Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Varikokel, varicocele, adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis
akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria.
Varikokel ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41%
pria yang mandul menderita varikokel. (Purnomo, 2012)
Dekade terakhir ini, pembahasan varikokel mendapat perhatian karena potensinya
sebagai penyebab terjadinya disfungsi testis dan infertilitas pada pria. Diperkirakan sepertiga pria
yang mengalami gangguan kualitas semen dan infertilitas adalah pasien varikokel (bervariasi 19
- 41%). Akan tetapi tidak semua pasien varikokel mengalami gangguan fertilitas, diperkirakan
sekitar 20 - 50% didapatkan gangguan kualitas semen dan perubahan histologi jaringan testis.
Perubahan histologi testis ini secara klinis mengalami pengecilan volume testis. Pengecilan
volume testis bagi sebagian ahli merupakan indikasi tindakan pembedahan khususnya untuk
pasien pubertas yang belum mendapatkan data kualitas semen. Pemeriksaan radiologis yang bisa
dilakukan adalah angiografi/venografi, USG, MRI, CT-Scan dan Nuclear Imaging. Salah satu
cara pengobatan varikokel adalah pembedahan. Keberhasilan tindakan pembedahan cukup baik.
Terjadi peningkatan volume testis dan kualitas semen sekitar 50 - 80% dengan angka kehamilan
sebesar 20 - 50%. Namun demikian angka kegagalan atau kekambuhan adalah sebesar 5 - 20%.

BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Varikokel merupakan varikositas pleksus pampiniformis korda spermatika, yang
membentuk benjolan skrotum yang terasa seperti “kantong cacing” (Dorland, 2002).

Gambar Anatomi testis


B. Epidemiologi
Walaupun varikokel muncul pada kira-kira 20% populasi laki-laki secara umum,
kebanyakan terjadi pada populasi subfertil (40%). Faktanya, varikokel skrotum umumnya
merupakan penyebab rendahnya produksi sperma dan penurunan kualitas sperma.
Varikokel mudah diidentifikasi dan dikoreksi dengan prosedur pembedahan
Pada referensi lain disebutkan varikokel ditemukan kira-kira pada 15% anak
remaja laki-laki dan predominan pada sisi sebelah kiri. Hal ini didokumentasikan pada
tahun 1880-an yang menyebutkan bahwa varikokel lebih dominan pada sisi kiri, jarang
muncul sebelum pubertas, dan dalam beberapa hal berhubungan dengan hilangnya volume
testis ipsilateral yang tampak dan reversibel dalam beberapa peristiwa setelah ligasi
varikokel.
Varikokel jarang menjadi masalah klinis yang jelas sebelum masa remaja awal.
Karena varikokel jarang dilaporkan timbul pada orang-orang yang lebih tua, tampak bahwa
populasi dari anak laki-laki dengan varikokel mungkin mewakili populasi dari dewasa
yang akan punya varikokel. Prevalensi varikokel pada remaja, berhubungan dengan
infertilitas pada laki-laki, dan peningkatan kualitas sperma yang mungkin terlihat pada
2
orang-orang infertil setelah ligasi varikokel telah meningkatkan daya tarik untuk
mempelajari varikokel pada remaja dan hubungannya dengan disfungsi.

C. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi
dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada
sebelah kanan (varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena
spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan
yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Di samping itu vena spermatika
interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
(Purnomo, 2012)
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai
adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor),
muara vena spermatika kanan pada vena renails kanan, atau adanya situs inversus.
(Purnomo, 2012). Etiologi varikokel secara umum:
 Dilatasi atau hilangnya mekanisme pompa otot atau kurangnya struktur
penunjang/atrofi otot kremaster, kelemahan kongenital, proses degeneratif
pleksus pampiniformis.
 Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava inferior.
 Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis internus kiri
berlawanan dengan kedalam v. spermatika interna kiri.
 Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v. spermatika .
 Tekanan v. spermatika interna meningkat letak sudut turun v. renalis 90 derajat.
 Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.

