SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Toksisitas Logam Berat Timbal
(Pb) dan Pengaruhnya Pada Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi Juvenil
Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)” adalah karya saya sendiri
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
JACQUELINE M.F SAHETAPY. Toxicity of heavy metal’s lead (Pb) and its
effects on oxygen consumption and hematological response of juvenile tiger
grouper (Epinephelus fuscoguttatus). Supervised by D. DJOKOSETIYANTO and
EDDY SUPRIYONO.
Timbal (Pb) adalah salah satu logam berat yang beracun dan berbahaya
yang banyak ditemukan sebagai pencemar dan cenderung mengganggu
kelangsungan hidup organisme perairan. Tingginya konsentrasi timbal yang
mencemari perairan dapat mengganggu proses kelangsungan hidup juvenil -
juvenil ikan, karena timbal berikatan dengan lendir insang dan akan menyebabkan
gangguan pada sistem pernapasan ikan sehingga menurunkan kemampuan sel
darah merah mengikat oksigen dan menghalangi kerja enzim sehingga proses
fisiologis dan metabolisme tubuh terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh toksisitas timbal pada berbagai konsentrasi terhadap
tingkat konsumsi oksigen, kadar glukosa darah, respon hematologi ( kadar
hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit, dan leukosit), kelangsungan hidup dan
laju pertumbuhan pada ikan kerapu macan.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen
Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor dan dilaksanakan selama 3 (tiga)
bulan. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu : uji akut dan uji sub
kronik. Ikan uji yang digunakan adalah juvenil ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscogutattus) berukuran 6-7 cm yang diperoleh dari Balai Benih Situbondo
Jawa Timur.
Respon ikan uji terhadap deretan konsentrasi pada uji akut menunjukkan
kepekaan mortalitas yang tinggi terhadap daya toksik timbal. Pada konsentrasi
160 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 50% setelah 24 jam pemaparan. dan
mencapai 55% hingga 96 jam Sedangkan pada konsentrasi 20 ppm, mortalitas
ikan uji mencapai 0 % setelah 24 jam pemaparan dan mencapai 5% setelah 48 jam
pemaparan dan 96 jam pemaparan. Pada kontrol, mortalitas ikan uji sampai pada
jam ke-96 mencapai 0%. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas media
pemeliharaan dan vitalitas ikan selama pengujian dalam kondisi yang baik.
Hasil analisis statistika menunjukkan nilai LC50 pada waktu pemaparan 24,
48, 72 dan 96 jam berturut-turut adalah 90,45 ppm, 78,76 ppm, 74,26 ppm dan
68,63 ppm. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan
maka nilai LC50 timbal terhadap ikan kerapu macan akan semakin rendah.
Gerakan operkulum pada konsentrasi lebih tinggi memperlihatkan frekuensi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Secara berturut-turut rerata frekuensi
gerakan operkulum pada perlakuan A, B, C, D dan E yaitu 89 kali/menit, 91
kali/menit, 96 kali/menit, 107 kali/menit dan 133 kali/menit. Tingkah laku ini
diduga untuk meningkatkan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh proses biokimia
tubuh sebagai pola adaptasi fisiologi sehingga dapat bertahan hidup atau
memperlambat efek kematian.
Uji sub kronis selama 30 hari menunjukkan bahwa pemaparan timbal
dengan konsentrasi 0,69 ppm, 3,43 ppm dan 6,86 ppm mengalami penurunan
tingkat konsumsi oksigen yaitu 0,52 mg O2/gr berat tubuh ikan/jam, 0,44 mg
O2/gr berat tubuh ikan/jam dan 0,34 mg O2/gr berat tubuh ikan/jam. Nilai
hematokrit semakin menurun dan kadar hematokrit paling rendah ditemukan pada
konsentrasi 6,86 ppm. Selanjutnya 3,43 ppm dan 0,69 ppm dengan persentase
berturut-turut 9,66%, 12,33% 15,10% dan 18,78%. Kadar haemoglobin juga
mengalami penurunan dan nilai paling rendah ditemukan pada konsentrasi 6,86
ppm selanjutnya 3,43 ppm, 0,69 ppm dan 0 ppm, dengan persentase secara
berturut-turut 2,64%, 2,86%, 3,23% dan 3,62%. Demikian halnya dengan jumlah
eritrosit yang mengalami penurunan hingga mencapai 0,77 x 106 sel/mm3 untuk
konsentrasi 6,86 ppm dan 0,86 x 106 sel/mm3 untuk konsentrasi 3,43 ppm,
sedangkan untuk konsentrasi 0,69 ppm dan 0 ppm nilainya mencapai 0,89 x 106
sel/mm3 dan 1,0 x 106 sel/mm3. Pemaparan timbal telah meningkatkan jumlah
leukosit terlihat bahwa jumlah leukosit tertinggi terdapat pada konsentrasi timbal
6,86 ppm yaitu 0,81x106 sel/mm3, kemudian konsentrasi 3,43 ppm sebesar
0,7x106 sel/mm3, 0,69 ppm sebesar 0,65x106sel/mm3 dan 0 ppm sebesar 0,60x106
sel/mm3. Selain meningkatkan jumlah leukosit juga meningkatkan kadar glukosa
darah yaitu pada konsentrasi 6,86 ppm selanjutnya 3,43; 0,69 dan 0 ppm sebesar
90,79 mmol/liter; 62,68 mmol/liter; 59,87 mmol/liter dan 46,21 mmol/liter.
Pengukuran sampai dengan hari ke 30, konsentrasi 0 ppm memberikan
pengaruh laju pertumbuhan spesifik yang lebih tinggi disusul konsentrasi 0,69
ppm, 3,43 ppm dan 6,86 ppm. Dengan nilai laju pertumbuhan spesifik yaitu
0,24%, 0,14%, 0,07% dan 0,03% BB/hari.. Demikian halnya dengan
kelangsungan hidup Persentase kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada perlakuan
kontrol dengn konsentrasi 0,68 ppm selanjutnya konsentrasi 3,43 ppm dan 6,86
ppm dengan persentase kelangsungan hidup 100%, 88,33%, 78,33% dan 66,67%.
Data kualitas air yang diambil dalam penelitian ini adalah suhu, salinitas,
pH, DO,alkalinitas dan TAN. Suhu air selama penelitian berkisar antara 28,5-
29⁰C. Sedangkan salinitas 34‰, pH berkisar antara 7,72-7,97, kandungan
oksigen terlarut berkisar antara 3,50-3,75 ppm, alkalinitas berkisar antara 76-132
ppm, dan kisaran nilai TAN yaitu 0,001-0,231 ppm. Data parameter kualitas air
menunjukkan bahwa kisaran kualitas air pada uji sub kronis masih dalam kisaran
yang layak untuk kehidupan juvenil ikan kerapu macan.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
TOKSISITAS LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN
PENGARUHNYA PADA KONSUMSI OKSIGEN DAN RESPON
HEMATOLOGI JUVENIL IKAN KERAPU MACAN
(Epinephelus fuscoguttatus)
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program
Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dinar Trisoelistyowati, DEA.
Judul Penelitian : Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) dan Pengaruhnya
Pada Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi Juvenil
Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
NRP : C151090121
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Diketahui,
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa,
karena kasih setia dan penyertaanNYA yang tiada ternilai, sehingga penulisan
tesis ini dapat diselesaikan. Tesis yang menjadi syarat bagi penulis untuk
memperoleh gelar magister sains ini berisikan tentang “Toksisitas Logam Berat
Timbal (Pb) dan Pengaruhnya Pada Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi
Juvenil Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)”. Tesis ini dapat
diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
termakasih dan penghargaan yang tinggi kepada:
1. Prof. Dr.Ir.D.Djokosetiyanto, DEA dan Dr.Ir.Eddy Supriyono, MSc selaku
ketua dan anggota komisi pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan
ketulusan hati mebimbing dan mengarahkan penulis mulai dari persiapan
penelitian, penulisan tesis hingga selesai.
