikan
hambatan yang jauh lebih besar daripada udara, maka angka Biot-nya akan lebih
besar dari satu.
Tahanan internal dapat diabaikan apabila nilai bilangan Biot lebih rendah
(<0,1) dengan nilai bilangan biot sebesar ini suhu pada seluruh bagian benda akan
medekati atau sama pada tiap tiap bagiannya ini mencerminkan fakta bahwa resistansi
internalnya sangat kecil atau dapat diabaikan dan dapat digunakan metode analisi
metode kapitansi terpusat.

Lumped Heat Capacity

Gambar 10. Lumped Heat Analysis

Lumped Heat Capacity (metode kapitansi terpusat) merupakan suatu metode


untuk menentukan distibusi suhu yang bergantung pada waktu dari suata padatan
dalam proses tak tunak. Dengan nilai biot yang kurang dari 0.1 maka gradient suhu
dalam padatan dapat diabaikan dan resistansi dalam dari padatan dapat diabaikan
dalam perbandingannya dalam resistansi luar.
Karena gradien suhu dalam suatu padatan diabaikan, respon dari suhu transien
dapat ditentukan dengan formula neraca energi keseluruhan dari suatu padatan.

19
Neraca ini menghubungkan laju dari kelihangan panas dengan laju dari perubahan
energi dalam.
Analisis ini dilakukan dengan menganggap temperatur suatu solid body sama
pada waktu tertentu tetapi berubah dengan perubahan waktu. Analisis ini tidak
mempertimbangkan posisi dan dilakukan untuk memudahkan perhitungan sehingga
temperatur hanya bergantung pada fungsi waktu T(t). Analisis ini dapat diselsaikan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Gambar 11. Ilustrasi Lumped System Analysis


(Sumber: Cengel, 2003)

𝑄̇(𝑡) = 𝑘𝐴𝑠 [𝑇(𝑡) − 𝑇∞ ]........(31)

𝑄 = 𝑚𝐶𝑝 [𝑇(𝑡) − 𝑇𝑖 ].......(32)

𝑄𝑚𝑎𝑥 = 𝑚𝐶𝑝 [𝑇∞ − 𝑇𝑖 ]......(33)

Keterangan :

𝑄̇(𝑡) = Laju perpindahan kalor

𝑄 = Besaran perpindahan kalor

𝐴𝑠 = Luas permukaan sistem

𝑇𝑖 = Temperatur awal

𝑇(𝑡) = Temperatur pada waktu tertentu

𝑇∞ = Temperatur akhir

20
2.2.3 Bagaimana pula penentuan laju perpindahan kalor konduksi tak tunak jika
tahanan internal sistem diperhitungkan namun tahanan permukaan diabaikan?
Jawaban :
Jika tahanan internal sistem diperhitungkan, namun tahanan permukaan
diabaikan, maka bilangan Biot dapat dikatakan lebih besar dari >40. Penyelesaian
konduksi transient pada benda semiinfinite ini dapat dilakukan dengan menggunakan
konsep similarity variable
Dimisalkan suatu variabel ƞ=𝑥/(4𝛼𝑡)1/2 dimasukkan dalam persamaan energi

∂2 T 1 ∂T
2
=
∂𝑥 α ∂t

Maka akan didapatkan persamaan :

∂T 𝑑𝑇 ∂ƞ 𝑥 𝑑𝑇
= = −
∂t 𝑑ƞ ∂t 2𝑡√4αt 𝑑ƞ

∂2 T 𝑑𝑇
= −2ƞ 𝑑ƞ ........(34)
∂ ƞ2

Persamaan ini memiliki nilai batas yakni


T (ƞ = 0) = Ts dan T(η →∞ ) = Ti

Persamaan-persamaan diatas diubah bentuknya agar dapat diintegralkan

𝑑𝑇
𝑑
𝑑ƞ
= −2ƞdƞ
𝑑𝑇
𝑑ƞ

𝑇=C1 ∫0 exp(−𝑢2 ) du + C2................(35)
Dengan memasukkan kondisi batas pertama, didapat C2 = Ts

𝑇=C1 ∫0 exp(−𝑢2 )du + Ts
(𝑇𝑖−𝑇𝑠) 2(𝑇𝑖−𝑇𝑠)
C1 = ∞ = ................(36)
∫0 exp(−𝑢2 )du √π

Mensubtitusikan ke persamaan diatasnya


(𝑇 − 𝑇𝑠) 2 ∞
= ∫ exp(−𝑢2 )du = erf ƞ
(𝑇𝑖 − 𝑇𝑠) √π 0
(Fungsi error Gauss)

