Anda di halaman 1dari 18

Diabetes MelitusTipe 1 dengan Ketoasidosis

F3
Teloe apriwesa 102009062
Welmin sonya l 102009146
Adinda a.a 102011152
Bodi eko F 102011166
Maria margaretha 102011263
Raymon feriando N 102011319
Yohana anggreini I 102011380
Kashwiniy naidu 102011437

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JALAN TERUSAN ARJUNA UTARA NO.6 KEBON JERUK JAKARTA BARAT

1
Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) merupakan sindrom homeostasis gangguan energi yang disebabkan oleh
defisiensi insulin atau oleh defisiensi kerjanya dan mengakibatkan metabolism karbohidrat,
protein, dan lemak tidak normal. Kelainan ini merupakan gangguan metabolic endokrin masa
anak dan remaja yang paling lazim dengan konsekuensi penting pada perkembangan fisik dan
emosi. Individu yang menderita diabetes tergantung insulin menghadapi beban serius yang
meliputi kebutuhan mutlak insulin eksogen setiap harinya, kebutuhan untuk memonitor
pengendalian metabolic dirinya, dan kebutuhan untuk memperhatikan terus-menerus pada
masukan diet. Morbiditas dan mortalitas yang berasal dari kekacauan metabolic dan dari
komplikasi jangka-panjang yang mempengaruhi pembuluh kecil dan besar serta menyebabkan
retinopati, nefropati, penyakit jantung iskemik, dan obesitas arteri dengan gangrene tungkai.
Manifestasi klinis akut dapat sepenuhnya dimengerti dalam lingkungan pengetahuan sekarang
tentang sekresi dan kerja insulin. Pertimbangan genetic dan etiologi lain yang mengarah pada
mekanisme autoimun sebagai factor pada kejadian diabetes tipe I, dan ada konsensus yang
muncul bahwa komplikasi jangka panjang terikat dengan gangguan metabolic. Pertimbangan –
pertimbangan ini membentuk dasar pendekatan terapeutis terhadap penyakit ini. 1

Skenario

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawah ibunya ke UGD RS dengan keluhan semakin
menjadi bingung seak beberapa jam yang lalu. Pemeriksaan awal tampak penurunan kesadaran,
denyut jantung 140x/menit, tekanan darah 80/50mmHg, temperature afebris, pernapasan cepat
dan dalam, kapiller refill 5 detik, serta turgor kulit menurun. Menurut ibunya, pasien mengalami
penurunan berat badan 3kg sejak beberapa minggu yang lalu, semakin mudah lelah sejak
beberapa hari yang lalu dan terutama pasien merasa cepat haus, sering kencing dan ngompol
pada malam hari sejak 3 hari yang lalu.

Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan
langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua,
2
2
wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai alloanamnesis.
Berdasarkan scenario di atas, kita harus melakukan alloanamnesis karena pasien yang kita
hadapi itu anak laki-laki berumur 5 tahun. Hal-hak yang perlu diperhatikan dalam anamnesis
adalah sebagai berikut: 2

1. Identitas pasien

Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Identitasini
diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar anak yang dimaksud, dan
tidak keliru dengan anak lain.

 Nama: -
 Umur: 5 tahun
 Jenis kelamin: laki-laki
 Alamat: -
 Nama orang tua: -
2. Riwayat penyakit
 Keluhan utama : keluhan atau gejala yang meyebabkan pasien dibawa berobat.

 Riwayat penyakit sekarang : pada bagian ini penyakit disusun secara


kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan penderita sejak sebelum
ada keluhan sampai datang berobat. Bila pasien telah mendapat pengobatan
sebelumnya, hendaklah ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, serta apa saja
yang telah diberikan dan bagaimana hasil pengobatan tersebut.

Yang ditanya :
- apa yang dirasakan saat ini? (Apakah ada demam, sering minum, banyak
makan, cepat lelah, berat badan turun, gangguan penglihatan,dll).
- Keluhannya sudah dirasakan berapa lama?
- Kapan pertama kali mengalami keluhan tersebut?
- Apakah pasien mengalami mual dan muntah?

3
 Riwayat penyakit yang pernah diderita : perlu diketahui, karena mungkin ada
hubungan dengan penyakti sekarang, atau setidak-tidaknya memberikan informasi
untuk membantu pembuatan diagnosis dan tatalaksanan penyakitnya sekarang.