2. Dr.Ir. Dinar Trisoelistyowati, DEA selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
3. Prof.Dr.Ir. Enang Harris,MS selaku ketua program studi Ilmu Akuakultur
serta semua staf pengajar yang telah membekali penulis dengan ilmu
pengetahuan selama mengikuti pendidikan pascasarjana.
4. Prof.Dr.H.B Tetelepta, MPd selaku Rektor Universitas Pattimura yang
telah mengizinkan penulis untuk mengikuti studi lanjut di Institut Pertanian
Bogor.
5. Direktorat Jendral pendidikan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa
Bantuan Program Pascasarjana (BPPS ) untuk membiayai penulis selama
mengikuti pendidikan pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
6. Pemerintah Provinsi Maluku, Yayasan Beasiswa Oikoumene, dan
Universitas Pattimura yang telah memberikan bantuan dana untuk
penelitian dan penulisan tesis.
7. Rekan-rekan Program studi AKU 2009: Jenny (STP Hatta Sjahrir-Banda),
Muliany (Unimal-NAD), Lanny (Polikan-Tual), Maya (Polikan-Tual, Yuni,
Erna, Muznah (Polikan-Tual), Riri, Eulis (Polinela-Lampung), Dewi
(BBAT-Sempur), Harry (BBAT-Sukamandi), Rahman, Anwar, Udin
(BBAT-Sempur), Ikko, Abi, Eza, Zuraida, Syafrizal, Dian (Polinela-
Lampung), Novi (LIPI-Cibinong), Condro (UNDIP-Semarang) dan Aras
(Unkhair-Ternate).
8. Persatuan Mahasiswa Maluku (Permama) dan Persekutuan Mahasiswa
Oikoumene (PO).
9. Papa, Mama serta Papi dan Mami (Alm) serta keluarga besar Sahetapy dan
Matitaputty yang selalu memberikan semangat dan dukungan doa untuk
penulis, kiranya Tuhan selalu memberkati.
10. Suamiku yang terkasih Eric T. Matitaputty dan anakku Emely Gracia
Abigail atas segala pengertian, pengorbanan dan dukungan doa.
Penulis dilahirkan di Ambon, pada tanggal 30 Januari 1977 dari ayah Jan
Hendrik Adriaan Sahetapy dan ibu Suuzane Parinussa, penulis merupakan anak
sulung dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan pada SMA Negeri 2
Ambon pada tahun 1995 dilanjutkan ke Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan Universitas Pattimura dan lulus pada tahun 2000.
Pada tahun 2002 penulis diangkat sebagai dosen pada Universitas
Pattimura dan pada tahun 2009 penulis mendapat beasiswa dari BPPS-Dikti untuk
melanjutkan pendidikan Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur,
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN........................................................................................ 1
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................... 3
Tujuan dan Manfaat ............................................................................... 3
Hipotesis ................................................................................................ 4
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 47
DAFTAR TABEL
Halaman
Halaman
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang
diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus
meningkat. Sumberdaya perairan terutama ikan merupakan sumber utama pangan
untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Namun demikian kegiatan yang
dilakukan seringkali menghasilkan bahan buangan yang jika tidak ditangani
dengan baik, akan masuk dan mengganggu upaya pemanfaatan sumberdaya
perairan. Beberapa aktivitas yang dilakukan meliputi pertanian, industri,
pemukiman dan perkebunan akan memenuhi ekosistem perairan. Dengan
demikian organisme penghuni ekosistem perairan tersebut akan menerima
dampak negatif yang pada akhirnya akan berbahaya bagi kehidupan manusia.
Ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah "groupers"
dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang baik
dipasaran domestik maupun pasar internasional dan selain itu nilai jualnya cukup
tinggi. Budidaya ikan kerapu telah dilakukan di beberapa tempat di Indonesia,
namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena
keterbatasan benih. Selama ini para petani nelayan masih mengandalkan benih
alam yang sifatnya musiman, namun sejak tahun 1993 ikan kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus) sudah dapat dibenihkan.
Teluk Ambon Dalam (TAD) dan sekitarnya memiliki beberapa fungsi dan
kegunaan yaitu sebagai daerah perikanan tangkap dan budidaya, pelabuhan
pangkalan TNI Angkatan Laut dan POLAIRUD, Pelabuhan kapal PT.Pelni, kapal
tradisional antar pulau dan dermaga penyeberangan ferry, pelabuhan perikanan,
jalur transportasi laut, tempat pembuangan limbah air panas oleh PLN, dermaga
tempat perbaikan kapal, tempat penambangan pasir dan batu, daerah konservasi,
tempat rekreasi dan olahraga, tempat pendidikan dan penelitian serta pemukiman
penduduk.
Salah satu logam berat yang beracun dan berbahaya menurut Palar (2004)
yang banyak ditemukan sebagai pencemar dan cenderung mengganggu
kelangsungan hidup organisme perairan adalah logam timbal (Pb). Sumber timbal
di perairan alami berupa batuan kapur dan dalam bentuk sulfida/gelana (PbS), Pb
2
carbonat dan PbSO4 (Achmad 2004). Secara alamiah, timbal masuk ke perairan
melalui pengkristalan timbal di udara dengan bantuan air hujan, jatuhan debu
yang mengandung timbal yaitu : bahan bakar yang mengandung timbal tetraetil
juga memberikan kontribusi yang berarti bagi keberadaan timbal di dalam air,
erosi, proses korosifikasi batu-batuan mineral dan limbah industri (pabrik baterai,
amunisi, kawat dan cat) (Saeni 1989). Adanya persenyawaan timbal yang masuk
ke dalam ekosistem menjadi sumber pencemaran dan dapat berpengaruh terhadap
biota perairan sebagai contoh dapat mematikan ikan terutama pada fase larva
(juvenil) karena toksisitasnya tinggi (Darmono 2001).
Akumulasi logam berat dalam ikan dapat terjadi karena adanya kontak
antara medium yang mengandung toksik dengan ikan. Kontak berlangsung
dengan adanya pemindahan zat kimia dari lingkungan air ke dalam atau
permukaan tubuh ikan, misalnya melalui insang atau permukaan kulit, termasuk
lapisan mukus dan sisik. Masuknya logam berat kedalam tubuh organisme
perairan dengan tiga cara yaitu melalui makanan, insang dan difusi melalui
permukaan kulit (Poels 1983).
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai kandungan logam berat
timbal dalam tubuh ikan antara lain Sahetapy dan Tuhumury (2008) menemukan
bahwa di perairan teluk Ambon Dalam, kisaran kandungan logam berat timbal
(Pb) yang terkandung dalam tubuh ikan Baronang (Siganus canaliculatus) dan
Ikan Kuweh (Caranx sexfasciatus) adalah 0,007 – 0,254 ppm. Dan diantara
beberapa logam berat yang diujikan pada ikan laut, maka logam berat timbal
memiliki kandungan yang terbesar, hal ini diduga ada kaitannya dengan aktifitas
pembakaran bahan bakar baik berupa limbah PLTD , aktifitas pelabuhan
perikanan, dermaga penyeberangan ferry dan lainnya yang berlokasi di perairan
Teluk Ambon. Dengan demikian maka diduga bahwa organisme yang biasanya
dibudidayakan di perairan Teluk Ambon Dalam ini juga sudah tercemar logam
berat timbal, khususnya jenis-jenis ikan konsumtif seperti ikan kerapu bebek
(Chromileptes altivelis), ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan
lainnya.
