Anda di halaman 1dari 9

Tabel 2.

1 Dimensi Beban Kerja Mental/Subyektif


SKALA RANTING KETERANGAN
Mental Rendah, Seberapa besar tuntutan aktivitas mental dan
perseptual yang dibutuhkan untuk melihat,
Demand Tinggi mengingat, berfikir, memutuskandan mencari.
(MD) Apakah pekerjaan tersebut sulit, sederhana
atau kompleks?. Longgar atau ketat?.
Physical Rendah, Seberapa besar aktivitas fisik yang
dibutuhkan dalam pekerjaan
Demand Tinggi (misalnya mendorong, menarik, dan
(PD) mengontrol putaran)Apakah pekerjaan
tersebut mudah atau sulit, pelan atau
cepat,tenang atau buru-buru?
Temporal Rendah, Seberapa besar tekanan waktu yang dirasakan
selama pekerjaan berlangsung? Apakah
Demand Tinggi pekerjaan perlahan atau santaiatau cepat dan
(TD) melelahkan?

Performance Baik-Jelek Seberapa besar keberhasilan di dalam


mencapai target pekerjaannya? seberapa puas
(OP) dengan hasil mencapai targettersebut?
Frustation Rendah, Seberapa besar rasa tidak aman, putus asa,
tersinggung, terganggu, dan stress
Level (EF) Tinggi dibandingkan dengan perasaan aman,
puas, cocok, nyaman, dan kepuasan diri yang
dirasakan selama mengerjakan pekerjaan.
Effort (EF) Rendah, Seberapa besar usaha yang dikeluarkan secara
mental dan fisik yang dibutuhkan untuk
Tinggi mencapai target tersebut?
Interprestasi Hasil Nilai Skor berdasarkan penjelasan
Hart dan Staveland (1981) dalam metode NASA TLX, skor beban kerja yang didapatkan
terbagi dalam tiga bagian yaitu > 80 menyatakan beban kerja yang agak berat, nilai 50-80
menyatakan beban kerja sedang dan nilai < 50 menyatakan beban kerja agak ringan.