Yang ditanya :
- Apakah pasien memiliki penyakit lainnya?
- Sejak kapan pasien menderita penyakit tersebut?
- Apakah sudah diobati?
- Sudah berapa lama pengobatan bagi penyakit tersebut?

 Riwayat kehamilan ibu : hal pertama yang perlu ditanyakan adalah keadaan
kesehatan ibu selama hamil.

Yang ditanya :
- Apakah pada saat hamil si ibu ada menderita diabetes mellitus?
- Jika ada perlu ditanya sejak kapan?
- Apakah sudah pernah berobat?
- Kalau sudah, ditanya sudah berapa lama si ibu berobat?
- Apakah sekarang masih menjalankan pengobatan diabetesnya?

 Riwayat penyakit keluarga : menanyakan keadaan anggota keluarga.

Yang ditanya :
- Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama?
- Apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita hipertensi, diabetes
atau stroke?

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan pasien : kesadaran menurun


 TD/BB
 TD : 80/50 mmHg T : Afebris, N : 140x/min , RR : Kusmaull

4
 Inspeksi : Palpasi : pemeriksaan turgor kulit dan cappilary refill , perkusi, auskultasi :
dengarkan ada bunyi bruit atau tidak

Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan Glukosa darah
Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya.
Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia
makan/minum glukosa per oral (1,75 gr/kgbb ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam
waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2
jam PP.3,4
Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar
glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah
dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan
iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu. Ini sangat
penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil
pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan
kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM. 3,4
2. Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara
glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang
dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan
ireversibel. Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high
performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity
chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.
Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan
kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya
HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.Metode HPLC: prinsip sama
dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan
presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode
referensi.Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi

5
presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan
ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.Metode
Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil
maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik. 3,4
Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari
HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi
baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini
mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode
ini lebih tinggi dari metode HPLC.Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam),
lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil.
Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh
klinisi, yaitu mmol/L3,4
3. Kadar keton
Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur ketoasidosis, dimana
nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat dua pengukuran yang
dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1
mmol/L. 3,4
4. Gas darah
Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena
dan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah
dalam pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak. 3,4

Different Diagnostic
Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak
ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di
sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin,
kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas
terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh
kematian akibat KAD.5

6
Patofisiologi

Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai
lanjutan dari kegagalan sel-? secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa penurunan kadar
atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan peningkatan
kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan, perubahan
keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik dari glikogenolisis
maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa menurun. Secara langsung, keadaan
ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11 mmol/L atau > 200 mg/dL), diuresis
osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan
hiperosmolaritas. 5,6

Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan
turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat (keton)
secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH < 7,3). Keadaan ini
juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang buruk.
Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar, asidosis, dan gangguan elektrolit akan
semakin memperberat ketidak-seimbangan hormonal dan menyebabkan keadaan ini berlanjut
membentuk semacam siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan progresif.
Manifestasi klinis berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan dalam, akan
menurunkan nilai pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut menjadi koma.
Derajat keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi: ringan (pH 7,2 – 7,3),
moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1). 5,6

Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia biasanya didapatkan
pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi cairan. Hiperkalemia serum terjadi akibat
pergeseran distribusi ion kalium dari intrasel ke ekstrasel karena adanya asidosis akibat defisiensi
insulin dan penurunan sekresi tubular renal. Terjadinya penurunan kadar fosfat dan magnesium
serum juga akibat pergeseran ion. Hiponatremia terjadi akibat efek dilusi akibat osmolaritas
serum yang tinggi. Kadar natrium dapat diukur dengan menambahkan kadar natrium sebanyak
1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan osmolaritas serum
akibat hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan osmolaritas intraselular di otak.
Koreksi hiperglikemia serum yang dilakukan secara cepat dapat memperlebar gradien

7
osmolaritas serum dan intraserebral. Cairan bebas kemudian akan memasuki jaringan otak dan
menyebabkan edema serebri beserta peningkatan risiko herniasi. Oleh sebab itu, resusitasi cairan
dan koreksi hiperkalemia harus dilakukan secara bertahap dengan monitoring ketat. 5,6