Hasil penelitian Dewi et al. (2006) di beberapa sentra budidaya provinsi
lampung ditemukan kadar timbal (Pb) pada sampel ikan berkisar antara <0,0001
3
hingga tertinggi 0,33179 mg/kg. Selain itu penelitian Ghalib (2002) juga
menemukan bahwa pengaruh logam timbal (Pb) terhadap konsumsi oksigen
juvenil ikan bandeng (Chanos chanos) ternyata menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi logam yang diberikan yaitu 0 : 0,05 : 0,10 : 0,15 ppm maka
akan mengurangi tingkat oksigen sebesar 2,68:2,23:2,15:1,87 µL O2/mg.
Sedangkan hasil penelitian Siahaan (2003) mengemukakan bahwa mortalitas ikan
Bandeng (Chanos chanos) yang diakibatkan adanya bahan pencemar Pb pada air
laut lebih tinggi jika dibandingkan dengan media air payau. Berdasarkan
pemahaman tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh toksisitas logam berat timbal terhadap tingkat konsumsi oksigen, kadar
glukosa darah, respon hematologi, kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan
kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).
4
1.4 Hipotesis
Konsentrasi timbal yang berbeda dalam media akan memberikan respon
yang berbeda terhadap tingkat konsumsi oksigen, kadar glukosa darah, respon
hematologi, tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus).
5
6
juga yang agak bulat. Mulutnya lebar serong ke atas dan bibir bawahnya menonjol
ke atas. Rahang bawah dan atas dilengkapi gigi-gigi geratan yang berderet dua
baris, ujungnya lancip dan kuat. Sementara itu, ujung luar bagian depan dari gigi
baris luar adalah gigi-gigi yang besar. Badan kerapu macan ditutupi oleh sisik
kecil yang mengkilap dan bercak loreng mirip bulu macan (Subyakto dan
Cahyaningsih, 2003).
Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi
algae jenis reticulata dan Gracilaria sp, setelah dewasa hidup di perairan yang
lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasir berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis
karnivora dan cara makannya "mencaplok" satu persatu makan yang diberikan
sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis krustase
(rebon, dogol dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan belanak).
banyak ditemukan dalam air kemudian bersenyawa dengan bahan kimia jaringan
sehingga membentuk senyawa organik atau diserap dan tertimbun dalam tanaman
dan organisme air (Darmono, 2001). Selanjutnya menurut Connel and Miller
(1995), keberadaan konsentrasi logam berat dalam lingkungan akuatik
menunjukkan adanya partisi diantara fase padat dan cair. Sebagian besar dari
logam akan teradsorbsi ke dalam partikulat dan diendapkan sebagai sedimen dan
sebaian kecil lagi terlarut dalam air. Sedangkan spesiasi dari logam dipengaruhi
oleh beberapa proses seperti: penyerapan, pengendapan dan co-presipitasi,
pelarutan kekuatan kompleksasi antara ligan dan jenis logam akan menentukan
tingkat bioavailabilitas logam pada protein ikan dan masing-masing logam
menunjukkan adanya perbedaan kemampuan pengambilan pada ikan. Darmono
(2001) menyebutkan perbedaan konsentrasi logam dari berbagai jaringan,
ditentukan oleh peranan spesifik dari organ untuk akumulasi, detoksifikasi dan
penyimpanan dari logam. Thompson et al., (2000) melaporkan bahwa konsentrasi
logam berat Timbal yang tertinggi pada jaringan tubuh ikan ditemukan di daerah
yang dekat dengan aktifitas perindustrian.
Beban sumber pencemaran pada badan air merupakan jumlah bahan yang
dihasilkan dari sumber yang dapat diketahui sumbernya, misal limbah industri dan
yang tidak diketahui secara pasti sumbernya yaitu masuk ke perairan bersama air
hujan dan limpasan air permukaan (Manan, 1992). Berdasarkan sifat toksiknya,
pencemaran dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Polutan tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara alami.
Sifat destruktif pencemaran ini muncul apabila berada dalam jumlah
yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem
melalui perubahan proses fisika-kimia perairan.
2. Polutan toksik adalah polutan yang dapat mengakibatkan kematian
(lethal) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya
pertumbuhan, tingkah laku dan karakteristik morfologi berbagai
organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bahan-bahan
yang bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahan-
bahan yang lain (Effendi, 2003).
8
10
jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan
diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak
atau memijah. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam
keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (Wardoyo, 1987).
12
dari pusat saraf menandakan bahwa ikan merasa kenyang, dan ikan tidak mau
makan (Marcel et al, 2009 dalam Sabilu, 2010)
Naiknya kadar glukosa darah dibutuhkan untuk proses memperbaiki
homeostasis selama stres, namun kebutuhan energi dari glukosa tersebut akan
dapat terpenuhi apabila glukosa dalam darah dapat segera masuk ke dalam sel,
dan ini sangat bergantung pada kerja insulin. Tingginya kadar glukosa di dalam
darah tersebut maka sinyal dari saraf pusat menandakan bahwa ikan merasa
kenyang.
14
2.7.3 Hematokrit
Hematokrit (HCT; PCV) merupakan persentase volume eritrosit dalam
darah ikan. Hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah
satu patokan untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang
dari 25% menunjukan terjadinya anemia. Kadar hematokrit ini bervariasi
tergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis kelamin, ukuran tubuh dan masa
pemijahan. Nilai hematokrit sebesar 40% berarti dalam darah mengandung 40%
sel darah merah (Kuswardani, 2006). Persentase nilai hematokrit ikan lele normal
berkisar antara 30,8% - 45,5% (Dopongtonung, 2008).
Aliambar (1999) menyatakan bahwa perhitungan hematokrit dilakukan
setelah darah dicegah membeku dengan antikoagulan dan disentrifus sehingga sel-
selnya akan mengendap dan menempati dasar tabung. Sedangkan plasma, suatu
cairan yang berwarna kekuning-kuningan akan naik ke atas. Jumlah sel-selnya
adalah 45% dari volume darah total, dan nilai ini dinamakan Packed Cell Volume
(PCV) atau hematokrit (HCT), yang dinyatakan dalam persen.
Perhitungan nilai hematokrit lebih sering ditentukan dengan metode
mikrohematokrit. Kekuatan dan lama putaran amatlah penting untuk mengurangi
plasma yang melekat pada dinding tabung (Tortora dan Anagnostakos, 1990).
Pada kambing dan domba, metode hematokrit membutuhkan waktu centrifuse
yang lebih lama (10-20 menit), sedangkan spesies lainnya cukup 5 menit saja.
Pada kambing, parameter darah merah yaitu SDM, HB dan HCT nilainya lebih
15
tinggi di akhir musim panas dan musim gugur dibandingkan pada musim dingin
dan musim semi. Sedangkan pada sapi, nilainya paling tinggi selama bulan-bulan
paling dingin dan paling rendah selama bulan-bulan terhangat ditahun tersebut.
Perbedaan nilai ini dapat pula terjadi akibat kesalahan teknik terutama yang
disebabkan oleh metode pengambilan darah, tipe dan konsentrasi antikoagulan
serta metode yang dipakai untuk determinasi perhitungan SDM dan SDP,
konsentrasi HB dan HCT (Aliambar, 1999).
2.7.4 Hemoglobin
Hemoglobin (HB) adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel
darah merah vertebrata, yang merupakan suatu protein yang kaya akan zat besi.
