Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Salam
serta salawat tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan alam nabi besar
muhammad SAW, seorang nabi yang telah membawa kita dari jaman kegelapan
menuju jaman yang terang benerang seperti yang kita rasakan sepertti saat-saat
sekarang ini.

Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada ibu dosen yang telah ikut
serta dalam pembuatan makalah megenai ” ABORTUS ”, makalah ini kami buat
untuk memperdalam ilmu kita tentang Konsep Keperawatan Dasar .

Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan


kekurangan, hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan
pengalaman yang kami miliki, namun demikian banyak pula pihak yang telah
membantu kami dengan menyediakan sumber informasi, memberikan masukan
pemikiran, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini diwaktu yang akan datang, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami dan bagi pembaca .

Bandung, 11 November 2017

Kelompok

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………2

BAB1 PENDAHULUAN…………………………………………………………3

1.1 Latar belakang ………………………………………………………3

1.2 Rumusan masalah …………………………………………………...4

1.3 Tujuan ……………………………………………………………….4

1.4 Manfaat ……………………………………………………………...4

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………..5

2.1 Definisi abortus ……………………………………………………...5

2.2 Jenis-jenis abortus …………………………………………………...6

2.3 Faktor-faktor penyebab melakukan abortus ………………………...7

2.4 Abortus menurut hokum di Indonesia ………………………………8

2.5 Abortus menurut pandangan agama …………………………………11

2.6 Abortus dipandang dari kode etik …………………………………..29

BABIII PENUTUP ………………………………………………………………30


Kesimpulan………………………………………………………………………30

Daftar Pustaka……………………………………………………………………30

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aborsi adalah kematian dan pengeluaran janin dari uterus baik secara
disengaja maupun tidak disengaja sebelum usia kandungan 22 minggu jumlah
minggu yang spesifik bisa bervariasi antar negara, bergantung pada
perundangan lokal.
Menurut Potter&Perry (2010), setengah dari kehamilan di Amerika Serikat
adalah tidak di rencanakan, sebagian kehamilan yang tidak terencana terjadi
pada remaja, wanita berusia di atas 40 tahun, dan wanita Afrika –Amerika yang
berpenghasilan rendah. Hampir Setengah dari kehamilan yang tidak di harapkan
berakhir dengan aborsi.
Sementara itu, kendati dilarang baik oleh KUHP,UU, dan fatwa MUI atau
majelis tarjih Muhammadiyah,praktik aborsi pengguguran kandungan di
Indonesia tetap tinggi dan mencapai 2,5 Juta kasus setiap tahunnya dan sebagian
besar dilakukan oleh para remaja. Hal ini di sebabkan oleh kurang nya
pendidikan tentang sex dan pergaulan bebas dan dampaknya, baik dari segi
kesehatan atau sosial untuk masyarakat khusus nya remaja. Selain itu,
pengawasan orang tua juga memiliki peran yang sangat penting dalam
menghindari hal-hal yang tidak di inginkan seperti kehamilan yang tidak di
inginkan tersebut yang berujung Aborsi.
Aborsi atau pengguguran hal ini biasa dianggap negatif oleh orang awam.
Bagi mereka aborsi adalah tindakan dosa,melanggar hukum,dan sebagainya.
Namun, sebenarnya tidak semua aborsi adalah tindakan negatif karna ada
kalanya aborsi di anjurkan oleh dokter demi kesehatan ibu hamil yang lebih
baik.

3
Dalam kasus aborsi yang di anjurkan dokter,perawat tak hanya sebagai
konselor atau peran dan fungsi perawat lain,tapi juga dapat menjalankan prinsip
dan asas etik keperawatan yang lain,tapi juga dapat menjalankan prinsip dan
asas etik keperawatan yang ada untuk membantu pasien prestasi pilihan yang
telah dipilih aborsi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud aborsi ?


2. Apa sajakah jenis-jenis aborsi?
3. Apa sajakah penyebab aborsi?
4. Bagaimana aborsi menurut pandangan hukum di Indonesia dan hukum
agama?
5. Bagaimana pemecahan kasus nya?

1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk :


1. Memenuhi tugas Konsep Dasar Keperawatan
2. Mengetahui definisi aborsi
3. Mengetahui jenis-jenis aborsi
4. Mengetahui penyebab aborsi
5. Mengetahui aborsi menurut hukum dan agama
6. Dapat memecahkan kasus

1.4 Manfaat
2. Mahasiswa mampu memenuhi tugas
3. Mahasiswa mengetahui definisi aborsi
4. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis aborsi
5. Mahasiswa mengetahui penyebab aborsi
6. Mahasiswa mengetahui aborsi menurut hukum dan agama
7. Mahasiswa mampu memecahkan kasus yang diberikan

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Secara sederhana kata aborsi adalah mati (gugurnya) hasil konsepsi.


Pengertian aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan (sebelum usia kandungan 20 minggu kehamilan).
Menurut fact abortion, info kit on women’s health oleh institute for social,studies
anda action,Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi di definisikan sebagai
penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah di buahi
rahim (uterus),sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu.

Aborsi di definisikan sebagai terjadinya keguguran janin, melakukan aborsi


sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tidak menginginkan bakal
bayi yang di kandung itu (Js.Badudu,dan Sultan Mohamad Zair,1996)

Dari segi medis menurut Safoewan aborsi atas indikasi medis disebut juga
aborsi terapeutik, yaitu aborsi yang di lakukan sebelum janin mampu hidup demi
untuk kesehatan ibu:

1. Untuk menyelamatkan jiwa itu.


2. Melindungi kesehatan ibu.
3. Janin cacat berat sehingga tidak mampu hidup.
4. Kehamilan yang tidak mampu hidup.
5. Pengurangan janin pada kehamilan ganda.
6. Kehamilan sangat merugikan kesehatan fisik dan mental ibu
7. Bayi yang akan dilahirkan akan menderita kelainan fisik dan mental,atau
8. Kehamilan sebagai akibat dari perkosaan atau incest.