1. Etiologi Anatomi
Suplai arteri testis mempunyai 3 komponen mayor yaitu: arteri testikular, arteri
kremaster dan arteri vasal. Walaupun kebanyakan darah arterial pada testis berasal dari
arteri testikular, sirkulasi kolateral testikular membutuhkan perfusi yang adekuat dari
testis, walaupun arteri testikular terligasi atau mengalami trauma. Drainase venous dari
testis diprantarai oleh pleksus pampiniformis, yang menuju ke vena testikular

3
(spermatika interna), vasal (diferensial), dan kremasterik (spermatika eksternal).
Walapun varikokel dari vena spermatika biasanya ditemui pada saat pubertas, sepertinya
terjadi perubahan fisiologi normal yang terjadi saat pubertas dimana terjadi peningkatan
aliran darah testikular menjadi dasar terjadinya anomali vena yang overperfusi dan
terkadang terjadi ektasis vena (Schneck,2007).

2. Peningkatan Tekanan Vena


Perbedaan letak vena spermatika interna kanan dan kiri menyebabkan
terplintirnya vena spermatika interna kiri, dilatasi dan terjadi aliran darah retrogard.
Darah vena dari testis kanan dibawa menuju vena cava inferior pada sudut oblique (kira
– kira 300). Sudut ini, bersamaan dengan tingginya aliran vena kava inferior
diperkirakan dapat meningkatkan drainase pada sisi kanan (Venturi effect). Sebagai
perbandingan, vena testikular kiri menuju ke arteri renalis kiri (kira – kira 900). Insersi
menuju vena renalis kiri sepanjang 8 – 10 cm lebih ke arah kranial daripada insersi dari
vena spermatic interna kanan, yang berarti sisi kiri 8 – 10 cm memiliki kolum
hidrostatik yang lebih panjang dengan peningkatan tekanan dan relatifnya aliran darah
lebih lambat pada posisi vertikal.
Vena renalis kiri dapat juga terkompres di daerah proksimal diantara arteri
mesenterika superior dan aorta (0.7% dari kasus varikokel), dan distalnya diantara arteri
iliaka komunis dan vena (0.5% dari kasus varikokel). Fenomena nutcracker ini dapat
juga menyebabkan peningkatan tekanan pada sistem vena testikular kiri.
(Schneck,2007)

4
Gambar Peningkatan tekanan vena pada varikokel

3. Anastomosis Vena Kolateral


Studi anatomi menggambarkan terdapat anastomosis sistem drainase superfisial
dan interna, bersamaan dengan kiri-ke-kanan hubungan vena pada ureter (L3-5),
spermatik, skrotal, retropubik, saphenus, sakral dan pleksus pampiniformis. Vena
spermatika kiri memiliki cabang medial dan lateral pada level L4-penemuan ini penting
dan harus dilakukan untuk menentukan penanganan varikokel. Prosedur yang dilakukan
diatas level L4 memiliki risiko kegagalan lebih tinggi karena percabangan multipel dari
sistem vena spermatika.

4. Katup yang Inkompeten


Pada tahun 1966, Ahlberg menjelaskan bahwa pembuluh testis berisi katup
yang protektif terhadap varikokel, dan ini merupakan kekurangan atau ketidakmampuan
pada sisi kiri yang menyebabkan terjadinya varikokel. Untuk mendudung gagasan ini, ia
menemukan tidak adanya/hilangnya katup pada 40% postmortem vena spermatika kiri
dibandingkan dengan 23% hilangnya pada sisi kanan. Keraguan telah dilemparkan pada
teori ini, namun, dari studi radiologi terbaru yang dilakukan oleh Braedel dkk
5
menemukan bahwa 26.2% pasien dengan katup yang kompeten tetap ditemukan
varikokel. Beberapa anatomis kini bahkan menjelaskan bahwa sebenarnya tidak terdapat
katup baik pada vena spermatika sisi kanan maupun kiri. (Schneck,2007)