Konsentrasi hemoglobin normal pada manusia dewasa adalah 14-16 g/dl darah
atau rata-rata 15 gram setiap 100 ml arah dan jumlah ini biasanya disebut 100
persen (Pearce, 2006). Dan diperkirakan terdapat kira-kira 750 gram hemoglobin
dalam seluruh darah yang beredar. Hemoglobin (HB) sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan sebab ia membawa dan mengirim oksigen ke
jaringan-jaringan. Sekitar 400 juta molekul hemoglobin ada dalam sel darah
merah dan meliputi 95% dari berat keringnya. Sedangkan sintesis hemoglobin dan
proses destruksinya seimbang dalam kondisi fisiologis dan adanya gangguan pada
salah satunya dapat menimbulkan gangguan hematologis yang nyata (Aliambar
1999).
Hemoglobin mengandung senyawa protein yang berisi globin dan heme.
Setiap gram hemoglobin berisi 3,34 mg zat besi dan membawa 1,34 ml oksigen.
Setiap molekul hemoglobin berisi 4 heme unti masing-masing bergabung dengan
satu rangkaian globin yang mempunyai residu asam amino. Hemoglobin
dilepaskan dalam bentuk bebas bila terjadi hemolisis sedangkan batas antara
hemoglobin dan stroma sel darah merah mengalami kerobekan yang disebabkan
oleh agen penyebab hemolisis. Kadar hemoglobin yang rendah dapat dijadikan
sebagai petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi
vitamin atau ikan mendapat infeksi. Sedangkan kadar tinggi menunjukkan bahwa
ikan sedang berada dalam kondisi stress (Wells, 2005 dalam Kuswardani, 2006).
16
17
18
jam selama 24 jam kemudian dilanjutkan tiap 6 jam selama 96 jam. Indikator
pengamatan tingkah laku ikan uji yaitu gejala Ram Jet Ventilation (mulut terbuka
secara terus menerus, dan tutup ikan terabduksi), frekuensi pernapasan yaitu gerak
membuka dan menutup insang/mulut per menit (perhitungan dimulai 30 menit
setelah pemberian bahan uji, dan selanjutnya dibandingkan dengan kontrol), pola
gerak renang dan refleksi (normal, diam di dasar, ke permukaan, tidak seimbang,
terkejut-kejut atau kehilangan gerak reflex) dan perubahan warna sisik.
Penghitungan gerak operculum akan dimulai 30 menit setelah pemberian bahan
uji, penghitungan akan dilakukan selama 1 menit dan diulangi setiap 10 menit
sampai menit ke 30.
Pengukuran kualitas air media pada setiap unit percobaan dilakukan pada
jam ke-0, 24, 48, 72 dan ke-96.
20
α = { t [(Wt/Wo) – 1] } x 100%
22
Toksisitas akut timbal yang tinggi terhadap juvenil ikan kerapu macan,
diduga karena kecilnya kemampuan adaptasi ikan kerapu macan untuk
memperkecil pengaruh biokimia yang ditimbulkan timbal masuk kedalam tubuh,
menyebabkan turunnya kemampuan menyerap oksigen dari lingkungan.
24
Sementara saat ikan dalam kondisi stress, metabolisme tubuhnya akan meningkat
dan kebutuhan oksigen akan meningkat pula yang diperlukan dalam
mempertahankan kondisi homeostasis. Gerberding (2005) dalam Sabilu (2010)
melaporkan bahwa meskipun organisme biasanya mengembangkan perlawanan
setelah beberapa saat terpapar oleh timbal akan tetapi kemampuan
mengembangkan perlawanan tersebut ditentukan oleh spesies dan efek toksik
yang ditimbulkan. Demikian pula Rand and Petrocelli (1985) dalam Sabilu (2010)
menyatakan bahwa pengaruh bahan toksik terhadap suatu organisme akan terlihat
dalam waktu pemaparan yang berbeda. Pengambilan awal logam berat oleh ikan
kerapu macan dapat melalui empat proses utama yakni melalui insang, permukaan
tubuh, mekanisme osmoregulasi dan penyerapan melalui makanan. Pengaruh
tersebut ditentukan oleh sifat toksik logam berat timbal dan keberhasilan tubuh
ikan kerapu macan melakukan proses detoksifikasi dan ekskresi, sehingga
pengaruh sifat toksik timbal terhadap tubuh ikan kerapu macan masih dapat
ditolerir oleh tubuh atau telah melewati ambang batas sehingga mengakibatkan
kematian. Menurut Connel and Miller (1995), kehadiran xenobiotik dalam tubuh
ikan merangsang ikan melakukan perlawanan secara fisiologis untuk
meminimalisir dampak racun yang ditimbulkan. Perlawanan tersebut dilakukan
melalui proses biotransformasi, detoksifikasi dan ekskresi. Lebih lanjut dikatakan
bahwa kemampuan organisme melakukan perlawanan ditentukan oleh konsentrasi
dan sifat toksik yang dimiliki oleh toksikan maka kemampuan organisme
melakukan perlawanan fisiologis akan semakin kecil.
Data mortalitas kumulatif juvenil ikan kerapu macan pada uji akut
selanjutnya dianalisis menggunakan analisis statistik untuk menentukan nilai LC50
pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam. Hasil analisis statistika
menunjukkan nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam berturut-
turut adalah 90,45 ppm, 78,76 ppm, 74,264 ppm dan 68,627 ppm. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan maka nilai LC50 timbal
terhadap ikan kerapu macan akan semakin rendah. Nilai LC50-96 jam timbal pada
juvenil ikan kerapu macan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai LC50-96
jam timbal yang dipaparkan pada ikan bandeng di salinitas 16 ppt yaitu 13,43 ppm
(Siahaan 2003). Dari nilai LC50-96 jam yang diperoleh dapat dikatakan bahwa
25
timbal bersifat toksik tinggi terhadap juveil ikan kerapu macan. Klasifikasi WHO
dan EPA bahwa rentang nilai LC50-96 jam pada konsentrasi antara 1-50 ppm
dikatagorikan bersifat toksik yang tinggi (Balazs 1970).
26
ppm di hari ke-10 dapat menurunkan tingkat konsumsi oksigen juvenil ikan
kerapu macan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatahuddin
dkk (2003) dalam Sabilu (2010) bahwa laju konsumsi oksigen juvenil ikan
bandeng akan semakin rendah seiring dengan lama waktu pengamatan dan
peningkatan konsentrasi seng dalam air. Demikian halnya dengan penelitian
Ghalib dkk (2002) bahwa semakin lama waktu pemaparan timbal pada juvenil
ikan bandeng akan menurunkan tingkat konsumsi oksigen. Besarnya selisih
konsumsi oksigen pada konsentrasi timbal yang lebih tinggi diakibatkan oleh
kerusakan insang dan kemampuan darah untuk mengikat oksigen semakin kecil
akibat keracunan logam berat timbal, dimana akibat keracunan timbal, ikan akan
mengalami gangguan pada proses pernafasan dan metabolisme tubuhnya. Hal ini
terjadi karena bereaksinya logam berat timbal dengan lendir insang sehingga
insang diselimuti lendir yang mengandung timbal dan mengakibatkan proses
pernafasan dan metabolisme tubuh terganggu.
4.1.2.2.1 Hematokrit
28
4.1.2.2.2 Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah
merah yang merupakan suatu protein yang kaya akan zat besi. Satu gram
hemoglobin dapat mengikat sekitar 1,34 ml oksigen, dan kadar haemoglobin yang
rendah dapat dijadikan sebagai petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein
pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi (Kuswardani 2006).
29
4.1.2.2.3 Eritrosit
Eritrosit atau disebut juga sel darah merah merupakan sel yang paling
banyak banyak jumlahnya. Pada ikan teleost, jumlah normal eritrosit adalah
1,05x106 - 3,0 x106 sel/mm3 (Robert, 1978 dalam Mulyani, 2006). Data hasil
30
Gambar 7. Rerata jumlah eritrosit juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari
pemaparan timbal.