5
2.2 Jenis-jenis Abortus

Aborsi dapat di bedakan menjadi dua jenis yaitu abortus spontaneous dan
Abortus provocatus. Abortus spontaneous (yang tidak di sengaja) terjadi apabila
ibu mengalami trauma berat akibat penyakit menahun ,kelainan saluran reproduksi,
atau kondisi patologis lainnya. Abortus provocatus (buatan) ialah pengguguran
kandungan yang dilakukan secara sengaja.

Abortus Provacatus ini terdiri dari dua jenis, yaitu abortus artifacalis
therapicus dan abortus provocatus criminalis. Abortus artificalis therapicus adalah
abortus yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis,yakni apabila tindakan
abortus tidak diambil bisa membahayakan jiwa ibu. Sedangkan abortus provocatus
criminalis adalah abortus yang dilakukan untuk melenyapkan janin dalam
kandungan akibat hubungan sexual diluar pernikahan atau mengakhiri kehamilan
yang tidak di kehendaki.

Dampak mengerikan aborsi ilegal menurut Adi Utarani adalah:

1. Jika dilakukan menggunakan alat-alat tidak standar dan tajam misalnya


lidi, ranting pohon, atau yang lainnya ,maka resiko rahim robek atau
luka besar sekali.
2. Rahim yang lebih dari 3 kali di aborsi beresiko jadi kering, infeksi, atau
bahkan memicu tumbuhnya tumor.
3. Aborsi ilegal yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, dapat
menyebabkan proses kuretasi tidak bersih hingga menjadi pendarahan
hebat.
4. Peralatan yang tidak steril akan memicu munculnya infeksi di alat
reproduksi wanita, bahkan sampai ke usus.
5. Bagi pelaku,rasa berdosa yang timbul karena aborsi dapat menyebabkan
mereka menderita depresi, berubah kepribadiannya jadi introvert, serta
tidak bisa menikmati hubungan seksual jika nanti telah menikah

6
6. Jika pelaku aborsi kelak hamil kembali dengan hamil yang
diinginkan,maka kehamilan tersebut akan bermasalah, atau janin dapat
bermasalah pada mata,otak atau alat pencernaan nya.

2.3 Faktor Penyebab melakukan Aborsi

Adapun yang menjadi alasan seorang wanita memilih terminasi kehamilan


atau melakukan aborsi yaitu antara lain :

1. Faktor Ekonomi
Telah cukup anak dan tidak mungkin dapat membesarkan seorang anak lagi.
Dimana dari pihak pasangan suami istri yang sudah tidak mau menambah
anak lagi karena kesulitan biaya hidup. Namun tidak memasang alat
kontrasepsi ,atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
2. Faktor Penyakit Herediter
Janin ternyata telah terekspos oleh substansi teratogenik, dimana ternyata
pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapat
kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik,atau wanita
hamil menderita penyakit jantung yang berat (kronik),serta karena ingin
mencegah lahirnya bayi dengan cacat bawaan.
3. Faktor Psikologis
Seorang yang hamil diluar pernikahan,dimana pada para prempuan korban
pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga
menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest),
atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung,ayah tiri ataupun anggota
keluarga dalam lingkup rumah tangganya. Atau ayah anak yang
dikandungnya bukan suaminya. Dapat juga karena ada masalah dengan
suami.
4. Faktor Usia
Dimana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum
dewasa dan matang secara psikologis karena pihak perempuan nya terlanjur
hamil,harus membangun suatu keluarga yang prematur. Atau ayah anak

7
yang dikandung bukan pria/suami yang diidamkan untuk perkawinan. Atau
merasa terlalu tua/muda untuk memiliki anak.
5. Faktor penyakit ibu
Dimana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi
pencetus ,seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancap
nyawa ibu atau sang ibu terinfeksi HIV.

2.4 Aborsi Menurut Hukum Di Indonesia

Dalam Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat


peraturan yang diperbolehkannya seseorang melakukan aborsi dengan dua syarat:
1. Karena adanya indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan
yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Yang
menjadi sorotan mengenai dekriminalisasi aborsi disini adalah pasal 75
Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan bahwa, pada
dasarnya aborsi dilarang, akan tetapi terdapat pengeculian, yang mana salah
satunya adalah jika kehamilan tersebut akibat perkosaan yang dapat
menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Pasal 75 UU Kesehatan :
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi
2. Larangan sebagimana yang dimaksud pada ayat 1 dapat dikecualikan
berdasarkan :
a. Indikasi kedaruratan medis yang di deteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibudan / janin, yang
menderita penyakit berat / cacat bawaan maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut, hidup diluar
kandungan,atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan / penasihatan pra tindakan dan diakhiri

8
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan,sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 diatur dengan
peraturan pemerintah.

Pasal 31 Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2014:

1. Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan :


a. Indikasi kedarutan medis
b. Kehamilan akibat perkosaan
2. Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaiman dimaksud pada Ayat
1 huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama
berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Pasal 34 Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2014:

1. Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31


ayat 1 huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa
adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
2. Kehamilan akibat perkosaan sebagaiman dimaksud pada ayat 1
dibuktikan dengan:
a. Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang
dinyatakan oleh surat keterangan dokter dan
b. Keterangan penyidik,psikolog, dan atau ahli lain mengenai
adanya dugaan perkosaan.

Pasal 194 UU Kesehatan :

“ Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai


dengan ketentuan sebgaiman dimaksud dalam pasal 75 ayat 2
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda
paling banyak 1 miliar”.