Selain metode tersebut, dikenal juga metode National Aeronautics and Space
Administration Task Load Index (NASA-TLX) yaitu pengukuran subyektif yang
bersifat multidimensional (multidimensional scaling) yang relatif membutuhkan
waktu dalam aplikasinya (Hart and Staveland, 1988). Dalam NASA TLX terdapat 6
dimensi ukuran beban kerja yaitu:
1) Mental demand (kebutuhan mental): tuntutan aktivitas mental dan perceptual
yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan.
2) Physical Demand (kebutuhan fisik): kekuatan fisik dibutuhkan dalam
menyelesaikan pekerjaan.
3) Temporal Demand (kebutuhan waktu): waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan.
4) Performance (kinerja): keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan mencapai
target yang telah ditentukan.
5) Effort (tingkat usaha): tingkat kekuatan mental dan fisik yang dikeluarkan untuk
mencapai hasil kerja yang diinginkan.
6) Frustation Level (tingkat frustasi): tingkat rasa tidak aman, putus asa,
tersinggung, stres, dan terganggu dibanding dengan perasaan aman, puas, cocok,
nyaman, dan kepuasaan diri yang dirasakan selama mengerjakan pekerjaan
tersebut,
i. Usia
Menurut Suma’mur (1991) menyebutkan bahwa seseorang yang berumur
muda sanggup melakukan pekerjaan berat, dan sebaiknya jika seseorang sudah
berumur lanjut maka kemampuannya untuk melakukan pekerjaan berat akan
menurun. Pekerja yang berumur lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak dapat
bergerak dengan leluasa ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi
kinerjanya. Kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik setiap individu
berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh umur tersebut.
Usia merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikontrol. Walau1pun
tidak banyak penelitian yang menyebutkan bahwa penyesuaian terhadap lingkungan
baik panas maupun dingin bergantung pada usia seseorang, akan tetapi beberapa
pengamatan menunjukkan usia seseorang berhubungan terhadap penurunan aktivitas
fisik yang terkait dengan penyesuaian tubuh dengan lingkungan panas. Rentang suhu
normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati masa lansia. Lansia
mempunyai rentang suhu tubuh yang lebih sempit daripada dewasa awal. Lansia
sensitif terhadap suhu eskrim, karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama
pada kontrol vasomotor, penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas
kelenjar, dan penurunan metabolisme (Pearce, 1990).
ii. Faktor Pekerjaan
1. Lama Kerja
Menurut penelitian Park, dkk (2001) menyatakan bahwa tingkat keluhan
kelelahan subjektif sebelum pergi ke bekerja untuk waktu kerja yang lama dan
waktu kerja lebih lama secara signifikan cenderung lebih tinggi dari pada waktu
kerja yang singkat. Waktu kerja bagi seorang tenaga kerja menentukan efisiensi
dan produktivitasnya. Segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi:
1) Lamanya seseorang mampu kerja secara baik
2) Hubungan diantara waktu kerja dan istirahat
3) Waktu diantara sehari menurut periode yang meliputi siang dan malam
kerja bekerja sehari secara baik umumnya 6-8 jam dan sisanya dipergunakan
untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain.
Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya disertai
efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta
kecenderungan untuk timbul kelelahan, penyakit dan kecelakaan kerja (Suma’mur,
2009)
2. Pekerjaan Monoton
Keadaan monoton merupakan salah satu penyebab kelelahan sebagaimana
yang telah diilustrasikan oleh ILO, Encyclopedia of Occupational Helath & Safety
pada diagram penyebab kelelahan baik tinggi maupun rendah. Tidak adanya variasi
dalam pekerjaan akan menimbulkan kejenuhan kerja. Kejenuhan ini dapat terjadi
karena pekerja melakukan pekerjaan yang sama setiap harinya. Pekerjaan yang
monoton seperti ini cukup berpotensi untuk menyebabkan terjadinya kelelahan
kerja. Kebosanan adalah kelelahan yang bersifat mental yang merupakan
komponen penting dalam psikologis lingkungan kerja yang dikarenakan
menghadapi pekerjaan yang berulang-berulang (repetitive). Monoton, dan aktivitas
yang tidak menyenangkan (Silaban, 1998). Kebosanan ini dirasakan meningkat
oleh pekerja pada pertengahan jam kerja dan menurun pada akhir jam ketiga
(pernyataan Schultz dalam artikel Gerry Silaban, 1998).
2.9.4 Status Kesehatan
Kelelahan dapat berasal dari gaya hidup yang biasa disebut dengan non work
related fatigue. Salah satu penyebab kelelahan non work related fatigue adalah
kondisi kesehatan pekerja (Better health channel, 2006 dalam safitri,2008). Menurut
Setyawati, (1994) dalam Safitri, (2008) menyatakan bahwa secara fisiologis tubuh
manusia diibaratkan sebagai suatu mesin yang mengkonsumsi bahan bakar sebagai
sumber energinya. Diketahui jam kerja yang panjang lebih berpengaruh terhadap
terjadinya kelelahan jika dipengaruhi oleh faktor kesehatan. Kesegaran jasmani dan
rohani adalah penunjang penting produktivitas seseorang dalam kerjanya. Kesegaran
tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus menerus dipelihara selama
bekerja bahkan sampai setelah berhenti bekerja.
2.9.5 Beban Kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari
hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh berat tubuh,
memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan pekerjaan,
dengan bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata
lain, bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang bersangkutan. Beban
tersebut berupa beban fisik maupun beban mental. Berat ringannya beban kerja yang
diterima oleh seseorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa
lama seseorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan
kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Dimana semakin berat beban
kerja sehingga melampaui kapasitas kerja akan menurunkan efisiensi dan
produktivitas kerja bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja. Beban
kerja fisik dalam kategori berat akan menyebabkan beban kardiovaskuler meningkat
sehingga kelelahan akan cepat muncul (Tarwaka et al, 2004). Pada penelitian yang
dilakukan pada pekerja bongkar muat menyatakan terdapatnya hubungan antara
beban kerja dengan kelelahan kerja (Tarwaka et al, 2004).
Beban kerja dapat ditentukan dengan merujuk kepada jumlah kalori yang
dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan per satuan waktu. Estimasi panas metabolik
dapat dilakukan dengan menilai pekerjaan.