D. Patofisiologi
Walaupun varicocele pertama kali ditemukan umumnya terjadi pada masa remaja,
masih menyisakan bagaimana patofisiologi terbentuknya varikokel. Oster (1971) telah
mensurvey 1072 orang dan menemukan bahwa insidens varikokel adalah 0% pada usia
kurang dari 10 tahun, sedangkan pada usia antara 10-19 tahun insidens nya sebesar 16,2%.
Penelitian lain menemukan insidens varikokel pada usia 10 sampai 17 tahun antara 9-
25,8%, sedangkan pada dewasa sekitar 15% (1997). Bagaimanapun, karena banyak
varikokel pada remaja bersifat asimptomatik, ditemukan secara tidak sengaja pada saat
pemeriksaan fisik rutin, maka “true incidence” varikokel pada remaja lebih tinggi daripada
yang didapatkan. Patofisiologi varikokel pada remaja mungkin bersifat multifaktorial, tetap
dengan pertimbangan bahwa perubahan fisiologi normal yang terjadi pada masa pubertas
dan hasil dari peningkatan aliran darah testicular yang menyebabkan terjadinya manifestasi
klinis yang jelas pada penderita varikoke (Purnomo, 2012).
Varikokel diketahui berhubungan dengan efek yang kurang baik terhadap
spermatogenesis. Patofisiologi dari disfungsi testicular ini ditujukan kepada satu atau
kombinasi dari beberapa mekanisme, yaitu refluks metabolit adrenal, hipertermia, hipoksia,
ketidakseimbangan hormon lokal, testis, dan adanya cedera hiperperfusi intratestikular.
Bukti konkrit masih sulit dipahami dari hasil investigasi klinis dan laboratorium. Harrison
menciptakan varicoceles pada monyet dan sebagian binatang yang lain dan melakukan
adrenalektomi ipsilateral secara simultan. Tidak ada perbedaan dalam histology testis dari
kedua kelompok tersebut, sehingga menyingkirkan peranan metabolit adrenal terhadap
disfungsi testis (Harrison et al, 1969). Dengan cara yang sama, terlihat bahwa level serum
testosterone pada darah vena spermatikus internus dan perifer pasien varikokel dan orang
normal secara signifikan berbeda (Schneck, 2007).
Kemungkinan peranan dari hipoksia testis dalam disfungsi spermatogenesis
diteliti oleh Donohue dan Brown (1969) dan oleh Netto et al (1977), studi keduanya gagal
menemukan bukti adanya hubungan tersebut.