9
Pasal 299 :

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau


menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau
ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau pidana denda paling banyak empat
puluh lima ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan,
atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau
kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru-obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk
melakukan pencarian itu.
Pasal 346 :
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun. “
Pasal 347 :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
dikenakan
pidana penjara paling lama lima belas tahun

Pasal 348:
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

10
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 :
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
Pasal 347 dan Pasal 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

2.5 Aborsi Menurut Pandangan Agama


a. Aborsi di Pandang dari Segi Agama Hindu
Aborsi dalam Theology Hinduisme tergolong pada perbuatan yang
disebut“Himsa karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang
disejajarkan denga membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Membunuh
dalam pengertian yang ebih dalam sebagai “menghilangkan nyawa”
mendasari falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat
pada jabang bayi sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum
sempurna seperti tubuh manusia. Segera setelah terjadi pembuahan
di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa Hyang Widhi. Dalam
“Lontar Tutur Panus Karma”, penciptaan manusia yang utuh
kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya
sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”. Selanjutnya Lontar itu
menuturkan bahwa Kanda-Pat yang artinya “empat-teman” adalah:
I Karen, sebagai calon ari-ari; I Bra, sebagai calon lamas; I Angdian,
sebagai calon getih; dan I Lembana, sebagai calon Yeh-nyom.
Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-Pat berubah
nama menjadi masing-masing: I Anta, I Preta, I Kala dan I Dengen.
Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan sebagai :
Ari-ari, Lamas, Getih dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya
“saudara yang selalu membujang” adalah kekuatan-kekuatan Hyang

11
Widhi yang tidak berwujud. Jika Kanda-Pat bertugas memelihara
dan membesarkan jabang bayi secara phisik, maka Nyama Bajang
yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan atma
atau roh dalam tubuh bayi.
Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan
menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hindu antara lain Rgveda
1.114.7 menyatakan: “Ma no mahantam uta ma no arbhakam”
artinya: Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi.
Atharvaveda X.1.29: “Anagohatya vai bhima” artinya: Jangan
membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan Atharvaveda X.1.29: “Ma
no gam asvam purusam vadhih” artinya: Jangan membunuh manusia
dan binatang. Dalam ephos Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk
Asvatama hidup 3000 tahun dalam penderitaan, karena Asvatama
telah membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan istri-istri
keturunan Pandawa, serta membuat istri-istri itu mandul selamanya.
Pembuahan sel telur dari hasil hubungan sex lebih jauh ditinjau
dalam falsafah Hindu sebagai sesuatu yang harusnya disakralkan dan
direncanakan. Baik dalam Manava Dharmasastra maupun dalam
Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut Hindu
adalah “Dharmasampati” artinya perkawinan adalah sakral dan suci
karena bertujuan memperoleh putra yang tiada lain adalah re-
inkarnasi dari roh-roh para leluhur yang harus lahir kembali
menjalani kehidupan sebagai manusia karena belum cukup suci
untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah Theology Hindu
disebut sebagai “Amoring Acintya”. Oleh karena itu maka suatu
rangkaian logika dalam keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai
berikut : Perkawinan (pawiwahan) adalah untuk syahnya suatu
hubungan sex yang bertujuan memperoleh anak. Gambaran ini dapat
ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan melakukan
hubungan sex hanya untuk kesenangan belaka.Prilaku manusia
menurut Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri,

12
termasuk pula pengendalian diri dalam bentuk pengekangan hawa
nafsu.Pasangan suami-istri yang mempunyai banyak anak dapat
dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan pengendalian nafsu
sex, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak
dalam batas perencanaan yang baik.Sakralnya hubungan sex dalam
Hindu banyak dijumpai dalam Kamasutra. Antara lain disebutkan
bahwa hubungan sex hendaknya direncanakan dan dipersiapkan
dengan baik, misalnya terlebih dahulu bersembahyang memuja dua
Deva yang berpasangan yaitu Deva Smara dan Devi Ratih, setelah
mensucikan diri dengan mandi dan memercikkan tirta pensucian.
Hubungan sex juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram,
damai dan penuh kasih sayang. Hubungan sex yang dilakukan dalam
keadaan sedang marah, sedih, mabuk atau tidak sadar, akan
mempengaruhi prilaku anak yang lahir kemudian.
Oleh karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan
dilakukan semata-mata untuk memperoleh anak, jelaslah sudah
bahwa aborsi dalam Agama Hindu tidak dikenal dan tidak
dibenarkan.

b. Aborsi di Pandang dari Segi Agama Islam


Pengertian Aborsi Menurut Syariat :
Dalam istilah syari’at, aborsi adalah kematian janin atau keguguran
sebelum sempurna, walaupun janin belum mencapai usia enam
bulan. Dapat disimpulkan bahwa aborsi secara syari’at tidak melihat
kepada usia kandungan, namun melihat kepada kesempurnaan
bentuk janin tersebut.
Pandangan Agama Islam Tentang Aborsi :
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunyaEmansipasi
Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi
dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika
dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan

13
masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan
keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelumditiupkannya ruh.Sebagian memperbolehkan dan
sebagiannya mengharamkannya.
Pendapat yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh,
antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An
Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa.
Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin
sedang mengalami pertumbuhan.Pendapat yang disepakati fuqoha,
yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah
ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa
peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan.Maka
dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram,
karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini
termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara
lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
َ‫سانا ِ َوال‬ َ ْ‫ع َل ْي ُك ْم أَالَّ ت ُ ْش ِر ُكوا ِبه ِِ ِِ َشيْئا ِ َو ِب ْال َوا ِلدَي ِْن ِإح‬ َ ‫قُ ْل ت َ َعالَ ْوا أَتْ ُل َما َح َّر َم َربُّ ُك ْم‬
َ َ‫ظ َه َر ِم ْن َها َو َما ب‬
َ‫طن‬ َ ‫ش َما‬ َ ‫اح‬ِ ‫تَ ْقتُلُوا أ َ ْوالَدَ ُك ْم ِم ْن إِ ْمالَق ِنَحْ نُ ن َْر ُزقُ ُك ْم َوإِيَّا ُه ْم َوالَ ت َ ْق َربُوا ْالفَ َو‬
َ‫صا ُك ْم بِه ِِ ِِ لَعَلَّ ُك ْم ت َ ْع ِقلُون‬ ِ ‫َّللاُ إِالَّ بِ ْال َح‬
َّ ‫ق ذَ ِل ُك ْم َو‬ َّ ‫س الَّتِي َح َّر َم‬
َ ‫َوالَ ت َ ْقتُلُوا النَّ ْف‬
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu
oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada
mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang
keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar
[518]". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami (nya).