Selama 30 hari pemaparan timbal, jumlah eritrosit menurun hingga
mencapai 0,77x106 sel/mm3 untuk konsentrasi 6,86 ppm dan 0,86 x106 sel/mm3
untuk konsentrasi 3,43 ppm. Sedangkan untuk konsentrasi 0,69 ppm dan 0 ppm
nilainya mencapai 0,89x106 sel/mm3 dan 1,0x106 sel/mm3. Gambar diatas
menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal
mulai pada konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10 dapat menurunkan jumlah eritrosit
dalam darah juvenil ikan kerapu macan. Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa jumlah eritrosit berbeda nyata antar setiap perlakuan (P<0,05), hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas timbal pada konsentrasi yang lebih
tinggi secara nyata dapat menurunkan jumlah eritrosit dalam darah juvenil ikan
kerapu macan.
4.1.2.2.4 Leukosit
Leukosit atau disebut juga sel darah putih mempunyai bentuk lonjong
atau bulat, tidak berwarna dan jumlahnya tiap mm3 darah ikan berkisar antara
20.000-150.000 butir, serta merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan
(imun) tubuh. Sel-sel leukosit akan ditranspor secara khusus ke daerah terinfeksi
(Mulyani 2006). Meningkatnya jumlah leukosit disebut leukositosis sedangkan
penurunan disebut leucopenia.
31
Gambar 8. Rerata jumlah leukosit juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari
pemaparan timbal.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal penelitian jumlah
leukosit berkisar antara 0,61x106 sel/mm3- 0,65x106 sel/mm3 dan selama 30 hari
pemaparan timbal telah meningkatkan jumlah leukosit terlihat bahwa jumlah
leukosit tertinggi terdapat pada konsentrasi timbal 6,86 ppm yaitu 0,81x106
sel/mm3, kemudian konsentrasi 3,43 ppm sebesar 0,7x106 sel/mm3, 0,69 ppm
sebesar 0,65x106sel/mm3 dan 0 ppm sebesar 0,60x106 sel/mm3. Pada gambar 8
menunjukkan bahwa setelah 30 hari pemaparan pengaruh lanjut toksisitas timbal
mulai pada konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10 dapat meningkatkan jumlah
leukosit dalam darah juvenil ikan kerapu macan. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa jumlah eritrosit berbeda nyata antar setiap perlakuan
(P<0,05), hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas timbal pada
konsentrasi yang lebih tinggi secara nyata dapat menaikkan jumlah leukosit dalam
darah juvenil ikan kerapu macan.
32
Gambar 9. Rerata kadar glukosa darah juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari
pemaparan timbal.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal penelitian kadar
glukosa darah nilainya berkisar antara 22,90 – 23,28 mmol/liter dan selama 30
hari pemaparan timbal meningkatkan kadar glukosa pada konsentrasi 6,86 ppm
selanjutnya 3,43; 0,69 dan 0 ppm sebesar 90,79 mmol/liter; 62,68 mmol/liter;
59,87 mmol/liter dan 46,21 mmol/liter (Gambar 9). Data penelitian menunjukkan
bahwa setelah 30 hari pemaparan, pengaruh lanjut toksisitas timbal mulai pada
konsentrasi 6,86 ppm di hari ke-10 dapat meningkatkan kadar glukosa darah
juvenil ikan kerapu macan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadar
glukosa darah berbeda nyata antara setiap perlakuan (P<0,05), hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh lanjut toksisitas timbal pada konsentrasi yang lebih
tinggi secara nyata dapat menaikkan kadar glukosa dalam darah juvenil ikan
kerapu macan.
Gambar 10. Laju Pertumbuhan spesifik juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari
pemaparan timbal.
Gambar 11. Kelangsungan hidup juvenil ikan kerapu macan selama 30 hari
pemaparan timbal.
34
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi timbal dipaparkan maka
persentase kelangsungan hidup juvenil ikan kerapu macan akan rendah karena
adanya kerusakan pada jaringan tubuh ikan khususnya insang menyebabkan
kemampuan insang untuk menyerap oksigen semakin berkurang sehingga ikan
akan mengalami anemia dan mengakibatkan kematian pada ikan.
4.1.2.6 Kandungan timbal (Pb) dalam daging ikan dan media air laut
A <0,05 0,08
B <0,05 9,8
C <0,05 16,9
D <0,05 22,6
timbal dalam tubuh ikan meningkat sedangkan kandungan timbal dalam media air
laut berkurang.
A 0,032 <0,005
B 0,055 <0,005
C 0,062 <0,005
D 0,094 <0,005
Data kualitas air yang diambil dalam penelitian ini adalah suhu, salinitas,
pH, DO, alkalinitas dan TAN. Suhu air selama penelitian berkisar antara 28,5-
29⁰C. Sedangkan salinitas 34‰, pH berkisar antara 7,72-7,97, kandungan oksigen
terlarut berkisar antara 3,50-3,75 ppm, alkalinitas berkisar antara 76-132 ppm
CaCO3, dan kisaran nilai TAN yaitu 0,001-0,231 ppm. Data parameter kualitas
air dibawah ini (Tabel 3) menunjukkan bahwa kisaran kualitas air pada uji sub
kronis masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan juvenil ikan kerapu
macan.
Tabel 3. Parameter kualitas air selama uji sub kronis
Parameter kualitas air
Hari
Perlakuan Suhu Salinitas DO Alkalinita TAN
Ke pH
(⁰C) (‰) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
0 0 28,5-29 34 7,95-7,96 3,50-3,53 100 0,030
0,69 28,5-29 34 7,72-7,95 3,50-3,53 132 0,027
3,43 28,5-29 34 7,72-7,93 3,55-3,60 80 0,010
6,86 28,5-29 34 7,72-7,76 3,50-3,53 76 0,016
10 0 28,5-29 34 7,95-7,96 3,55-3,60 120 0,096
0,69 28,5-29 34 7,72-7,95 3,55-3,62 100 0,119
3,43 28,5-29 34 7,72-7,93 3,50-3,53 100 0,162
6,86 28,5-29 34 7,72-7,76 3,50-3,53 112 0,231
20 0 28,5-29 34 7,86-7,90 3,58-3,60 108 0,012
0,69 28,5-29 34 7,80-7,95 3,55-3,62 80 0,004
3,43 28,5-29 34 7,86-7,93 3,50-3,75 104 0,001
6,86 28,5-29 34 7,90-7,95 3,70-3,73 100 0,003
30 0 28,5-29 34 7,88-7,97 3,58-3,60 116 0,056
0,69 28,5-29 34 7,95-7,96 3,55-3,64 104 0,117
3,43 28,5-29 34 7,90-7,96 3,60-3,73 100 0,182
6,86 28,5-29 34 7,88-7,90 3,55-3,60 88 0,331
NAB 24-31 30-33 6,8-8,3 >3,5 ppm 30-500
36
kadar logam berat maka daya toksisitasnya akan semakin besar pula. Timbal yang
masuk kedalam tubuh juvenil ikan kerapu macan akan bersifat sebagai xenobiotik
abiotik yang menghambat kerja asetilkolinesterase (AchE) sehingga terjadi
akumulasi astilkolin (ACh) dalam susunan saraf pusat. Selanjutnya akumulasi
tersebut akan menginduksi tremor, inkoordinasi, kejang-kejang sampai dapat
mengakibatkan kematian. Sedangkan akumulasi pada neuromuskuler akan
mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan, hilangnya reflex
dan paralisis.