6
Arteri dan vena normal mengalir ke dan dari testis Normal seperti urat nadi dan
aliran pembuluh darah ke dan dari testis sedemikian hingga vena keluar dari tunica
albuginea masuk ke intercommunicating mesh (pleksus pampiniform), yang mengelilingi
arteri dan menyuplai testis melalui kanalis inguinalis menuju skrotum. Susunan anatomi ini
membuat mekanisme pengaturan panas yang efektif aliran darah yang masuk ke dalam
skrotum lebih sejuk dari suhu darah intraabdomen. Adanya varikokel ini menghalangi
mekanisme pertukaran suhu ini dan menggangu homeostasis, sehingga dianggap bahwa
peningkatan suhu skrotum dengan pembentukan varikokel dapat menghambat
spermatogenesis (White, 2009).
Zorgniotti dan MacLeod (1973) membandingkan suhu skrotum pada orang yang
oligospermia dengan varikokel, ditemukan bahwa suhu intraskrotum pada kelompok
control lebih rendah seperti pada infertile tanpa varikokel. Agger (1971) menemukan
korelasi antara kenaikan suhu skrotum dengan kenaikan jumlah sperma setelah ablasi
varikokel. Green dan Turner (1984) melakukan studi laboratorium pada binatang dengan
varikokel dan disimpulkan bahwa peningkatan aliran darah mikrovaskular intratestikular
dipengaruhi oleh varikokel yang berhubungan dengan perubahan histologis dan
peningkatan suhu intratestikular yang menyerupai perubahan yang terjadi pada varikokel
pada manusia yang idiopatik. Hal ini dijadikan alasan bahwa elevasi abnormal dari aliran
darah microvascular dan peningkatan suhu intratesticular, yang mana menghabiskan
cadangan glikogen intraseluler dan menginduksi terjadinya cedera parenkim testis
(Gorelick dan Goldstein, 1992). Sebagai tambahan, enzim sel benih yang terdapat didalam
DNA dan fungsi aktivitas polymerase optimal pada suhu 33° sampai 34°C dan terhambat
pada suhu lebih tinggi (Schneck, 2007).
Efek toksik dari varikokel dapat bermanifestasi sebagai kegagalan pertumbuhan
testis, abnormalitas sperma, disfungsi sel leydig, dan perubahan histology (penebalan
tubulus, fibrosis interstisial, penurunan spermatogenesis, penghentian maturasi). Lyon dan
Marshall (1982) menemukan kehilangan volume ipsilateral pada 77% testis yang
berhubungan dengan varikokel; hal ini dikonfirmasikan oleh Steeno (1991), yang
mendokumentasikan hilangnya volume volume ipsilateral pada 34.4% laki-laki dengan
varikokel grade 2 dan 81.2% laki-laki dengan varikokel grade 3. Dalam beberapa kasus,
kegagalan pertumbuhan ipsilateral bersifat reversible setelah ablasi varikokel.
7
Karena peningkatan volume testis secara cepat pada remaja disebabkan oleh
peningkatan diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel benih, tidak mengherankan jika
kegagalan pertumbuhan testis pada varikokel berhubungan dengan penurunan jumlah
sperma. Analisis semen jarang dilakukan pada remaja, dan penggunaan ini berguna untuk
mengukur efek yang ditimbulkan oleh varikokel, hasilnya digunakan untuk memantau
terapi (Purnomo, 2012).
Disfungsi sel leydig pada pasien dengan varikokel disebabkan karena
berkurangnya kadar testosteron didalam testis. Tetapi kadar serum FSH, LH, dan
testosterone tidak terprediksi abnormal, dan dan kadar darah perifer yang normal hormone
ini tidak menyingkirkan kemungkinan terdapatnya disfungsi sel leydig (Su and Goldstein,
1995). Castro-Magana and colleagues (1990) exaggregated level LH dan FSH pada remaja
dengan varikokel unilateral setelah stimulasi dengan GnRH dan testosteron dan
menyimpulkan bahwa normalisasi respon gonadotropin dan testosterone terhadap stimulasi
GnRH terjadi setelah ablasi varikokel pada laki-laki yang berdasarkan biopsy testis tidak
ditemukan adanya abnormalitas histologis.
Kass mengukur pola respon gonadotropin pada 53 remaja dan menemukan bahwa
sebuah respon abnormal parallel dengan kehilangan volume testis ipsilateral,
menyimpulkan bahwa kenaikan level serum FSH dan LH setelah stimulasi gonadotropin
mungkin mengindikasikan terdapatnya cedera parenkim testis irreversible terhadap sel
leydig dan epitel germinal (Kass et al, 1993). Hudson dan Perez-Marrero (1985)
mengkonfirmasi penemuan ini, memperlihatkan bahwa exaggregated gonadotropin
berespon terhadap stimulasi GnRH berhubungan dengan densitas sperma yang abnormal
(White, 2009).
Evaluasi histologis testis laki-laki dengan varikokel unilateral dan infertilitas
menunjukkan penurunan spermatogenesis yang bilateral, penghentian maturitas, dan
penebalan tubulus. Abnormalitas sel leydig mungkin bisa ditemukan, dari atrofi hingga
hyperplasia. Penemuan ini terjadi pada testis bilateral dan terutama pada sisi ipsilateral
varikokel. Hadziselimovic (1986) meneliti biopsy testis bilateral pada remaja dengan
varikokel unilateral.
Penemuan histologis pada tubulus seminiferus yaitu gangguan spermatogenesis
dan berbagai derajat perubahan degeneratif di sel sertoli. Ketika perubahan didalam sel
8
sertoli tidak irreversible, maka terjadi atrofi sel leydig. Bagaimanapun, ketika hyperplasia
sel leydig ditemukan, kerusakan sel sertoli irreversible terlihat. Hadziselimovic
menyimpulkan bahwa histology testis normal terlihat pada semua anak laki-laki usia
kurang dari 13 tahun. Penemuan histology yang abnormal, jika ditemukan terjadi pada
kedua testis tetapi lebih jelas pada ipsilateral dari varikokel. Atrofi sel leydig selalu terjadi,
dan jarang terjadi hyperplasia sel leydig (Schneck, 2007).

E. Diagnosis
1. Anamnesis
Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman atau merasa kesakitan.
Namun ada beberapa keluhan yang biasa muncul antara lain adanya rasa sakit yang
ringan atau rasa berat pada sisi dimana varikokel terdapat, hal tersebut biasanya muncul
pada saat setelah berolahraga berat atau setelah berdiri cukup lama. Selain itu, pasien
varikokel datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa
tahun menikah (Kandell, 2007).