Manifestasi klinis

Penurunan kesadaran bahkan sampai koma,dehidrasi,syok hipovolemik (kulit/mukosa


kering,penurunan turgor kulit,hipotensi dan takikardi).Tanda klinis lainnya seperti pernapasan
cepat da dalam (kussmaul) dan disertai napas bau aseton. 5

Hiperosmolar hiperglikemik

Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketogenik adalah sindrom berkaitan dengan


kekurangan insulin secara relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM. Secara
klinik diperlihatkan dengan hiperglikemia berat yang mengakibatkan hiperosmolar dan
dehidrasi, tidak ada ketosis/ada tapi ringan dan gangguan neurologis. 6

Patofisiologi
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon
insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan
glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon
glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma.
Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan
menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan
intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan. 4
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak
dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium,
sodium dan phospat. 6
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi
ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan

8
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang
disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat
haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus
yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat
lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik. 6
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. 6
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia,
hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat
karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.

Manifestasi Klinik

Hiperglikemia (>600 mg/dL),tanpa ketosis atau hanya ringan,asidosis non-


ketotik,dehidrasi yang berat,gangguan kesadaran yang berat,kejang. 6

Working Diagnosis (WD)

Anak laki-laki yang berusia 5 tahun dengan keluhan semakin menjadi bingung sejak beberapa
hari yang lalu. berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
di diagnosis menderita Diabetes Melitus tipe I. tapi harus tetap dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.

Etiologi

1. Faktor hereditas. Mungkin dapat terjadi tipe diabetes multiple yang berbeda.
Tampaknya, pada umumnya diturunkan secara autosom resesif, dengan kekerapan gen
kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
Para ahli lain berpendapat dapat saja diturunkan secara dominan. Hubungan dengan tipe
jaringan (HLA) B8/DW3 sudah berhasil ditemukan. Akan tetapi elemen hereditas tidak
selalu jelas, karena alasan-alasan berikut:
9
 Diabetes terutama penyakit untuk kelompok umur lebih tua. Pada setiap keluarga,
anggota keluarga yang terkena diabetes bisa saja umurnya belum terlalu tua.
 Jumlah keluarga sedikit atau ada anggota keluarga yang meninggal karena sebab
lainnya sebelum terbentuk diabetes.
2. Umur. Jarang pada masa kanak-kanak awal. Jarang sebelum umur 3 tahun. Di inggris,
angka kejadiannya 10-15 per 100.000 anak per tahun.
3. Factor lingkungan (misalnya infeksi, terutama coxaxkie B4) atau stress (misalnya
kehamilan) dapat mencetuskan timbulnya diabetes. Antibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dapat ditemukan pada 70% kasus diabetes baru.7

Epidemiologi

Diabetes mellitus tipe1 merupakan kasus diabetes yang paling sering diketemukan pada
pasien kurang dari umur 18 tahun anak yang mengalami abnormalitas homeostatis glukosa,
perbandingan umum kasusnya adalah 1: 300 - 500. Kasus pada tiap negara dan daerah berbeda
satu dengan yang lain, setiap literatur mencantumkan status epidemi dari Diabetes bergantung
pada ras,negara, dan atau atau daerah tempat penelitian literatur terkait.

Seperti contoh pada daerah skandinavia (eropa utara) prevalensi kasus adalah 30 : 10.000
populasi, Jepang 1 : 100.000 populasi, dan di USA 15 : 100.000. Prevalensi DM sulit ditentukan
karena standar penetapan diagnosisnya berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes
Association (ADA), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat (AS) menderita DM dan yang
tidak terdiagnosis sekitar 5,4 juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 15 juta orang di AS
menderita DM. Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15
tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.4. Hal ini menyulitkan
menentukan prevalensi yang cukup tepat untuk menggambarkan status epidemiologi DM pada
berbagai daerah, diperlukan penelitian epidemiologi lebih lanjut untuk mendapatkan nilai
epidemi yang tepat. 8

10
Patofisiologi DM tipe 1

Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada bagian islet sel beta
pankreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel delta, dan sel PP namun hanyalah sel
beta yang mengalami penghancuran oleh proses autoimmunitas. Secara patologis islet sel beta
pankreas di infiltrasi oleh limfosit ( insulitis), hal ini mengakibatkan terjadinya atopikasi dari sel
beta pulau langerhans pankreas dan sebagian besar penanda immunologis yang melindungi
pankreas dari serangan limfosit hilang.