Hal ini menyebabkan difusi oksigen kedalam kapiler darah terganggu.
Pergerakan oksigen kedalam kapiler darah di insang ditentukan oleh perbedaan
tekanan oksigen yang terdapat dalam insang dengan tekanan oksigen dalam
kapiler darah insang. Sedangkan tekanan oksigen dalam insang sangat ditentukan
oleh struktur lamella. Jika struktur lamella insang terganggu atau rusak, maka
dapat dipastikan akan menurunkan kemampuan insang mengikat oksigen. Heath
(1987) dalam Ghalib (2002) mengemukakan bahwa logam berat dapat
menyebabkan kerusakan insang seperti nekrosis dan lepasnya lapisan epithelium.
Sejalan dengan itu maka Wardoyo (1975) mengemukakan bahwa salah satu
jaringan tubuh organisme yang cepat terakumulasi logam berat adalah jaringan
insang, sehingga menyebabkan terganggunya proses pertukaran ion-ion dan gas-
gas melalui insang. Oleh karena itu , kerusakan struktur lamella yang sangat
ringan sekalipun dapat mempengaruhi proses respirasi pada juvenil ikan kerapu
macan. Pengaruh kerusakan insang terhadap sistem respirasi ikan kerapu macan
selanjutnya ditunjukkan dengan pengukuran tingkat konsumsi oksigen. Tingkat
konsumsi oksigen pada dasarnya menunjukkan tingkat metabolisme. Konsumsi
oksigen adalah indikator respirasi yang juga menunjukkan metabolisme energetik.
Pengukuran tingkat konsumsi oksigen ikan kerapu macan mengindikasikan bahwa
semakin tinggi konsentrasi timbal dan semakin lama waktu pemaparan
menyebabkan konsumsi oksigen semakin rendah. Toksisitas logam berat timbal
juga mempengaruhi kondisi hematologi ikan kerapu macan. Gambaran darah ikan
digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan yang sedang dialami, karena
darah memiliki fungsi vital bagi tubuh ikan, antara lain sebagai pengangkut zat-
zat kimia seperti hormon, pengangkut hasil buangan metabolisme dan pengangkut
38
40
41
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengaruh toksisitas logam berat timbal pada juvenil ikan kerapu macan
akan menurunkan tingkat konsumsi oksigen hingga mencapai 0,34 mg
O2/gr berat tubuh ikan/jam, kadar hematokrit (9,66%,), kadar hemoglobin
(2,64%) dan jumlah eritrosit (0,77 x 106 sel/mm3) dan dimulai pada
konsentrasi 6,86 ppm.
2. Pengaruh toksisitas logam berat timbal akan meningkatkan jumlah leukosit
hingga mencapai 0,81x106 sel/mm3 dan meningkatkan kadar glukosa
darah sebesar 90,79 mmol/liter dan dimulai pada konsentrasi 6,86 ppm.
3. Toksisitas logam berat timbal memberikan pengaruh terhadap laju
pertumbuhan dan menurunkan tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan
kerapu macan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan
tentang tingkat akumulasi logam berat timbal dan pengaruhnya terhadap berbagai
organ dalam tubuh ikan.
42
43
DAFTAR PUSTAKA
Anderson D.P, Siwick.A. 1993.Basic Hematology and Serology for Fish Health
Programs. Second Symposium on Disease in Asia Aquaculture ”Aquatic
Animal Health and Environment”. Asia Fisheries Society.
Blaxhall, Daisley KW. 1973. Routine Haemotological Methods For Use With
Fish Blood. J.Fish Biol. 5.577-581.
Connel D.W and Miller. G.J 1995. Kimia Dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Jakarta: Universitas Indonesia. 520 hal.
Dopongtonung A. 2008. Gambaran darah ikan Lele Clarias spp Yang Berasal
Dari Daerah Laladon-Bogor. Skripsi.Bogor: Departemen Budidaya
Peraiaran, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Effendi Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Gupta A., Rai K.D., Pandey R.S and Sharma, B. 2010. Analysis of Some Heavy
Metals In The Riverine Water, Sediments and Fish From River Ganges at
Allahad. Springer online Environmental Monitoring Assess.
44
Halang. B. 2007. Kandungan Cu dan Pb Pada Air dan Ikan Puyau (Puntius
huguenini) Di Bendungan Sungai Tabaniao Desa Bajuin Kecamatan
Pelaihari Kabupaten Tanah Laut, Bioscientiae vol 4 no.1 Januari 2007.
Heath A.G. 1987. Water Polution and Fish Physiology. Florida: CRC Press
Inc.Boca Rotan.
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:rx1YbE85yGcJ:masdony
.wordpress.com/2009/04/19/logam-berat-sebagai-penyumbang-
pencemaran-air-
laut/+logam+berat+sebagai+penyumbang+pencemaran+laut&cd=1&hl=id
&ct=clnk&gl=id
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:sj4tPooGG4J:www.faper
ta.ugm.ac.id/semnaskan/abstrak/prosiding2006/bidang_ekologi_n_toksikol
ogi.php+batas+konsentrasi+timbal+untuk+uji+toksisitas+ikan+kerapu&cd
=1&hl=id&ct=clnk&gl=id
Hutagalung, H.P. dan Razak H. 1989. Pengamatan Kadar Pb dan Cd dalam Air
dan Biota di Estuaria Muara Angke. Majalah Oseanologi di Indonesia.
Volume 15: 1-10. Lembaga Oseanologi Indonesia. LIPI. Jakarta.
Muawanah. 2007. Daya Serap Eucheuma cottonii Lin terhadap limbah Pb.
Buletin Teknologi Litbang akuakultur Vol 6 No 1, Jakarta.
Poels C.L.M. 1983. Sub Lethal of Rhine Water of Rainbow Trout. Testing and
Research Institute of The Netherlands Water Undertakings. KIWA Ltd.
Rijswijk, Netherlands.
Purnomo dan Muhyiddin. 2007. Analisis Kandungan Timbal (Pb) Pada Ikan
bandeng (Chanos chanos Forsk) Di Tambak Kecamatan Gresik. Surabaya
Jurnal Neptunus, Vol.14, No.1 : 68-77.
Sabilu. K. 2010. Studi Toksisitas Nikel (Ni) Terhadap Konsumsi Oksigen, Kondisi
Hematologi, Histopatologi dan Stress Sekunder Juvenil Ikan Bandeng
Chanos chanos Forsskal (Thesis). Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Sahetapy J.M.F dan N.Chr Tuhumury. 2008. Akumulasi dan kandungan Logam
Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam tubuh beberapa Jenis Ikan
Laut di Teluk Ambon Dalam, Prosiding Konferensi Nasional VIII Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. DKP Jakarta.
Sanusi H.S dan Putranto S. 2009. Kimia Laut dan Pencemaran , Proses Fisik
Kimia dan Interaksi dengan Lingkungan. Bogor: Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Siahaan D.H. 2003. Toksisitas Logam Berat Pb Terhadap Ikan bandeng (Chanos
chanos Forskal) Pada Berbagai Tingkat Salinitas, Tesis.Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
46
Wardoyo. S.T.H. 1987. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan
Perikanan. Bandung : Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan
Umum.
Zonneveld. N.E.A. Huisman and J.H Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Terjemahan PT.Gramedia Pustaka Utama. 381 hal.