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang hangat dengan pasien dalam posisi
berdiri tegak, untuk melihat dilatasi vena. Skrotum haruslah pertama kali dilihat, adanya
distensi kebiruan dari dilatasi vena . Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur
vena harus dipalpasi, dengan valsava manuever ataupun tanpa valsava. Varikokel yang
dapat diraba dapat dideskripsikan sebagai “bag of worms”, walaupun pada beberapa
kasus didapatkan adanya asimetri atau penebalan dinding vena.

9
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pasien dalam posisi supinasi, untuk
membandingkan dengan lipoma cord (penebalan, fatty cord ditemukan dalam posisi
berdiri, tapi tidak menghilang dalam posisi supinasi) dari varikokel. Palpasi dan
pengukuran testis dengan menggunakan orchidometer (untuk konsistensi dan ukuran)
dapat juga memberi gambaran kepada pemeriksa ke patologi intragonad. Apabila
disproporsi panjang testis atau volum ditemukan, indeks kecurigaan terhadap varikokel
akan meningkat.
Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis
meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu
pemeriksaan auskultasi dengan memakai stetoskop Doppler sangat membantu, karena
alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis.
Varikokel yang sulit diraba secara klinis seperti ini disebut varikokel subklinik.
Diperhatikan pula konsistensi testis maupun ukurannya, dengan
membandingkan testis kiri dengan testis kanan. Untuk lebih objektif dalam menentukan
besar atau volume testis dilakukan pengukuran dengan alat orkidometer. Pada beberapa
keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi kerusakan
pada sel-sel germinal.

10
Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada
tubuli seminiferi dilakukan pemeriksaan analisis semen. Menurut McLeod, hasil analisis
semen pada varikokel menujukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma,
meningkatnya jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma
(tapered).
Klasifikasi varikokel
Grade Temuan dari pemeriksaan fisik
Grade I Ditemukan dengan palpasi, dengan valsava
Grade II Ditemukan dengan palpasi, tanpa valsava, tidak terlihat dari
kulit skrotum
Grade III Dapat dipalpasi tanpa valsava, dapat terlihat di kulit skrotum
(Kandell, 2007)
3. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa teknik yang dapat digunakan sebagai pencitraan varikokel:
a. Angiografi/venografi
Venografi merupakan modalitas yang paling sering digunakan untuk
mendeteksi varikokel yang kecil atau subklinis, karena dari penemuannya
mendemonstrasikan refluks darah vena abnormal di daerah retrograd menuju ke ISV
dan pleksus pampiniformis.
Karena pemeriksaan venografi ini merupakan pemeriksaan invasif, teknik
ini biasanya hanya digunakan apabila pasien sedang dalam terapi oklusif untuk
menentukan anatomi dari vena. Biasanya, teknik ini digunakan pada pasien yang
simptomatik.
Hasil positif palsu/negatif dikarenakan vena testikular seringkali spasme,
dan terkadang ada opasifikasi dari vena dengan kontras medium dapat sulit dinilai.
Selebihnya, masalah dapat diatasi dengan menggunakan kanul menuju vena
testikular kanan.

11
(Kandell, 2007)
b. USG
Penemuan USG pada varikokel termasuk:
 Struktur anekoik terplintirnya tubular yang digambarkan yang letaknya
berdekatan dengan testis.
 Pasien dengan posisi berdiri tegak, diameter dari vena dominan pada kanalis
inguinalis biasanya lebih dari 2.5 mm dan saat valsava manuever diameter
meningkat sekitar 1 mm.
 Varikokel bisa berukuran kecil hingga sangat besar, dengan beberapa pembesaran
pembuluh darah dengan diameter ± 8 mm.
 Varikokel dapat ditemukan dimana saja di skrotum (medial, lateral, anterior,
posterior, atau inferior dari testis).
 USG Doppler dengan pencitraan berwarna dapat membantu mendiferensiasi
channel vena dari kista epidermoid atau spermatokel jika terdapat keduanya.
 USG Doppler dapat digunakan untuk menilai grade refluks vena: statis (grade I),
intermiten (grade II),dan kontinu (grade III)
 Varikokel intratestikular dapat digambarkan sebagai area hipoekoik yang kurang
jelas pada testis. Gambarannya berbentuk oval dan biasanya terletak di sekitar
mediastinum testis.