Toeri yang menjelaskan kematian sel beta masih belum jelas sampai sekarang namun ada
perkiraan penghancuran ini melibatkan pembentukan metabolit nitrit oksida,apoptosis, dan
sitotoksisitas dari T limfosit CD8. Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen tidaklah
spesifik pada sel beta. Sebuah teori yang ada sekarang membantu menjelaskan bahwa sebuah sel
autoimmun menyerang 1 molekul sel beta pankreas lalu menyebar pada sel beta lainnya
menciptakan sebuah seri dari proses autoantigen. Penghancuran islet sel beta pankreas cenderung
di mediasikan oleh sel T limfosit, dibandingkan dengan antigen islet sel beta pankreas sendiri. 8

Manifestasi klinis

Peningkatan frekwensi ( Poliuria ) miksi merupakan konswekwensi sekunder dari


peningkatan diuresis-osmosis akibat hiperglikemia melewati batas yang dapat diabsorbsi oleh
ginjal yang berkepanjangan, hal ini mengakibatkan hilangnya banyak cairan elektrolit dan gula
lewat urine.Sering haus merupakan kompensasi dari diuresis osmosis. 8
Penurunan berat badan total walaupun nafsu makan berlebihan (hiperphagia) sebagai
tanda umum pada T1DM, penurunan berat badan ini disebabkan oleh kurangnya kadar air
plasma dan trigliserida, ditambah dengan hilangnya massa total otot akibat proses perubahan
protein otot menjadi glukosa dan benda keton karena jumlah insulin tidak cukup untuk
memberikan energi dalam bentuk glukosa kepada sel. 8
Kekurangan energi ini dapat mencapai 50% dari total asupan kalori yang di konsumsi
sehari. Sebagai contoh bila seorang anak sehat berumur 10 tahun mempunyai kebutuhan kalori
perhari adalah 2000 kalori dengan asumsi sebagian besar kalori yang masuk adalah karbohidrat
maka jumlah kalori yang terbuang oleh urine lewat glikosuria adalah 1000 kalori yang terdiri
dalam bentuk air yang mungkin sekali sebanyak 5L dan Glukosa sebanyak 250g nilai ini

11
mencakup 50% total kalori sehari yang di konsumsi . 8
Kehilangan kalori yang begitu banyak ini dikompensasi dengan keadaan hiperphagia dan
bila hiperphagia masih belum dapat mengkompensasi kebutuhan energi pasien terjadilah
kelaparan jaringan tubuh yang akhirnya akan memicu pemecahan lemak subkutan menjadi
glukosa yang memperberat keadaan hiperglikema. Sedangkan penurunan volume plasma
membawa akibat hipotensi postural.Pada anak wanita yang menderita diabetes, monilial -
vaginitis mungkin sekali berkembang akibat dari glikosuria kronis.8

Turunnya kadar kalium total tubuh dan katabolisme protein memberikan kontribusi
penting pada kelemahan fisik. Paresthesia mungkin saja terlihat pada saat diagnosis fase awal
onset subakut T1DM. Pada saat defisiensi insulin berada pada fase onset akut maka gejala klinis
diatas akan berkembang menjadi lebih berat, ketoacidosis eksaserbasi akut, hiperosmolalitas, dan
dehidrasi akibat dari naussea, vomitus, dan anorexia. Level kesadaran pasien bergantung pada
derajat hiperosmolalitas.

Bila defisiensi insulin bergerak lambat dan kebutuhan cairan dapat di jaga maka
kesadaran pasien dapat terjaga dan gejala klinis yang menyertai akan tetap minimal. Namun pada
saat terjadi vomitus sebagai respon perkembangan progresif yang buruk keadaan keto-acidosis
diikuti dengan memburuknya dehidrasi dan tidak adekuatnya perawatan yang mengkompensasi
osmolalitas serum untuk terus berada pada level 320 - 330 mosm/L, maka pada keadaan ini
kesadaran pasien dapat menurun, dari keadaan stupor sampai koma.Fruity odor atau terciumnya
bau manis keton pada nafas pasien mengarahkan kecurigaan pada keadaan diabetes keto-acidosis
( DKA ).