14
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada
kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam
keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan
pembunuhan yang diharamkan Islam.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin
40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam,
maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia
membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya,
penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.Lalu
malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia
(akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka
Allah kemudian memberi keputusan…” [HR. Muslim dari Ibnu
Mas’ud r.a.].
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan
janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah
melewati 40 atau 42 malam.Dengan demikian, penganiayaan
terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah
mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya
(ma’shumud dam).Tindakan penganiayaan tersebut merupakan
pembunuhan terhadapnya.
Jadi, siapa saja yang melakukan aborsi baik dari pihak ibu, bapak
maupun tenaga kesehatan.Berarti mereka telah berbuat dosa dan
telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran
diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau
perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor
onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam
masalah tersebut. Rasulullah Saw bersabda:
“Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari
seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati,
dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau

15
perempuan…” [HR. Bukhari danMuslim, dari Abu Hurairah
r.a.](Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari,
maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan
bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia
masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah),
belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri
minimal sebagai manusia.
Pendapat yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara
lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al
Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut,
mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak
bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah
haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang
mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru
yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan
dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika
aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi
dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang
atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta
Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al
Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,
halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang
Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin,
1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi
Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak
pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah
ada kehidupan pada kandungan, adalahpendapat yang tidak
kuat.Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah
pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel

16
sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur,
meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah)
menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al
Marksiyah(1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada
organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri
adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita,
membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan
pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang
masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan,
sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan,
niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma.
Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan
sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanyaada setelah
pembuahan.
‫س الَّتِي َح َّر َم َّللاُ ِإالَّ ِبال َحق‬
َ ‫َوالَ ت َ ْقتُلُواْ النَّ ْف‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. “
(Q.S. Al Israa’: 33)
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap
penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter
yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut
ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus.
Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan
mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan
kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai
firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
(Qs. al-Maa’idah [5]: 32).

17
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya
pengobatan.Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan
umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan
penyakit, Dia ciptakan pula obatnya.Maka berobatlah kalian!” [HR.
Ahmad].
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka
dipilih yang lebih ringan madharatnya.”(Abdul Hamid Hakim,
1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al
Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan
kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam
hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Hal ini harus
dapat dipastikan secara medis. Karena syariat memandang sang ibu
sebagai akar pohon dan sang janin sebagai cabangnya. Dalam Islam
dikenal prinsip al ahamm wa al muhimmn (yang lebih penting dan
yang penting), dalam kasus ini dapat diartikan “mengambilan yang
lebih kecil buruknya dari dua keburukan”. Di Indonesia yang
dimaksud dengan indikasi medis adalah demi menyelamatkan
nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli
kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung
jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis
lain,agama, hukum, psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau
keluarga terdekat.
4. Dilakukandi sarana kesehatan yang memiliki
tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.

18
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.
Sedangkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia yaitu menurut
Undang-Undang abortus 1967 mengatakan bahwa seorang wanita
tidak boleh dijatuhi hukuman bila ia mengakhiri kehamilan dengan
bantuan tenaga medis yang sudah mempunyai izin bila tenaga medi
tersebut memang melakukan abortus atas dasar yang baik dengan
syarat sebagai berikut:
1. Bahwa melanjutkan kehamilan dapat membahayakan kehidupan
wanita hamil tersebut, atau dapat mengganggu kesehatan mental dan
fisik.
2. Ada resiko yang cukup hebat bahwa bila bayi diahirkan , bayi
mungkin mengalami cacat fisik atau mental yang cukup parah.
Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu
pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan
kandungannya juga suatu mafsadat. Namun menggugurkan
kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada
menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya
terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al
Baghdadi, 1998).

c. Aborsi di Pandang dari Segi Agama Kristen Protestan


Dalam Alkitab dikatakan dengan jelas betapa Tuhan sangat
tidak berkenan atas pembunuhan seperti yang dilakukan dalam
tindakan aborsi.
Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu
belum memiliki nyawa.
Yer 1:5 ~ “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu,
Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari
kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan
engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”

19
Kej 16:11; Kej 25:21-26; Hos 12:2-3; Rom 9:10-13; Kel 21-22; Yes
7:14; Yes 44:2,24; Yes 46:3; Yes 49:1-2; Yes 53:6; Ayb 3:11-
16; Ayb 10:8-12; Ef 1:4; Mat 25:34; Why 13:8; Why 17:8
Hukuman bagi para pelaku aborsi sangat keras.
Kel 21:22-25 ~ Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka
tertumbuk kepada seorang perempuan yang sedang mengandung,
sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan
yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang
dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus
membayarnya menurut putusan hakim. Tetapi jika perempuan itu
mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus
memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi,
tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti
luka, bengkak ganti bengkak.
Aborsi karena alasan janin yang cacat tidak dibenarkan Tuhan.
Yoh 9:1-3 ~ Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang
buta sejak lahirnya. Murid-muridNya bertanya kepadaNya: “Rabi,
siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya,
sehingga ia dilahirkan buta?"” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan
juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus
dinyatakan di dalam dia…”
Kis 17:25-29; Mzm 94:9; Rom 8:28; Im 19:14; Yes 45:9-12
Aborsi karena ingin menyembunyikan aib tidak dibenarkan
Tuhan.
Kej 19:36-38 ~ Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah
mereka. Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan
menamainya Moab; dialah bapa orang Moab yang sekarang. Yang
lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya
Ben-Ami; dialah bapa bani Amon yang sekarang.
Kej 50:20; Rom 8:28