12
 Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk
menemukan bahwa USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100% dan
akurasi 92.7%.
Positif palsu/negatif
Kista epidermoid dan spermatokel dapat memberi gambaran seperti varikokel.
Jika meragukan, USG Doppler berwarna dapat digunakan untuk diagnosa. Varikokel
intratestikular dapat memberi gambaran seperti ektasis tubular.

Gambar atas: sonogram longitudinal melalui pleksus pimpiniformis dari testis kiri. Gambar
tersebut menunjukkan beberapa tubulus anechoic.
Gambar bawah: penggunaan USG Dopler pada pasien yang sama menunjukkan aliran dua arah
pada tubulus anechoic.

Dengan menggunakan diameter sebagai kriteria dilatasi vena, Hamm dkk menemukan bahwa
USG memiliki sensitivitas sekitar 92.2%, spesifitas 100% dan akurasi 92.7%.

13
Gambaran Dilatasi Vena Spermatika Interna, T: testis, V: varikokel

Gambaran Dilatasi Vena Spermatika Interna pada Pleksus Pampiniformis Sinistra pada
Pemeriksaan USG dengan Grey Scale

USG COLOUR DOPPLER

14
Gambaran Dilatasi Vena Spermatika Interna pada Pleksus Pampiniformis Sinistra pada
Pemeriksaan dengan USG Doppler.

Grade 1

Gambaran USG Doppler pada Varikokel Grade 1,


(a)tanpa manuver valsava, (b) dengan manuver valsava

Grade 2

15
Gambaran USG Doppler pada Varikokel Grade 2
(a)tanpa manuver valsava, (b) dengan manuver valsava

Grade 3

Varikokel Grade 3, (a) tanpa manuver valsava sudah terlihat dari inspeksi (b) USG grey scale
tanpa manuver valsava, (c) USG Doppler dengan manuver valsava

(Kandell, 2007 ; Sandlow, 2004)


c. CT Scan
CT scan dapat digunakan sebagai metode non-invasif untuk mendeteksi
varikokel. Namun, karena paparan radiasi yang tinggi, belum adanya penelitian
komparatif dengan ultrasonografi, sampel pasien yang telah menggunakan CT scan
dilaporkan kecil, sehingga penggunaan CT masih jarang dilakukan.

16
Varicocele in a 35-year-old man with a right-sided extraadrenal paraganglioma that caused
obstruction of the right gonadal vein. CT image shows an enhancing serpentine mass in the
right IC (arrow). The mass is due to engorgement of the pampiniform plexus and represents a
right varicocele.
(De Jong, 2003)
d. MRI
Peran MRI dalam diagnosis varicoceles belum menjadi pilihan karena
terbatasnya jumlah pasien telah diperiksa dengan MRI.

Coronal T1-weighted MRI image post-gadolinium shows left-sides varicocele

(Chan, 2004)

F. Diagnosis Banding
1. Hidrokel
17
Gejala klinis :
 Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri
 Pada hidrokel testis dan hidrokel funikulus besarnya benjolan dikantong skrotum
tidak berubah sepanjang hari, sedangkan pada hidrokel komunikan besarnya dapat
berubah-ubah yaitu bertambah besar saat anak menangis
Pemeriksaan :
 Teraba benjolan di skrotum dengan konsistensi kistus
 Jika hidrokel testis maka kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga
testis tidak dapat teraba, jika hidrokel funikulus maka kantong hidrokel berada di
kranial dari testis dan hidrokel komunikan jika terdapat hubungan antara prosesus
vaginalis dengan organ peritoneum sehingga pada palpasi kantong hidrokel terpisah
dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen.
 pada transiluminasi skrotum tampak bayangan merah yang menunjukkan adanya
cairan.
(Purnomo, 2012)
2. Tumor Testis
Gejala klinis :
 Pasien mengeluh testis membesar tanpa nyeri
 Adanya keluhan akibat penyebaran yaitu nyeri belakang, kolik ureter, tumor
abdomen, ginekomasti, dan batuk
Pemeriksaan fisik :
 Pada palpasi didapatkan benjolan padat keras, tidak nyeri
 Transiluminasi (-)
Penanda Tumor :
 Alfa feto protein yang merupakan glikoprotein yang diproduksi leh embrional
teratokarsinoma atau tumor yolk sac tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma
murni dan seminoma murni
 HCG merupakan glikoprotein pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan
trofoblas.
Pencitraan :
 Pemeriksaan USG dapat membedakan dengan jelas lesi intratestikular atau lesi
ekstratestikular dan massa padat atau kistik.
 Pemeriksaan CT scan berguna untuk menentukan ada tau tidak nya metastasis pada
retroperitoneum.
(Purnomo, 2012)
18
G. Penatalaksanaan
Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan
operasi pada varikokel. Di antara mereka berpendapat bahwa varikokel yang telah
menimbulkan gangguan fertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi
untuk mendapatkan suatu terapi (Graham, 2009).