21
Heat flux perpindahan panas pada permukaan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
∂T 𝑑 (erf ƞ) ∂T
qs = - ∂x = −𝑘(𝑇𝑖−𝑇𝑠) 𝑑ƞ ∂x
k (Ti−Ts)
qs = ..............(37)
√παt

2.2.4 Jelaskan penentuan laju perpindahan kalor konduksi tak tunak jika
pengaruh tahanan internal dan tahanan permukaan sistem diperhitungkan!
Jawaban :
Pengaruh tahanan internal permukaan sistem dan tahanan permukaan sistem
diperhitungkan, maka permasalahn tersebut merupakan transient heat-conduction
yang berhubungan dengan convection boundary conditioin pada permukaan beda
padat. Untuk penyelesaiaannya dibutuhkan pendekatan dengan Biot Number dan
Fourier Number.
Bilangan Biot merupakan rasio besaran konveksi-permukaan dan tahanan
konduksi dalam perpindahan kalor. Perumusannya seperti yang dijelaskan pada
nomor 2.2.2
Untuk bilangan Biot sebesar 0.1 < Bi < 40, internal conduction resistance
sebanding dengan surface convection resistance, sehingga nilainya tidak dapat
diabaikan
Bilangan Fourier merupakan bilangan tanpa dimensi. Bilangan ini merupakan
ukuran dari konduksi panas relatif didalam sistem. Dengan demikian, nilai yang besar
dari bilangan Fourier menunjukan perambatan panas yang lebih cepat melalui sistem.
Bilangan Fourier ditanyakan dengan:

...........(38)

Pada permasalahan benda padat semi-infinite dengan tidak mengabaikan


tahanan internal dan tahanan permukaan, dapat dinyatakan dengan
𝜕𝑇
ℎ𝐴(𝑇∞ − 𝑇)𝑥=0 = −𝑘𝐴 𝜕𝑥 ]𝑥=0 .........(39)

Dimana:
h = convective heat transfer coefficient
k = konduktivitas termal

22
Penyelesaian diatas cukup rumit, dapat diganti penyelesaiannya dengan
metode Schneider.
𝑇−𝑇𝑖 ℎ𝑥 ℎ2 ∝𝜏 ℎ√∝𝜏
= 1 − erf 𝑋 − [𝑒𝑥𝑝 ( 𝑘 + )] 𝑥 [1 − erf (𝑋 + )].......(40)
𝑇∞ −𝑇𝑖 𝑘2 𝑘

Dimana:
𝑇𝑖 = Temperatur awal padatan
𝑇∞ = Temperatur lingkungan
Persamaan untuk perpindahan kalor tak tunak dengan tahanan internal dan
tahanan permukaan dapat digunakan untuk beberapa bentuk geometris lain. Hasil
analisis tersebut disajikan dalam grafik Heisler. Penggunaan grafik ini hanya
diperuntukan untuk Bilangan Fourier lebih dari 0.2.

23
2.3 Tugas C (Perhitungan)
2.3.1 Sebuah peti es berisi campuran es dan air pada suhu 0˚C, dan suhu
diasumsikan tetap selama proses pencairan es. Dinding peti terbuat dari 3
lapisan material yaitu: lapisan luar berupa logam baja dengan kandungan
karbon rendah, dengan ketebalan 1 mm; lapisan tengah berupa material
insulasi dari bahan styrofoam dengan ketebalan 19 mm; lapisan dalam terbuat
dari fiberglass dengan ketebalan 6,35 mm. Peti es tersebut diletakkan pada
lingkungan bersuhu 32˚C dan koefisien perpindahan kalor konveksi antara
udara dan dinding luar peti adalah 4,48 W/m2 K. Koefisien perpindahan kalor
konveksi antara air es dan lapisan fiberglass sebesar 852 W/m2 K. Tentukan laju
perpindahan kalor yang melewati dinding peti per-satuan luas, dan tentukan
pula koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dari dinding peti.
Jawaban :
Diketahui : Ditanya :

