Anda di halaman 1dari 4

Tugas Dari Dosen

Cerpen Karangan: Lili Shofia Nurimani


Kategori: Cerpen Cinta Pertama
Lolos moderasi pada: 27 March 2019

Saat Bunga sedang di perpustakaan untuk mencari buku untuk melengkapi tugas yang diberikan
oleh dosennya, tanpa sengaja dia menabrak seorang pria lalu buku yang dipegangnya terjatuh. Si
pria membantu Bunga mengambil beberapa buku yang terjatu.
“Maaf.. Aku sedang buru-buru” itu yang dapat dikatakan oleh Bunga tanpa sempat melihat
wajah orang yang ditabraknya.
“Buku yang tidak menarik” Itu yang dikatakan si pria misterius yang ditabrak Bunga di
perpustakaan lalu si pria berlalu meninggalkan Bunga.
Bunga tampak tidak asing dengan pria yang ditabraknya di perpustakaan, tanpa pikir panjang
Bunga bergegas mengejar si pria, dengan masih membawa buku yang begitu banyak.
“Apa dia Akbar? Suaranya, rambutnya, tingginya aku mengenalnya.. Tidak salah lagi.” Tanpa
pikir panjang Bunga mengejar si pria dengan meyakini bahwa dia adalah Akbar cinta
pertamanya.
Saat Bunga melihat pria yang diyakini sebagai Akbar cinta pertamanya di sebuah lorong, tiba-
tiba di belakangnya ada seorang pria memanggil orang yang diyakininya sebagai Akbar.
“Maulana, kau mau pergi ke mana? Kau lupa membawa bukumu.” Seru orang itu pada orang
yang diyakini Bunga sebagai Akbar.
“Ah, terima kasih.” jawab pria itu sambil melihat ke arah Bunga dan tersenyum.
“Ternyata bukan Akbar, kenapa aku berfikir bahwa di adalah Akbar? Syukurlah aku tidak
memanggilnya tadi. Tapi kenapa saat mata kami bertemu dia tersenyum? Eh, kenapa aku mikirin
yang tadi? Aku sudah stres kayanya karena banyak tugas.” Pikir Bunga sambil kembali ke
perpustakaan.
Sesampainya di perpustakaan Bunga sesegera mungkin mengerjakan tugas yang diberikan oleh
dosennya. Setelah selesai mengerjakan tugasnya dia pulang ke rumahnya. Di perjalanan pulang
tanpa sengaja dia memikirkan pria yang diyakininya sebagai Akbar, kenapa dia berfikir bahwa
pria tadi adalah Akbar. Namun, saat memikirkan pria tadi Bunga melihat pria itu sedang berdiri
di depan sebuah vila kosong yang dulunya tempat pertama kali Bunga dan Akbar bertemu.
Bunga melihat pria itu dan si pria hanya diam dan pergi menuju halaman belakang vila. Dari
sana Bunga menyadari bahwa pria itu benar-benar Akbar.
“Sekarang aku yakin dia adalah Akbar.” Bunga berlari dengan cepat, dia sangat yakin dengan
perasaannya itu.