Algoritma untuk penatalaksanaan varikokel

1. Indikasi Tindakan Operasi


Kebanyakan pasien penderita varikokel tidak selalu berhubungan dengan
infertilitas, penurunan volume testikular, dan nyeri, untuk itu tidak selalu dilakukan
tindakan operasi. Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen yang
abnormal harus dioperasi dengan tujuan membalikkan proses yang progresif dan
penurunan durasi-dependen fungsi testis. Untuk varikokel subklinis pada pria dengan
faktor infertilitas tidak ada keuntungan dilakukan tindakan operasi. Varikokel terkait

19
dengan atrofi testikular ipsilateral atau dengan nyeri ipsilateral testis yang makin
memburuk setiap hari, harus dilakukan operasi segera. Ligasi varikokel pada remaja
dengan atrofi testikular ipsilateral memberi hasil peningkatan volume testis, untuk itu
tindakan operasi sangat direkomendasikan pada pria golongan usia ini. Remaja dengan
varikokel grade I – II tanpa atrofi dilakukan pemeriksaan tahunan untuk melihat
pertumbuhan testis, jika didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka
disarankan untuk dilakukan varikokelektomi.
(Graham, 2009)
2. Alternatif Terapi
Untuk pria dengan infertilitas, parameter semen yang abnormal, dan varikokel
klinis, ada beberapa alternatif untuk varikokelektomi. Saat ini terdapat teknik nonbedah
termasuk percutaneous radiographic occlusion dan skleroterapi. Teknik retrogard
perkutaneus dengan menggunakan kanul vena femoralis dan memasang balon/coil pada
vena spermatika interna. Teknik ini masih berhubungan dengan bahaya pada arteri
testikular dan limfatik dikarenakan sulitnya menuju vena spermatika interna.
Radiographic occlusion juga meiliki komplikasi seperti migrasi embolisasi materi
menuju ke vena renalis yang mengakibatkan rusaknya ginjal dan emboli paru,
tromboflebitis, trauma arteri, dan reaksi alergi dari pemberian kontras.
Tindakan oklusi antegrad varikokel dilakukan dengan tindakan kanulasi
perkutan dari vena pampiniformis skrotum dan injeksi agen sklerotik. Teknik ini
memiliki angka performa yang tinggi tetapi angka rekurensi jika dibandingkan dengan
yang teknik retrograd, dapat memberikan risiko trauma pada arteri testikular.
(Graham, 2009)

3. Teknik Operasi
Ligasi dari vena spermatika interna dapat dilakukan dengan berbagai teknik.
Teknik yang paling pertama dilakukan dengan memasang clamp eksternal pada vena
lewat kulit skrotum. Operasi ligasi varikokel termasuk retroperitoneal, inguinal atau
subinguinal, laparoskopik, dan microkroskopik varikokelektomi.

a. Teknik Retroperitoneal (Palomo)


20
Teknik retroperitoneal (Palomo) memiliki keuntungan mengisolasi vena
spermatika interna ke arah proksimal, dekat dengan lokasi drainase menuju vena
renalis kiri. Pada bagian ini, hanya 1 atau 2 vena besar yang terlihat. Sebagai
tambahan, arteri testikular belum bercabang dan seringkali berpisah dari vena
spermatika interna. Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya menjaga pembuluh
limfatik karena sulitnya mencari lokasi pembuluh retroperitoneal, dapat
menyebabkan hidrokel post operasi. Sebagai tambahan, angka kekambuhan tinggi
karena arteri testikular terlindungi oleh plexus periarterial (vena comitantes), dimana
akan terjadi dilatasi seiring berjalannya waktu dan akan menimbulkan kekambuhan.