2.9.4 Lingkungan Kerja


Di tempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan
kerja seperti faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Semua
faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan
berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan tenaga kerja (Tarwaka et al, 2004).
1. Tekanan Panas
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 tentang NAB
Faktor Fisika di Tempat Kerja, definisi iklim kerja atau tekanan panas adalah
hasil perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan, gerakan udara, dan panas
radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaanya. Temperatur yang dianjurkan di tempat kerja adalah 24 - 26º C.(suhu
kering) pada kelembaban 85% - 95% dan suhu basah antara 22 - 30º C, suhu
tersebut merupakan suhu nikmat di Indonesia (Suma’mur, 1996).
Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika
perubahan temperatur luar yang terjadi tidak lebih dari 20% untuk suhu panas dan
35% untuk suhu dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh. Sedangkan batas
toleransi untuk suhu tinggi adalah 35ºC-40ºC, kecepatan gerakan udara 0,2
m/detik, kelembaban udara 40%-50% dan perbedaan suhu permukaan 40ºC.
Sehingga suhu optimal dari dalam tubuh untuk mempertahankan fungsinya
adalah 36,5ºC-39,5ºC (Grandjean dalam Tarwaka dan kawan-kawan, 2004).
Semakin aktif seorang pekerja maka semakin rendah suhu yang diperlukan
supaya ideal. Tenaga kerja akan melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan
suhu di tempat kerja dengan menjaga keseimbangan panas tubuh.
Lingkungan kerja yang panas umumnya lebih banyak menimbulkan
permasalahan dibandingkan lingkungan kerja dingin. Hal ini terjadi karena pada
umumnya manusia lebih mudah melindungi dirinya dari pengaruh suhu udara
yang rendah dari pada suhu udara yang tinggi (Ardyanto, 2005). Lingkungan
kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktifitas kerja yang juga
akan membawa dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
(Santoso, 2004).
Untuk menilai hubungan iklim kerja dan efek terhadap seseorang perlu
diperhatikan seluruh faktor yang meliputi lingkungan, manusia dan
pekerjaan.Faktor yang mempengaruhi iklim kerja tersaji dalam tabel 2.3:

Tabel 2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Panas


Faktor
Faktor manusia Perkerjaan
lingkungan
Suhu Usia Kompleksnya Tugas
Kelembaban Jenis kelamin Lama Tugas
Angin Kesegaran jasmani Beban Fisik
Radiasi Panas Ukuran tubuh Beban Mental
Debu Kesehatan Beban Dria
Aerosol Aklimatisasi Beban Sendiri
Gas Gizi Ketrampilan
Fume Motivasi Disyaratkan
Tekanan
Pendidikan
Barometris
Kemampuan fisik
Kemampuan
mental
Pakaian
Kemampuan emosi
Sifat – sifat
kebangsaan
Sumber : Suma’mur (1996). Higiene perusahaan dan kesehatan kerja
untuk menentukan kriteria beban kerja dapat dilihat dari jumlah nadi kerja
dalam satu menit, yang tersaji dalam tabel 2.4 :

Tabel 2.4 Kriteria beban Kerja

Beban kerja Denyut nadi per – menit


Ringan 75 – 100
Sedang 100 – 125
Berat 125 – 150

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang


Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja ditetapkan bahwa nilai ISBB
tempat kerja tersaji dalam tabel 2.5:
Tabel 2.5 Nilai Ambang Batas Tekanan Panas
Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) OC
Variasi Kerja Kerja ringan Kerja sedang Kerja berat