20
Tuhan tidak pernah memperkenankan anak manusia dikorbankan.
Apapun alasannya.
Kel 1:15-17 ~ Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan
yang menolong perempuan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang
lain bernama Pua, katanya: “Apabila kamu menolong perempuan
Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak
itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika
anak perempuan, bolehlah ia hidup.” Tetapi bidan-bidan itu takut
akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir
kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup.
Yeh 16:20-21; Yer 32:35; Mzm 106:37-42 ; II Raj 16:3;
17:17 ; 21:6 ; Ul 12:31; 18:10-13;Im 18:21, 24 dan 30
f. Anak-anak adalah pemberian Tuhan. Jagalah sebaik-baiknya.
Kej 30:1-2 ~ Ketika dilihat Rahel, bahwa ia tidak melahirkan anak
bagi Yakub, cemburulah ia kepada kakaknya itu, lalu berkata kepada
Yakub: “Berikanlah kepadaku anak; kalau tidak, aku akan
mati.” Maka bangkitlah amarah Yakub terhadap Rahel dan ia
berkata:” Akukah pengganti Allah, yang telah menghalangi engkau
mengandung?”
Mzm 127:3-5 ~ Sesungguhnya, anak laki-laki adalah milik pusaka
dari pada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti
anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada
masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung
panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu,
apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang.

d. Aborsi di Pandang dari Segi Agama Buddha


Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan
pengguguran kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah
ada dalam rahim seorang ibu.Dari sudut pandang Buddhis aborsi
bisa di toleransi dan dipertimbangkan untuk dilakukan.Agama

21
Buddha, umat Buddha terdiru dari dua golongan yaitu pabbajita dan
umat awam.Seorang pabbajita mutlak tidak boleh melakukan aborsi
karena melanggar vinaya yaitu parajjika.Tetapi sebagai umat awam
aborsi boleh dilakukan dengan alasan yang kuat.Misal janin dalam
kandungan dalam kondisi abnormal yang dapat membahayakan
kesehatan ibu bahkan dapat mengancam keselamatan ibu.Aborsi
dalam agama Buddha merupakan suatu pembunuhan yang tidak
diperbolehkan yang dapat menimbulkan karma buruk.Tetapi agama
Buddha tidak melarang secara multak orang yang melakukan
aborsi.Dengan alasan yang sangat kuat aborsi dapat dilakukan
dengan berbagai pertimbangan.Hal terbaik untuk tidak melakukan
aborsi adalah menghindari terjadinya aborsi misal tidak melakukan
hubungan seks bebas yang bisa memungkinkan terjadinya aborsi.
Dalam kasus lain yang tidak dapat dihindari untuk terjadinya aborsi
boleh dilakukan dengan alasan tidak ada cara lain yang terbaik dan
dengan alasan yang sangant kuat. Aborsi boleh dilakukan dengan
kondisi yang sangat sulit akan tetapi seminimal mungkin untuk
menghindari terjadinya aborsi karena dalam agama buddha aborsi
merupakan suatu pembunuhan yang tidak diperbolehkan karena
menghilangkan nyawa suatu mahluk yang mengakibatkan karma
buruk.
Dalam agama budha perlakuan aborsi tidak dibenarkan karena suatu
karma harus diselesaikan dengan cara yang baik, jika tidak maka
akan timbul karma yang lebih buruk lagi.
Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup :
a. Mata utuni hoti: masa subur seorang wanita
b. Mata pitaro hoti: terjadinya pertemuan sel telur dan sperma
c. Gandhabo paccuppatthito: adanya gandarwa, kesadaran
penerusan dalam
siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran
ajal (cuti citta), yang memiliki energi karma

22
Dari penjelasan di atas agama Buddha menentang dan tidak
menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila
Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata. Suatu
pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut:
a) Ada makhluk hidup (pano)
b) Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c) Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
d) Melakukan pembunuhan (upakkamo)
e) Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)
Apabila terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan,
maka telah terjadi pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila
berhubungan erat dengan karma maka pembunuhan ini akan
berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung pada kekuatan
yang mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya
pelaku saja yang melakukan tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga
melakukan hal yang sama. Bagaimanapun mereka telah melakukan
tindak kejahatan dan akan mendapatkan akibat di kemudian hari.
3. Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan
wanita yang membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul
serta membunuh tanpa belas kasihan kepada makhluk hidup, akibat
perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan kembali
sebagai manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya
tidaklah akan panjang".

a. Aborsi di Pandang dari Segi Agama Kristen Katolik

Bagaimana memelihara hidup sebelum lahir dan menjelang


ajalnya?Di sini kita juga harus terus menerus mencari jalan agar
dapat menyelesaikan konflik secara manusiawi. Pada saat-saat akhir