47
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 0 0 0 0 0 5 0 0 0 5 0 0 10
80 0 0 10 5 0 5 5 15 0 0 5 0 45
160 0 0 15 10 10 20 10 10 10 5 0 5 95
0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0
40 0 0 0 0 0
80 0 5 0 0 5
160 5 0 0 0 5
0 0 0 0 0 0
20 0 5 0 0 5
40 0 5 0 0 5
80 0 0 5 0 5
160 0 0 0 0 0
48
0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0
40 5 5 0 0 10
80 0 0 5 0 5
160 0 0 0 0 0
49
50
52
54
Lampiran 7. Analisis sidik ragam dan uji lanjut (Tukkey) tingkat konsumsi
oksigen juvenil ikan kerapu macan pada hari ke-30 pemaparan
timbal
Levene
Statistik db1 db2 Sig.
1.553 3 8 .275
ANOVA
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Db tengah F Sig.
Antar Kelompok 3868.667 3 1289.556 71.975 .000
Dalam kelompok 143.333 8 17.917
Total 4012.000 11
55
Tukey HSD
(I) (J) Selang kepercayaan 95%
Perlak Perlak Rata-rata Tingkat
uan uan perbedaan (I-J) kesalahan Sig. Batas bawah Batas atas
*
0.00 0.69 29.66667 3.45607 .000 18.5991 40.7342
3.43 38.33333* 3.45607 .000 27.2658 49.4009
*
6.86 48.00000 3.45607 .000 36.9324 59.0676
*
0.69 0.00 -29.66667 3.45607 .000 -40.7342 -18.5991
3.43 8.66667 3.45607 .133 -2.4009 19.7342
*
6.86 18.33333 3.45607 .003 7.2658 29.4009
*
3.43 0.00 -38.33333 3.45607 .000 -49.4009 -27.2658
0.69 -8.66667 3.45607 .133 -19.7342 2.4009
6.86 9.66667 3.45607 .089 -1.4009 20.7342
*
6.86 0.00 -48.00000 3.45607 .000 -59.0676 -36.9324
*
0.69 -18.33333 3.45607 .003 -29.4009 -7.2658
3.43 -9.66667 3.45607 .089 -20.7342 1.4009
*Rata-rata berbeda nyata pada taraf 0.05
Tukey HSDa
alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
6.86 3 34.0000
3.43 3 43.6667 43.6667
.69 3 52.3333
.00 3 82.0000
Sig. .089 .133 1.000
56
Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut (Tukkey) nilai hematokrit juvenil ikan
kerapu macan pada hari ke-30 pemaparan timbal
Hematokrit
ANOVA
Hematokrit
Tukey HSD
(I) (J) Selang kepercayaan 95%
perlaku perlaku Rata-rata Tingkat
an an perbedaan (I-J) kesalahan Sig. Batas bawah Batas atas
*
0.00 0.69 3.68333 1.09433 .040 .1789 7.1878
*
3.43 6.45000 1.09433 .002 2.9456 9.9544
*
6.86 9.12000 1.09433 .000 5.6156 12.6244
*
0.69 0.00 -3.68333 1.09433 .040 -7.1878 -.1789
3.43 2.76667 1.09433 .129 -.7378 6.2711
*
6.86 5.43667 1.09433 .005 1.9322 8.9411
*
3.43 0.00 -6.45000 1.09433 .002 -9.9544 -2.9456
0.69 -2.76667 1.09433 .129 -6.2711 .7378
6.86 2.67000 1.09433 .146 -.8344 6.1744
*
6.86 0.00 -9.12000 1.09433 .000 -12.6244 -5.6156
*
0.69 -5.43667 1.09433 .005 -8.9411 -1.9322
3.43 -2.67000 1.09433 .146 -6.1744 .8344
*. Rata-rata berbeda nyata pada taraf 0.05 %.
Hematokrit
a
Tukey HSD
alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
6.86 3 9.6600
3.43 3 12.3300 12.3300
0.69 3 15.0967
0.00 3 18.7800
Sig. .146 .129 1.000
58
Lampiran 9. Analisis sidik ragam dan uji lanjut (Tukkey) nilai hemoglobin
juvenil ikan kerapu macan pada hari ke-30 pemaparan timbal
Hemoglobin
ANOVA
Hemoglobin
Kuadrat
Jumlah kuadrat Db Tengah F Sig.
Antar kelompok 1.690 3 0.563 15.915 0.001
Dalam kelompok .283 8 0.035
Total 1.973 11
59
Hemoglobin
Tukey HSD
(I) (J) Selang kepercayaan 95%
Perlak Perlak Rata-rata Tingkat
uan uan perbedaan (I-J) kesalahan Sig. Batas bawah Batas atas
0.00 0.69 .39000 .15362 .127 -.1020 .8820
*
3.43 .76333 .15362 .005 .2714 1.2553
*
6.86 .98667 .15362 .001 .4947 1.4786
0.69 0.00 -.39000 .15362 .127 -.8820 .1020
3.43 .37333 .15362 .148 -.1186 .8653
*
6.86 .59667 .15362 .019 .1047 1.0886
*
3.43 0.00 -.76333 .15362 .005 -1.2553 -.2714
0.69 -.37333 .15362 .148 -.8653 .1186
6.86 .22333 .15362 .504 -.2686 .7153
*
6.86 0.00 -.98667 .15362 .001 -1.4786 -.4947
*
0.69 -.59667 .15362 .019 -1.0886 -.1047
3.43 -.22333 .15362 .504 -.7153 .2686
*. Rata-rata adalah berbeda nyata pada taraf 0.05%.
Hemoglobin
a
Tukey HSD
alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
6.86 3 2.6367
3.43 3 2.8600 2.8600
.69 3 3.2333 3.2333
.00 3 3.6233
Sig. .504 .148 .127
60
Lampiran 10. Analisis sidik ragam dan uji lanjut (Tukkey) total eritrosit juvenil
ikan kerapu macan pada hari ke-30 pemaparan timbal
Eritrosit
Selang kepercayaan 95%
Perlaku untuk rata-rata
an Tingkat
N Rata-rata Std. Deviasi kesalahan Batas bawah Batas atas Min Max
0.00 3 1.0049E6 25022.45658 14446.72204 942707.4386 1.0670E6 982700.00 1032000.00
0.69 3 891566.6667 19497.77765 11257.04718 843131.5019 940001.8314 878700.00 914000.00
3.43 3 864466.6667 9667.12643 5581.31804 840452.1933 888481.1400 856000.00 875000.00
6.86 3 766666.6667 45214.30452 26104.49089 654348.1077 878985.2256 715000.00 799000.00
Total 12 881891.6667 91789.68508 26497.39970 823571.2832 940212.0502 715000.00 1032000.00
ANOVA
Eritrosit
Kuadrat
Jumlah kuadrat Db tengah F Sig.
Antar Kelompok 8.639E10 3 2.880E10 36.636 0.000
Dalam Kelompok 6.288E9 8 7.860E8
Total 9.268E10 11
61
Eritrosit
Tukey HSD
(I) (J) Selang kepercayaan 95%
Perlaku Perlaku Rata-rata Tingkat
an an perbedaan kesalahan Sig. Batas bawah Batas atas
0.00 0.69 1.13300E5 22891.31325 .005 39993.9571 186606.0429
3.43 1.40400E5 22891.31325 .001 67093.9571 213706.0429
6.86 2.38200E5 22891.31325 .000 164893.9571 311506.0429
0.69 0.00 -1.13300E5 22891.31325 .005 -186606.0429 -39993.9571
3.43 27100.00000 22891.31325 .653 -46206.0429 100406.0429
6.86 1.24900E5 22891.31325 .003 51593.9571 198206.0429
3.43 0.00 -1.40400E5 22891.31325 .001 -213706.0429 -67093.9571
0.69 -27100.00000 22891.31325 .653 -100406.0429 46206.0429
*
6.86 97800.00000 22891.31325 .012 24493.9571 171106.0429
6.86 0.00 -2.38200E5 22891.31325 .000 -311506.0429 -164893.9571
0.69 -1.24900E5 22891.31325 .003 -198206.0429 -51593.9571
3.43 -9.78000E4 22891.31325 .012 -171106.0429 -24493.9571
*. Rata-rata adalah berbeda nyata pada taraf 0.05 %.