Bekerja terus-
30,0 26,7 25,0
menerus

Kerja 75% -
30,6 28,0 25,9
istirahat 25%

Kerja 50% -
31,4 29,4 27,9
istirahat 50%

Kerja 25% - 32,2 31,1 30,0


istirahat 75%
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999

2. Kebisingan DONE
Kebisingan merupakan bunyi yang didengar sebagai rangsangan – rangsangan
pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis dan bunyi – bunyi tersebut
tidak dikehendaki (Suma’mur, 1996). Setiap tenaga kerja memiliki kepekaan
sendiri-sendiri terhadap kebisingan, terutama nada yang tinggi, karena
dimungkinkan adanya reaksi psikologis seperti stres, kelelahan, hilang efisiensi
dan ketidaktenangan (Sutaryono, 2002).
Pengukuran kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan memperoleh data
kebisingan di perusahaan atau dimana saja sehingga dapat dianalisis dan dicari
pengendaliannya. Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan
adalah dengan menggunakan sound level meter dengan satuan intensitas
kebisingan sebagai hasil pengukuran adalah desibel (dBA). Alat ini mampu
mengukur kebisingan diantara 30 -130 dBA dan dari frekuensi 20-20000 Hz. Alat
kebisingan yang lain adalah yang dilengkapi dengan octave band analyzer dan
noise dose meter (Depnakertrans, 2004)
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51 tahun 1999, Nilai Ambang Batas
untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai
rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya
daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari
atau 40 jam seminggunya. Nilai ambang batas (NAB) intensitas bising adalah 85
dBA dan waktu bekerja maksimum adalah 8 jam per hari.
2.9.5 Waktu Kerja
Menurut Kroemer and Grandjean (1997) dalam Fitriarni (2000) bahwa
waktu kerja dapat dibedakan dalam waktu kerja shift & non shift. Kerja shift
(bergilir) akan mengganggu irama sirkadian tubuh. Gangguan ini akan berakibat
terjadinya gangguan tidur pada pekerja dan dalam keadaan yang terjadi secara terus
- menerus tanpa disertai perbaikan kondisi yang memadai akan berakibat terjadi
kelelahan (fatique) kronis. Di Indonesia telah ditetapkan lamanya waktu kerja
sehari maksimum 8 jam kerja dan sisanya untuk istirahat. Memperpanjang waktu
kerja lebih dari itu hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan
kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka et al, 2004).
2.9.6 Jenis Kelamin DONE
Penggolongan jenis kelamin terbagi menjadi pria dan wanita. Secara umum
wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2 atau 3 dari kemampuan fisik atau
kekuatan otot laki laki (Tarwaka et al, 2004). Menurut Kroemer dan Grandjean
(1997) dalam Tarwaka et al (2004) bahwa masalah pada pekerja wanita dapat
disebabkan oleh periode hormonal fungsi tubuh serta adanya pekerjaan rumah
tangga sehingga gangguan menstruasi, aborsi, gangguan tidur dan kelelahan sering
terjadi.

2.10 Pekerjaan konstruksi


Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. (Pasal 1
Angka 2 UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi).
Proyek konstruksi adalah jenis pekerjaan yang memiliki beban kerja fisik yang tinggi.
Pekerja pada proyek konstruksi cenderung menggunakan kekuatan fisiknya dalam
melakukan pekerjaan, seperti pekerja konstruksi bagian batu, pekerja konstruksi bagian
kayu, pekerja konstruksi bagian galian, pekerja konstruksi bagian pembesian, pekerja
konstruksi bagian baja, dll, sehingga beban kerja yang diberikan pada pekerja perlu
disesuai kan dengan kemampuan fisik pekerja (Tarwaka, 2014).

Anda mungkin juga menyukai