Penatalaksanaan

Pada anak dengan T1DM memiliki 5 variabel mayor dalam penatalaksanaannya yaitu
pemilihan sediaan dan tipe insulin yang diberikan , diet, olahraga dan kegiatan sehari - hari,
manajemen stress, dan terakhir adalah pengawasan kadar glukosa dan keton dalam darah.
Walaupun pada pasien remaja T1DM dapat diberikan tanggung jawab dalam pengawasan status
diabetes mereka namun orangtua juga memegang peranan penting dalam pemberian support. 8,9

12
Sedangkan bagi pasien anak dengan umur kurang 11 tahun pengawasan serta pemberian
injeksi insulin lebih baik diserahkan kepada orang tua ada tenaga kesehatan penyerta. Dosis
insulin akan bergantung pada jumlah keton dalam darah dan status pH pasien anak. Bila pH < 7,3
dan jumlah keton dalam darah berada pada level signifikan, pemberian insulin intravena
diharuskan untuk diberikan. Bila rehidrasi teradministrasi dengan baik dan pH darah vena
normal maka pemberian 1 atau 2 injeksi intramuscular atau subkutan insulin lispro (humalog,
[H]) atau insulin aspart (Novolog [NL]) terpisah dalam 1 jam dengan dosis 1-2 Unit/KgBB dapat
dilakukan. 8,9

Saat keton tidak tedeteksi dalam darah maka insulin akan lebih aktif dan pemberian
insulin subkutan dapat dilakukan dengan dosis (0,25 - 0,50) Unit/Kg/24Jam, bila terdapat keton
dalam darah maka prosuksi insulin akan berkurang sehingga membutuhkan 1 - 0,5 unit/Kg dari
total kebutuhan insulin per 24 jam. Pasien anak dengan T1DM biasanya mendapatkan terapi
campuran antara insulin dengan onset cepat dan insulin onset lambat, terapi kombinasi ini untuk
mengontrol gula darah asupan sehari - hari terutama setelah makan dan untuk mengontrol kadar
gula darah terkait dengan produksi glukosa hepar.8

Hal ini dapat di capai dengan pemberian campuran antara insulin dengan berbagai
kombinasi. Pilihan terbaik pemberian adalah dengan menyesuaikan dengan umur serta jadwal
makan perhari dari pasien.Pada masa lampau dokter biasanya memberikan 2 kali perhari
suntikan insulin aksi menengah dan insulin aksi cepat dengan cara pemeberian 2/3 dosis total
diberikan sebelum sarapan dan sisanya diberikan pada saat makan malam. Terapi dengan insulin
regular manusia diberikan pada waktu 30 - 60 menit sebelum makan, sedangkan bila terapi
menggunakan insulinaksi cepat diberikan sesaat sebelum makan. Pada anak dengan jumlah
makanan (Asupan Kalori tidak diperhitungkan ) yang dikonsumsi tidak teratur maka pemberian
insulin aksi cepat dilakukan setelah makan dengan dosis diperhitungkan sesuai dengan asupan
kalori.9

13
komplikasi
 Komplikasi akut
Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan
komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Pada pasien KAD
dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi
(turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai
hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah
tercium. Gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan poliuri dan polidipsi
sering kali mendahului Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai
terutama pada KAD anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal
itu berhubungan dengan gastroparesis-dilatasi lambung. Derajat kesadaran pasien
dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi sampai dengan koma.
Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan kesadaran
lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol).10
 Komplikasi kronis
Retinopati diabetik
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari
retinopati diabetic non-proliferatif sampai perdarahan retina dan lebih lanjut lagi
dapat mengakibatkan kebutaan. Retinopati diabetik nonproliperatif merupakan
bentuk yang paling ringan dan sering tidak memperlihatkan gejala. Stadium ini
sulit dideteksi hanya dengan pemeriksaan oftalmoskopi langsung maupun tidak
langsung. Cara yang paling baik ialah dengan menggunakan foto fundus dan FFA
(Fundal Fluorescein Angiography). Mikroaneurisma yang terjadi pada kapiler
retina merupakan tanda paling awal yang dapat dilihat pada RDNP (retinopati
diabetic nonproliperatif). Kelainan morfologi lain ialah penebalan membrane