Sesampainya Bunga di halaman belakang vila, Bunga melihat pria itu sedang duduk di tempat
dia menunggu orang untuk menyelamatkannya dari insiden penculikan yang menimpanya saat
Bunga duduk di kelas 10 SMK, dan Akbarlah yang telah menyelamatkan Bunga dari insiden
yang menakutkan itu, dengan berani Akbar melepaskan Bunga dari penculik dengan cara
menyelinap ke dalam vila kosong itu. Semenjak itu Bunga sangat merasa berhutang budi pada
Akbar.
“Akbar?” Tanya Bunga dengan sedikit berharap.
“Akbar siapa? Aku Maulana.” Jawab si pria.
“Kalau begitu maafkan aku! Aku telah salah orang.” Baunga meminta maaf dengan wajah merah
karena malu lalu berbalik dan mulai berjalan.
“Apa kamu baik-baik saja?” Tanya si pria sambil tersenyum.
Setelah mendengar pertanyaan si pria Bunga berbalik danberkata,
“Ternyata kamu memang Akbar.” Jawab Bunga dengan penuh keyakinan.
“Hey aku bukan lagi Akbar, sekarang namaku Maulana Arifin.” Jawabnya singkat.
“Pria yang sekarang berada di depanku ini adalah pria yang pertama aku cintai.” Gumam Bunga
di dalam hati.
“Kurasa kau tidak menyadariku selama 5 semester ini, padahal aku langsung mengenalimu saat
hari pertama mulai kuliah. Sungguh konyol.” Sambil tersenyum dan berdiri menghadap Bunga.
“Aku tidak langsung mengenalimu karena kamu berubah, jadi..”
“Kamu juga berubah…” Jawab Maulana singkat.
Bunga hanya dapat terdiam dan menangis, tak menyangka bahwa dia dapat bertemu dengan cinta
pertamanya.
Maulana terlihat kebingungan kenapa Bunga menangis. “Hah, kenapa kamu menangis? Aku
dengar kamu jadi tatib di organisasi Pecinta alam di kampus ini. Kamu memang berubah, aku
ingat waktu SMA kamu pendiam tapi sekarang orang yang paling banyak bicara.” Maulana
mencoba menghibur Bunga.
“Kenapa kamu tidak menyapaku kalau kamu mengenaliku? Aku sudah tidak bertemu denganmu
sejak kelas 11 semester awal karena kamu pindah sekolah dengan mendadak. Selama ini.. ”
Bunga mengatakan itu semua sambil menangis. Lalu Maulana memeluk Bunga dan berkata,
“Maafkan aku, aku tidak bilang kalau aku akan pindah sekolah.” Sambil memeluk Bunga.
“Aku sangat merindukanmu Akbar, selama ini aku mencoba mencari informasi tentang kamu
dari teman-teman, tapi tidak ada yang tahu. Jadi sekarang…” Bunga terus saja menangis sambil
memeluk Maulana.
“Sudah kubilang namaku bukan lagi Akbar, namaku sekarang Maulana. Aku mohon jangan
sebut aku lagi dengan nama itu, itu membuat hatiku sangat sakit.” Maulana menjelaskan pada
Bunga bahwa jangan memangginya lagi dengan nama Akbar.
“Baik aku mengerti. Tapi kenapa kamu tidak langsung bicara padaku saat hari pertama?” Tanya
Bunga sambil Maulana melepaskan pelukannya.
“Ingat saat hari pertama perkenalan di kelas, seselesainya kamu maju ke depan, apa yang kamu
lakukan? Kamu malah tidur saat dosen memanggil namaku.” Dengan wajah sedikit kesal
Maulana menjelaskan semuanya.
“Ternyata itu memang kesalahanku…” Bunga malu dengan kelakuannya di hari pertama masuk
kuliah.
“Tapi aku terkejut dengan perubahan yang terjadi padamu, di hari pertama kamu sudah bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan gila yang berikan dosen dengan lancar. Kamu juga berani
berdebat dengan dosen mengenai materi yang diberikan dengan penjelasan-penjelasan yang
logis.” Maulana mengucapkan itu sambil memandang wajah Bunga.
Wajah Bunga memerah mendengar pujian dari Maulana. Lalu Bunga melihat ke arah Maulana,
ada banyak sekali pertanyaan yang ada di dalam benak Bunga mengenai kenapa Maulana pindah
sekolah, lalu kenapa Maulana merubah namanya.
“Ada apa kamu melihat ke arahku? Apa kamu sedang memikirkan hal berbau nakal?” Tanya
Maulana penuh selidik.
“Apa yang kau katakan? Mana mungkin aku berpikiran hal nakal. Sekarang aku hanya berfikir
apa kamu masih mengingat kenangan indah yang kita alami dulu. Saat kita pertama bertemu di
sini, lalu saat CPD di SMA dulu, aku ingat saat kita satu kelompok tersesat di hutan lalu kakiku
terkilir kamu menggendongku, sungguh kenangan yang indah. Benar kan?” Bunga tersenyum
manis pada Maulana, sambil meneteskan air mata.
“Kamu kenapa menangis, dasar cengeng.” Sambil mengusap air mata yang menetes di pipi
Bunga. “Apa benar itu kenangan indah untukmu?” Tanya Maulana sambil menapat mata Bunga
dalam.
Bunga hanya bisa mengangguk.
“Ternyata begitu. Boleh aku mengantarmu pulang? Ada yang harus aku bicarakan denganmu dan
ibumu?” Tanya Maulana dengan penuh harap.
“Tentu, tapi apa yang mau kau bicarakan dengan ibuku?” Bunga bertanya dengan penuh selidik.
“Nanti aku kasih tahu.” Jawab Maulana singkat.
Sesampainya di rumah Bunga, ibu Bunga tengah asik menonton tv.
“Assalamu’alaikum, bu Bunga udah pulang.” salam Bunga pada ibunya.
“Wa’alaikum Salam. Bunga udah pulang. Kamu pulang sama siapa? Oh nak Akbar.”
“Maaf bu, bukan Akbar tapi Maulana.” Jawab Maulana dengan wajah datar. Lalu Maulana
membuka pembicaraan dengan ibu Bunga soal kedatangannya ke rumah Bunga sambil duduk di
sofa ruang tamu.
“Begini bu, maksud saya datang kesini yaitu untuk bertanya apakah Bunga sudah ada yang
memiliki? Jikalau belum, saya berniat mempersuntingnya. Mungkin ini terdengar sedikit
mendadak tapi saya sudah lama menyukai Bunga.” tanya Maulana pada ibu Bunga dan ibu
Bunga berkata,
“Kalo setahu ibu Bunga belum memiliki pacar selama 4 tahun terakhir ini, Nak Maulana sudah
kerja?” Tanya ibunya Bunga
“Tenang bu, saya sudah buka usaha sejak saya keluar SMA dan alhamdulillah usaha saya telah
berkembang pesat. Insya Allah saya akan bikin anak ibu bahagia.” Jawab Maulana, “Jadi gimana
saya diizinkan untuk mempersunting Bunga?” Tanya Maulana penuh harap.
“Kalo dari ibu mengizinkan, tapi semuanya ada di tanga Bunga. Gimana Bunga kamu mau?”
Tany ibu Bunga dan Bunga mengangguk.
1 minggu setelah itu Bunga dan Maulana melaksanakan lamaran secara resmi lalu 1 bulan
kemudian mereka menikah dan hidup bahagia walaupun kuliah mereka belum selesai.