Eritrosit
a
Tukey HSD
alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
6.86 3 766666.6667
3.43 3 864466.6667
0.69 3 891566.6667
0.00 3 1.0049E6
Sig. 1.000 .653 1.000
62
Lampiran 11. Analisis sidik ragam dan uji lanjut (Tukkey) total leukosit juvenil
ikan kerapu macan pada hari ke-30 pemaparan timbal
Leukosit
Selang kepercayaan 95%
Perlakuan Tingkat untuk rata-rata
N Rata-rata Std. Deviasi kesalahan Batas bawah Batas atas Min Max
0.00 3 600133.3333 29897.38004 17261.26041 525864.1241 674402.5426 577400.00 634000.00
0.69 3 649133.3333 32370.56276 18689.15312 568720.3976 729546.2690 628000.00 686400.00
3.43 3 700200.0000 29585.80741 17081.37387 626704.7801 773695.2199 679000.00 734000.00
6.86 3 809600.0000 32408.02370 18710.78121 729094.0062 890105.9938 789800.00 847000.00
Total 12 689766.6667 85385.15235 24648.57035 635515.5291 744017.8042 577400.00 847000.00
ANOVA
Leukosit
Kuadrat
Jumlah kuadrat Db tengah F Sig.
Antar kelompok 7.246E10 3 2.415E10 24.983 0.000
Dalam kelompok 7.735E9 8 9.668E8
Total 8.020E10 11
63
Leukosit
Tukey HSD
(I) (J) Selang kepercayaan 95%
Perlaku Perlaku Rata-rata Tingkat
an an perbedaan (I-J) kesalahan Sig. Batas bawah Batas atas
0.00 0.69 -49000.00000 25388.01117 .289 -130301.3485 32301.3485
3.43 -1.00067E5 25388.01117 .018 -181368.0151 -18765.3182
6.86 -2.09467E5 25388.01117 .000 -290768.0151 -128165.3182
0.69 0.00 49000.00000 25388.01117 .289 -32301.3485 130301.3485
3.43 -51066.66667 25388.01117 .260 -132368.0151 30234.6818
6.86 -1.60467E5 25388.01117 .001 -241768.0151 -79165.3182
3.43 0.00 1.00067E5 25388.01117 .018 18765.3182 181368.0151
0.69 51066.66667 25388.01117 .260 -30234.6818 132368.0151
6.86 -1.09400E5 25388.01117 .011 -190701.3485 -28098.6515
6.86 0.00 2.09467E5 25388.01117 .000 128165.3182 290768.0151
0.69 1.60467E5 25388.01117 .001 79165.3182 241768.0151
3.43 1.09400E5 25388.01117 .011 28098.6515 190701.3485
*. Rata-rata adalah berbeda nyata pada taraf 0.05 %.
Leukosit
a
Tukey HSD
alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
0.00 3 600133.3333
0.69 3 649133.3333 649133.3333
3.43 3 700200.0000
6.86 3 809600.0000
Sig. .289 .260 1.000
64
Lampiran 12. Analisis sidik ragam dan uji lanjut (Tukkey) kadar glukosa darah
juvenil ikan kerapu macan pada hari ke-30 pemaparan timbal
GD
ANOVA
GD
Kuadrat
Jumlah kuadrat Db tengah F Sig.
Antar kelompok 3149.828 3 1049.943 123.983 0.000
Dalam kelompok 67.747 8 8.468
Total 3217.575 11
65
Glukosa Darah
Tukey HSD
(I) (J) Selang kepercayaan 95%
perlaku perlaku Rata-rata Tingkat
an an perbedaan (I-J) kesalahan Sig. Batas bawah Batas atas
*
0.00 0.69 -13.66667 2.37605 .002 -21.2756 -6.0577
3.43 -16.47000* 2.37605 .001 -24.0790 -8.8610
*
6.86 -44.58333 2.37605 .000 -52.1923 -36.9744
*
0.69 0.00 13.66667 2.37605 .002 6.0577 21.2756
3.43 -2.80333 2.37605 .655 -10.4123 4.8056
*
6.86 -30.91667 2.37605 .000 -38.5256 -23.3077
*
3.43 0.00 16.47000 2.37605 .001 8.8610 24.0790
0.69 2.80333 2.37605 .655 -4.8056 10.4123
*
6.86 -28.11333 2.37605 .000 -35.7223 -20.5044
*
6.86 0.00 44.58333 2.37605 .000 36.9744 52.1923
*
0.69 30.91667 2.37605 .000 23.3077 38.5256
*
3.43 28.11333 2.37605 .000 20.5044 35.7223
*. Rata-rata adalah berbeda nyata pada taraf 0.05 %.
Glukosa Darah
a
Tukey HSD
alpha = 0.05
perlakuan N 1 2 3
0.00 3 46.2067
0.69 3 59.8733
3.43 3 62.6767
6.86 3 90.7900
Sig. 1.000 .655 1.000
66
Lampiran 13. Analisis sidik ragam dan uji lanjut (Tukkey) Laju Pertumbuhan
spesifik juvenil ikan kerapu macan pada hari ke-30 pemaparan
timbal
ANOVA
Laju Pertumbuhan Spesifik
Kuadrat
Jumlah kuadrat Db tengah F Sig.
Antar kelompok .145 3 .048 5.243 0.027
Dalam kelompok .074 8 .009
Total .218 11
67
Laju
a
Tukey HSD
alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
6.86 3 .0667
3.43 3 .2433 .2433
0.69 3 .2867 .2867
0.00 3 .3667
Sig. .087 .443
68
Lampiran 14. Analisis sidik ragam dan uji lanjut (Tukey) Tingkat kelangsungan
hidup juvenil ikan kerapu macan pada hari ke-30 pemaparan timbal
ANOVA
Kuadrat
Jumlah kuadrat db tengah F Sig.
Antar kelompok 1816.667 3 605.556 32.296 0.000
Dalam kelompok 150.000 8 18.750
Total 1966.667 11
69
Kelangsungan Hidup
Tukey HSD
(I) (J) Selang kepercayaan 95%
Perlak Perlak Rata-rata Tingkat
uan uan perbedaan (I-J) kesalahan Sig. Batas bawah Batas atas
0.00 0.69 11.66667* 3.53553 .044 .3446 22.9887
*
3.43 21.66667 3.53553 .001 10.3446 32.9887
*
6.86 33.33333 3.53553 .000 22.0113 44.6554
*
0.69 0.00 -11.66667 3.53553 .044 -22.9887 -.3446
3.43 10.00000 3.53553 .085 -1.3220 21.3220
*
6.86 21.66667 3.53553 .001 10.3446 32.9887
*
3.43 0.00 -21.66667 3.53553 .001 -32.9887 -10.3446
0.69 -10.00000 3.53553 .085 -21.3220 1.3220
*
6.86 11.66667 3.53553 .044 .3446 22.9887
*
6.86 0.00 -33.33333 3.53553 .000 -44.6554 -22.0113
*
0.69 -21.66667 3.53553 .001 -32.9887 -10.3446
*
3.43 -11.66667 3.53553 .044 -22.9887 -.3446
*. Rata-rata adalah berbeda nyata pada taraf 0.05 %.
Tukey HSDa
alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2 3
6.86 3 66.6667
3.43 3 78.3333
0.69 3 88.3333
0.00 3 100.0000
Sig. 1.000 .085 1.000
70