23
hidup, rasa hormat akan hidup mungkin bertentangan dengan rasa
iba karena menyaksikan penderitaan yang membuat hidup itu
kelihatan tak-bernilai lagi, sampai orang – dengan eutanasia –
mempercepat kematian guna membebaskan sesama dari
penderitaannya. Masa awal hidup, yaitu masa hidup dalam
kandungan, mempunyai arti yang khas, baik bagi bayi maupun bagi
ibunya.Hidup manusia baru itu berelasi dengan ibunya dan relasi itu
meliputi dimensi-dimensi biologis, medis, psikologis, dan juga
pribadi. Anak di dalam kandungan “menerima hidup” seluruhnya
dari ibunya yang “memberikan” hidup, dan justru relasi erat itu dapat
menimbulkan bermacam-macam konflik, yang sering berakhir
dengan pengguguran (aborsi).
Mengenai pengguguran, tradisi Gereja amat jelas, Mulai dari abad-
abad pertama sejarahnya, Gereja membela hidup anak di dalam
kandungan, juga kalau (seperti dalam masyarakat Romawi abad
pertama dan kedua) pengguguran diterima umum dalam
masyarakat.Orang Kristen selalu menentang dan melarang
pengguguran. Konsili Vatikan II masih menyebut pengguguran
suatu “tindakan kejahatan yang durhaka”, sama dengan pembunuhan
anak. “Sebab Allah, Tuhan kehidupan; telah mempercayakan
pelayanan mulia melestarikan hidup kepada manusia, untuk
dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan sejak
saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat.” (GS 51)
Menurut ensiklik Paus Paulus VI, Humanae Vitae (1968)
pengguguran, juga dengan alasan terapeutik, bertentangan dengan
tugas memelihara dan meneruskan hidup (14).Dalam ensiklik Paus
Yohanes Paulus II, Veritatis Splendor (1993), pengguguran
digolongkan di antara “perbuatan-perbuatan yang – lepas dari
situasinya – dengan sendirinya dan dalam dirinya dan oleh karena
isinya dilarang keras”. Gaudium et Spes menyatakan, “Apa saja
yang berlawanan dengan kehidupan sendiri, bentuk pembunuhan

24
yang mana pun juga, penumpasan suku, pengguguran, eutanasia, dan
bunuh diri yang sengaja; apa pun yang melanggar keutuhan pribadi
manusia, seperti … penganiayaan, apa pun yang melukai martabat
manusia … : semuanya itu sudah merupakan perbuatan keji,
mencoreng peradaban manusia : .. sekaligus sangat bertentangan
dengan kemuliaan Sang Pencipta.” (GS 27; VS 80).
Kitab Hukum Kanonik mengenakan hukuman ekskomunikasi
pada setiap orang yang aktif terlibat dalam “mengusahakan
pengguguran kandungan yang berhasil” (KHK kan. 1398).
Hukuman itu harus dimengerti dalam rangka keprihatinan Gereja
untuk melindungi hidup manusia. Sebab hak hidup “adalah dasar dan
syarat bagi segala hal lain, dan oleh karena itu harus dilindungi lebih
dari semua hal yang lain. Masyarakat atau pimpinan mana pun tidak
dapat memberi wewenang atas hak itu kepada orang-orang tertentu
dan juga tidak kepada orang lain” (Kongregasi untuk Ajaran
Iman, Deklarasi mengenai Aborsi, 18 November 1974, no. 10). “Hak
itu dimiliki anak yang baru lahir sama seperti orang dewasa.Hidup
manusia harus dihormati sejak saat proses pertumbuhannya mulai”
(no. 11).
Manusia dalam kandungan memiliki martabat yang sama seperti
manusia yang sudah lahir. Karena martabat itu, manusia mempunyai
hak-hak asasi dan dapat mempunyai segala hak sipil dan gerejawi,
sebab dengan kelahirannya hidup manusia sendiri tidak berubah,
hanya lingkungan hidupnya menjadi lain. Kendati anak baru mulai
membangun relasi sosial setelah kelahiran, namun sudah dalam
kandungan berkembanglah kemampuannya untuk relasi
pribadi.Baru sesudah kelahirannya, manusia menjadi anggota
masyarakat hukum. Namun juga sebelum lahir, ia adalah individu
unik, yang mewakili seluruh “kemanusiaan” dan oleh sebab itu patut
dihargai martabatnya. Keyakinan-keyakinan dasar ini makin berlaku
bagi orang yang percaya, bahwa setiap manusia diciptakan oleh

25
Allah menurut citra-Nya, ditebus karena cinta kasih-Nya, dan
dipanggil untuk hidup dalam kesatuan dengan-Nya.“Allah
menyayangi kehidupan” (KWI, Pedoman Pastoral tentang
Menghormati Kehidupan, 1991). Artinya: setiap manusia disayangi-
Nya. Maka sebetulnya tidak cukuplah mengakui “hak” hidup
manusia dalam kandungan; hidup manusia harus dipelihara supaya
dapat berkembang sejak awal.
Kapankah mulai hidup seorang manusia sebagai individu dan
pribadi?Pertanyaan itu mendapat bermacam-macam jawaban yang
berbeda-beda dari zaman ke zaman, sesuai dengan pengetahuan
medis dan sesuai dengan keyakinan filsafat dan religius yang
berbeda-beda.Banyak orang menilai hidup sesudah kelahiran lebih
tinggi daripada sebelumnya (sebab anak yang belum lahir belum
“dilihat”), namun tetap dikatakan, bahwa hidup “harus dihormati
sejak saat mulai pertumbuhannya”. Manusia menjadi manusia dalam
suatu proses pertumbuhan, dan dalam proses itu, dibedakan beberapa
“saat” yang menonjol. Pada saat pembuahan (yakni persatuan sel
telur dan sperma) mulailah suatu makhluk baru, yang mulai hidup
dengan identitas genetik tersendiri; namun sampai saat embrio
bersarang dalam kandungan (nidasi) kira-kira 40% embrio gugur.
Individualitas menjadi makin jelas, pada saat bila tidak bisa menjadi
kembar lagi (twinning) atau sudah tidak mungkin lagi dua kumpulan
sel menjadi satu kembali (reconjunction), dan bila mulai
berkembang (sumsum) tulang punggung. Karena otak mutlak perlu
untuk perbuatan-perbuatan personal, maka ada yang berpendapat,
bahwa sebelum struktur otak terbentuk (yang terjadi antara hari ke-
15 sampai ke-40), tidak tepat memandang embrio sebagai manusia
yang berpribadi.Jelaslah, bahwa semua pendapat ini tidak hanya
bersandar pada alasan medis dan biologis, melainkan juga berlatar-
belakang suatu gambaran manusia yang tertentu. Tambah pula,
istilah-istilah seperti “manusia”, “individual” dan “personal” belum