TAMAT
Cerpen Karangan: Lili Shofia Nurimani
Sebatas Mimpi
Cerpen Karangan: Mhd Aciil Tanjung
Kategori: Cerpen Cinta Segitiga, Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 17 March 2019

“Apa-apaan ini? Aku menangkan Gusti? Tapi mengapa..? Air mata ini.. rasa sakit ini.. tidak
masuk akal!” Gumamku sambil menatap langit Malam. Aku pikir jika seseorang mendapatkan
kemenangan mereka akan merasa bahagia, tapi mengapa aku menangis..? ini aneh sekali.
Aku masih ingat saat dengan sombongnya mengajakmu bertaruh Gusti, Dan aku memenangkan
taruhan kita. Tapi tipuan apa yang kau gunakan? Kenapa dadaku sesak dan aku kehilangan
egoku yang kubanggakan? Aku merasa kosong.
Hari itu aku bertemu dengannya, seorang gadis biasa yang entah apa yang membuatnya begitu
menarik. Aku tidak pernah berfikir untuk menjalin hubungan dengan seseorang, apalagi dengan
seorang wanita. Memikirkan tentang wanita saja sudah membuatku jengkel, mengingat ada
bekas luka yang masih tersisa saat terakhir kali aku menjalin hubungan dengan mereka. Sosok
itu selalu membayangiku, aku menjadi tidak seperti diriku. Aku merasa ini adalah sesuatu yang
berbeda dari hal-hal yang biasa aku temui.