Sebuah peti es berisi campuran es dan air a) Laju perpindahan kalor per satuan
T1 = 0°C = 273 K luas (W/m2)?
T2 = 32°C = 305 K b) Koefisien perpindaan kalor
ΔT = 305 – 273 = 32 K menyeluruh (U)?
x1 = 1 mm = 10-3 m (logam baja)
x2 = 19 mm = 19 x 10-3 m (styrofoam)
x3 = 6,35 mm = 6,35 x 10-3 m
(fiberglass)
h1 = 4,48 W/m2.K
h2 = 852 W/m2.K
Pembahasan :
a) Mencari nilai Q/A
• Gunakan persamaan laju perpindahan kalor konduksi
𝛥𝑇
𝑄=
𝑅
• Cari nilai R total dari 3 lapisan
𝑅𝑡𝑜𝑡 = 𝑅𝑐𝑜𝑛𝑣1 + 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3 + 𝑅𝑐𝑜𝑛𝑣2
1 𝑥1 𝑥2 𝑥3 1
= + + + +
ℎ1 𝐴 𝑘1 𝐴 𝑘2 𝐴 𝑘3 𝐴 ℎ2 𝐴
24
1 𝑥1 𝑥2 𝑥3 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 𝐴 = + + + +
ℎ1 𝑘1 𝑘2 𝑘3 ℎ2
1 10−3 19. 10−3 6,35. 10−3 1 0,98
𝑅𝑡𝑜𝑡 = + + + + =
4,48 43 0,033 0,035 852 𝐴
• Masukkan nilai Rtot ke dalam persamaan laju perpindahan kalor konduksi
𝛥𝑇 32
𝑄= =
𝑅 0,98
𝐴
𝑸
= 𝟑𝟐, 𝟔𝟓𝟑 𝑾/𝒎𝟐
𝑨

b) Mencari nilai U (koefisien perpindahan kalor menyeluruh)


𝑄 = 𝑈 𝐴 𝛥𝑇

𝑄
𝑈𝛥𝑇 =
𝐴

32,653 32,653 𝑊/𝑚2


𝑈= =
𝛥𝑇 32 𝐾

𝑼 = 𝟏. 𝟎𝟐 𝑾/𝒎𝟐 𝑲

2.3.2 Sebuah pipa berdiameter luar 3,34 cm dan dinding luar pipa bersuhu
200 ℃ , diberi lapisan insulasi k = 0,035 W/m.K. Lapisan insulasi dipasang
dengan tujuan menghambat perpindahan kalor dari dinding luar pipa ke udara
bersuhu 20℃ dengan nilai h = 1,7 W/m2.K. Dapatkah anda menentukan berapa
ketebalan minimal dari insulasi?
Jawaban :
Dari soal diketahui:

◦ D = 3,34 cm

◦ Hu = 20 oC

◦ Kiso = 0,035 W/mK

◦ Hi = 200 oC

◦ h = 1,7 W/m2K

25
Dari persamaan 3-50 yang merupakan penurunan dari persamaan q
terhadap rc. Maka didapat persamaan:

𝑘
𝑟𝑐𝑟,𝑐𝑦𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 =

Sehingga, untuk menyelesaikan persoalan diatas, kita tinggal


mensubtitusikan nilai yang terdapat pada soal.

𝑘 0,035 W/mK
𝑟𝑐𝑟,𝑐𝑦𝑙𝑖𝑛𝑑𝑒𝑟 = = = 0,02058824 𝑚 ≈ 0,0205 𝑚
ℎ 1,7 W/m2 K

2.3.3 Minyak mentah biasanya dipanaskan terlebih dahulu sebelum dipompa


menuju unit proses. Hal ini dilakukan untuk menurunkan viskositas minyak,
sehingga biaya operasional pompa menjadi lebih rendah. Untuk mentransfer
minyak setelah dipanaskan, digunakan pompa dengan diameter luar 10,75 inch
yang ditanam di dalam tanah (k = 0,072 btu/jam ft R) pada kedalaman 18 inch.
Suhu permukaan luar pipa 140˚F dan suhu permukaan tanah 65˚F. Tentukan
laju perpindahan panas dari pipa tersebut per-satuan panjang.
Jawaban L
Diketahui : Ditanya :

2r = 10,75 inch = 0,896 ft Q/L = ?


k = 0,072 btu/jam.ft.R
D = 18 inch = 1,5 ft

D T2 = 65˚F

T1 = 140˚F 2r

Pembahasan :
• Selesaikan menggunakan conduction shape factor (S)
𝑄 = 𝑘 𝑆 ∆𝑇

26
• Fluida berada pada pipa (silinder) yang ditanam dalam tanah maka shape
factornya adalah
2𝜋𝐿
𝑆=
𝐷
ln( 𝑟 )

2𝜋 . 𝐿
𝑆=
1,5
ln (0,448) 𝑓𝑡

𝑺 = 𝟓, 𝟏𝟗𝟓 𝑳
• Masukkan nilai S ke persamaan awal
𝑏𝑡𝑢
𝑄 = 0,072 . 𝑆 . (140 − 65)°𝐹
𝑗𝑎𝑚 𝑓𝑡 𝑅
𝑄 = 0,072 . 𝟓, 𝟏𝟗𝟓𝑳 . 75°𝐹
𝑸 𝒃𝒕𝒖
= 𝟐𝟖, 𝟎𝟓𝟑
𝑳 𝒋𝒂𝒎. 𝒇𝒕

2.3.4 Sebagian besar orang senang mengkonsumsi buah jeruk dalam keadaan
dingin atau setelah disimpan sejenak di lemari pendingin. Dapatkah anda
menentukan berapa lama waktu di dalam lemari pendingin, yang dibutuhkan
sebuah jeruk (diameter 105mm) untuk mencapai suhu 20oC?
Jawaban :
Diketahui : Ditanya :
Suhu lemari pendingin = 4oC t = …?