14
basalis , perdarahan ringan, eksudat keras yang tampak sebagai bercak berwarna
kuning dan eksudat lunak yang tampak sebagai cotton wool spot. Retinopati
diabetik nonproliperatif berat sering disebut juga sebagai retinopati diabetic
iskemik, obstruktif atau preproliperatif. Gambaran yang dapat ditemukan yaitu
bentuk kapiler yang berkelok tidak teratur akibat dilatasi yang tidak beraturan dan
cotton wool spot, yaitu daerah retina dengan gambaran bercak berwarna putih
pucat dimana kapiler mengalami sumbatan. Retinopati diabetik proliperatif
ditandai dengan pembentukan pembuluh darah baru. Pembuluh darah baru
tersebut berbahaya karena bertumbuh secara abnormal keluar dari retina dan
meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat
menimbulkan kebutaan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan
fibrosis atau sikatriks pada retina. Makulopati diabetik merupakan penyebab
kebutaan paling sering pada retinopati diabetik. Makulopati diabetik dapat
dibedakan dalam beberapa bentuk yaitu makulopati iskemik (akibat penyumbatan
yang luas dari kapiler di daerah sentral retina), makulopati eksudatif (karena
kebocoran setempat suhingga terbentuk eksudat keras seperti pada RDPN) dan
edema macula (akibat kebocoran yang difus)1
Nefropati diabetik
Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis,
berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan
keadaan gagal ginjal yang memerlukan pengelolaan dan pengobatan substitusi.
Ditemukannya miroalbuminuria mendorong dan mengharuskan agar dilakukan
pengelolaan DM yang lebih intensif termasuk pengelolaan berbagai faktor resiko
lain untuk terjadinya komplikasi kronik DM seperti tekanan darah, lipid dan
kegemukan serta merokok. Penyandang DM dengan laju filtrasi glomerulus atau
bersihan kretinin < 30 mL/menit seyognyanya sudah dirujuk ke ahli penyakit
ginjal untuk menjajagi kemungkinan dan untuk persiapan terapi pengganti bagi
kelainan ginjalnya, baik nantinya berupa dialisis maupun transplantasi ginjal.11

15
Neuropati diabetik
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling
sering ditemukan pada diabetes melitus (DM). risiko yang dihadapi pasien DM
dengan ND antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh
dan amputasi jari/kaki. Polineuropati sensori-motor simetris diatas atau distal
symmetrical sensorymotor polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan ND
yang paling sering terjadi. DPN ditandai degan berkurangnya fungsi sensorik
secara progresif dan fungsi motorik (lebih jarang) yang berlangsung pada bagian
diatal yang berkembang kea rah proksimal. Diagnosis neuropati perifer diabetik
dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bentuk lain ND yang juga sering sitemukan
ialah neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis) atau diabetic autonomic
neuropathy (DAN). Uji komponen parasimpatis DAN dilakukan dengan tes
respons denyut jantung terhadap maneuver valsava, variasi denytu jantung
(interval PR) selama napas dalam (denyut jantung maksimum-minimum). Uji
komponen simpatis DAN dilakukan dengan respons tekanan darah terhadap
berdiri (penurunan sistolik), respons tekanan darah terhadap genggaman
(peningkatan diastolic).11

Pencegahan

Sebelum diagnosis DM

Diagnosis lebih dini pada anak yang berisiko tinggi menderita DM tipe 1 dengan skrining
genetic dan imunologis dapat mengurangi kejadian KAD pada penderita DM baru.
Meningkatnya kewaspadaan keluarga dengan adanya anggota keluarga yang menderita DM tipe
1 juga mengurangi resiko timbulnya KAD. Memberikan penerangan dan pendidikan kepada
masyarakat lua mengenai gejala dan tanda DM memungkinkan dilakukan diagnosis dini DM
pada anak usia < 5 tahun untuk mencegah salah diagnosis.11

16
Setelah diagnosis DM

Pada semua pasien DM perlu diberikan pendidikan dan penanganan secara komprehensif
dan sebaiknya tersedia akses 24 jam terhadap Puast Diabetes. Pasien dan keluarga harus
diajarkan untuk memeriksa keton darah, pemberian insulin, mengukur suhu tubuh , frekuensi
nadi dan frekuensi napas bila kadar gula darah lebih dari 300 mg/dL. 11