Beberapa waktu aku mulai merasa aneh, semakin hari hasrat di dalam hatiku mulai bergejolak
untuk mencari tahu siapa gadis itu. Aku mulai berfikir untuk mengajaknya berkenalan, tapi aku
masih ragu karena aku tidak terlalu paham soal wanita. Semakin hari bayangnya semakin kuat
tertanam di fikiranku, ini cukup aneh untuk seseorang yang bahkan tidak kukenali.
Malam itu aku bermimpi bercengkrama dengan seseorang, aku tidak begitu mengingatnya
rasanya itu seorang wanita. Aku tidak terlalu memikirkannya karena aku juga punya aktifitas,
aku juga seorang pelajar seperti anak seusiaku pada umumnya. Disela pelajaran aku merasa
bosan dan aku mulai memikirkan hal hal yang aku sukai, tapi entah apa yang membawaku
kembali memikirkan mimpi itu. ”Ah aku ingat siapa dia!” teriakku, perhatian langsung tertuju
padaku. Aku mengabaikan mereka aku hanya memikirkan hal yang baru saja aku temukan.
Aku mengetahui siapa sosok itu, dia anak yang aku lihat saat itu. Aku mulai berfikir untuk
mengajaknya berkenalan, tapi aku masih ragu. Beberapa waktu aku mulai mendapatkan
informasi tentang gadis itu, ternyata dia tidak satu sekolah denganku. Aku juga dapat akun
pribadinya dan aku memutuskan untuk mengirimkan pesan padanya. Ternyata dia memiliki
respon yang baik, dia membalas pesanku. Yah kami mulai saling menjelaskan tentang diri
masing masing saat perkenalan, setelah saling mengenal satu sama lain kami menjadi sering
berkirim pesan. Menurutku dia anak yang cukup baik. “setelah saling mengenal lalu apa?
Lansung mengutarakan perasaanku kepadanya? Orang sinting mana yang mau melakukannya”
pikirku. Aku memutuskan untuk lebih dekat dengannya, setelah mulai dekat aku baru tahu dia
sudah punya kekasih. Hal itu membuatku bimbang untuk kesekian kalinya.
Aku bingung apa yang harus aku lakukan sekarang, haruskah aku lebih mendekatkan jarak
denganya? Atau aku harus pergi dan melupakanya?, Aku mulai berkonsultasi dengan orang
orang di sekitarku dan respon mereka baik. Mereka mengatakan untuk menrebut dia dari
kekasihnya, apakah itu bagus? Tidak!. Kalau kau ingin mengetahui siapa dirimu lihatlah teman
temanmu, teman temanku pada dasarnya adalah orang yang kurang baik secara kepribadian,
begitu pula aku. Jadi tanggapan mereka yah seperti itu. Aku memang orang yang baik secara
sikap, aku tidak religius, tidak suka melakukan hal hal baik, aku lebih suka melakukan hal hal
yang buruk di mata masyarakat karena itu menyenangkan menurutku.
Tapi aku selalu menjaga karakter dan sikapku ketika mengobrol atau mengirim pesan pada gadis
itu aku menjaga imageku di depan dia, agar dia tidak mengganggapku orang yang buruk. Aku
tau tidak menjadi diri sendiri itu salah, tapi inilah caraku agar bisa tetap dekat denganya.
“Daripada aku berpura pura menjadi orang baik, mengapa tidak mencoba berubah menjadi baik
saja?” Gumamku dalam lamunanku. Alasanku memutuskan demikian karena dia selalu
mengingatkanku untuk beribadah, belajar, menjaga kesehatan dan melakukan hal hal yang tidak
keren bagiku. Jika saja orang lain yang menyuruhku melakukannya pasti aku akan bilang “Urus
saja dirimu sendiri, Sialan!”. Tapi dia bisa membuat diriku yang seperti ini luluh.
Aku mulai berpikir baik tentang itu, aku merasa senang bahwa ada juga orang yang bisa
merubahku menjadi lebih baik. Aku rasa mungkin ini cara Tuhan untuk merubahku dangan
menitipkan seseorang yang berarti dalam hidupku. Jika bertemu dengannya adalah takdir maka
aku harus mendapatkanya dan menjadikannya milikku. Dengan sombongnya aku berkata “Hei
Gusti ayo pasang taruhannya!, haha ya ampun gusti jangankan 3 minggu 7 hari pun sudah cukup
untukku mendapatkanya!, Ayo kita lihat takdirMu mengalahkanku atau aku mengalahkan
takdirMu”
Aku mengganggap orang itu spesial, aku sangat senang ketika dia membalas pesan pesanku