Gambar Modified Palomo retroperitoneal approach for varicocelectomy

b. Teknik Inguinal (Ivanissevich)

21
Gambar Teknik Inguinal

c. Teknik Laparoskopik
Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik retroperitoneal dengan
keuntungan dan kerugian yang hampir sama. Pembesaran optikal dibutuhkan untuk
melakukan teknik ini, untuk memudahkan menyingkirkan pembuluh limfatik dan
arteri testikular sewaktu melakukan ligasi beberapa vena spermatika interna apabila
vena comitantes bergabung dengan arteri testikular. Teknik ini memiliki beberapa
komplikasi seperti trauma pada usus, pembuluh darah intraabdominal dan visera,
emboli, dan peritonitis. Komplikasi ini lebih serius dibandingkan dengan
varikokelektomi open.
Indikasi dilakukan operasi:
 Infertilitas dengan produksi semen yang jelek
 Ukuran testis mengecil
 Nyeri kronis atau ketidaknyamanan dari varikokel yang besar
Komplikasi

22
 Perdarahan
 Infeksi
 Atrofi testis atau hilangnya testis
 Kegagalan mengkoreksi varikokel
Apabila varikokel berhasil dikoreksi: tidak terabanya palpasi varix setelah 6
bulan postoperasi, orchalgia, oligoastenospermia)

Gambar Teknik Laparoskopik

d. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)


Microsurgical subinguinal atau inguinal merupakan teknik terpilih untuk
melakukan ligasi varikokel. Saluran spermatika dielevasi ke arah insisi, untuk
memudahkan pengelihatan, dan dengan menggunakan bantuan mikroskop
pembesaran 6x hingga 25x, periarterial yang kecil dan vena kremaster akan dengan
mudah diligasi, serta ekstraspermatik dan vena gubernacular sewaktu testis diangkat.
Fasia intraspermatika dan ekstraspermatika secara hati – hati dibuka untuk mencari
pembuluh darah. Arteri testikular dapat dengan mudah diidentifikasi dengan

23
menggunakan mikroskop. Pembuluh limfatik dapat dikenali dan disingkirkan,
sehingga menurunkan komplikasi hidrokel. Komplikasi
 Hidrokel
 Rekurens; dikarenakan ligasi inkomplit
 Iskemia testis dan atrofi; karena trauma dari arteri testikular

Gambar Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein)

24
e. Teknik embolisasi

Gambar teknik Embolisasi

Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa


indikator antara lain:
 Bertambahnya volume testis
 Perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan)
 Pasangan menjadi hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pascabedah vasoligasi tinggi
dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60-80% terjadi perbaikan
analisis semen, dan 50% pasangan menjadi hamil.
(Graham, 2009)
H. Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanactionam : bonam
(Graham, 2009)

25
DAFTAR PUSTAKA

Chan., P., and Goldstein., M., 2004. Reproductive Medicine Secrets.Philadelphia, The Curtis
Center Independence Square West.

De jong., W and Sjamsuhidajat., R., 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2.Jakarta, EGC.

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC, Jakarta

Graham Sam D, Keane Thomas E. 2009. Glenn’s Urologic Surgery. Lippincott Williams &
Wilkins.

Kandell, Fouad R. 2007. Male Reproductive Dysfunction, Pathophysiology and Treatment. CRC
Press.

Purnomo, Basuki B. 2012. Varikokel dalam Dasar–dasar Urologi. Edisi 3. EGC, Jakarta:

Sandlow., J., 2004. Pathogenesis and Treatment of Varicoceles. USA : Medical College of
Wisconsin.

Schneck FX, Bellinger MF. 2007. Varicocele:Abnormalities of the testes and scrotum and their
surgical management. In: Wein AJ, ed. Campbell-Walsh Urology. 9th edition. Philadelphia,
Pa: Saunders Elsevier. Chap. 67 hal. 3793-3798.

White WM. 2009. Department of Surgery, Division of Urology, University of Tennessee


Graduate School of Medicine, University of Tennessee Medical Center.

26

Anda mungkin juga menyukai