26
tentu punya arti yang sama. Kiranya semua menyetujui yang
dikatakan dalamDeklarasi mengenai Aborsi oleh Kongregasi untuk
Ajaran Iman (1974), “Dengan pembuahan sel telur sudah dimulai
hidup yang bukan lagi bagian dari hidup ayah atau ibunya,
melainkan adalah hidup manusia baru, dengan pertumbuhannya
sendiri.” Namun tidak semua sependapat bahwa hidup yang
bertumbuh itu harus dilindungi dengan cara yang sama, mulai dari
tahap pertama perkembangannya. Tetapi Gereja menuntut, supaya
hidup manusia dilindungi seluas-luasnya sejak saat pembuahan,
justru karena tidak mungkin ditetapkan dengan tegas kapan mulailah
hidup pribadi manusia.“Kehidupan manusia sejak saat pembuahan
adalah suci” (KWI).
Sebab itu, moral Katolik memegang teguh keyakinan, bahwa begitu
hidup pribadi manusia dimulai, pembunuhan sebelum kelahiran
dinilai sama seperti pembunuhan setelah kelahiran. Pengguguran
dinilai sehubungan dengan larangan membunuh manusia.Namun
larangan membunuh, biarpun berlaku universal, berlaku tidak tanpa
kekecualian.Hidup manusia adalah nilai paling fundamental, namun
bukan nilai yang paling tinggi.Hidup manusia dapat dikurbankan
demi nilai yang lebih tinggi dan yang lebih mendesak – sebagaimana
jelas dari uraian teologi moral mengenai “hukuman mati”. Maka,
tidak sedikit ahli teologi moral Katolik yang berpendapat bahwa
kalau ada seorang ibu yang tidak mungkin diselamatkan, bila
kehamilan berlangsung terus dan kalau anak dalam kandungan oleh
karena penyakit sang ibu juga tidak mampu hidup sendiri di luar
kandungan, dalam konflik itu hidup ibu yang mesti berlangsung
terus harus diselamatkan biarpun oleh karenanya hidup anak tidak
mungkin diselamatkan. Pokoknya, hidup harus dipelihara! Kalau
tidak mungkin hidup ibu dan anak, sekurang-kurangnya satu yang
hidup terus!

27
Namun kiranya jarang terjadi bahwa pengguguran menjadi satu-
satunya jalan untuk memelihara hidup. Jauh lebih sering terjadi
konflik lain, seperti kehamilan di luar nikah yang menjadi beban
psikis bagi ibu dan keluarganya. Jelas sekali, bahwa konflik seperti
itu tidak dapat diselesaikan dengan pengguguran.Dalam hal ini harus
dituntut sikap wajar dan manusiawi dari lingkungan, dan dari
tempat-tempat pendidikan serta tempat kerja.Kewajiban mereka
ialah membantu orang yang hamil di luar nikah, bukan
menghukumnya. Hal yang sama berlaku, bila pemeriksaan medis
sebelum kelahiran memperlihatkan, bahwa anak yang akan lahir itu
cacat. Sudah barang tentu, demi cacatnya, anak tidak boleh dibunuh,
baik setelah maupun sebelum lahir, Konflik yang dialami oleh
keluarga yang menantikan kelahiran seorang anak cacat, hendaknya
diatasi dengan bantuan sosial dan dengan konseling, pribadi dan
resmi, sipil dan gerejawi. Konflik hidup hanya dapat diselesaikan
dengan membantu hidup!
Di Indonesia pengguguran terlarang oleh Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana pasal 346-349, yang untuk itu juga ditetapkan
hukuman yang berat.Hukum Pidana mau melindungi hidup sejak
awal. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kesehatan
(1992) tampaknya ingin mengaturkonflik:
“Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa
ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis
tertentu.” Aturannya memang tidak jelas, karena menampung
banyak pendapat yang berbeda-beda; dan pada umumnya
dipertanyakan, adakah hukum aborsi masih efektif membantu orang
dalam konflik atau melindungi hidup dalam kandungan.
Kini makin meluaslah pendapat bahwa hidup hanya diterima kalau
direncanakan dan sebagaimana direncanakan. Para dokter dan
petugas medis sering dihadapkan dengan permintaan untuk
membunuh anak yang ”di luar rencana”, padahal merekalah “wakil

28
dan wali kehidupan” dalam masyarakat. Bagaimana mendukung dan
membela hidup dalam suasana “hidup berencana”?Tugas membela
dan melindungi hidup tidak dapat dibebankan seluruhnya kepada ibu
yang hamil saja.Dan tidak pada tempatnya menilai, apalagi
mengutuk seorang ibu yang ternyata menggugurkan anak¬nya.Tidak
ada orang yang menggugurkan kandungan karena senang
membunuh, melainkan karena mengalami diri terjepit dalam
konflik.Konflik hidup hanya diatasi dengan bantuan praktis. Bila ada
orang merasa harus menggugurkan kandungan atau telah
melakukannya – karena alasan apa pun – orang itu hendaknya diberi
pendampingan manusiawi agar dapat kembali menghargai hidup.
Masalah pengguguran hanya nyata bagi ibu yang hamil.

2.6 Abortus dipandang dari kode etik


a. Autonomy
Didalam kasus tertera bahwa perawat memberikan kebebasan kepada
klien untuk menentukan keputusan berdasarkan rencana yang mereka
pilih.
b. Beneficience
Perawat bertanggung jawab melakukan pelayanan yang terbaik dalam
mengambil keputusan dan menguntungkan klien untuk menghindari
hal yang merugikan klien.
c. Veracity
Dalam kasus tersebut perawat sudah memberikan penjelasan secara
luas keadaan gangguan kehamilan atau tidak ada masalah yang ditutup
tutupi kepada klien tentang masalah kehamilan yang terjadi pada klien.
d. Confidentiality
Perawat harus tetap menjaga rahasia atau menjaga privasi masalah
klien serta tidak menyebar aib kepada orang lain.