walaupun dia tidak membalas pesanku dalam kurun waktu singkat. Hari ke hari aku mulai
merasa tidak enak dengan hal itu, aku merasa perasaannya tidak sama dengan perasaanku. Aku
mulai kesal dengan sifatnya itu, tapi lantas apa hak ku untuk kesal? Aku tidak punya hak untuk
itu. Aku hanya bisa memendam waktu demi waktu. Sampai suatu ketika aku mulai
memberanikan mempertanyakan perasaanya padaku, dan ternyata seperti dugaanku dia hanya
melihatku sebagai kakaknya. Mendengar itu akupun merasa sakit di dadaku, tapi aku
memutuskan untuk tidak menyerah dan berusaha membuat dia memiliki perasaan yang sama
padaku.
Hari ke hari belalu, sosok senja yang sama kulihat setiap harinya. Tidak ada perubahan yang
terjadi tentang kami. Dia masih memiliki sifat itu, sifat yang membuatku tidak enak. Pada hari ke
5 seterah taruhan dimulai, Aku menyatakan perasaanku padanya. Aku mulai bercerita bagaimana
aku dapat mengenalnya, bagaimana aku merubah diriku menjadi orang yang pantas untuknya,
bagaimana dia membuat hariku yang biasa menjadi spesial dan bagaimana orang sepertinya
dapat mengubah duniaku, tapi aku tidak menceritakan apa apa soal mimpi itu. Responnya
mengejutkanku, dia terharu mendengar apa yang aku katakan. Dia merasa senang dapat menjadi
seseorang yang berarti dalam hidupku, dia senang dapat membuatku menjadi seseorang yang
lebih baik. Tapi di antara kami masih ada batas yaitu kekasihnya, Aku memutuskan hari ini
perasaanku akan dipertaruhkan.
“Aku tidak bisa menemani hari harimu lagi, karena perasaanku tidak bisa dibiarkan seperti ini
semakin dekat jarak diantara kita semakin perih rasanya, mengingat kamu juga memiliki seorang
kekasih. Biarkan aku pergi ya? Jika kamu ingin bersamaku maka tinggalkanlah kekasihmu dan
datanglah kepadaku. Aku akan menunggu jawabanmu lusa nanti” pesanku yang kukirimkan
padanya. Hatiku berdebar debar menunggu jawaban darinya, meskipun aku bilang aku akan
pergi tapi aku tidak bisa melakukanya. Dadaku terasa kosong dan hari hariku kembali seperti
dulu, hampa tampa satupun warna didalamnya.
Dua hari berlalu, Aku sudah menunggu saat ini. “Ayo kita mulai Gusti” Ucapku dengan nada
lirih. “Aku tidak bisa memutuskan, kamu memberikan pilihan yang telalu sulit buatku. aku
bimbang aku tidak bisa memilih, aku bimbang. Aku tidak bisa membiarkan kamu pergi, tapi aku
juga tidak bisa meninggalkanya.” Pesan masuk darinya. “Tidak bisa begitu jika aku tetap di sini
aku akan hancur dengan sendirinya, aku akan hancur karena semakin banyak luka yang kau
berikan, aku tidak bisa melihatmu bersama orang lain, apalagi untuk bajingan seperti dia yang
selalu menyianyiakanmu, tapi aku tidak punya hak untuk mencampuri urusan asmaramu. Baiklah
biar aku yang pergi aku rela, jika nanti engkau merasa kosong maka ingat aku pernah hadir
dalam hidupmu sebagai sosok yang bahkan tidak pernah ternilai cintanya untukmu” balasku
“Baiklah jika itu keputusanmu, Jika suatu saat kita bertemu kembali maka ingatlah aku sebagai
seseorang yang pernah kamu cintai. Pada saat itu aku akan berusaha mencintaimu sebaik
mungkin dan tidak akan melepaskanmu” pesan masuk darinya.
Aku menutup ponsel dan mengambil secangkir kopi, lalu menatap ke langit. Langit yang Kelam
diiringi deru angin malam membuatku kembali teringat kenangan pahit yang pernah aku alami.
“Kau tahu kenapa aku menggambil secangkir kopi? Karena inilah hadiah kemenaganku.
Kemenangan pahit melawan takdir, walaupun pahit setiap harinya terasa nikmat. Angin malam
yang kubiarkan membiasi tubuhku sambil meneguk secangkir kopi hitam, Dan dari kopi aku
belajar yang pahit pun belum tentu tidak nikmat” Dengan air mata terurai di pipiku.
“Kau yang hadir menutup luka, malah pergi meniggalkan luka yang lebih dalam”.
Cerpen Karangan: Mhd Aciil Tanjung

Anda mungkin juga menyukai