Suhu ambient = 23oC

Koefisien perpindahan kalor konveksi = 6


W/m2 K

Konduktivitas termal jeruk = 0,431


W/m.K

Densitas jeruk = 998 kg/m3

Kapasitas panas jeruk = 2 kJ/kg.K

27
T jeruk mula-mula = 23oC

T jeruk akhir = 20oC

T Kulkas = 4 oC

h = 6 W/m2 k

k = 0,431 W/ m k

ρ = 998 Kg/m3

Cp = 2 KJ / Kg k

Pembahasan :

𝑉 𝑟
ℎ( ) 6( )
𝐴 3
Uji Biot => = 0,431 = 0,244
𝑘

• Bilangan Biot > dari 0,1 , maka tidak dapat menggunakan Lumped System Analysis
• Menggunakan tabel 4-1 buku Yunus Cengel

• Interpolasi Biot number ke tabel

28
Biot number λ1 A1

0,2 0,7593 1,0592

0,244 0,8304 1,0719

0,3 0,9208 1,0880

𝑇𝑜−𝑇𝑘𝑢𝑙𝑘𝑎𝑠
• = A1 e-λ1^2 . τ
𝑇1−𝑇𝑘𝑢𝑙𝑘𝑎𝑠

20−4
• = 1,0719 e-(0,830)^2 . τ
23−4

0,842
• ln 1,0719 = ln e-(0,830)^2 . τ

τ = 0,35 (Fourier Number)

𝑘 6
α = ρ.Cp = 998𝑥2000 = 2,16 x 10-7 m2/s (Difusivitas termal)

t = τ ro2 / α = 4466, 15 s = 74 menit

Jadi, waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan jeruk tersebut adalah 74 menit.

29
BAB III

KESIMPULAN
Dari tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini, dapat kami tarik kesimpulan:

1. Perpindahan kalor konduksi merupakan perpindahan kalor dari titik satu ke lainnya
tapai disertai perpindahan zat perantara. Konduksi dibagi menjadi dua, yaitu tunak
(steady) dan tak tunak (unsteady).
2. Nilai konduktivitas mempengaruhi pemilihan material insulasi, semakin besar nilai
konduktivitas termalnya maka semakin besar juga tebal insulasi yang dibutuhkan.
3. Hukum Fourier menyatakan laju perpindahan kalor melalui material per area,
sebanding dengan gradien negatif temperatur terhadap panjang (atau tebal) material.
4. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh merupakan hasil gabungan proses konduksi
dan konveksi dengan memperhitungkan hambatan diantara fluida yang dipisahkan
oleh lapisan komposit dan dinding silinder.
5. Tebal kritis insulasi adalah perbandingan konduktivitas termal isolasi dengan
koefisien perpindahan panas konveksi.
6. Tahanan kontak termal dapat diartikan sebagai resistansi per unit area antarmuka
disimbolkan dengan Rc.
7. Untuk permasalahan tak tunak, kita harus menentukan Biot Number dan Fourier
Number yang digunakan sebagai petunjuk untuk pengerjaan berikutnya sehingga
dapat menyelesaikan permasalahan tersebut

30
DAFTAR PUSTAKA

Çengel, Y. 2003. Heat transfer ; A Practical Approach. 2nd ed. Boston: McGraw-Hill.

Holman, J. 2010. Heat transfer. 10th ed. Boston, Mass.: McGraw Hill Higher Education.

.Kern, D.Q., “Process Heat Transfer”, International Student Edition, McGraw Hill
Kogakusha, Ltd., New York.
Holman, J.P. 1986. “Heat Transfer”, 6th edition. New York :McGraw Hill, Ltd.,.
Mikheyev, M. .1986. “Fundamentals of Heat Transfer”.1986. New York :John Willey &
Sons Inc.,
IncoperaDe Witt,. 1981. “Fundamentals of Heat Transfer”. New York :John Willey & Sons
Inc
Ozisik. 1984. “Heat Transfer, a basic approach”, 1984.
McAdams, W.H., “Heat Transmision”, 3rd edition, McGraw Hill Book Company, Inc.,
New York.

31

Anda mungkin juga menyukai