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah kiranya ditarik kesimpulan sebagai


berikut:

1. Aborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi provokatus
(buatan). Aborsi provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat
golongkan menjadi dua, yaitu aborsi provokatus terapetikus (buatan
legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).

2. Dalam perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi


terdapat dalam dua undang-undang yaitu KUHP & UU Kesehatan.

3. Dalam KUHP & UU Kesehatan diatur ancaman hukuman melakukan


aborsi (pengguguran kandungan, tidak disebutkan soal jenis aborsinya),
sedangkan aborsi buatan legal (terapetikus atau medisinalis), diatur
dalam UU Kesehatan.

4. Penghayatan & pengamalan sumpah profesi & kode etik masing-masing


tenaga kesehatan, secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya
aborsi buatan ilegal, lebih lagi jika diikuti dengan pendalaman &
pemahaman ajaran agama masing-masing.

B. Saran

Mudah-mudahan dengan makalah ini kita dapat lebih memahami dan


mengetahui tentang aborsi. Sehingga kita tidak sampai melakukan tindakan
aborsi karena tindakan tersebut selain malanggar hukum, baik hukum agama
maupun hukum perdata, juga mempunyai banyak resiko atau akibat dari
perbuatan aborsi.

30
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Ahmad. Lucianawaty, Mercy. Hanifah, Laily. Bernadette, Nur. 2002.


Aborsi di Indonesia.

Winkjosastro, hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP

Morgan, geri & Carole hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka.

Prawirohardjo, sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT. Bina Pustaka.

31

Anda mungkin juga menyukai

  • Simulasi tk.3 Soal 20
    Simulasi tk.3 Soal 20
    Dokumen132 halaman
    Simulasi tk.3 Soal 20
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Rumusan Masalah
    Rumusan Masalah
    Dokumen8 halaman
    Rumusan Masalah
    Ibas Focus
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Pra Skrining Perkembangan KPSP PDF
    Kuesioner Pra Skrining Perkembangan KPSP PDF
    Dokumen25 halaman
    Kuesioner Pra Skrining Perkembangan KPSP PDF
    Imron
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang Proposal
    Latar Belakang Proposal
    Dokumen20 halaman
    Latar Belakang Proposal
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • KASUS UPRAK Initial Assessment
    KASUS UPRAK Initial Assessment
    Dokumen1 halaman
    KASUS UPRAK Initial Assessment
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • LATAR BELAKANG PENELITIAN
    LATAR BELAKANG PENELITIAN
    Dokumen15 halaman
    LATAR BELAKANG PENELITIAN
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Surat Pemberitahuan Ke 2 Update Biodata Terkait Subsidi Kuota
    Surat Pemberitahuan Ke 2 Update Biodata Terkait Subsidi Kuota
    Dokumen8 halaman
    Surat Pemberitahuan Ke 2 Update Biodata Terkait Subsidi Kuota
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Biosatistik Rina Riyana
    Biosatistik Rina Riyana
    Dokumen6 halaman
    Biosatistik Rina Riyana
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Idk Sistem Pencernaan
    Idk Sistem Pencernaan
    Dokumen3 halaman
    Idk Sistem Pencernaan
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Saraf
    Saraf
    Dokumen26 halaman
    Saraf
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Makalah LP Waham
    Makalah LP Waham
    Dokumen39 halaman
    Makalah LP Waham
    Martha Ayu Agustin
    Belum ada peringkat
  • RPS ANAK II (Revisi)
    RPS ANAK II (Revisi)
    Dokumen20 halaman
    RPS ANAK II (Revisi)
    Dewi
    Belum ada peringkat
  • Kewirausahaan
    Kewirausahaan
    Dokumen36 halaman
    Kewirausahaan
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Holistic Care
    Holistic Care
    Dokumen13 halaman
    Holistic Care
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Askep Waham Fix
    Askep Waham Fix
    Dokumen26 halaman
    Askep Waham Fix
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Askep Anak Tipoid
    Askep Anak Tipoid
    Dokumen26 halaman
    Askep Anak Tipoid
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Agama
    Agama
    Dokumen4 halaman
    Agama
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Farmakologi
    Farmakologi
    Dokumen29 halaman
    Farmakologi
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Pancasila
    Pancasila
    Dokumen14 halaman
    Pancasila
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Saraf
    Saraf
    Dokumen26 halaman
    Saraf
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Idk Sistem Pencernaan
    Idk Sistem Pencernaan
    Dokumen3 halaman
    Idk Sistem Pencernaan
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Anemia A
    Anemia A
    Dokumen12 halaman
    Anemia A
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Sap DHF
    Sap DHF
    Dokumen15 halaman
    Sap DHF
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Peran Perawat
    Peran Perawat
    Dokumen2 halaman
    Peran Perawat
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Dokumen23 halaman
    Bab I Pendahuluan
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Askep PID
    Askep PID
    Dokumen22 halaman
    Askep PID
    Nurmila Hikmah
    100% (5)
  • Hipertensii
    Hipertensii
    Dokumen26 halaman
    Hipertensii
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • BAB I Asli
    BAB I Asli
    Dokumen28 halaman
    BAB I Asli
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • Ca Paru Jurnal
    Ca Paru Jurnal
    Dokumen20 halaman
    Ca Paru Jurnal
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat
  • BAB I Asli
    BAB I Asli
    Dokumen32 halaman
    BAB I Asli
    Verra Juliani Lathifah
    Belum ada peringkat