Prognosis

Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit kronis yang serius, menurut beberapa literatur
mengenai penyakit ini disebutkan bahwa umur dari penderita 10 tahun lebih pendek
dibandingkan dengan orang yang bukan penderita. Pada anak yang menderita kemungkinan akan
mengalami penghambatan pertumbuhan sehingga akan menjadi lebih pendek dibandingkan
dengan orang normal. 8

Sedangkan perkembang seksual dari anak penderita diabetes mellitus tipe 1 juga akan
terhambat sehingga pencapaian umur pubertas akan lebih tua dari anak yang normal. Prognosis
akan menjadi buruk bila penyakit tidak dideteksi secara cepat, hal ini juga akan mengakibatkan
komplikasi akut maupun kronis yang cukup berat sehingga dapat mengancam jiwa penderita. 8

Perubahan pola hidup yang ekstrem seperti kebutuhan insulin absolut setiap hari juga
merupakan sebuah masalah bagi orangtua penderita maupun penderita itu sendiri terutama bagi
penderita dengan umur dibawah 10 tahun. Prognosis baik akan didapatkan apabila pengelolaan
status hiperglikemia dan ketogenesis terlaksana dengan baik, kecepatan dan ketepatan deteksi
dini penyakit serta pendidikan tentang penyakit T1DM serta pengelolaannya yang jelas kepada
orangtua pasien akan membantu mencegah komplikasi yang mengancam jiwa. 8

Kesimpulan

Diabetes mellitus tipe 1 yang dicetuskan oleh tidak cukupnya jumlah insulin sampai tidak
terbentuknya insulin oleh pankreas ( Sel Beta Pulau Langerhans ) disebabkan oleh proses
autoimunitas yang menghancurkan sel beta pulau langerhans pankreas. Diabetes tipe 1
menyerang anak dengan umur < 18 tahun dengan rataan umur penderita 4 - 10 tahun. T1DM
menyebabkan ketergantungan abosolut insulin eksogenik untuk mengatur kadar gula darah, dan

17
menjaga status diabetes tidak berkembang menjadi penyakit dengan banyak komplikasi.
Penatalaksanaan dengan insulin bertujuan untuk menghentikan proses pembentukan gula hati
dan menghentikan ketogenesis.

Daftar pustaka

1. Kliegman RM, Behrman RE, Arvin, et all. Diabetes mellitus. Ilmu kesehatan anak
Nelson. Edisi 15. Volume 3. Jakarta: EGC; 2000; h. 2005-2028
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010. p. 1-3,6-7,76.
3. Boon,N.A, Cumming,A. D, John , G : Davidson’s Principal And Practice Of Medicine
20th edition, CHTML e-Book , Elsevier Inc, 2007 , available from :
www.indowebster.com
4. Pulungan AB,Mansyoer R,Batubara JRL,Tridjaja B.Gambaran klinisdan laboratoris
diabetes melitus tipe-1 pada anak saat pertama kali datang kebagian IKA-
RSCM.Jakarta.pediatric 2002.4:26-30
5. Dunger DB, et al.European society for pediatric:endocrinology /Lawson wilkins pediatric
endocrine society consensus statement on diabetoc ketoasidosis in children and
adolescents.Pediatric 2004;113.e133-140
6. Guillermo E,Murphy MB,Kitabchi AE.Diabetic ketoasidosis andhyperglicemic
hyperosmolar Syndrome,Diabetes Spectrum;15(1)28-36
7. Garna H, Nataprawira HMD. Diabetes mellitus. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu
kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK Universitas
Padjajaran; 2005. h. 549-533
8. Behrman,kliegman,&arvin.Ilmu Kesehatan Anak
Nelson.Ed16.Jakarta:EGC;2004(3).h.2006-19
9. Staf Pengajar IKA FKUI.Ilmu Kesehatan Anak.jakarta:FKUI;2005.259-62.
10. Batubara JRL, Soesanti F. Ketoasidosis diabetic pada anak. International symposium
pediatric challenge. Medan: Ikatann Dokter Anak Indonesia;2006. h. 121-129.
11. Miall L, Rudolf M, Levene M. Diabetes. Pediatrics at a glance. 2nd edition.
Massachusetts(USA): Blackweel Publishing; 2007. P. 126-127

18

Anda mungkin juga menyukai